• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keistimewaan ruminansia adalah kemampuannya dalam mencerna dan menggunakan materi dinding sel tanaman. Total materi dinding sel ini dinyatakan sebagai serat detergen netral atau neutral detergent fiber (NDF) yang sebagian besar terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin. Hemiselulosa dan selulosa dicerna relatif lambat oleh mikroba rumen, sementara lignin tidak tercerna. Lignin juga berkaitan dengan bagian dinding sel yang lain, menyebabkan bagian tersebut sukar dicerna (Beauchemin, 1996).

Rataan konsumsi bahan kering dan komponen serat pakan disajikan pada Tabel 3. Inokulasi isolat bakteri selama masa menyusu tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering, namun meningkatkan (P<0,05) konsumsi komponen serat kasar, ADF and NDF pada pedet lepas sapih. Konsumsi serat yang meningkat diperkirakan akibat terjadinya peningkatan aktivitas pencernaan yang lebih tinggi. Kekurangan nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba rumen akan mengurangi efisiensi pertumbuhan mikroba yang mengakibatkan berkurangnya biomassa mikroba dan akhirnya mengurangi kecernaan dan konsumsi pakan, terutama pakan berserat. Mikroba cairan rumen kerbau sebagai sumber inokulan memiliki aktivitas pencenaan yang lebih tinggi terhadap dinding sel tanaman (Mubasyir, 1998). Menurut Syamsu et al. (2002), peningkatan konsumsi akibat pemberian probiotik pada sapi terkait dengan meningkatkan palatabilitas.

Unsur mineral dan vitamin memiliki peran yang sangat penting bagi petumbuhan dan kemampuan degredasi mikroba rumen. Mubasyir (1998) menunjukkan bahwa suplementasi mineral dan vitamin dapat meningkatkan aktivitas bakteri rumen dalam mencerna berbagai komponen pakan. Unsur mineral dan vitamin dapat digunakan isolat bakteri rumen kerbau dan meningkatkan aktivitas pncernaan dinding sel partikel pakan.

Peningkatan konsumsi pakan diperkirakan terkait dengan peningkatan populasi total bakteri dan bakteri selulolitik dalam rumen. Bakteri yang diinokulasikan diduga mampu memanfaatkan nutrien di dalam cairan rumen, oleh karena itu bakteri dapat berkembang pesat dan selajutnya meningkatkan kecernaan pakan yang dikonsumsi dan pada akhirnya meningkatkan konsumsi pakan (Hungate,

31 1966). Peningkatan ini juga diduga karena inokulasi isolat bakteri pencerna serat dapat menyediakan faktor perangsang tumbuh seperti vitamin B dan volatile fatty acids rantai cabang, sementara inokulan bakteri rumen dapat merangsang pertumbuhan bakteri selulotik lainnya yang juga menghasilkan enzim yang dapat memotong ikatan selulosa menjadi gula-gula sederhana yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba rumen lainnya sehingga populasi total bakteri termasuk bakteri selulolitik menjadi lebih besar.

Tabel 3. Rataan Konsumsi Bahan Kering dan Serat Kasar pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri Rumen

Konsumsi(g/e/hari) Kontrol Inokulasi

Bahan Kering 1294±399b 2096±1374a

Serat Kasar 162±50b 261±25a

NDF 714±220b 1151±108a

ADF 349±108b 563±53a

Keterangan: Rataan dengan superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda (P<0,05). Serat kasar dapat dihidrolis selama pencernaan fermentatif yang dilakukan oleh bakteri dan mikroba lainnya yang mampu mencerna komponen serat pakan. Peningkatan konsumsi bahan kering diperkirakan sebagai akibat terjadinya peningkatan kecernaan serat kasar akibat penambahan isolat bakteri yang bersifat selulolitik. Bakteri selulolitik menghasilkan enzim selulase. Enzim ini mampu merombak dan mengubah molekul yang masih komplek menjadi komponen molekul yang lebih sederhana terutama molekul lignoselulosa yang merupakan faktor pembatas dalam pakan ternak. Menurut Wizna et al. (2003) mikroba yang mendegradasi selulosa umumnya mensekresikan enzim selulase yang berbeda yang bereaksi secara sinergis dalam menghidrolisa substrat dalam rumen.

