• Tidak ada hasil yang ditemukan

Benih Indigofera yang digunakan dalam penelitian ini cenderung berjamur ketika dikecambahkan. Hal ini disebabkan karena tanaman indukan sudah diserang cendawan sehingga secara sistemik diduga sudah menginfeksi semua benih yang ada. Kemurnian benih mencapai 85%, benda asing yang diperoleh lebih banyak didominasi oleh benih rusak dan benih muda. Benih yang diteliti diseleksi berdasarkan warna dan bentuk. Warna hitam kecoklatan dan bentuk yang beraturan dipilih untuk diberikan perlakuan. Penampilan benih Indigofera yang dijadikan sebagai obyek penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Benih Indigofera sp. yang telah diseleksi

Kondisi lingkungan pada saat penelitian cukup stabil, suhu dan kelembaban relatif sama selama penyimpanan. Benih disimpan dalam botol plastik dan disimpan pada suhu berkisar 250C-310C serta diinjeksi CO2. Selama penyimpanan tidak terdapat gangguan hama dan penyakit karena benih disimpan di dalam ruangan tertutup.

Tabel 1 memperlihatkan hasil sidik ragam pengaruh penginjeksian CO2,

periode penyimpanan dan interaksi keduanya terhadap daya kecambah, infeksi cendawan dan tinggi hipokotil pada pengamatan umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Penginjeksian CO2 berpengaruh nyata pada daya kecambah saat kecambah berumur 14 hari, sedangkan periode simpan berpengaruh nyata pada daya kecambah saat umur kecambah 4, 7 dan 14 hari dan interaksi antara penginjeksian CO2 danperiode simpan memberikan pengaruh nyata terhadap daya kecambah pada saat umur kecambah 14 hari (P<0,05). Penginjeksian CO2 tidak memberikan pengaruh nyata

pada pertumbuhan jamur saat kecambah berumur 4, 7 dan 14 hari, sedangkan periode simpan berpengaruh nyata pada pertumbuhan cendawan pada saat umur benih 4, 7 dan 14 hari. Interaksi antara penginjeksian CO2 dan periode simpan tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan jamur saat umur kecambah 4, 7 dan 14 hari (P<0,05), tetapi berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil pada saat umur 14 hari. Penginjeksian CO2 berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil saat kecambah berumur 4 hari. Periode simpan berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil saat umur benih 4, 7 dan 14 hari.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Penginjeksian CO2, Periode Penyimpanan dan Interaksi Keduanya terhadap Daya Kecambah, Pertumbuhan Cendawan dan Tinggi Hipokotil pada Pengamatan Umur Kecambah 4, 7 dan 14 Hari

Peubah UK H+4 ….UK H+7 UK H+14

A B AxB A B AxB A B AxB Daya Kecambah tn ** tn tn ** tn ** ** ** Pertumbuhan Cendawan tn ** tn tn ** tn tn ** tn Tinggi Hipokotil * ** tn tn ** tn tn ** * Keterangan: A : Pengaruh Penginjeksian CO2

B : Pengaruh Periode Simpan

AxB : Pengaruh Interaksi Penginjeksian CO2 dan Periode Simpan UK H+4 : Pengamatan saat Umur Kecambah 4 Hari

UK H+7 : Pengamatan saat Umur Kecambah 7 Hari UK H+14 : Pengamatan saat Umur Kecambah 14 Hari ** : Berpengaruh Nyata 1%

* : Berpengaruh Nyata 5% tn : Tidak Berpengaruh Nyata

Kadar Air Benih

Berdasarkan hasil uji Duncan pada taraf uji 5% dihasilkan bahwa terjadi pengurangan kadar air dari minggu ke minggu walaupun pengurangannya tidak terlalu signifikan, tetapi sampai penyimpanan 2 minggu pengurangan kadar air memberikan pengaruh yang nyata. Rata-rata kadar air benih pada awal sebelum disimpan (periode 0 minggu) adalah 4.13%. Persentase kadar air menurun berturut-turut pada periode penyimpanan minggu ke 1 dan 2 yaitu sebesar 4.1% dan 4.07% (Tabel 2).

