• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Awal Benih

Benih kedelai yang digunakan merupakan hasil perontokan dengan dua kecepatan putaran mesin (rpm) yaitu kecepatan 515-570 (rpm 1) dan 580-650 (rpm 2), kemudian dikeringkan hingga kadar air kurang dari 10%. Pengujian awal mutu benih hasil perontokkan kemudian dibandingkan dengan spesifikasi persyaratan mutu benih kedelai kelas benih pokok (SNI 01-6234.3-2003) yang tersedia pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan spesifikasi mutu benih kedelai

No. Jenis Analisa Satuan SNI rpm 1 rpm 2

1 Kadar air % Maks. 11.0 7.56 7.56

2 Benih murni % Min. 98.0 99.98 99.96

3 Daya berkecambah/daya tumbuh % Min. 80.0 80 75.3

4 Kotoran benih % Maks. 2.0 0.02 0.04

5 Biji tanaman lain % 0.0 0.0 0.0

6 Biji gulma % 0.0 0.0 0.0

Berdasarkan Tabel 2, benih kedelai hasil perontokan dengan kecepatan putaran mesin rpm 1 memenuhi syarat spesifikasi mutu benih pokok SNI 01-6234.3-2003, sedangkan untuk benih kedelai hasil perontokkan dengan rpm 2, jenis analisa daya kecambah tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh SNI 01-6234.3-2003. Analisa secara fisik dilakukan sesuai spesifikasi persyaratan mutu kedelai SNI 01-3922-1995 dibandingkan dengan benih yang dihasilkan dari dua cara perontokkan tersedia pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan spesifikasi mutu fisik kedelai No Jenis Uji

(Komponen Mutu) Satuan

Persyaratan rpm 1

rpm 2

I II III IV

1 Kadar air Maks. % 13 14 14 16 7.56 7.56

2 Butir belah Maks. % 1 2 3 5 5.01 9.87

3 Butir rusak Maks. % 1 2 3 5 11.6 14.2

4 Butir warna lain Maks. % 1 3 5 10 0.56 2.35

5 Kotoran Maks. % 0 1 2 3 0.02 0.04

6 Butir keriput Maks. % 0 1 3 5 0 0

Kondisi awal mutu fisik benih kedelai yang disimpan untuk jenis uji kadar air memenuhi persyaratan kelas I, akan tetapi untuk komponen butir belah benih rpm 1 memenuhi kelas ke IV sedangkan rpm 2 tidak memenuhi syarat dari semua kelas. Begitu pula pada komponen mutu butir rusak, kedua rpm tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh SNI 01-3922-1995 pada semua kelas karena persentase butir rusak sangat tinggi. Komponen mutu butir warna lain rpm 1 memenuhi persyaratan kelas I dan rpm 2 kelas II, sedangkan kotoran dan butir keriput kedua rpm memenuhi syarat kelas I.

16

Kondisi awal benih yang cukup rusak ini dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kecepatan putaran mesin yang kurang sesuai (rpm 2), serta serangan hama dan penyakit ketika di lahan. Adanya organisme pengganggu tanaman seperti ulat grayak dan serangga lainnya menjadi vektor dalam penyebaran patogen yang dapat muncul ketika penyimpanan dilakukan. Kondisi iklim yang mulai musim penghujan juga memperparah penyebaran penyakit yang sudah ada di lapangan. Sebelum benih diberi perlakuan pengemasan, terlebih dahulu dilakukan sortasi pada masing-masing kelompok rpm, hal ini bertujuan untuk mengurangi terjadinya bias akibat kerusakan benih yang sudah terjadi sejak awal.

Pengaruh Perlakuan Kemasan Terhadap Mutu Benih

Kemasan untuk benih tidak hanya harus melindungi benih dari kerusakan ketika disimpan akan tetapi juga harus mampu menjaga mutu benih tersebut agar dapat tetap tumbuh ketika hendak di tanam. Kedelai merupakan komoditas yang memiliki kandungan lemak dan protein yang tinggi, kulitnya yang tipis dan higroskopis mengharuskan penggunaan kemasan yang dapat melindungi dari perubahan kadar air maupun kandungan yang ada di dalamnya. Penelitian ini membandingkan tiga jenis kemasan berbahan plastik terhadap mutu benih kedelai selama disimpan. Hasil dari pengamatan masing-masing parameter mutu selama enam bulan akan dijelaskan lebih rinci berikut ini.

