• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi umum tempat pertanaman berdasarkan data BMKG wilayah Dramaga Bogor seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Curah hujan selama bulan Maret 2015 hingga Agustus 2015 berkisar antara 90.2-374.3 mm, dengan suhu minimum berkisar antara 21.8-23.2 oC, suhu maksimum berkisar antara 29.8-33.1 oC, selain itu memiliki kelembaban nisbi berkisar antara 74-86 %, dan lama penyinaran matahari berkisar antara 42.3-91 %. Kebun percobaan Leuwikopo Dramaga terletak pada ketinggian 240 m dpl.

Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2012), tanaman kecipir dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 1-1 600 m dpl, selain itu suhu udara yang dibutuhkan untuk tanaman kecipir sekitar 18-32 oC, kelembaban udara 50 sampai dengan 90 %, curah hujan tahunan 2 500 mm, jika dibandingkan dengan data iklim wilayah Dramaga Bogor, lokasi penelitian termasuk lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan kecipir, kondisi umum tempat pertanaman seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Tingginya curah hujan pada fase generatif menyebabkan kuncup bunga dan bunga yang telah mekar menjadi rontok. Menurut Ilyas (2012) curah hujan berlebih mempengaruhi polinasi sehingga pembuahan gagal, selain itu berakibat pada tingginya serangan hama dan penyakit.

(a) (b)

Gambar 1 Pertanaman kecipir di lapang

(a) tanaman pada fase vegetatif; (b) tanaman pada fase generatif Tabel 2 Cuaca bulanan di Dramaga Bogor pada bulan Januari 2015 sampai

dengan Agustus 2015

Unsur Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Suhu max 28.6 28.3 29.8 31.7 32.5 31.5 31.9 33.1 Suhu min 23.3 22.9 23.2 22.9 22.3 22.6 22.2 21.8 Suhu rata-rata 25.2 25.0 25.6 25.8 26.3 26.2 26.1 26.2 CH 250.6 345.6 374.3 206.1 201.9 90.2 1.6 112.4 RH 87.0 87.0 85.0 86.0 82.0 79.0 74.0 75.0 LPM 31.0 32.0 42.3 43.3 64.0 66.8 90.0 91.0

Keterangan : CH=curah hujan, RH=kelembaban relatif, LPM=lama penyinaran matahari. Satuan suhu (oC), curah hujan (mm), kelembaban relatif (%), lama penyinaran matahari (%).

13 Benih kecipir yang digunakan merupakan benih aksesi lokal Cilacap yang berasal dari petani di Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Benih yang digunakan berwarna hitam (aksesi 1) dengan bentuk bulat, bagian tengah benih berwarna coklat muda yang merupakan hilum dan bagian bawah benih terdapat garis corak berwarna coklat. Benih berwarna coklat muda (aksesi 2) dengan bentuk bulat, bagian tengah benih terdapat hilum yang berwarna lebih gelap, dan pada ujung hilum terdapat titik kecil yang merupakan mikrofil, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Benih yang digunakan merupakan benih hasil panen pada bulan Oktober dan penanaman dilakukan pada bulan Maret 2015.

Gambar 2 Benih Kecipir

(a) aksesi 1; (b) aksesi 2

Hama yang menyerang tanaman kecipir selama penelitian di lapang diantaranya belalang (Dissosteira carolina), ngengat (Opodiphthera eucalypti), ulat penggerek polong (Etiella sp), ulat jengkal (Hyposidra talaca Wlk), kutu daun (Aphis gossypii Clover), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Belalang menyerang tanaman pada fase vegetatif pada bagian daun, menyebabkan daun-daun berlubang. Ulat jengkal dan ulat penggerek menyerang tanaman kecipir pada fase generatif, sehingga banyak polong yang rusak dan membusuk, selain itu larva ngegat merusak daun tanaman kecipir. Pengendalian dengan melakukan penyemprotan, menggunakan insektisida dan fungisida satu minggu sekali.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar 3 Hama yang menyerang tanaman kecipir

