• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan 1 menggunakan bahan tanam berupa pucuk klon nilam hasil iradiasi 30 gray yang ditanam pada media MS. Satu pucuk berukuran sekitar 1.5-2 cm dengan 4-6 daun sementara satu buku tunggal berukuran sekitar 1 cm dengan dua daun. Gambar 4 menunjukkan tanaman sumber eksplan dan bentuk eksplan pucuk dan buku yang digunakan.

Secara umum respon pertumbuhan yang terlihat pada eksplan adalah pertumbuhan tunas adventif yang didahului dengan pembentukan kalus. Kalus terbentuk dari bagian pangkal eksplan bekas potongan eksplan dari tanaman induk. Hal ini sesuai dengan pernyataan Doods dan Roberts (1985) bahwa kalus terbentuk sebagai hasil pelukaan dan terbentuk pada bagian potongan batang atau akar. Abbas (2011) mengemukakan bahwa kalus merupakan jaringan yang tidak terorganisasi dan aktif membelah dan biasanya dihasilkan oleh luka atau kultur jaringan. Pada percobaan ini warna kalus bervariasi mulai dari kuning bening sampai kehijauan dengan struktur remah. Gambar 5 menunjukkan penampakan kalus pada 2 MST. A B C

Gambar 4 Bahan tanam dalam percobaan (A) klon induk, (B) eksplan pucuk dan (C) eksplan buku

10

Setelah beberapa hari membentuk kalus tunas adventif muncul dari kalus. Hasil serupa didapatkan oleh Misra (1996) yang mengkulturkan daun tanaman nilam pada media MS dengan penambahan 2 mg/L NAA dan 0.5 mg/L BAP. Respon yang ditimbulkan adalah pengkalusan selama 2-4 minggu pertama dengan warna kalus putih sampai kehijauan dan struktur kalus remah dan seperti spons. Setelah kalus dipindahkan pada media sama untuk pertumbuhannya, struktur nodular dan struktur seperti tunas pucuk muncul setelah dua minggu.

Pada sebagian besar eksplan tunas adventif muncul dengan sangat banyak dan rapat seperti terlihat pada Gambar 6A. Keadaan tersebut menyebabkan jumlah tunas adventif sulit dihitung. Oleh karena itu, untuk memudahkan pengamatan jumlah tunas adventif dibuat kriteria pengamatan yaitu setidaknya sudah terdapat dua daun membuka sempurna. Contoh eksplan yang memiliki tunas adventif yang telah dapat dihitung dapat dilihat pada Gambar 6B.

A B

Gambar 6 Keadaan tunas adventif tanaman nilam (A) Sulit dihitung dan (B) Mulai

Pada percobaan 1 bagian pertama setelah 8 MST sebanyak 48% eksplan percobaan menghasilkan kalus, 8% eksplan tumbuh normal tanpa kalus, 8% eksplan mati dan 36% eksplan terkontaminasi setelah 8 MST. Sejumlah 83.33% dari keseluruhan kalus yang terbentuk menumbuhkan tunas adventif. Tabel 1 menunjukkan keadaan umum pertanaman dari awal tanam sampai 8 MST.

Tabel 1 Keadaan umum pertanaman pada perbanyakan tunas dan buku klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma (30 gray) pada beberapa konsentrasi BAP

Umur tanaman Kontaminasi

(%) Kematian (%) Berkalus (%) Kalus bertunas (%) 1 MST 14 0 30 0 2 MST 18 0 32 0 3 MST 18 0 66 3.03 4 MST 24 0 66 39.39 5 MST 28 0 64 59.34 6 MST 32 8 52 76.92 7 MST 36 8 48 83.33 8 MST 36 8 48 83.33

Pada percobaan 1 bagian kedua dilakukan penambahan 0.1 mg/L IAA pada setiap komposisi media yang digunakan. Setelah penanaman selama 8 MST sebanyak 64% eksplan percobaan menghasilkan kalus dengan 100% dari kalus tersebut membentuk tunas adventif. Tidak ditemukan adanya eksplan mati atau tidak berkalus. Kontaminasi cendawan terjadi pada percobaan ini dengan Gambar 6 Keadaan tunas adventif tanaman nilam (A) tunas sulit dihitung dan (B)

11 persentase sebesar 36%. Tabel 2 menunjukkan keadaan pertanaman setiap minggu dari awal sampai dengan akhir penanaman pada percobaan satu bagian dua.