Kadar Air

Kedelai merupakan komoditas biji-bijian dan termasuk dalam jenis benih ortodok yang kadar airnya harus dipertahankan tetap rendah. Kadar air sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan permeabilitas kemasan. Hasil dari analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan kemasan berpengaruh terhadap kadar air benih, kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test

(DMRT) dengan taraf nyata 5% tersedia padaLampiran 5.

Pengemasan benih kedelai dengan menggunakan plastik hermetik memiliki kemampuan mempertahankan kadar air benih paling baik bila dibandingkan dengan pengemasan vakum dan pengemasan plastik HDPE. Kadar air awal dan bahan kemasan (pembungkus) sangat berpengaruh dalam mempertahankan kadar air benih selama penyimpanan (Samuel et al. 2012). Penyimpanan kedap udara selain menghambat kegiatan biologis benih, juga berfungsi menekan pengaruh kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban, serta mengurangi tersedianya oksigen, kontaminasi hama, kutu, jamur, bakteri dan kotoran (Kartono 2004). Kemasan hermetik mampu mempertahankan kadar air tetap rendah hal ini dipengaruhi beberapa faktor. Sekali produk dikemas dalam kantong hermetik tertutup, kadar oksigen menurun dengan cepat begitu juga jumlah serangga, cendawan dan respirasi benih, sedangkan kadar karbon dioksida meningkat (Njoroge et al. 2014). Pada keadaan tersimpan, oksigen di dalam sistem hermetik akan turun hingga mencapai 3% dan gas karbon dioksida meningkat hingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pernapasan aerob di dalamnya. Pola perubahan kadar air benih pada masing-masing kemasan selama penyimpanan pada rpm 1 dan 2 dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

Gambar 5 Perubahan kadar air pada tiap kemasan kelompok rpm 1

Gambar 6 Perubahan kadar air pada tiap kemasan kelompok rpm 2

Benih yang disimpan pada kemasan plastik HDPE cenderung mengalami kenaikan kadar air dari bulan ke bulan. Permeabilitas plastik HDPE terhadap uap air yang tinggi memungkinkan adanya pergerakan uap air dari luar ke dalam kemasan yang tinggi sehingga benih dengan kadar air rendah 7.56% akan menyerap uap air dan meningkatkan kadar air benih tersebut. Penyimpanan benih dengan menggunakan kemasan plastik poliethylen dengan kadar air awal M1 (8,8 %) selama 1 bulan penyimpanan belum mengalami perubahan, sedangkan pada penyimpanan bulan ke-2 sampai dengan bulan ke-8 terjadi peningkatan kadar air namun peningkatannya tidak berbeda nyata (Suryati 2010). Kenaikan kadar air pada kemasan HDPE meningkat dari sejak bulan pertama penyimpanan, kenaikan terus meningkat hingga bulan keenam penyimpanan. Kemasan yang tidak dapat melindungi benih dari penyerapan uap air selama penyimpanan akan meningkatkan proses kemunduran benih.

Benih yang disimpan pada kemasan plastik vakum, memiliki kadar air yang cukup fluktuatif. Kadar air yang fluktuatif ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ruang penyimpanan, benih disimpan pada kondisi gudang tanpa pengatur suhu dan RH menyebabkan kondisi penyimpanan menjadi berubah-ubah sesuai dengan cuaca di lingkungan. Biji kedelai menyerap atau mengeluarkan zat air sampai kandungan airnya seimbang dengan udara sekitar (Indartono 2011). Perubahan yang fluktuatif ini juga bisa disebabkan karena adanya permeabilitas dari kemasan plastik yang digunakan untuk pengemasan vakum. Bahan kemasan plastik yang

18

digunakan adalah plastik PVC yang masih memiliki permeabilitas untuk gas O2 dan laju transmisi uap air sehingga dapat mempengaruhi kadar air benih yang dikemas.