(a) belalang; (b) ngengat; (c) ulat gerayak; (d) ulat penggerek polong; (e) ulat jengkal; (f) kutu daun

14

Pengujian viabilitas benih menggunakan media pasir dengan metode in sand. Menurut Rahayu (2015) benih yang dikecambahkan dengan metode in sand dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan metode top of sand karena kelembaban dalam substrat lebih terjaga. Benih mendapatkan kelembaban dari dua bagian, yaitu lapisan pasir bagian atas dan lapisan pasir bagian bawah. Pasir juga merupakan substrat yang porous sehingga mudah ditembus oleh akar kecambah. Pasir dimasukkan ke dalam wadah plastik, dengan kondisi ruangan memiliki suhu rata-rata 27.5 oC dengan kelembaban relatif 61.7 %.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kecipir

Hasil pengamatan pada fase vegetatif untuk kedua aksesi pada tolok ukur daya tumbuh benih, tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang tidak berbeda nyata antara aksesi 1 dan aksesi 2. Tolok ukur lama fase vegetatif pada aksesi 1 dan aksesi 2 berbeda nyata, aksesi 1 memiliki lama fase vegetatif lebih pendek, yang berarti aksesi 1 lebih cepat berbunga dibandingkan dengan aksesi 2 yang memiliki fase vegetatif lebih lama, seperti yang tertera pada Lampiran 1, 2, 3 dan 4. Tabel 3 merupakan hasil rekapitulasi analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir.

Tabel 3 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase vegetatif pada dua aksesi kecipir

Tolok ukur Perlakuan

Aksesi

Daya tumbuh benih tn

Lama fase vegetatif *

Tinggi tanaman 2 MST tn 4 MST tn 6 MST tn 8 MST tn Jumlah daun 2 MST tn 4 MST tn 6 MST tn 8 MST tn Jumlah cabang 4 MST tn 8 MST tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2, MST = minggu setelah tanam

Benih kecipir yang ditanam di lahan mulai tumbuh pada 7 hari setelah tanam (HST), namun daya tumbuh hanya 21.6 % untuk kedua aksesi, dan pada 14 HST daya tumbuh benih telah mencapai 93.5 % pada aksesi 1, dan 90.8 % pada aksesi 2. Daya tumbuh benih dapat tumbuh serempak karena sebelumnya telah dilakukan proses skarifikasi benih untuk pematahan dormansi sehingga air lebih mudah mengimbibisi ke dalam benih, dengan menggunakan amplas. Tipe perkecambahan kecipir yaitu hipogeal. Hipogeal yaitu perkecambahan dimana kotiledon tidak terangkat ke atas tanah, sehingga bagian-bagian kecambah yang di atas tanah yaitu epikotil dan plumula.

15 Tanaman kecipir tumbuh menjalar, memanjat, dan membelit ke arah kiri. Batang kecipir berwarna hijau berbentuk silindris dan memiliki banyak ruas. Tinggi tanaman hingga minggu ke 8 mencapai 285 cm untuk kedua aksesi seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Tinggi tanaman melebihi tinggi ajir bambu yang hanya 200 cm, sehingga tanaman dibelokkan kembali ke bagian bawah dan diikat.

Gambar 4 Tinggi tanaman kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Bentuk anak daun pada kedua aksesi yaitu deltoid, daun majemuk trifoliat, tulang anak daun menyirip, berwarna hijau. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah daun pada minggu ke 8 pada kedua aksesi berbeda yaitu 60 helai pada aksesi 1 dan 68 helai pada aksesi 2 namun tidak berbeda nyata secara statistik, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Jumlah daun kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Cabang tanaman mulai muncul pada 5 MST pada kedua aksesi. Berdasarkan hasil pengamatan jumlah cabang pada minggu ke 8 menunjukkan aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda nyata yaitu memiliki 10 cabang, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Jumlah cabang kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 0 50 100 150 200 250 300 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST T in g g i ta n aman ( cm) Umur tanaman (MST) Aksesi 1 Aksesi 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 2 MST 4 MST 6 MST 8 MST Ju ml ah d au n ( H el ai ) Umur tanaman (MST) Aksesi 1 Aksesi 2 0 2 4 6 8 10 12 4 MST 8 MST C ab an g Umur tanaman (MST) Aksesi 1 Aksesi 2

