• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laju Konversi Lahan Pertanian Tahun 2006-2010 di Kecamatan Medan Tuntungan

Laju konversi lahan pertanian di daerah penelitian yaitu Kecamatan Medan Tuntungan dalam kurun waktu tahun 2006-2010 dapat dilihat dari persentase perubahan luas lahan pertanian dari tahun 2006 ke tahun 2010. Perubahan luas lahan pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2006-2010 dapat kita lihat pada Tabel 13 di bawah ini:

Tabel 13. Perubahan Luas Lahan Pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006-2010

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 3

Tabel 13 di atas menunjukkan perubahan penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan tahun 2006-2010. Penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan selama tahun 2006-2010 mengalami total perubahan sebesar 370 Ha atau 17, 97% dari total luas wilayahnya dalam rentang tahun 2006 sampai 2010, perubahan ini terjadi sebesar 4,49% per tahunnya. Perubahan penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

Luas Lahan (Ha) Persentase Pertambahan/ Pengurangan Persentase Pertambahan/ Pengurangan per Tahun Tahun 2006 Tahun 2010 Dikonversi Pekarangan 133 262 + 129 + 96,99% + 24,24% Tegal/Kebun 316 219 - 97 - 30,69% - 7,67% Sawah 310 260 - 50 - 16,12% - 4,03% Lahan Tidur (Non Produktif) 78 35 - 43 - 55,12% - 13,78% Bangunan 294 535 + 241 + 81,97% + 20,49% Lain-lain 927 747 - 180 - 19,41% - 4,85% Jumlah 2.058 2.058 + 370 + 17,97% + 4,49% - 370 - 17,97% - 4,49%

ini antara lain; penggunaan lahan untuk pekarangan mengalami penambahan sebesar 129 Ha pada tahun 2010 atau 96,99% dari luas lahan pekarangan pada tahun 2006 yaitu sebesar 24,24% per tahunnya; penggunaan lahan untuk tegal/kebun mengalami pengurangan 97 Ha pada tahun 2010 atau 30,69% dari luas lahan tegal/kebun pada tahun 2006 yaitu sebesar 7,67% per tahunnya; penggunaan lahan untuk sawah mengalami pengurangan 50 Ha pada tahun 2010 atau 16,12% dari luas lahan sawah pada tahun 2006 yaitu sebesar 4,03% per tahunnya; penggunaan lahan non produktif mengalami pengurangan 43 Ha pada tahun 2010 atau 55,12% dari luas lahan non produktif pada tahun 2006 yaitu sebesar 13,78% per tahunnya; penggunaan lahan untuk bangunan mengalami penambahan 241 Ha pada tahun 2010 atau 81,97 % dari luas lahan bangunan pada tahun 2006 yaitu sebesar 20,49% per tahunnya; sementara itu lain-lain berkurang 180 Ha pada tahun 2010 atau 19,41% dari luas lahan pada tahun 2006 yaitu 4,85% per tahunnya.

Tabel 13 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk diagram, penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan pada tahun 2006 dapat dilihat pada diagram (Gambar 2) di bawah ini:

Gambar 2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2006

Pada tahun 2006, penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan didominasi untuk penggunaan lahan yang tergabung dalam lain-lain yaitu 45,04% dari total luas lahan kecamatan, lain-lain tersebut antara lain; penggunaan lahan untuk ruas jalan, pemakaman, tempat pembungan sampah akhir, lapangan olah raga, dan sebagainya. Kemudian urutan kedua adalah penggunaan lahan untuk bangunan yaitu 14,28% dari total luas lahan kecamatan. Urutan selanjutnya adalah penggunaan lahan untuk sawah 15,06%, tegal/kebun 15,35%, pekarangan 6,46% dan lahan tidur 3,79%.

Kemudian pada tahun 2010 penggunaan lahan diKecamatan Medan Tuntungan mengalami perubahan, penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada diagram (Gambar 3) di bawah ini:

pekarangan; 6,46% tegal/kebun; 15,35% sawah; 15,06% lahan tidur; 3,79% bangunan; 14,28% lain lain; 45,04%

Gambar 3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2010

Pada tahun 2010, penggunaan lahan di Kecamatan Medan Tuntungan masih didominasi untuk penggunaan lahan yang tergabung dalam lain-lain yaitu 36,29% dari total luas lahan kecamatan, tetapi luas lahan ini telah berkurang 8,75% dari luas lahan sebelumnya pada tahun 2006. Kemudian urutan kedua adalah penggunaan lahan untuk bangunan yaitu 25,99% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pertambahan 11,71% dari luas lahan pada tahun 2006. Urutan selanjutnya adalah penggunaan lahan untuk pekarangan yaitu 12,73% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pertambahan 6,27% dari luas lahan pada tahun 2006, kemudian penggunaan lahan untuk sawah 12,63% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pengurangan 2,43% dari luas lahan pada tahun 2006, kemudian penggunaan lahan untuk tegal/kebun 10,46% dari total luas lahan kecamatan yang telah mengalami pengurangan 4,71% dari luas lahan pada tahun 2006, lalu lahan tidur 1,70% dari total luas lahan

pekarangan; 12,73% tegal/kebun; 10,64% sawah; 12,63% lahan tidur; 1,70% bangunan; 25,99% lain-lain; 36,29%

kecamatan yang telah mengalami pengurangan 2,09% dari luas lahan pada tahun 2006.