Tabel 2 Keadaan umum pertanaman pada perbanyakan tunas dan buku klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma (30 gray) pada beberapa konsentrasi BAP dengan penambahan 0.1 mg/L IAA

Umur tanaman Kontaminasi

(%) Kematian (%) Berkalus (%) Kalus bertunas (%) 1 MST 10 0 60 0 2 MST 14 0 72 8.33 3 MST 16 0 84 23.81 4 MST 18 0 82 65.85 5 MST 18 0 82 87.80 6 MST 28 0 72 97.22 7 MST 36 0 64 96.88 8 MST 36 0 64 100

Baik pada percobaan satu bagian pertama maupun baguan kedua eksplan mulai berkalus pada awal penanaman (1-3 MST) sehingga persentase pembentukan kalus maksimal pada 3 MST. Pada minggu selanjutnya persentase tersebut menurun karena jumlah eksplan berkalus tetap sementara kontaminasi terus meningkat. Seluruh kontaminasi yang terjadi pada pertanaman disebabkan oleh cendawan seperti ditunjukkan pada Gambar 7.

Percobaan 2 merupakan percobaan pemanjangan dan pengakaran pucuk nilam untuk menghasilkan planlet yang siap diaklimatisasi. Pada percobaan tersebut dilakukan perlakuan konsentrasi media yang berbeda untuk melihat adanya peluang efisiensi bahan kimia. Oleh sebab itu pada percobaan ini tiga konsentrasi media MS (MS, ½ MS dan ¼ MS) digunakan untuk melihat kemampuan tumbuh pucuk nilam klon hasil iradiasi 30 gray dan klon kontrol (tanpa radiasi).

Media MS tanpa ZPT memang seringkali digunakan untuk peninggian dan pengakaran tunas nilam, antara lain oleh Santos et al. (2010) yang menggunakan MS konsentrasi penuhdan Swamy et al. (2010) yang menggunakan ½ MS. Berdasarkan pengamatan visual pada percobaan pertama juga ditemukan bahwa dosis BAP 0 (tanpa ZPT) dengan eksplan pucuk menghasilkan tanaman yang tumbuh besar tanpa kalus dan berakar baik.

12

Setelah delapan minggu penanaman eksplan pucuk memanjang dan bertambah vigornya tanpa disertai perubahan keragaan. Pertumbuhan yang terjadi pada pucuk adalah inisiasi dan penambahan jumlah akar, penambahan tinggi tanaman dan penambahan jumlah daun. Kontaminasi cendawan juga terjadi pada percobaan 2 dengan persentase sebesar 14.81% setelah 8 MST.

Pengaruh ZPT Terhadap Perbanyakan Tunas dan Buku Klon Tanaman Nilam Hasil Iradiasi Sinar Gamma

Tunas Adventif

Tunas adventif merupakan tunas yang terbentuk dari sumber lain selain meristem (Yuwono 2006). Pada percobaan 1, tunas terbentuk dari kalus tidak lama setelah kalus terbentuk dari eksplan, baik pada percobaan bagian pertama maupun bagian kedua.

Data jumlah tunas adventif yang yang terbentuk pada percobaan 1 bagian pertama diuji dengan sidik ragam (uji F) yang ditampilkan dalam Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada percobaan ini jenis eksplan memberikan pengaruh nyata pada jumlah tunas adventif pada 5-8 MST dan konsentrasi BAP memberikan pengaruh nyata pada jumlah tunas adventif tersebut pada 4-8 MST. Sementara itu, tidak terdapat interaksi antara jenis eksplan dan konsentrasi BAP yang mempengaruhi peubah jumlah tunas adventif.

Tabel 3 Rekapitulasi sidik ragam jumlah tunas adventif pada perbanyakan tunas dan buku klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma (30 gray) pada beberapa konsentrasi BAP

Minggu Jenis eksplan Konsentrasi BAP Interaksi

1 - - - 2 - - - 3 tn tn tn 4 tn ** tn 5 ** * tn 6 * ** tn 7 * ** tn 8 * ** tn

Keterangan : -: tidak dilakukan pengolahan data, tn: tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, *: berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf 5%

Jumlah tunas adventif pada percobaan 1 bagian pertama disajikan pada Gambar 8. Gambar 8A menunjukkan jumlah tunas pada masing-masing konsentrasi BAP sementara Gambar 8B menunjukkan jumlah tunas pada masing-masing jenis eksplan yang digunakan.