16

Lama fase vegetatif pada kedua aksesi menunjukkan aksesi 1 lebih cepat pada pemunculan kuncup bunga yaitu 72 HST dan aksesi 2 yaitu 77 HST. Lamanya masa vegetatif pada aksesi 2 dapat disebabkan karena tanaman pada aksesi 2 memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik, hal ini ditunjukkan dengan jumlah daun pada minggu ke 8 lebih banyak meskipun tidak berbeda nyata, sehingga diduga energi yang berada pada tanaman digunakan untuk pertumbuhan vegetatif, sehingga munculnya kuncup terhambat, sedangkan pada aksesi 1 energi pada tanaman lebih difokuskan ke pertumbuhhan generatif, sehingga jumlah daun sedikit namun kuncup cepat muncul. Pertumbuhan vegetatif pada kedua aksesi tidak berbeda nyata hal tersebut dapat disebabkan karena kedua aksesi memiliki pertumbuhan yang sesuai pada kondisi lahan di Dramaga Bogor, selain itu kedua aksesi berasal dari wilayah yang sama yaitu Cilacap, sehingga tidak menunjukkan sifat yang berbeda.

Fenologi Pembungaan Kecipir

Hasil pengamatan fenologi pembungaan aksesi 1 dan aksesi 2 pada tolok ukur jumlah mahkota bunga, jumlah benang sari, panjang tangkai bunga utama, panjang anak tangkai bunga, jumlah inflorensent pertanaman, jumlah kuncup perinflorensent, jumlah kuncup mekar perinflorensent, jumlah polong terbentuk perinflorensent, jumlah kuncup rontok perinflorensent, lama fase kuncup hingga mekar, lama fase mekar hingga layu, waktu muncul polong, lama muncul polong dari bunga layu, jumlah biji perpolong, jumlah biji hampa perpolong tidak berbeda nyata secara statistik dengan uji T pada taraf 5 % seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8. Tabel 4 adalah rekapitulasi hasil analisis ragam pada fase generatif pada aksesi 1 dan aksesi 2.

Tabel 4 Rekapitulasi hasil analisis ragam fase generatif pada dua aksesi kecipir

Tolok ukur Perlakuan

Aksesi

Jumlah mahkota bunga tn

Jumlah benang sari tn

Panjang tangkai bunga utama tn

Panjang anak tangkai bunga tn

Jumlah inflorensent pertanaman tn

Jumlah kuncup perinflorensent tn

Jumlah kuncup mekar perinflorensent tn

Jumlah polong terbentuk perinflorensent tn Jumlah kuncup rontok perinflorensent tn

Lama fase kuncup hingga mekar tn

Lama fase mekar hingga layu tn

Waktu muncul polong tn

Lama muncul polong dari bunga layu tn

Jumlah biji perpolong tn

Jumlah biji hampa perpolong tn

17 Bunga kecipir termasuk bunga majemuk, dalam satu inflorensent terdapat 4-5 kuncup, warna kuncup pada aksesi 1 berwarna ungu dalam satu tanaman dan berwarna hijau dalam satu tanaman. Pada aksesi 2 warna kuncup seragam yaitu berwarna hijau. Waktu muncul kuncup awal yaitu pada 68 HST pada kedua aksesi. Lama waktu dari kuncup bunga berukuran 1 cm hingga bunga berukuran 3 cm yaitu 4-5 hari. Bunga kecipir menyerbuk sendiri namun menurut Krisnawati (2010), bunga kecipir memiliki peluang menyerbuk silang sebanyak 20 % dengan bantuan lebah.