Penurunan kadar air terjadi karena selama penyimpanan, kelembaban media penyimpanan terus berkurang dan lebih rendah dari kelembaban di dalam benih

sehingga air mengalami transpirasi dari dalam benih ke luar benih, akibatnya kandungan air dalam benih berkurang.

Tabel 2. Pengaruh Periode Simpan terhadap Kadar Air

Periode Kadar Air

(minggu) (%)

0 4.13±0.01 a

1 4.10±0.02 ab

2 4.07±0.01 b

Keteterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Menurut Harrington (1972), masalah yang dihadapi dalam penyimpanan benih semakin kompleks jika terjadi peningkatan kadar air benih. Penyimpanan benih yang berkadar air tinggi dapat menimbulkan resiko terserang cendawan. Kadar air yang tinggi akan meningkatkan kegiatan enzim-enzim yang dapat mempercepat terjadinya proses respirasi sehingga perombakan bahan cadangan makanan dalam benih semakin besar. Keadaan ini dapat menurunkan daya tahan benih dan membuat viabilitasnya berkurang. Benih bersifat higroskopis akan mengalami kemunduran tergantung dari tingginya faktor-faktor kelembaban relatif udara dan suhu lingkungan dimana benih disimpan (Halloin, 1986).

Daya Kecambah

Daya kecambah menunjukkan jumlah kecambah normal yang dapat dihasilkan oleh benih pada lingkungan optimal. Syarat benih yang memiliki daya kecambah baik yaitu memiliki daya kecambah diatas 80% (Sutopo, 2004). Namun dalam penelitian ini pada setiap perlakuan tidak ada benih yang mencapai daya kecambah 80% karena kondisi benih awal yang buruk. Rendahnya daya kecambah dapat juga disebabkan oleh keadaan benih yang sudah mengalami masa dormansi (after ripening) sehingga kulit yang keras menghambat proses perkecambahan. Teknik pematahan dormansi yang direndam dengan air aquades pada penelitian ini kurang tepat. Walaupun sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mempelajari mekanisme perkecambahan pada biji berkulit keras, namun hingga kini tidak ditemukan adanya metode universal tentang teknik pematahan dormansi yang dapat direkomendasikan. Hal ini karena masing-masing jenis biji mempunyai karakteristik yang berbeda-beda (dalam hal struktur morfologi dan anatomi, komposisi kimiawi,

serta ketebalan kulit biji) sehingga responnya terhadap suatu perlakuan pematahan dormansi juga berbeda (Kartika et al., 1994). Akibatnya, metode yang paling efektif untuk mengecambahkan biji menjadi spesifik untuk setiap jenis biji-bijian dan harus dikembangkan berdasarkan jenis spesiesnya.

Pengamatan terhadap daya kecambah benih dilakukan tiga kali masing-masing pada umur kecambah 4 hari, 7 hari dan 14 hari. Harjadi (2005) menyatakan bahwa ciri terpenting yang harus ada dan diketahui dalam pengujian perkecambahan adalah batasan tentang kecambah normal dan abnormal. Kecambah yang diamati adalah kecambah yang normal. Kriteria kecambah normal adalah kecambah yang memperlihatkan kemampuan berkembang terus hingga menjadi tanaman normal jika ditumbuhkan dalam kondisi yang optimum, perakaran berkembang baik dan diikuti perkembangan hipokotil, plumula (daun), epikotil, dan kotiledon yang tumbuh sehat. Gambar dibawah memperlihatkan perbandingan daya kecambah pada saat kecambah berusia 4, 7 dan 14 hari. Pada saat usia kecambah 14 hari, kecambah tidak berdiri kokoh lagi. Kecambah terlihat berdiri kokoh disertai dengan perakaran yang kuat terjadi pada saat hari ke 11. Kondisi ini merupakan saat yang tepat bagi kecambah untuk dapat ditanam di media tanah.

(a) (b) (c)

Gambar 2. Perbandingan daya kecambah pada saat kecambah berusia 4 hari (a), 7 hari (b) dan 14 hari (c).