Standar mutu yang ditentukan oleh SNI, persentase kadar air maksimum adalah 11% sedangkan batas minimum dari persentase kadar air belum ditentukan, padahal sebagai komoditas yang memiliki kandungan lemak yang tinggi kadar air yang terlalu tinggi dan terlalu rendah akan mempengaruhi mutu benih tersebut. Kandungan air benih dibawah 5% mempercepat kemunduran benih yang disebabkan oleh autooksidasi lipid di dalam benih. Sedangkan kadar air diatas 14%, akan terdapat cendawan gudang yang merusak kapasitas perkecambahan benih. Kadar air yang aman untuk penyimpanan benih kedelai dalam suhu kamar selama 6-10 bulan adalah tidak lebih dari 11% (Indartono 2011). Kadar air penyimpanan yang dilakukan masih dalam taraf aman yaitu berkisar 7-9%, kadar air ini menyebabkan kondisi kedelai cukup kering sehingga dapat menekan kemunduran benih. Peningkatan kadar air benih juga diikuti oleh peningkatan bobot pada benih yang disimpan dalam kemasan.

Perubahan Bobot

Kedelai adalah komoditas biji-bijian yang higroskopis, kadar air dan bobot kedelai akan sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembaban ruangan dan permeabilitas kemasan. Perubahan bobot kedelai menjadi salah satu tolok ukur kemampuan kemasan dalam melindungi kedelai dari penyerapan uap air dan oksigen dari lingkungan. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap penambahan bobot kedelai. Adapun perubahan bobot dari setiap bulannya pada kelompok rpm 1 dan rpm 2 dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

Gambar 8 Pola penambahan bobot benih pada tiap kemasan kelompok rpm 2 Pada bulan pertama penyimpanan terjadi penurunan bobot pada semua kemasan plastik, penurunan terbanyak adalah pada kemasan HDPE. Sejalan dengan perubahan kadar air, penambahan bobot pada kemasan HDPE juga terus meningkat dari bulan kedua hingga pengamatan terakhir pada bulan ke enam penyimpanan kenaikan persentase bobot sebesar 1.09% pada rpm 1 dan 1.85% rpm 2. Benih yang mengandung protein yang tinggi lebih cepat menyerap air (Pranoto et al. 1990) dengan cepatnya benih kedelai menyerap air maka cepat pula terjadi kebocoran-kebocoran pada sel-sel dalam benih kedelai. Sedangkan pada kemasan hermetik penambahan bobot pada bulan terakhir pengamatan sebesar 0.3 % untuk rpm 1 dan 0.42 % pada rpm 2. Kemasan vakum mengalami penambahan persentase bobot kedelai sebesar 0.6% pada rpm 1 dan 0.3% rpm 2. Kemasan hermetik dan vakum memiliki kemampuan lebih baik dalam melindungi kedelai dari penyerapan uap air maupun oksigen sehingga penambahan bobot lebih kecil.

Berdasarkan hasil pengamatan dari ketiga kemasan yang digunakan, masing-masing memiliki kemampuan yang berbeda dalam melindungi benih dari kenaikan bobot dan kadar air. Perbedaan kemampuan ini dikarenakan ketiga kemasan memiliki permeabilitas plastik yang berbeda. Kemasan hermetik memiliki permeabilitas uap air sebesar 8 g.m-2. 24 jam dan 0.3 cm-3.m-2. 24 jam oksigen (Villers dan Gummert 2009). Penyimpanan vakum di dalam kemasan plastik akan menyebabkan produk di dalamnya terlindung dari pertukaran gas atau air dari luar (Renate 2009), tetapi jenis bahan yang digunakan untuk pengemasan vakum juga dapat mempengaruhi kemampuan pengemasan vakum tersebut dalam mempertahankan kadar air. Jenis plastik yang digunakan adalah PVC yang dikombinasikan dengan nylon, jenis plastik tersebut masih memiliki permeabilitas terhadap gas O2 150 cm-3.m-2. 24 jam, gas CO2 970 cm-3.m-2. 24 jam dan laju transmisi uap air sebesar 4 g m-2/24 jam (Suhelmi 2007).

Plastik HDPE memiliki laju transmisi uap air sebesar 7-10 g m-2/24 jam , sedangkan laju transmisi oksigennya cukup tinggi dibandingkan dengan hermetik yaitu 1600-2000 cm-3 m-2/24 jam (Kirwan dan Strawbrigde 2003). Masuknya oksigen dalam kemasan akan menyebabkan enzim respirasi aktif, hasil respisai dalam simpanan benih berupa panas dan uap air. Uap air yang dihasilkan akan menambah bobot benih selama penyimpanan. Selama penyimpanan benih kedelai berusaha menyeimbangkan kandungan airnya dengan udara sekitar, mengingat

20

sifat biji kedelai yang higroskopis mudah untuk menyerap atau mengeluarkan air dari atau ke udara sekitar. Laju penambahan bobot ini berbanding lurus dengan laju peningkatan kadar air benih selama penyimpanan dan memiliki korelasi positif.