Gambar 8A menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas adventif bertambah seiring meningkatnya konsentrasi BAP dari 0 sampai 0.5 mg/L pada 8 MST. Rata-rata jumlah tunas adventif tertinggi (25.7 tunas) terdapat pada media dengan penambahan 0.5 mg/L BAP, lebih tinggi daripada keempat konsentrasi lain. Hal tersebut berarti konsentrasi BAP yang paling efektif dalam menumbuhkan tunas adventif klon tanaman nilam adalah 0.5 mg/L.

Gambar 8B menunjukkan bahwa jumlah tunas yang diinduksi dari eksplan buku lebih banyak daripada jumlah tunas yang diinduksi dari eksplan pucuk. Pada 8 MST jumlah tunas yang diinduksi dari eksplan buku (12.2 tunas) lebih tinggi

13

Gambar 8 Rata-rata jumlah tunas adventif klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray pada (A) konsentrasi BAP yang berbeda dan (B) jenis eksplan yang berbeda

daripada jumlah tunas yang diinduksi dari eksplan pucuk (6.2 tunas). Hal ini terjadi karena pada eksplan buku pelukaan eksplan terjadi pada bagian atas dan bawah eksplan, lebih banyak daripada pelukaan yang terjadi pada eksplan tunas yang hanya terjadi pada bagian bawah eksplan. Akibatnya eksplan buku menginduksi kalus dan tunas adventif lebih banyak daripada eksplan tunas.

A

B

Keterangan : Data yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT taraf 5%

Penambahan BAP pada media dilakukan untuk menginduksi kalus dan tunas adventif nilam. Hembrom et al. (2006) menggunakan 0-13.31 µM BAP untuk mengkulturkan tanaman nilam jawa (P. heyneatus Benth.). Dosis optimal BAP didapatkan pada 22.22 µM, menyebabkan 80% eksplan menghasilkan tunas adventif dengan jumlah tunas rata-rata 17.1. Swamy et al. (2010) menggunakan BAP dengan konsentrasi 0, 0.25, 0.5, 1.0 dan 2.0 mg/L untuk perbanyakan tanaman nilam. Jumlah tunas adventif yang tinggi per eksplan, yaitu 45.56 tunas, didapatkan pada konsetrasi BAP 0.5 mg/L. Sementara itu media dengan konsentrasi BAP 2 mg/L tidak menghasilkan tunas adventif karena seluruh eksplan membentuk kalus.

Pada percobaan ini konsentrasi BAP 0.7 mg/L tidak menghasilkan tunas adventif sampai dengan 8 MST pada kedua jenis eksplan yang digunakan (Gambar 8A). Penambahan 0.7 mg/L BAP pada media MS menyebabkan

14

keseluruhan eksplan membentuk kalus yang tidak berdiferensiasi menjadi tunas adventif. Kemungkinan besar hal tersebut dikarenakan konsentrasi BAP tersebut terlalu tinggi untuk perbanyakan in vitro tanaman nilam. Adapun kondisi pertanaman pada masing-masing perlakuan pada 8 MST ditampilkan pada Gambar 9.

Hasil sidik ragam terhadap data jumlah tunas adventif yang terbentuk pada percobaan 1 bagian kedua ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis eksplan berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas adventif pada 3-6 MST. Konsentrasi BAP dan interaksi antara konsentrasi BAP dan jenis eksplan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas adventif selama penanaman. Tabel 4 Rekapitulasi sidik ragam jumlah tunas adventif pada perbanyakan tunas

dan buku klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma (30 gray) pada beberapa konsentrasi BAP dengan penambahan 0.1 mg/L IAA

Minggu Jenis eksplan Konsentrasi BAP Interaksi

1 - - - 2 tn tn tn 3 ** tn tn 4 ** tn tn 5 ** tn tn 6 ** tn tn 7 tn tn tn 8 tn tn tn

Keterangan : -: tidak dilakukan pengujian data; tn: tidak berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%, **: berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf 5%