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pada saat umur kecambah 4 dan 7 hari, taraf injeksi CO2 memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap daya kecambah, dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap daya kecambah dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada saat umur kecambah 14 hari yaitu taraf injeksi CO2 , waktu penyimpanan dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap

Uji lanjut Duncan pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa pada taraf injeksi CO2 umur kecambah 4 dan 7 hari, peningkatan pemberian kadar CO2 dari awalnya 0% sampai 30% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya kecambah.

Tabel 3. Pengaruh Penginjeksian CO2 dan Periode Simpanterhadap Daya Kecambah

Perlakuan

Umur Kecambah (Hari)

4 7 Daya Kecambah (%) Kadar CO2 0% 11.7±6.4a 14.8±7.9a 10% 13.2±7.7a 15.8±8.1a 20% 11.0±4.9a 13.7±5.7a 30% 13.7±7.6a 18±9.7a Periode 0 minggu 18±5.5a 24.3±5.3a 1 minggu 12.4±5.3b 12.8±5.2b 2 minggu 6.8±3.3c 9.8±3.8b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Injeksi CO2 memiliki pengaruh yang sama terhadap daya kecambah benih dibandingkan dengan tanpa injeksi pada pengamatan 4 dan 7 hari. Penginjeksian sebesar 30% cenderung lebih baik daripada penginjeksian kadar lain. Hal tersebut terlihat pada Tabel 3 yang mana pada kadar 30% daya kecambah benih lebih tinggi baik pada umur kecambah 4 hari maupun 7 hari walaupun perbedaannya tidak signifikan (P<0.05). Dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun peningkatan pemberian CO2 tidak meningkatkan daya kecambah secara signifikan, tapi kehadiran gas CO2 dapat mempertahankan daya kecambah benih.

Pengaruh yang sangat nyata terlihat pada waktu penyimpanan baik pada periode simpan 0 minggu, 1 minggu dan 2 minggu. Data umur kecambah 4 dan 7 hari menunjukkan bahwa terjadi penurunan daya kecambah seiring dengan makin lamanya benih disimpan (P<0.05). Pada umur kecambah 4 dan 7 hari, daya kecambah tertinggi mencapai 24,3% terjadi pada saat benih tidak disimpan sama sekali (periode 0 minggu). Hasil ini sangat berbeda nyata dengan benih yang disimpan baik selama 1 minggu maupun 2 minggu (P<0.05). Hal ini sependapat

dengan Justice dan Bass (2002) yang mengatakan bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur simpan benih. Hal ini disebabkan karena selama benih disimpan terjadi proses respirasi. Proses respirasi membutuhkan energi sehingga semakin lama disimpan maka energi yang ada di dalam embrio semakin sedikit. Keadaan ini membuat energi pada saat berkecambah kurang sehingga terjadi penurunan daya kecambah. Semakin lama disimpan maka umur benih akan semakin menua yang mengakibatkan benih perlahan-lahan kehilangan ketahanan sehingga pada masa perkecambahan benih tidak tumbuh dan mati.

Interaksi antara taraf penginjeksian CO2 dengan lama penyimpanan terjadi pada umur kecambah 14 hari. Pengaruh interaksi dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Interaksi antara Penginjeksian CO2 dan Periode Penyimpanan pada Umur Kecambah 14 Hari terhadap Daya Kecambah Benih (%) Kadar CO2

Waktu Penyimpanan (minggu)

0 1 2

0% 25.5±5.3bc 16.0±5.9cd 8.5±3e

10% 36.0±3.7a 15.0±5.3cde 10.0±4.3de

20% 22.5±4.7bc 13.5±6.8de 10.0±3.3de

30% 30.0±3.7ab 14.5±5de 17.0±4.2cd

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%. Uji interaksi pada tabel diatas memperlihatkan bahwa daya kecambah yang tinggi terjadi apabila benih tidak disimpan sama sekali. Daya kecambah tertinggi terjadi pada saat benih diinjeksi dengan taraf CO2 10% diikuti taraf 30% dengan masing-masing 36% dan 30%. Hasil ini sangat berbeda nyata dengan penginjeksian CO2 dengan taraf 0% dan 20% yang menghasilkan daya kecambah lebih rendah (P<0.05). Pada saat benih disimpan selama seminggu, terlihat bahwa daya kecambah tertinggi terdapat pada saat benih tidak diinjeksi dengan CO2. Penginjeksian CO2