Analisis Kemurnian Benih

Analisis kemurnian benih dilakukan untuk menentukan komposisi benih murni, benih lain dan kotoran dari contoh benih. Pada penelitian ini kemurnian benih yang digunakan sangat baik. Kemurnian benih pada contoh yang digunakan pada awal penelitian ˃99 %, sedangkan untuk benih tanaman lain tidak ditemukan ketika dilakukan analisis. Pada analisis kemurnian bulan ke enam, terjadi penurunan persentase kemurnian benih pada kelompok rpm 2. Penurunan persentase kemurnian benih ini disebabkan terjadi kenaikan persentase pada kriteria kotoran benih, adapun kriteria pengamatan tersedia pada Lampiran 3. Kerusakan Benih dalam Penyimpanan

Butir rusak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah biji yang tidak sesuai dengan kenampakan yang seharusnya. Kenampakan dari biji kedelai Argomulyo adalah kulit berwarna kuning cerah, bentuk mulus dan halus, tidak ada bercak pada bagian kulit dan biji serta bagian dan organ biji sempurna Berdasarkan kriteria menurut SNI 01-3922-1995 analisis fisik dikelompokan menjadi butir belah, butir rusak, butir warna lain dan butir keriput pada penelitian ini butir rusak dikelompokan menjadi dua penyebab yaitu rusak fisik dan fisiologis. Butir belah masuk ke dalam kriteria rusak secara fisik, selain itu retak, memar, dan patah akibat perlakuan mekanis dan fisik juga masuk dalam kriteria rusak fisik. Butir rusak, berubah warna dan keriput masuk ke dalam kriteria rusak secara fisiologis dimana kerusakan diakibatkan serangan mikroorganisme patogen, kerusakan yang terjadi seperti bercendawan, berubah warna, busuk, berubah bentuk, dan terserang serangga. Warna dari kedelai digunakan sebagai indikator kualitas, perubahan warna mengindikasikan perubahan fisik dan kimia, adanya zat metabolit dan karakteristik lain yang tak diinginkan. Perubahan warna secara umum disebabkan oleh mikroorganisme, meskipun perubahan kondisi cuaca dapat berpengaruh pada warna biji tetapi tidak menjadi penyebab utama (Sinclair 1992). Benih yang telah rusak jika ditanam akan tumbuh tidak sempurna (abnormal) bahkan menjadi busuk. Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan persentase butir rusak pada tiap kemasan kelompok rpm.

Gambar 9 Persentase butir rusak (fisik dan fisiologis) tiap kemasan kelompok rpm 1

Gambar 10 Persentase butir rusak (fisik dan fisiologis) tiap kemasan kelompok rpm 2

Gambar 9 dan 10 menunjukan persentase butir rusak fisiologis lebih tinggi dibandingkan butir rusak fisik dari ketiga kemasan baik kelompok rpm 1 maupun rpm 2. Kerusakan secara fisiologis meningkat seiring lamanya penyimpanan pada ketiga perlakuan pada kelompok rpm 1 dan 2. Sedangkan untuk kerusakan fisik, tidak mengalami peningkatan yang berarti selama penyimpanan. Analisis uji

Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan taraf nyata 5% dan hasil perhitungan koefisien determinasi tersedia pada Lampiran 6.

Benih yang berasal dari hasil perontokan rpm 2 memiliki tingkat kerusakan yang lebih tinggi, yang disebabkan dari perbedaan kecepatan putaran mesin yang digunakan. Kecepatan mesin rpm 1 berada pada kisaran 515-570, dimana kisaran tersebut sesuai dengan kecepatan rpm untuk mesin perontok multiguna yang direkomendasikan oleh standar SNI 7866-2013 yaitu pada kisaran 525-570. Kecepatan putaran mesin perontok pada rpm 2 lebih tinggi yaitu pada kisaran 580-650 rpm, kecepatan yang melebihi standar ini memiliki waktu penyelesaian yang lebih singkat, akan tetapi butir pecah dan memar akibat benturan jauh lebih tinggi. Kecepatan putaran mesin yang berlebihan serta tidak benarnya cara memuat bahan akan meningkatkan kerusakan pada biji (Bern et al.

2008).