Rata-rata jumlah tunas adventif selama penanaman dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10A menunjukkan jumlah tunas berdasarkan konsentrasi Gambar 9 Pertumbuhan buku dan pucuk klon nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray pada berbagai konsentrasi BAP : A (0 mg/L, buku), B (0.1 mg/L, buku), C (0.3 mg/L, buku), D (0.5 mg/L, buku), E (0.7 mg/L, buku), F (0 mg/L, pucuk), G (0.1 mg/L, pucuk), H (0.3 mg/L, pucuk), I (0.5 mg/L, pucuk) dan J (0.7 mg/L, pucuk)

15

Gambar 10 Rata-rata jumlah tunas adventif klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray pada (A) konsentrasi BAP yang berbeda dengan penambahan 0.1 mg/L IAA dan (B) jenis eksplan yang berbeda

BAP sementara Gambar 10B menunjukkan jumlah tunas berdasarkan jenis eksplan.

A

B

Gambar 10 A menunjukkan jumlah tunas adventif tidak berbeda nyata antar konsentrasi BAP dengan penambahan 0.1 mg/L IAA sampai akhir penanaman. Pada 8 MST jumlah rata-rata tunas adventif yang terbentuk berkisar dari 5.1 tunas (media MS + 0.1 mg/L BAP) sampai dengan 23.5 tunas (media MS + 0.3 mg/L BAP).

Gambar 10B menunjukkan jumlah tunas adventif berbeda nyata pada 4 MST sampai dengan 6 MST pada masing-masing jenis eksplan yang digunakan. Pada 6 MST terlihat bahwa jumlah tunas yang diinduksikan dari eksplan buku (16.8 tunas) lebih banyak daripada yang diinduksikan dari eksplan pucuk (5.8 tunas). Pada akhir penanaman tidak terdapat perbedaan nyata pada jumlah tunas yang dihasilkan dari setiap perlakuan jenis eksplan. Rata-rata sejumlah 11.7 tunas diinduksikan dari eksplan pucuk dan 19.3 tunas diinduksikan dari eksplan buku.

Menurut Evans et al. (2004) pada kultur jaringan auksin digunakan bersamaan dengan sitokinin untuk mengontrol diferensiasi dan morfogenesis. Pada percobaan ini penambahan 0.1 mg/L IAA menjadikan seluruh perlakuan dapat menghasilkan kalus dan tunas adventif. Adapun keadaan pertanaman pada 8 MST dapat dilihat pada Gambar 11.

16

Jumlah tunas adventif yang terbentuk pada masing-masing kombinasi perlakuan pada percobaan 1 bagian pertama dan bagian kedua ditampilkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata-rata jumlah tunas adventif pada setiap kombinasi perlakuan dengan dan tanpa penambahan 0.1 mg/L IAA

Kombinasi jenis eksplan dan mg/L konsentrasi BAP

Jumlah tunas adventif pada penambahan IAA 0 mg/L 0.1 mg/L Buku + BAP 0 7.5 ± 6.4 16.8 ± 10.8 Buku + BAP 0.1 10.7 ± 7.4 7.7 ± 6.4 Buku + BAP 0.3 17.2 ± 8.9 33.4 ± 17.0 Buku + BAP 0.5 25.8 ± 16.4 18.4 ± 10.4 Buku + BAP 0.7 0.0 ± 0.0 20.3 ± 19.0 Pucuk + BAP 0 0.8 ± 1.5 18.0 ± 12.7 Pucuk + BAP 0.1 0.5 ± 0.7 2.5 ± 2.1 Pucuk + BAP 0.3 4.0 ± - 13.5 ± 0.7 Pucuk + BAP 0.5 25.7 ± 4.0 16.0 ± - Pucuk + BAP 0.7 0.0 ± - 8.3 ± 9.3

Keterangan : - : tidak ada standar deviasi karena merupakan data tunggal

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada perlakuan tanpa IAA konsentrasi BAP tinggi (0.7 mg/L) tidak dapat menginduksi tunas, baik pada eksplan buku maupun pucuk. Penambahan 0.1 mg/L IAA pada perlakuan-perlakuan tersebut menyebabkan konsentrasi BAP tinggi menghasilkan tunas. Pada penelitian ini kemungkinan penambahan auksin membentuk keseimbangan baru antara auksin sitokinin pada eksplan sehingga tunas adventif dapat terbentuk. Selain