justru mengakibatkan penurunan daya kecambah. Pengaruh penginjeksian CO2 justru semakin terlihat ketika dilakukan penyimpanan selama 2 minggu. Penginjeksian dengan taraf 10%-30% menghasilkan daya kecambah lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa injeksi pada umur simpan 2 minggu. Penginjeksian CO2 masing-masing 10%, 20% dan 30% tidak berpengaruh nyata terhadap daya

dari minggu ke minggu melambat apabila diinjeksi dengan kadar 30%. Benih yang tidak diinjeksi CO2 mengalami kemunduran yang cepat. Sehingga apabila kita ingin menyimpan benih selama 2 minggu, maka penginjeksian CO2 dengan kadar 30% memiliki kecenderungan lebih mampu mempertahankan daya kecambah benih daripada pemberian dengan kadar lain. Semakin lama benih disimpan maka daya kecambah semakin rendah seperti yang terdapat pada data periode penyimpanan 1 dan 2 minggu (P<0.05) sehingga pernyataan Justice dan Bass (2002) yang menyatakan bahwa daya kecambah benih semakin menurun sejalan dengan bertambahnya umur simpan benih masih berlaku walaupun terjadi interaksi.

Hubungan antar taraf penginjeksian CO2 terhadap daya kecambah benih berdasarkan periode simpan pada umur kecambah 14 hari menampilkan persamaan dalam bentuk linear. Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Hubungan antara penginjeksian CO2 ( = 0%, = 10%, =20%, X = 30%)terhadap daya kecambah benih berdasarkan periode simpan pada umur kecambah 14 hari.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada interaksi antara taraf CO2

(Penginjeksian CO2) dan waktu penyimpanan (periode simpan) terhadap daya kecambah benih pada umur kecambah 14 hari. Nilai R2 yang dicapai pada taraf 0% adalah 0,995 (99,5%) dengan persamaan Y= -8,5x + 25,16. Nilai R2 yang dicapai pada taraf 10% adalah 0,887 (88,7%) dengan persamaan Y= -13x + 33,33. Nilai R2 yang dicapai pada taraf 20% adalah 0,939 (93,9%) dengan persamaan Y= -6,25x + 21,58. Nilai R2 yang dicapai pada taraf 30% adalah 0,610 (61%) dengan persamaan Y= -6,5x + 27. Hal ini berarti apabila benih tidak disimpan sama sekali maka

menghasilkan daya kecambah sebesar 25,16% untuk taraf 0% CO2, 33,33% untuk taraf 10% CO2, 21,58% untuk taraf 20% CO2 dan 27% untuk taraf 30% CO2. Setiap penambahan waktu simpan selama 1 minggu akan menghasilkan penurunan daya kecambah sebesar 8,5% untuk taraf 0% CO2, 13% untuk taraf 10% CO2, 6,25% untuk taraf 20% CO2 dan 6,5% untuk taraf 30% CO2. Sehingga penginjeksian terbaik berdasarkan daya kecambah awal yang tinggi dan penurunan daya kecambah terendah adalah pada penginjeksian CO2 sebesar 30%.

Infeksi Cendawan

Benih yang baik untuk disimpan adalah benih yang sudah masak , berukuran dan berbentuk baik, serta tak ada luka mekanis dan mikroorganisme penyimpanan. Penularan penyakit melalui benih yang hingga sekarang paling banyak diketahui disebabkan oleh cendawan. Bagian-bagian dari cendawan tersebut seperti spora atau miselium dapat berada pada permukaan benih ataupun jaringan benih sebagai resting mycelium. Sklerotia cendawan dapat tercampur dengan benih dan dapat mengganti isi benih tersebut menjadi benih yang mengandung cendawan (Warnockd, 1971) . Benih yang belum masak komposisi kimiawinya belum seimbang sehingga mudah dimasuki mikroorganisme dan cendawan penyimpanan yang membuat benih tidak akan bertahan selama penyimpanan (Pollock, 1961). Pada saat benih dikecambahkan, cendawan tumbuh pada benih yang kurang mampu untuk bertahan hidup. Cendawan tersebut umumnya muncul karena kelembaban dan kadar air di media perkecambahan tinggi (Nurdin, 2003).