Persentase butir rusak fisiologis pada kelompok rpm 2 lebih tinggi, hal ini disebabkan persentase butir rusak secara fisik juga tinggi. Butir rusak fisik tersebut sangat rentan terhadap serangan mikroorganisme patogen. Mikroorganisme akan merusak mutu biji dari dalam, perubahan yang terjadi akibat serangan mikroorganisme berupa perubahan warna, perubahan bentuk, bercendawan dan busuk. Butir rusak adalah biji ataupun potongan biji yang memiliki kerusakan yang terlihat dan biasanya ditunjukkan dengan adanya warna coklat gelap pada bagian kotiledon (MAPA 2007). Perubahan warna pada klasifikasi butir rusak secara fisiologis sebagian besar karena adanya serangan cendawan. Cendawan adalah penyebab utama kerusakan biji kedelai dalam penyimpanan (Sadaka 2014). Persentase butir rusak ini akan mempengaruhi perubahan mutu lainnya, diantaranya perubahan kadar asam lemak bebas (FFA) dan daya kecambah.

22

Daya Kecambah dan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

Kedelai merupakan komoditas dengan kandungan lemak yang cukup tinggi. Kurang lebih ada 15-18% kandungan lemak yang terdapat dalam kedelai. Kadar asam lemak bebas pada kandungan minyak dari kedelai menjadi salah satu faktor penentu kualitas kedelai tersebut. Meskipun kandungan lemak ini tidak berwujud dalam rasa dan bau, mereka cenderung mengalami perubahan ketika disimpan dalam suhu ruang yang akan berubah menjadi aldehid, keton, alkohol, hidrokarbon, ester, lakton dan furan yang menjadi penyebab bau tak sedap pada minyak dan lemak (O‟Brien 2004; EYS et al. 2006). Sejak penyimpanan biji, kandungan lemak akan secara perlahan mengalami hidrolisis oleh air dalam keadaan suhu tinggi atau disebabkan enzym lipolytic secara alami atau yang diproduksi oleh bakteri maupun cendawan yang akan berkontribusi terhadap ketengikan produk (Araujo 2004).

Kadar asam lemak bebas (FFA) pada kandungan minyak dari kedelai menjadi salah satu faktor penentu kualitas kedelai tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan kecepatan putaran mesin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar FFA. Akan tetpai, lama penyimpanan berpengaruh terhadap kenaikan persentase kadar FFA pada kedelai. Kadar FFA akan meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan, perubahan tersebut meningkat sesuai dengan peningkatan kadar air dan suhu penyimpanan, dan beberapa diakibatkan karena kerusakan pada kedelai (Bern et al.2008). Perubahan kadar FFA pada masing-masing kelompok dan pengemasan mengalami perubahan yang cukup fluktuatif karena ruang penyimpanan tidak dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembaban. Perubahan kadar FFA selama penyimpanan pada masing kemasan dan kelompok rpm tersedia pada Gambar 11 dan Gambar 12

Gambar 11 Perubahan kadar FFA dan hubungannya dengan daya kecambah selama penyimpanan kelompok rpm 1

Gambar 12 Perubahan kadar FFA dan hubungannya dengan daya kecambah selama penyimpanan kelompok rpm 2

Berdasarkan Gambar 11 dan 12 dapat dilihat persentase daya kecambah dan persentase kadar FFA pada kedua kelompok. Keduanya menunjukkan pola yang mirip dimana persentase daya kecambah menurun seiring dengan peningkatan kadar FFA selama penyimpanan. Beberapa lemak tidak jenuh yang dihasilkan akan menjadi peroksida degradasi. Akibatnya tidak hanya lemak yang hancur, tetapi juga reaksi kompleks yang menghasilkan suatu produk toksin yang potensial. Hal ini dapat mengakibatkan hilangnya daya kecambah sebelum persediaan sumber energi dalam benih habis (Damanhuri et al.1993). Merskipun perlakuan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar FFA dan daya kecambah, berdasarkan uji statistik diketahui bahwa kadar FFA berkorelasi negatif terhadap peningkatan persentase daya kecambah. Semakin tinggi FFA maka daya kecambah benih akan semakin menurun, hasil perhitungan korelasi tersedia pada Lampiran 7.

Peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA) juga ditandai dengan adanya bau tengik pada kedelai. Kemasan dengan kemampuan menahan gas seperti oksigen, akan mengurangi resiko terjadinya reaksi oksidasi penyebab ketengikan. Kondisi kedelai yang kering, dingin dan tidak rusak akan memiliki kandungan FFA yang kecil. Kemasan HDPE memiliki permeabilitas tertinggi dibandingkan kedua jenis kemasan lainnya, akan tetapi kadar air awal benih yang cukup rendah menyebabkan perubahan FFA tidak signifikan. Kedelai yang disimpan pada kadar air 9% tidak menunjukkan peningkatan kadar FFA setelah disimpan selama 18 bulan baik pada suhu 27oC maupun 10 oC (Derocher et al. 2005). Rendahnya kadar air benih yang disimpan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam peningkatan kadar FFA kedelai.

Faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas dari suatu benih adalah kemampuannya untuk tumbuh, dalam hal ini diwakili dengan daya berkecambah. Ketika kualitas benih menurun, daya kecambah adalah faktor pertama yang akan mengalami kemunduran (Paulsen 2007). Mempertahankan daya kecambah benih sangat penting karena para petani cenderung menyimpan benih untuk musim tanam berikutnya (De Bruin 2005). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa jenis kemasan plastik yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap daya kecambah benih. Perubahan persentase daya kecambah benih dari

24

masing-masing kelompok rpm pada ketiga kemasan dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

Gambar 13 Perubahan persentase daya kecambah dari tiap kemasan kelompok rpm 1

Gambar 14 Perubahan persentase daya kecambah dari tiap kemasan kelompok rpm 2

Daya kecambah awal benih yang akan disimpan dari kedua jenis rpm yaitu 80% untk rpm 1 dan 75.3 % untuk rpm 2. Meningkat pada bulan pertama penyimpanan untuk semua benih yang disimpan pada semua jenis kemasan kedua kelompok rpm. Kenaikan daya kecambah benih ini diduga karena benih hasil panen yang telah disimpan selama satu bulan telah mengalami kestabilan baik embrio maupun organ lainnya. Pada situasi dan kondisi tertentu, benih kedelai tidak dapat langsung ditanam sehingga harus disimpan (Samuel et al. 2012). Daya kecambah benih kedelai yang disimpan dari bulan pertama hingga bulan ke enam pada ketiga kemasan yang berbeda tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini membuktikan bahwa ketiga kemasan tersebut memiliki kemampuan yang hampir sama dalam mempertahankan daya kecambah benih. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sutanto dan Kendriyanto 2005) daya kecambah jagung dari hasil penyimpanan dengan plastik hermetik lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa plastik hermetik.

Menurut Paulsen (2007) faktor yang mempengaruhi daya kecambah benih biasanya dimulai dari lahan, panen yang terlalu dini, penyakit dan invasi dari cendawan juga ikut berkontribusi dalam penurunan daya tumbuh. Perkecambahan benih kedelai akan menurun dari perkecambahan awal yaitu diatas 90% menjadi 0% tergantung varietas kedelai dan kadar air selama penyimpanan (Tatipata et al.

2004). Semakin tinggi kadar air yang terdapat pada benih dan semakin lama penyimpanan benih akan menurunkan daya berkecambah benih kedelai (Samuel

et al. 2012). Kemasan dengan kemampuan mempertahankan kadar air tetap rendah akan mampu mempertahankan daya kecambah benih tetap tinggi.

Kerusakan mekanis seperti benturan atau pentalan dari mesin pada saat proses perontokan juga dapat mempengaruhi daya tumbuh benih. Pada uji daya kecambah yang dilakukan sebelumnya dilakukan analisis kemurnian dan uji butir rusak, dimana benih yang ditanam merupakan hasil seleksi secara visual dari benih yang disimpan. Benih yang masuk ke dalam kategori baik kemudian diambil secara acak dan diuji daya kecambahnya.

Selain kecambah normal dan kecambah abnormal, benih yang tidak berkecambah seperti benih mati, benih segar tidak tumbuh maupun benih keras juga ikut diamati. Hasil pengujian daya kecambah banyak ditemukan benih mati seperti pada Gambar 15. Benih mati adalah benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah (ISTA 2013). Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Hal ini disebabkan karena adanya penyakit primer yang menyerang benih, pada saat kultur teknis di lapangan tanaman yang menjadi induk telah terserang hama dan penyakit sehingga benih tersebut berpotensi membawa penyakit dari induknya.

Gambar 15 Benih mati pada uji daya kecambah

Peningkatan persentase kecambah yang abnormal dan persentase benih

Dokumen terkait