Maynard dan Loosi (1962) menyatakan bahwa pencernaan serat pada ruminansia sangat tergantung pada aktivitas mikroba rumen. Kecernaan bahan kering dan hemiselulosa dapat meningkat dengan suplementasi isolat bakteri dan dapat juga meningkatkan kecernaan ADF, NDF pada sapi perah. Peningkatan kecernaan komponen serat pakan dapat menyebabkan menurunnya waktu retensi partikel pakan dalam rumen sehingga dapat meningkatkan konsumsi bahan kering.

32 Perkembangan rumen dan volume rumen diperkirakan lebih baik pada kelompok pedet yang diinokulasi isolat bakteri. Kondisi rumen pada saat lepas sapih diperkirakan lebih baik pada kelompok pedet yang diinokulasi. Namun perbedaan tersebut sangat bervariasi antar pedet sehingga perbedaan tersebut tidak menyebabkan perbedaan nyata.

Konsumsi dan Absorpsi Mineral

Rataan konsumsi dan absorpsi mineral pada pedet percobaan tersaji pada Tabel 4. Inokulasi isolat bakteri pada pedet selama masa menyusu cenderung meningkatkan konsumsi dan absorpsi Ca, P, Mg dan Zn. Konsumsi Ca, P, Mg dan Zn meningkatkan absorpsi Ca, P, Mg dan Zn. Nilai absorpsi mineral merupakan proporsi mineral yang tidak diekskresikan dari jumlah mineral yang dikonsumsi. Jumlah mineral yang terabsorpsi mengindikasikan tingginya ketersedian mineral dalam pakan yang dikonsumsi.

Meningkatnya kecernaan pada bahan kering, bahan organik, protein kasar dan serat kasar pada ransum memerlukan S dan P lebih banyak, karena kedua mineral tersebut merupakan mineral yang penting untuk pertumbuhan mikroba dan untuk menjaga integritas membran sel dan dinding sel (Komisarckzuk dan Durand, 1991).

Kalsium yang diekskresikan baik dalam feses maupun dalam urin ternak merupakan Ca yang tidak dimanfaatkan. Sebagian besar Ca diekskresikan melalui feses. Kalsium dalam feses merupakan Ca yang tidak diserap dan sebagian lagi merupakan Ca yang telah dimanfaatkan kemudian dikeluarkan sebagai endogenous (Parakkasi, 1999). Walaupun terjadi ekskresi Ca dalam feses yang tinggi namun jumlah Ca yang diserap cukup tinggi. Hal ini berarti bahwa ransum yang diberikan mampu menyediakan Ca untuk kebutuhan pedet yang mengkonsumsinya.

33 Tabel 4. Rataan Konsumsi dan Absorpsi Mineral pada Pedet tanpa dan dengan

Inokulasi Isolat Bakteri Rumen

Peubah Perlakuan

Kontrol Inokulasi

Konsumsi Mineral (mg/e/hari)

Ca 7722±2218 11598±1091

P 3836±1102 5762±542

Mg 4071±1169 6115±575

Zn 106±31 159±15

Ekskresi Feses Mineral (mg/e/hari)

Ca 4219±1136 5622±957

P 1148±303 1966±479

Mg 1613±591 2805±255

Zn 86±28 132±31

Absorpsi Mineral (mg/e/hari)

Ca 3071±1432 5976±692 P 2586±859 3796±483 Mg 2267±633 3309±335 Zn 13±13 26±17 Absorpsi Mineral (%) Ca 38,21 ±11,93 67,41±5,26 57,89±6,5 12,367±9,79 51,90±5,29 P 66,15±6,76 Mg 54,13±1,04 Zn 17,58±13,00

Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet mengakibatkan populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin meningkat. Hal ini meningkatkan pencernaan fermentatif dalam rumen pedet. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral Ca. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi Ca pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Ca pada pedet kontrol. Peningkatan absorpsi Ca disebabkan karena konsumsi bahan kering ransum pedet yang mendapat inokulasi lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi Ca total pada pedet perlakuan

34 sebesar 11.598 mg/e/h dan pedet kontrol sebesar 7.722 mg/e/h. Ekskresi Ca dalam feses pedet yang dinokulasi 5.622 mg/ekor/hari dan ekskresi Ca untuk pedet kontrol 4.218 mg/ekor/hari. Semakin banyak Ca yang dikonsumsi maka ekskresi Ca dalam feses juga semaki besar. Gambar 1 menunjukkan hubungan linear (P<0,05) antara tingkat konsumsi Ca dengan absorpsi Ca tersebut.