Pengamatan terhadap benih yang diinfeksi cendawan dilakukan tiga kali masing-masing pada umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada saat umur kecambah 4, 7 dan 14 hari, taraf CO2

(penginjeksian CO2) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dan waktu penyimpanan (lama penyimpanan) memberikan pengaruh nyata dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata (P<0,05).

Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa taraf injeksi CO2 tidak memberikan pengaruh nyata terhadap benih yang terinfeksi cendawan (P<0,05). Pada Tabel 5 terlihat bahwa pemberian CO2 dengan kadar 30% lebih mampu mengurangi infeksi cendawan pada benih daripada pemberian dengan kadar lain walaupun hasil uji

penginjeksian dengan kadar 30% yang mana rata-rata persentase benih yang terinfeksi cendawan lebih rendah dibanding perlakuan yang lain baik pada umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Superskrip menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dikarenakan standar deviasi yang tinggi sehingga tidak ada pembatas yang jelas antara pengaruh penginjeksian CO2 dengan taraf yang berbeda-beda. Banyak pengamatan telah menunjukkan bahwa konsentrasi CO2 yang tepat, dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan beberapa jenis cendawan yang menyerang. Hal ini disebabkan karena pemberian gas CO2 pada suatu media penyimpanan membuat kadar oksigen berkurang sehingga dapat mengurangi proses pertumbuhan cendawan dan mikroorganisme lain yang juga membutuhkan oksigen dalam kelangsungan hidupnya (Muchtadi, 1992).

Tabel 5. Pengaruh Penginjeksian CO2 dan Periode Simpanterhadap Benih Terinfeksi Cendawan

Perlakuan

Umur Kecambah (hari)

4 7 14 Infeksi Cendawan (%) Kadar CO2 0% 24.2±21.5a 28.2±22.0a 30.8±24.0a 10% 26.2±22.0a 28.8±23.5a 31.8±24.0a 20% 25.2±22.3a 28.8±23.2a 31.5±23.2a 30% 16.2±18.9a 18.5±19.4a 23.3±20.6a Periode 0 minggu 1.4±1.6c 2.1±2.1c 4±2.5c 1 minggu 27.1±20.9b 31.6±20.1b 34.6±18.8b 2 minggu 40.3±9.9a 44.1±9.3a 49.5±9.0a

Ket. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Pengaruh dari periode penyimpanan terhadap pertumbuhan cendawan sangat nyata saat kecambah berumur 4, 7 dan 14 hari. Pengamatan dari tabel 7 menunjukkan bahwa semakin lama disimpan, maka benih yang diserang oleh cendawan semakin banyak. Persentase cendawan tertinggi terdapat pada umur kecambah 14 hari dengan waktu simpan 2 minggu yang mencapai 49.5%. Angka ini sangat berbeda dengan benih yang tanpa disimpan dan benih yang disimpan selama 1 minggu. Hal yang sama terjadi pada saat umur kecambah 4 dan 7 hari yang mana persentase cendawan tertinggi terjadi apabila kita menyimpan benih selama 2 minggu (P<0.05). Dalam hal

ini, benih yang tidak mengalami masa penyimpanan memberikan hasil yang lebih baik daripada benih yang disimpan dalam hal penekanan pertumbuhan cendawan. Cendawan yang terbawa oleh benih dapat bertahan lama selama proses penyimpanan (Sugiharso et al., 1980). Cendawan yang menyerang semakin banyak seiring dengan semakin lamanya penyimpanan dikarenakan karena vigor benih sebelum penyimpanan lebih tinggi dibanding benih yang yang sudah disimpan. Hal ini sependapat dengan pernyataan Moore (1955) bahwa puncak dari vigor kehidupan benih dicapai sewaktu benihnya masak. Namun setelah masak, vigornya semakin berkurang karena benih mengalami proses penuaan. Akibatnya, ketahanan benih berkurang dan gampang diserang cendawan.