Bunga kecipir berbentuk kupu-kupu. Perkembangan kuncup bunga kecipir hingga bunga mekar. Diawali dengan munculnya kuncup bunga pada ketiak daun utama maupun dari cabang, kemudian kuncup membesar sehingga terlihat bagian mahkota bunga yang berwarna ungu dan biru muda, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7.

(a) (b)

Gambar 7 Perkembangan bunga kecipir (a) aksesi 1; (b) aksesi 2

Mahkota bunga terdiri dari 5, yaitu 2 daun tajuk yang berlekatan terdapat di bagian bawah yang disebut dengan lunas atau carina. Di bagian atas terdapat sehelai daun tajuk yang paling besar yang disebut bendera atau vexillum. Antara dua bagian tadi terdapat 2 daun tajuk yang ke samping, satu di kanan dan satu di kiri yang disebut sayap atau ala, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8.

(a)

(b)

Gambar 8 Struktur bunga kecipir (a) aksesi 1 dan (b) aksesi 2

1 = bunga kecipir bagian depan; 2 = bunga kecipir bagian belakang; 3 = putik dan benang sari; 4 = benang sari; 5 = putik

Aksesi 1 Aksesi 2

1 2 3 4 5

18

Mahkota bunga berwarna ungu dan biru muda pada aksesi 1 dan berwarna biru muda pada aksesi 2. Tipe warna dengan menggunakan color chart pada bunga berwarna ungu yaitu dengan kode 660000, dan pada bunga berwarna biru yaitu dengan kode 9999CC. Bunga kecipir terdiri dari 5 buah kelopak bunga. Bunga kecipir memiliki 10 benang sari yang mengelompok terdiri dari 9+1, berwarna putih. Bunga kecipir memiliki 1 putik berwarna putih, tangkai bunga berwarna hijau dengan kode pada color chart yaitu 99CC00. Panjang tangkai bunga utama yaitu 12-13 cm, dan panjang anak tangkai bunga 0.5 cm.

Menurut Krisnawati (2010) kecipir merupakan tanaman yang pem-bungaannya dipengaruhi oleh panjang hari atau fotoperiodisitas. Hasil penelitian menunjukkan waktu bunga mekar pada 10 tanaman sampel perulangan yaitu 72 HST untuk kedua aksesi kecipir. Lama fase bunga mekar hingga layu yaitu 7 jam, dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB untuk kedua aksesi kecipir. Hal ini menunjukkan aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda, selain itu meskipun tanaman kecipir merupakan tanaman yang dipengaruhi panjang hari, yaitu tergolong tanaman hari pendek, aksesi 1 dan aksesi 2 tetap dapat berbunga dengan baik, hal ini dapat disebabkan karena lama penyinaran kurang dari waktu kritis yaitu 12 jam, selain itu menurut Sutoyo (2011) pada daerah tropis panjang hari relatif konstan yaitu 12 jam perhari, sehingga tidak berpengaruh terhadap fotoperiodisitas, dibandingkan dengan wilayah sub tropis. Menurut Kristiani (2014) waktu berbunga pada tiga aksesi kacang merah yaitu 30-31 HST.

Lama fase bunga layu hingga terbentuk polong yaitu 3 hari, dimana bunga setelah terserbuki akan layu dan kemudian warna mahkota bunga akan menguning, mengering dan kemudian rontok. Perkembangan polong pada kecipir dimulai dari bunga mekar, apabila bunga terserbuki dengan baik maka akan terbentuk buah, bunga yang tidak terserbuki dengan baik, terkena hujan dan serangan hama dan penyakit maka akan rontok.