Gambar 1. Hubungan Konsumsi dan Absorpsi Ca pada Pedet Lepas Sapih yang Sebelumnya Mendapatkan atau Tanpa Inokulasi Isolat Bakteri.

Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet mengakibatkan populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin meningkat. Hal ini menyebabkan pencernaan fermentatif semakin meningkat dalam rumen pedet. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral P. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi P pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi P pada pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi bahan kering ransum pedet yang diinokulasi isolat bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi P total pada pedet perlakuan sebesar 5.762 mg/e/h dan pedet kontrol sebesar 3.836 mg/e/h. Ekskresi P dalam feses pedet yang mendapat inokulasi 1.966 mg/ekor/hari dan ekskresi P untuk pedet kontrol 1.148 mg/ekor/hari. Semakin banyak P yang dikonsumsi maka ekskresi P dalam feses juga semakin besar. Absorpsi P pada semua pedet lepas sapih meningkat (P<0,01) dengan meningkatnya konsumsi P seperti terlihat dalam Gambar 2.

35 Gambar 2. Hubungan Konsumsi dan Absorpsi P pada Pedet Lepas Sapih yang

Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri.

Inokulasi isolat bakteri pencerna serat pada pedet diduga mengakibatkan populasi bakteri selulolitik meningkat dalam rumen sehingga aktivitas bakteri semakin meningkat. Hal ini membuat pencernaan fermentatif semakin meningkat dalam rumen pedet sehingga meningkatkan produksi VFA dan memacu perkembangan rumen yang pada akhirnya meningkatkan konsumsi bahan kering. Walaupun terjadi peningkatan konsumsi bahan kering, namun peningkatan sangat bervariasi antar pedet sehingga tidak terjadi pebedaan yang nyata antar pedet yang mendapat inokulasi dengan pedet control.

Inokulasi isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi mineral Mg. Hal ini dapat dilihat bahwa konsumsi Mg pada pedet yang mendapat inokuasi isolat bakteri cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Mg pada pedet kontrol. Hubungan antara absorpsi Mg dan konsumsi Mg pada sapi percobaan dapat dilihat pada Gambar 3. Peningkatan konsumsi Mg dapat terkait dengan konsumsi bahan kering ransum pedet perlakuan inokulasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Rataan konsumsi Mg total pada pedet perlakuan sebesar 6.115 mg/ekor/h dan pedet kontrol sebesar 4.021 mg/ekor/h. Ekskresi Mg dalam feses pedet inokulasi 2.805 mg/ekor/hari dan ekskresi Mg untuk pedet kontrol 1.613 mg/ekor/hari. Semakin banyak Mg yang dikonsumsi maka ekskresi Mg dalam feses juga semakin besar.

36 Gambar 3. Hubungan Konsumsi Mg dan Absorpsi Mg pada Pedet Lepas Sapih. yang

Sebelumnya Mendapatkan atau tanpa Inokulasi Isolat Bakteri.

Konsentrasi Zn diatur oleh mikroflora yang ada di dalam rumen. Dalam abomasum dan duodenum, solubilitas juga meningkat dan dapat mencapai lebih dari 80%. Isolat bakteri cenderung meningkatkan absorpsi Zn. Konsumsi Zn pada pedet perlakuan inokuasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi Zn pada pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi bahan kering ransum pedet perlakuan inokulasi lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol. Menurut Fahy (1987), Zn yang diabsorpsi masuk ke dalam hati dengan konsentrasi tinggi. Kemudian Zn terikat dalam darah merah dan terakumulasi dalam tulang, otot, ginjal dan pankreas. Ruminansia mengabsorpsi Zn melalui rumen, abomasum dan usus kecil (Burns, 1980). Rataan konsumsi Zn total pada pedet perlakuan sebesar 159 mg/ekor/h dan pedet kontrol sebesar 106 mg/ekor/hari. Ekskresi Zn dalam feses pedet inokulasi 132 mg/ekor/hari dan ekskresi Zn untuk pedet kontrol 86 mg/ekor/hari. Penambahan Analogi Hidroksi Methinin (AHM) memperlihatkan pengaruh positif terhadapat peningkatan populasi bakteri dan kecernaan bahan kering ransum. Semakin banyak Zn yang dikonsumsi maka semakin besar ekskresi Zn dalam feses. Absorpsi Zn tidak meningkat dengan adanya suplentasi ZnSO4.