Gambar 11 Pertumbuhan buku dan pucuk klon nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray pada berbagai konsentrasi BAP dengan penambahan 0.1 mg/L IAA: A (0 mg/L, buku), B (0.1 mg/L, buku), C (0.3 mg/L, buku), D (0.5 mg/L, buku), E (0.7 mg/L, buku), F (0 mg/L, pucuk), G (0.1 mg/L, pucuk), H (0.3 mg/L, pucuk), I (0.5 mg/L, pucuk) dan J (0.7 mg/L, pucuk)

17 meningkatkan frekuensi pembentukan tunas, penambahan 0.1 mg/L IAA juga menyebabkan jumlah tunas adventif pada sebagian besar perlakuan cenderung lebih banyak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Acquaah (2004) bahwa sitokinin sangat berguna pada kultur jaringan dan menjadi lebih efektif jika ditambahkan IAA.

Pengaruh Konsentrasi Media MS Terhadap Pemanjangan Pucuk Klon Tanaman Nilam Hasil Iradiasi Sinar Gamma

Saat Inisiasi dan Jumlah Akar

Akar adalah organ multiselular yang menambatkan tumbuhan, mengabsorpsi mineral dan air, dan seringkali menyimpan karbohidrat (Campbell

et al. 2008). Pembentukan akar yang baik merupakan indikator suatu tanaman

dapat menyerap hara dengan baik.

Pengamatan terhadap saat inisiasi akar dilakukan setiap hari sampai akar terlihat pada masing-masing satuan percobaan. Hasil sidik ragam (uji F) menunjukkan bahwa konsentrasi media MS, jenis klon tanaman dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata pada waktu inisiasi akar pucuk tanaman nilam. Adapun rata-rata waktu saat inisiasi akar pada setiap perlakuan dijabarkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rata-rata saat inisiasi akar klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray dan kontrol pada tiga konsentrasi media MS

Klon Waktu inisiasi akar (hari) Rata-rata

¼ MS ½ MS MS

Kontrol 10.00 6.92 7.08 8.00

Iradiasi (30 gray) 9.83 7.64 7.56 8.34

Rata-rata 9.92 7.28 7.32

Melalui Tabel 6 diketahui bahwa akar terbentuk sekitar tujuh sampai sepuluh hari setelah penanaman dilakukan. Hal ini sesuai dengan penelitian Paul

et al. (2010) yang menyebutkan bahwa akar tanaman nilam terinduksi setelah satu

minggu pada media induksi akar.

Pada percobaan 2 persentase keberhasilan pengakaran adalah 100%. Pengamatan terhadap jumlah akar dilakukan sejak saat inisiasi akar sampai dengan 8 MST. Terhadap data jumlah akar yang terkumpul selama 8 MST dilakukan sidik ragam yang dirangkum pada Tabel 7.

Tabel 7 Rekapitulasi sidik ragam saat inisiasi akar klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray dan kontrol pada tiga konsentrasi media MS

MST Konsentrasi MS Jenis klon Interaksi

1 * tn tn 2 tn * tn 3 tn * tn 4 tn tn tn 5 tn tn tn 6 tn tn tn 7 tn tn tn 8 tn tn tn

18

Gambar 13 Rata-rata jumlah akar klon tanaman nilam berdasarkan (A) konsentrasi media MS yang berbeda dan (B) jenis klon yang berbeda

Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa konsentrasi media MS berpengaruh nyata pada 1 MST terhadap jumlah akar. Jenis klon berpengaruh nyata pada 2 dan 3 MST terhadap jumlah akar. Interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar selama delapan minggu penanaman.

Secara visual akar nilam awalnya muncul satu persatu dan berwarna putih kemudian tumbuh menjadi lebih banyak, lebih tebal dan berwarna lebih gelap. Keadaan akar tanaman nilam pada 3, 5 dan 8 MST dapat dilihat pada Gambar 12 .

A B C

Rata-rata jumlah akar klon tanaman nilam selama penanaman ditampilkan pada Gambar 13. Gambar 13A menunjukkan jumlah akar berdasarkan konsentrasi media MS. Gambar 13B menunjukkan jumlah akar berdasarkan jenis klon.