Tinggi Hopokotil

Hipokotil adalah semai antara batang dan akar yang akan menjadi calon batang. Struktur kecambah yang umum diamati yaitu tinggi hipokotil (Suita, 2008). Semakin tinggi vigor maka kekuatan perkecambahan menjadi lebih baik. Tinggi hipokotil kecambah dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan sejak benih dikecambahkan. Semakin lama benih berkecambah mengindikasikan bahwa vigor benih semakin berkurang sehingga kecambah pendek, ukuran daun kecambah kecil, hipokotilnya pendek dan volume akar kecil (Ardian, 2008).

Pengamatan terhadap tinggi hipokotil dilakukan tiga kali masing-masing pada umur kecambah 4, 7 dan 14 hari. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada saat umur kecambah 4 hari, taraf CO2 memberikan pengaruh nyata, waktu penyimpanan memberikan pengaruh nyata dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi hipokotil (P<0,05). Pada umur kecambah 7 hari, taraf CO2) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, waktu penyimpanan (lama penyimpanan) memberikan pengaruh nyata dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi hipokotil (P<0,05). Hasil yang berbeda ditunjukkan pada saat umur kecambah 14 hari yaitu taraf CO2 (penginjeksian CO2) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata, waktu penyimpanan (lama penyimpanan) dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi hipokotil (P<0,05).

Gambar dibawah menunjukkan perbandingan antara tinggi kecambah pada saat umur kecambah berusia 4, 7 dan 14 hari. Pada saat umur kecambah 14 hari terlihat bahwa kotiledon dari kecambah mulai hijau yang menandakan terbentuknya daun. Pada saat itu kecambah sudah layak dipindahkan ke lapang untuk ditanam.

(a) (b) (c)

Gambar 4. Perbandingan tinggi kecambah umur 4 hari (a), 7 hari (b) dan 14 hari (c). Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa pengaruh taraf penginjeksian CO2 tidak terlihat berpengaruh nyata pada tinggi hipokotil kecambah kecuali pada kadar 30% umur kecambah 4 hari.

Tabel 6. Pengaruh Penginjeksian CO2 dan Periode Simpanterhadap Tinggi Hipokotil Kecambah

Perlakuan

Umur Kecambah (hari)

4 7 Tinggi Hipokotil (cm) Kadar CO2 0% 0.7±0.2b 2.2±1.2a 10% 0.7±0.2b 1.8±0.9a 20% 0.7±0.2b 1.9±1.4a 30% 0.9±0.3a 1.6±0.8a Periode 0 minggu 0.9±0.2a 0.9±0.2c 1 minggu 0.7±0.2b 2.1±0.5b 2 minggu 0.7±0.2b 2.7±1.2a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.

Tanda * menandakan terjadi interaksi (P<0.05) antara taraf CO2 dan waktu penyimpanan.

Pada umur 4 hari, panjang kecambah pada kadar CO2 30% lebih baik daripada tinggi hipokotil yang lainnya. Hal ini disebabkan karena proses pertumbuhan kecambah lebih cepat sehingga pada saat pengamatan terlihat jelas

bahwa rata-rata tinggi hipokotil kecambah lebih baik (P<0.05). Namun hal tersebut tidak dilanjutkan pada saat umur benih 7 dan 14 hari karena rata-rata tinggi hipokotil tidak berbeda nyata dengan kadar CO2 yang lain. Penginjeksian CO2 tidak mempengaruhi tinggi hipokotil karena tingginya tidak berbeda nyata dengan benih yang tidak diinjeksi dengan CO2.