Suharlina (2006) menunjukkan bahwa unsur Zn penting untuk pertumbuhan mikroba. Kandungan mineral ini sangat rendah bahkan sering defisien pada pakan berserat tinggi. Hal ini berpengaruh negatif terhadap degradasi komponen pakan dan

37 sintesis mikroba. Suplementasi Zn mampu meningkatkan pertumbuhan. Peningkatan populasi mikroba rumen akan meningkatkan konsentrasi enzim-enzim pencerna komponen pakan sehingga mampu meningkatkan kecernaan bahan pakan sekaligus meningkatkan suplai protein mikroba bagi ternak induk semang. Sebagian besar (82%) mikroba rumen memerlukan N-amonia untuk pertumbuhan.

Kadar Mineral Darah

Status mineral dalam tubuh ternak dapat dilihat dari konsentrasinya dalam darah. Hasil analisis kadar mineral Ca, P, Mg, dan Zn darah pedet dapat dilihat pada Tabel 5. Kadar mineral plasma adalah refleksi dari banyaknya mineral yang keluar dan masuk masa darah dan masuknya mineral dari saluran pencernaaan yang diantaranya tergantung pada jumlahnya dalam pakan dan penyerapannya (McDowell, 1992).

Tabel 5. Rataan Mineral Darah pada Pedet tanpa dan dengan Inokulasi Isolat Bakteri

Mineral Darah Perlakuan

Kontrol Inokulasi ---(mg/100ml)--- Ca 10,36±0,61 10,24±1,60 P 5,93±2,26 7,27±3,82 Mg 3,20±0,12 2,91±0,28 Zn 0,50±0,07 0,38±0,06

Unsur Ca pakan yang diserap darah hanya 20-30 % dan sekitar 70-80 % Ca yang tidak diabsorpsi keluar melalui feses, 20-30% yang diserap tersebut kemudian akan masuk ke dalam plasma darah (Ensminger et al., 1990). Kalsium darah pada pedet yang mendapat inokulasi bakteri cenderung lebih tinggi dibanding dengan pedet kontrol. Hal ini karena konsumsi Ca pedet yang mendapat inokulasi isolat bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan pedet kontrol.

Inokulasi isolat bakteri tidak mempengaruhi Ca darah pedet. Rataan mineral darah Ca pedet percobaan berkisar antara 9-12,03 mg/100ml. Nilai konsentrasi Ca darah tersebut masih dalam level normal yang berkisar antara 9-12 mg/100ml (McDowell, 1992). Konsumsi Ca tidak meningkatkan kadar Ca darah, kondisi

38 tersebut dapat disebabkan oleh kadar Ca darah pedet diatur secara rigit melalui mekanisme homeostasis. Bila kadar Ca meningkat dari level normal, maka kalsitonin akan dibentuk dan produksi hormon paratioid dihambat, dengan demikian penyerapan Ca dan reabsorpsi tulang akan diperlambat. Konsumsi Ca tidak berkorelasi dengan kadar Ca darah yang menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan Ca sudah terpenuhi (Parakkasi, 1999). Kadar Ca darah pada pedet segera meningkat setelah mengkonsumsi campuran mineral, tetapi selanjutnya diikuti dengan sedikit penurunan dengan bertambahnya waktu pemberian. Kenaikan kadar Ca darah dapat terkait dengan masa petumbuhan sapi, dimana pada periode sedang bertumbuh cepat memerlukan Ca yang tinggi (Sonjaya, 1996).

Rataan P darah pedet percobaan berkisar antara 4,43-11,62 mg/100ml. Nilai tersebut masih dalam level normal, dimana konsentrasi P plasma darah ternak berkisar antara 4- 9 mg/100 ml (McDowell, 1992). Kandungan P dalam plasma darah baik sebelum dan sesudah suplementasi mineral, lebih tinggi dari batas kritis (4,5 mg/100ml) untuk semua sapi (Sonjaya, 1996). Kondisi ini meunjukkan bahwa kadar plasma darah dalam pedet sudah stabil sehingga konsumsi P tidak meningkatkan kadar plasma darah.