Polong kecipir terbentuk dari ovarium yang terserbuki dengan baik. Jumlah benih perpolong dan jumlah benih hampa perpolong pada kedua aksesi tidak berbeda nyata. Jumlah benih perpolong yaitu 3-17 benih. Jumlah benih hampa perpolong yaitu 0-2 biji hampa. Benih hampa dapat disebabkan karena tidak terjadinya pembuahan pada bakal benih, seperti menurut Tjitrosoepomo (2007) jumlah serbuk sari yang membuahi harus sama bahkan lebih banyak dari pada jumlah bakal benih yang dibuahi. Bakal benih yang tidak terbuahi dapat disebabkan, karena bakal benih tidak dapat dicapai oleh buluh serbuk sari, sehingga menjadi benih yang kecil, keriput, dan tidak akan tumbuh menjadi tanaman baru.

Polong memiliki empat sisi dan sepanjang polong terdapat sayap tipis yang tidak nyata. Perkembangan panjang polong pada kedua aksesi tidak berbeda nyata. Gambar 9 menunjukkan, pada aksesi 1 panjang polong terus meningkat dari 3.4 cm hingga 21.9 cm pada umur 1-17 HSB, selanjutnya lebih dari 19 HSB polong memiliki panjang yang konstan yaitu 22 cm. Pada aksesi 2 panjang polong bertambah dari 3.3-20 cm pada umur 1-19 HSB, selanjutnya mengalami penambahan namun tidak nyata yaitu dari 21.01-23.13 cm pada umur 21-51 HSB. Data perkembangan panjang polong seperti yang tertera pada Lampiran 9.

19

Gambar 9 Panjang polong kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Perkembangan warna polong, pada polong yang berasal dari bunga biru muda menghasilkan polong berwarna hijau muda pada umur 1-17 HSB, selanjutnya polong berwarna hijau tua pada umur 19-45 HSB, dan satu hari polong berubah warna menjadi hijau kecoklatan pada umur 45-47 HSB, dan selanjutnya lebih dari 47 HSB menjadi coklat, sedangkan pada polong yang berasal dari bunga berwarna ungu menghasilkan polong berwarna ungu pada umur 1-3 HSB, kemudian polong berkembang dan berubah warna menjadi ungu kehijauan pada umur 5-19 HSB, kemudian semakin lama warna ungu memudar hanya ada semburat ungu dan lebih dominan hijau dan warna hijau berubah menjadi hijau tua pada umur 19-45 HSB, selanjutnya polong semakin tua dan berwarna hijau kecoklatan pada umur 45-48 HSB, dan lebih dari 51 HSB polong berwarna coklat semakin nyata, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10.

Perubahan warna pada polong dapat digunakan sebagai indikator pematangan pada polong kecipir, seperti menurut Melati (2012) penentuan waktu panen dapat dilakukan berdasarkan warna buah, kekerasan buah, rontoknya buah, pecahnya buah. Selain itu menurut Andrini et al. (2013) tingkat masak fisiologi benih JC diperoleh dari buah berwarna kuning lebih dari 90 %, warna kulit benih krem kecoklatan. Menurut Radzevicius et al (2014) perubahan lapisan perikarp pada buah tomat dari hijau menjadi merah disebabkan oleh perubahan klorofil menjadi kromoplas, selain itu perubahan warna ini dapat disebabkan oleh degradasi klorofil. 0 5 10 15 20 25 H1 H3 H5 H7 H9 H11 H 1 3 H 1 5 H 1 7 H 1 9 H 2 1 H 2 3 H 2 5 H 2 7 H 2 9 H 3 1 H 3 3 H 3 5 H 3 7 H 3 9 H 4 1 H 4 3 H 4 5 H 4 7 H 4 9 H 5 1 cm

Hari setelah muncul polong

Aksesi 1 Aksesi 2

20

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h)

(i) (j) (k) (l)

(m) (n) (o) (p)

Gambar 10 Perkembangan polong kecipir pada masing-masing umur panen

(a) 24 HSB; (b) 27 HSB; (c) 30 HSB; (d) 33 HSB; (e) 36 HSB; (f) 39 HSB; (g) 42 HSB; (h) 45 HSB; (i) 48 HSB; (j) 51 HSB; (k) 54 HSB; (l) 57 HSB; (m) 60 HSB; (n) 63 HSB; (o) 66 HSB; (p) 69 HSB