A

B

Keterangan : Data yang diikuti dengan huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata menurut uji lanjut DMRT taraf 5%

Gambar 12 Akar tanaman nilam (A) 3 MST (B) 5 MST dan (C) 8 MST Rata-rata jumlah akar klon tanaman nilam yang tidak berbeda nyata antar

perlakuan menunjukkan bahwa media ¼ MS sudah dapat mencukupi kebutuhan hara untuk membentuk jumlah akar yang sama selama delapan minggu, baik pada tanaman 0 maupun 30 gray. Hal tersebut berarti efisiensi penggunaan bahan media MS pada pemanjangan pucuk nilam hasil radiasi dapat dilakukan

19 Akar tanaman nilam tumbuh dengan baik pada konsentrasi media ¼ MS sampai dengan konsentrasi penuh. Gambar 13A menunjukkan bahwa berdasarkan konsentrasi MS yang digunakan jumlah akar berkisar dari 19.1 pada media MS penuh sampai 22.5 pada media ½ MS pada akhir penanaman.

Sementara itu Gambar 13B menunjukkan bahwa pada awalnya jenis klon mempengaruhi kemampuan pembentukan akar klon tanaman nilam. Pada 2 MST rata-rata jumlah akar klon kontrol (7.3) lebih tinggi dibandingkan dengan klon hasil iradiasi (5.3). Akan tetapi pada minggu-minggu setelahnya jumlah akar tanaman nilam antar jenis klon tidak berbeda nyata. Pada akhir penanaman jumlah akar rata-rata berkisar dari 20.4 pada klon hasil iradiasi 30 gray sampai 21.5 pada klon kontrol.

Rata-rata jumlah akar klon tanaman nilam yang tidak berbeda nyata antar perlakuan menunjukkan bahwa media ¼ MS sudah dapat mencukupi kebutuhan hara untuk membentuk jumlah akar yang cukup selama delapan minggu, baik pada tanaman 0 maupun 30 gray.

Penambahan Tinggi

Penambahan tinggi tanaman terjadi karena batang bertambah panjang. Menurut Campbell et al. (2008) batang merupakan organ yang terdiri dari sistem nodus yang berselang-seling, titik tempat daun melekat dan internodus Pemanjangan terkonsentrasi di dekat ujung tunas yang terdiri dari kuncup terminal atau kuncup apikal dengan dedaunan yang berkembang dan serangkaian nodus dan internodus yang tersusun rapat.

Penambahan tinggi merupakan indikator pertumbuhan yang paling terlihat selama penanaman. Selama delapan minggu nilai penambahan tinggi dihitung dengan mengurangi tinggi tanaman pada minggu pengamatan dengan tinggi tanaman pada awal pertanaman (0 MST). Hasil sidik ragam terhadap data penambahan tinggi klon tanaman nilam ditampilkan pada Tabel 8

Tabel 8 Rekapitulasi sidik ragam penambahan tinggi klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray dan kontrol pada tiga konsentrasi media MS

Minggu Konsentrasi MS Jenis klon Interaksi

1 tn tn tn 2 tn tn tn 3 tn tn tn 4 tn tn tn 5 tn tn tn 6 tn tn tn 7 tn tn ** 8 tn tn *

Keterangan : tn: pengaruh tidak nyata pada uji F taraf 5%; *: pengaruh nyata pada uji F taraf 5%; **: pengaruh sangat nyata pada uji F taraf 5%

. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa konsentrasi media dan tingkat iradiasi tanaman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penambahan tinggi klon sementara interaksi antara keduanya memberikan pengaruh nyata pada 7-8 MST. Rata-rata penambahan tinggi klon tanaman nilam setiap minggu selama penanaman ditampilkan pada Tabel 9.

20

Tabel 9 Rata-rata penambahan tinggi (cm) pada pemanjangan pucuk klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray dan kontrol pada tiga konsentrasi media MS

Keterangan : Data yang diikuti dengan huruf kapital yang sama antar kolom atau huruf kecil yang sama antar baris tidak berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5%, MST: Minggu Setelah Tanam

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa pada 8 MST klon tanaman nilam kontrol memiliki tinggi yang sama antar konsentrasi MS. Sementara itu, klon hasil iradiasi 30 gray memiliki penambahan yang besar (3.09 cm) pada media ¼ MS. Penambahan tinggi tersebut berbeda nyata dengan penambahan tinggi pada media ½ MS dan tidak berbeda nyata dengan penambahan tinggi pada media MS.