Hubungan konsumsi P dengan P darah menggambarkan bahwa darah sudah jenuh dan mengalami pengaturan secara homeostatis. Fospor di deposit dalam tulang dalam bentuk kalsium-hidroksi appetite (Ca10(PO4)6(OH)2). Pospor merupakan komponen dari fospolipid yang mempengaruhi permeabilitas sel; merupakan komponen dari mielin pembungkus urat saraf; transfer energi dalam sel melibatkan ikatan fosfat yang kaya energi dalam ATP; berperan dalam sistem buffer dari darah; mengaktifkan peran vitamin B untuk membentuk koenzim yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi awal. Konsentrasi P dalam darah yang tidak terpengaruh oleh tingkat absorpsi menunjukkan bahwa ransum telah mencukupi kebutuhan pedet akan P (Parakkasi, 1999).

Konsumsi Mg tidak berpengaruh nyata terhadap Mg darah (P>0,05). Konsentrasi Mg darah berada dalam level normal. Rataan Mg darah pedet percobaan berkisar antara 2,25-3,38 mg/100ml. Menurut (McDowell,1992) nilai normal konsentrasi Mg plasma darah ternak berkisar antara 1,8-3 mg/100 ml. Konsumsi Mg tidak meningkatkan konsentrasi Mg darah. Kondisi tesebut dapat disebabkan oleh

39 telah tercukupinya kebutuhan pedet akan Mg sehingga kadar mineral darah pedet sudah stabil sehingga konsumsi Mg tidak meningkatkan kadar mineral darah. Bila Mg terlampau banyak dapat menyebabkan susunan saraf pusat terdeplesi yang menyebabkan gangguan pernapasan dan jantung namun gejala tersebut tidak teramati sehingga tinggkat konsumsi Mg masih dalam batas normal.(McDowell, 1992)

Magnesium dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan dibutuhkan untuk mengaktifkan beberapa sistem enzim dengan jalan membentuk kompleks metalo-enzim. Enzim yang membutuhkan Mg termasuk yang memecah dan memindahkan grup fosfat; enzim dan fosfat tesebut untuk reaksi metabolik, maka dapat pula dikatakan bahwa Mg juga terlibat dalam reaksi-reaksi tersebut. Unsur Mg juga dibutuhkan sebagai kofaktor dalam proses dekarboksilasi dan pengaktif dalam banyak peptidase. Absorpsi Mg tidak mempengaruhi konsentrasi Mg plasma. Magnesium yang tidak terserap dalam feses merupakan kombinasi dari Mg pakan yang tidak terserap dan Mg endogen dari sekresi mukosa usus. Penyerapan Mg menurun bersama umur. Di dalam tubuh, Mg dapat digunakan berulang kali (didaur ulang) sehingga penggunaan efisien sehingga tidak banyak dibutuhkan lagi dalam pakan (McDowell, 1992)

Rataan Zn darah pedet percobaan berkisar antara 0,4-0,5 mg/100ml. Kadar Zn tersebut lebih tinggi dari level normal konsentrasi Zn plasma darah ternak yang berkisar antara 0,08-0,12 mg/100 ml (McDowell, 1992). Kondisi tersebut dapat menggambarkan bahwa kebutuhan pedet akan Zn sudah terlampaui. Hal ini diperkuat dengan tidak adanya korelasi antara konsumsi dengan absorpsi Zn. Mekanisme homeostasis yang efektif untuk Zn melibatkan proses absorpsi dalam intestin. Homeostasis terjadi melalui pengatran jumlah Zn yang diabsorpsi dan ekskresi endogenusnya ke dalam feses. Kadar Zn ransum yang melebihi 100 ppm menunjukkan bahwa kadar tersebut sudah mampu memenuhi kecukupan pedet akan Zn dan dapat dinyatakan sudah melebihi kadar yang diperlukan. Menurut Parakkasi (1999) konsentrasi Zn dalam pakan sangat mempengaruhi konsentrasi Zn dalam jaringan. Gejala keracunan terkait kelebihan Zn dalam ransum pedet tidak terdeteksi hal ini berarti bahwa kadar ransum maksimum dalam percobaan ini masih dapat ditolerir oleh pedet percobaan.

40 Konsumsi Zn tidak berpengaruh nyata tehadap Zn darah. Konsentrasi Zn darah pedet berada dalam level normal. Konsumsi Ca tidak meningkatkan konsentrasi Zn darah. Hubungan konsumsi Zn dengan plasma Zn menggambarkan bahwa kebutuhan Zn pedet sudah terpenuhi dan zn darah sudah jenuh.

41

Dokumen terkait