Masak Fisiologi Benih Kecipir

Benih kecipir dipanen perumur panen setelah polong berumur 24, 27, 30, 33, 36, 39, 42, 45, 48, 51, 54, 57, 60, 63, 66, 69 HSB. Pemanenan dilakukan setelah polong terbentuk sempurna dan terlihat berwarna hijau tua hingga berwarna coklat. Polong yang telah dipanen dipisahkan berdasarkan umur panen kemudian dilakukan ekstraksi dan pengukuran pada tolok ukur berat basah benih, berat kering benih, kadar air benih, untuk tolok ukur daya berkecambah, indeks vigor,

21 kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh polong dilakukan pengeringan terlebih dahulu dengan menggunakan sinar matahari selama 5-6 hari. Benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 sebelum dilakukan pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 10 dan 11. Pengeringan dilakukan hingga polong kering dan mudah dikupas dengan kadar air berkisar antara 11-12 %. Benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 setelah dilakukan pengeringan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.

(a) (b)

Gambar 11 Perkembangan benih kecipir pada umur 24-69 HSB (a) aksesi 1, (b) aksesi 2

Benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 tidak berbeda nyata pada tolok ukur berat basah benih, berat kering benih, kadar air benih, indeks vigor, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 12, 13, dan 14. Semakin meningkatnya umur panen terjadi kenaikan pada tolok ukur berat kering benih, daya berkecambah, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan keserempakan tumbuh benih, namun terjadi penurunan pada tolok ukur kadar air benih. Tabel 5 merupakan rekapitulasi hasil analisis ragam pada tolok ukur mutu fisiologi benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2.

Tabel 5 Rekapitulasi hasil analisis ragam terhadap tolok ukur mutu fisiologi benih kecipir yang dihasilkan

Tolok ukur Aksesi

Berat basah benih tn

Berat kering benih tn

Kadar air benih tn

Indeks vigor tn

Daya berkecambah tn

Potensi tumbuh maksimum tn

Kecepatan tumbuh tn

Keserempakan tumbuh tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata antara perlakuan aksesi 1 dan aksesi 2

Berat basah benih pada aksesi 1 dan 2 semakin bertambah seiring bertambahnya umur panen. Pada aksesi 1 dari umur panen 24-42 HSB terjadi peningkatan yaitu dari 1.6-3.8 g, dan mencapai maksimum pada 42 HSB yaitu

22

3.8 g. Semakin bertambah umur panen berat basah semakin menurun hingga 1.7 g pada umur panen 69 HSB. Pada aksesi 2 yaitu dari umur panen 24-48 HSB meningkat dari 1.5-3.6 g, dan mencapai maksimum pada 48 HSB yaitu 3.6 g, selanjutnya semakin bertambah umur panen berat basah semakin menurun hingga 1.9 g pada umur panen 69 HSB seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12. Penurunan berat basah dapat disebabkan karena terjadi akumulasi cadangan makanan dan proses pemasakan.

Gambar 12 Berat basah benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Berat kering benih kecipir pada aksesi 1 dan aksesi 2 semakin bertambah seiring bertambahnya umur panen, berat kering benih maksimum pada aksesi 1 tercapai pada umur panen 51 HSB yaitu 1.80 g, sedangkan pada aksesi 2 berat kering benih mencapai maksimum pada umur panen 66 HSB yaitu 1.83 g, kemudian berat kering benih kecipir menurun, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Menurut Waemata dan Ilyas (1989) berat kering benih buncis bertambah terus sejak 12 HSB yaitu 0.155 g, dan mencapai maksimum pada 30 HSB yaitu 5.610 g, sedangkan pada benih mentimun menurut Lumbangaol (2015) berat kering benih maksimum tercapai pada umur panen 33 HSB yaitu 2.6 g. Menurut Hakim (2014) berat kering benih yang tinggi dapat meng-gambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih efisien. Menurunnya berat kering benih kecipir setelah umur 51 HSB pada aksesi 1 dan umur 66 HSB pada aksesi 2, dapat disebabkan kerena benih yang ada di lapangan terus melakukan respirasi, sehingga cadangan makanan pada benih digunakan dalam proses respirasi.