Sementara itu berdasarkan penambahan tinggi antar klon ditemukan bahwa penambahan tinggi tanaman hasil iradiasi 30 gray pada media ¼ MS (3.09 cm) lebih besar dari penambahan tinggi pada tanaman klon kontrol (2.15 cm) pada media yang sama. Tidak terdapat perbedaan tinggi antara klon kontrol dan klon hasil iradiasi 30 gray pada media ½ MS dan media MS.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas ditemukan bahwa tinggi tanaman nilam kontrol dan hasil iradiasi gamma 30 gray masih baik pada media ¼ MS. Media ¼ MS dengan demikian dapat digunakan dalam pemanjangan pucuk tanaman nilam secara in vitro. Adapun penampakan tinggi tanaman nilam setiap perlakuan pada 8 MST dapat dilihat pada Gambar 14.

Klon MST Konsentrasi MS Rerata

¼ MS ½ MS MS Penuh Kontrol 1 0.28 0.27 0.18 0.24 Iradiasi 30 gray 0.16 0.09 0.21 0.15 Rerata 0.22 0.18 0.20 Kontrol 2 0.58 0.61 0.57 0.59 Iradiasi 30 gray 0.45 0.43 0.58 0.49 Rerata 0.52 0.52 0.58 Kontrol 3 0.83 1.02 0.86 0.90 Iradiasi 30 gray 0.74 0.70 0.90 0.78 Rerata 0.76 0.86 0.88 Kontrol 4 1.15 1.34 1.22 1.24 Iradiasi 30 gray 1.05 1.04 1.18 1.09 Rerata 1.10 1.19 1.20 Kontrol 5 1.44 1.63 1.33 1.47 Iradiasi 30 gray 1.32 1.26 1.53 1.37 Rerata 1.38 1.45 1.43 Kontrol 6 1.89 2.08 1.83 1.93 Iradiasi 30 gray 1.61 1.54 1.91 1.69 Rerata 1.75 1.81 1.87 Kontrol 7 1.90 Ab 2.53 Aa 2.13 Aa 2.19 Iradiasi 30 gray 2.91 Aa 1.73 Ba 1.95 Ba 2.20 Rerata 2.41 2.13 2.04 Kontrol 8 2.15 Ab 2.91 Aa 2.31 Aa 2.46

Iradiasi 30 gray 3.09 Aa 1.94 Ba 2.25 ABa 2.43

21

Gambar 14 Penampakan tinggi tanaman nilam pada 8 MST (A) kontrol pada media MS (B) hasil iradiasi 30 gray pada media MS (C) kontrol pada ½ MS (D) hasil iradiasi 30 gray pada ½ MS (E) kontrol pada ¼ MS dan (F) hasil iradiasi 30 gray pada ¼ MS

Penambahan Daun

Selain bertambah tinggi tanaman nilam juga bertambah jumlah daunnya. Menurut Campbell et al. (2008) daun merupakan organ fotosintetis utama meskipun batang hijau juga melakukan fotosintesis. Pada percobaan ini penambahan jumlah daun merupakan indikator tanaman tumbuh dengan baik dan nantinya siap menjadi tanaman yang mampu berfotosintesis sendiri.

Tabel 10 menunjukkan hasil sidik ragam terhadap data penambahan jumlah daun yang diamati. Berdasarkan sidik ragam diketahui bahwa faktor konsentrasi media memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman nilam pada 3-4 MST, sementara faktor tingkat iradiasi dan interaksi antar konsentrasi media dan jenis klon tidak memberikan pengaruh nyata.

Tabel 10 Rekapitulasi sidik ragam penambahan jumlah daun klon tanaman nilam hasil iradiasi sinar gamma 30 gray dan kontrol pada tiga konsentrasi media MS

Minggu Konsentrasi MS Jenis klon Interaksi

1 tn tn tn 2 tn tn tn 3 * tn tn 4 * tn tn 5 tn tn tn 6 tn tn tn 7 tn tn tn 8 tn tn tn

Keterangan : tn= pengaruh tidak nyata pada uji F taraf 5%, *: pengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Penambahan jumlah daun selama penanaman ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan bahwa pada 3 dan 4 MST terdapat perbedaan penambahan

Dokumen terkait