Pengaruh yang sangat nyata terlihat pada pengaruh periode penyimpanan benih terhadap tinggi hipokotil kecambah (P<0.05) seperti yang terlihat pada Tabel 6. Untuk umur kecambah hari ke-14 dibahas secara terpisah karena ada interaksi terhadap tinggi hipokotil antara penginjeksian CO2 dengan lama penyimpanan. Hasil yang terlihat pada benih yang tidak disimpan (periode 0 minggu) memperlihatkan bahwa pada awal perkecambahan yaitu umur 4 hari, terlihat tingginya lebih baik dibanding dengan periode penyimpanan 1 dan 2 minggu. Memasuki umur kecambah hari ke 7, tingginya malah lebih rendah dibanding dengan benih yang mengalami masa penyimpanan. Hal yang berkebalikan dilihat pada benih yang disimpan selama 1 dan 2 minggu (P<0.05). Tinggi pada saat kecambah berumur 7 hari dari benih yang disimpan lebih baik dibanding dengan benih yang tidak disimpan. Terlihat bahwa kecepatan awal pertumbuhan benih yang disimpan lebih baik daripada benih yang tidak disimpan. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Harjadi (1979) yang menyatakan bahwa kecepatan tumbuh benih dapat pula menjadi petunjuk perbedaan kekuatan tumbuh. Benih yang tumbuh duluan menandakan vigor yang lebih bagus sehingga dalam masa pertumbuhan kecambah akan lebih baik. Hal ini berkorelasi positif dengan tinggi hipokotil. Kesalahan mungkin terjadi karena keragaman pada penelitian tentang benih tinggi.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara penginjeksian CO2 dengan periode penyimpanan terhadap tinggi hipokotil kecambah yang terjadi pada saat kecambah berusia 14 hari. Berdasarkan uji Duncan, kombinasi perlakuan terbaik terdapat pada kadar CO2 30% dengan lama waktu simpan 0 minggu dengan rata-rata panjang adalah 4,2 cm. Benih yang tidak disimpan memiliki tinggi hipokotil kecambah yang lebih baik dibanding dengan benih yang disimpan pada kadar CO2

0%, 10%, 20% maupun 30%. Hipokotil tertinggi didapat pada saat penginjeksian CO2 dengan taraf 30%.

Tabel 7. Interaksi antara Penginjeksian CO2 dan Periode Penyimpanan pada Umur Kecambah 14 Hari terhadap Tinggi Hipokotil (cm)

Kadar Periode Penyimpanan

CO2 0 minggu 1 minggu 2 minggu

0% 3.7±0.6ab 3.8±0.5ab 3.1±0.4bcd

10% 3.7±0.2ab 2.7±0.5d 2.8±0.4cd

20% 3.7±0.7abc 3.5±0.7abcd 3.0±0.5bcd

30% 4.2±0.6a

2.7±0.9d 3.6±0.3abc

Keterangan. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji DMRT 5%. Pada penyimpanan benih selama seminggu terlihat bahwa benih yang tidak diinjeksi dengan CO2 memberikan tinggi hipokotil yang lebih baik dan pada penyimpanan 2 minggu penginjeksian dengan kadar 30% menghasilkan hipokotil yang tinggi. Sehingga didapat bahwa pada umur kecambah hari ke 14, kombinasi yang terbaik adalah benih yang diinjeksi CO2 dengan kadar 30% tanpa mengalami masa penyimpanan. Pengaruh karbon dioksida signifikan terhadap tinggi hipokotil kecambah apabila benih tersebut tidak disimpan.

Hubungan antar taraf penginjeksian CO2 terhadap panjang kecambah benih berdasarkan periode simpan pada saat kecambah berusia 14 hari menampilkan persamaan dalam bentuk linear. Hubungan tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah.

Gambar 5. Hubungan antara penginjeksian CO2 ( = 0%, = 10%, =20%, X = 30%)terhadap panjang kecambah berdasarkan periode simpan pada umur kecambah 14 hari.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa ada interaksi antara taraf CO2 (Penginjeksian CO2) dan waktu penyimpanan (periode simpan) terhadap panjang kecambah benih pada umur kecambah 14 hari. Nilai R2 yang dicapai pada taraf 0% adalah 0,592 (59,2%) dengan persamaan Y= -0,249x + 3,822. Nilai R2 yang dicapai pada taraf 10% adalah 0,637 (63,7%) dengan persamaan Y= -0,412x + 3,490. Nilai

Dokumen terkait