Gambar 13 Berat kering benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 g Umur panen (HSB) Aksesi 1 Aksesi 2 0 0.5 1 1.5 2 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 g Umur panen (HSB) Aksesi 1 Aksesi 2

23 Kadar air benih kecipir mengalami penurunan seiring bertambahnya umur panen. Pada aksesi 1 kadar air tertinggi tercapai pada umur panen 24 HSB yaitu sebesar 79.65 %, setelah itu kadar air menurun hingga 10.74 % yaitu pada umur panen 69 HSB. Pada aksesi 2 kadar air tertinggi tercapai pada umur panen 24 HSB yaitu sebesar 77.38 %, setelah itu kadar air benih menurun hingga 11.63 % pada umur panen 69 HSB, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14. Penurunan kadar air dapat terjadi karena terjadi pengeringan di lapang dan terjadi akumulasi cadangan makanan dan pemasakan seperti menurut Widajati et al. (2013) pada saat benih memasuki fase akumulasi cadangan makanan dan pemasakan, kadar air benih menurun.

Gambar 14 Kadar air benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2

Indeks vigor merupakan tolok ukur untuk menentukan masak fisiologi. Indeks vigor pada aksesi 1 mengalami kenaikan seiring bertambahnya umur panen, indeks vigor terendah pada aksesi 1 dan 2 terjadi pada umur panen 24-30 HSB yaitu 0 %, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 15. Semakin bertambahnya umur panen, benih berkecambah namun memiliki indeks vigor yang masih rendah, hal ini dapat disebabkan karena pembentukan embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum maksimal, seperti yang dikatakan Copeland dan Mcdonald (2001) bahwa beberapa jenis benih dapat berkecambah hanya beberapa hari setelah pembuahan, jauh sebelum masak fisiologinya tercapai, namun vigor dan daya berkecambah benih masih rendah, dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologi.

Gambar 15 Indeks vigor benih kecipir aksesi 1 dan aksesi 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 % Umur Panen (HSB) Aksesi 1 Aksesi 2 0 20 40 60 80 100 120 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 60 63 66 69 % Umur panen (HSB) Aksesi 1 Aksesi 2

24

Menurut Kartika dan Ilyas (1994) pada kacang jogo pemanenan benih yang dilakukan pada umur 27 HSB sebelum mencapai masak fisiologi mengakibatkan vigor rendah. Pada fase tersebut pembentukan embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum cukup untuk proses perkecambahan. Masak fisiologi benih kacang jogo terapai pada 36 HSB dengan vigor maksimum. Seiring bertambahnya umur panen indeks vigor benih kecipir semakin tinggi dan mencapai maksimum. Pada aksesi 1 mencapai maksimum pada umur panen 57 HSB yaitu sebesar 98 %, sedangkan pada aksesi 2 mencapai maksimum pada umur panen 57 HSB yaitu 95.66 %, selanjutnya indeks vigor mengalami penurunan. Menurut Taliroso (2008) nilai indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga benih digolongkan dalam vigor kuat.

Menurut Sadjad (1994), viabilitas benih adalah kemampuan benih untuk tumbuh normal pada kondisi optimum. Daya berkecambah benih kecipir mengalami kenaikan seiring bertambahnya umur panen. Pada aksesi 1 daya berkecambah mencapai maksimum pada umur panen 57 dan 60 HSB yaitu 99 % namun tidak berbeda nyata dengan umur panen 51 dan 54 HSB, sedangkan pada aksesi 2 daya berkecambah mencapai maksimum pada umur panen 48-57 HSB yaitu 100 %, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. Umur panen 57 dan 60 tidak berbeda dengan umur panen 60, 63, 66, dan 69 HSB meskipun terjadi

Dokumen terkait