Laju konversi lahan dari tahun 2006 ke tahun 2010 di Kecamatan Medan Tuntungan diketahui melalui persentase perubahan penggunaan lahan. Khususnya lahan pertanian yaitu penggunaan lahan untuk tegal/kebun mengalami pengurangan dari 316 Ha di tahun 2006 menjadi 219 Ha di tahun 2010, maka pengurangan yang terjadi mencapai 97 Ha yaitu 30,69% dari total luas lahan tegal/kebun di tahun 2006 atau 7,67% per tahunnya. Sementara itu penggunaan lahan untuk sawah mengalami pengurangan dari 310 Ha di tahun 2006 menjadi 260 Ha di tahun 2010, maka pengurangan yang terjadi mencapai 50 Ha yaitu 16,12% dari total luas lahan sawah di tahun 2006 atau 4,03% per tahunnya. Maka, laju konversi lahan 2006-2010 untuk tegal/kebun sebesar 30,69% (7,67% per tahun) dan sawah 16,12% (4,03% per tahun).

Laju konversi lahan ini tergolong sangat tinggi bila dibandingkan dengan angka yang diperoleh Badan Pusat Statistik pada Sensus Pertanian tahun 2003 yang menyatakan bahwa laju konversi lahan pertanian khususnya sawah untuk daerah di luar Pulau Jawa adalah sebesar 2,98% sementara untuk Pulau Jawa sendiri angka tersebut lebih kecil yaitu 1,68%. Perbedaan angka ini disebabkan oleh kebutuhan yang berbeda antara Pulau Jawa dan daerah diluar Pulau Jawa, Pulau Jawa membutuhkan lahan terutama untuk pembangunan perumahan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi, sedangkan daerah di luar Pulau Jawa membutuhkan lahan terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana yang mendorong pertumbuhan ekonomi.

Penggunaan lahan untuk pekarangan mengalami penambahan sebesar 129 Ha seiring dengan penambahan luas penggunaan lahan untuk bangunan sebesar 241 Ha. Lahan produktif pertanian dalam hal ini tegal/kebun dan sawah mengalami pengurangan masing-masing sebesar 97 Ha dan 50 Ha, pengurangan ini sejalan dengan bertambahnya penggunaan lahan untuk pekarangan dan bangunan tersebut, luas lahan bangunan dan pekarangan ini bertambah dengan maraknya pembangunan perumahan akibat dari pertumbuhan penduduk dan pembangunan fasilitas-fasilitas umum akibat dari pertumbuhan ekonomi.

Perubahan penggunaan lahan ini terjadi akibat adanya persaingan dalam pemanfaatan lahan antara sektor pertanian dan non pertanian, dengan keterbatasan sumberdaya lahan yang tersedia, lahan pertanian cenderung dikorbankan. Hal ini didukung oleh data primer melalui penelitian bahwa 23 petani sampel atau 57,5% dari total petani sampel yang mengalami konversi lahan pertanian berubah penggunaan dari pemanfaatan pertanian menjadi bangunan. Pemanfaatan lahan pertanian setelah mengalami konversi dapat kita lihat pada Tabel 14 di bawah ini:

Tabel 14. Pemanfaatan Lahan Pertanian Setelah Mengalami Konversi di Daerah Penelitian

Jenis Pemanfaatan Lahan Jumlah Petani

(jiwa) Persentase

Bangunan 23 57,5%

Kaplingan 12 30%

Jalan raya 5 12,5%

Jumlah 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 7

Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa terdapat 23 petani sampel atau 57,5% dari total petani sampel yang lahan pertaniannya telah berkonversi menjadi bangunan, kemudian 12 petani sampel atau 30% dari total petani sampel yang

lahan pertaniannya telah berkonversi menjadi kaplingan, kemudian 5 petani sampel atau 12,5% dari total petani sampel yang lahan pertaniannya telah berkonversi menjadi jalan raya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa Hipotesis 1 yaitu Laju konversi lahan pertanian selama lima tahun terakhir di daerah penelitian tinggi, diterima.

Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Konversi Lahan Pertanian di Kecamatan Medan Tuntungan

Terdapat dua pola konversi lahan pertanian di daerah penelitian antara lain; pertama yaitu kelompok petani yang mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya, kedua yaitu kelompok petani yang mengkonversi sebagian lahan pertanian yang dimilikinya dan mempertahankan sebagian lainnya. Jumlah petani berdasarkan luas lahan yang dikonversi dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini:

Tabel 15. Jumlah Petani Berdasarkan Luas Lahan yang dikonversi di Daerah Penelitian

Status Konversi Lahan Jumlah Petani

(jiwa) Persentase

Kelompok petani mengkonversi

seluruh lahan 25 62,5%

Kelompok petani mengkonversi

sebagian lahan 15 37,5%

Jumlah 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 4

Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa 25 petani sampel atau 62,5% dari total petani sampel mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya sedangkan 15 petani sampel atau 37,5% dari total petani sampel mengkonversi sebagian lahan pertanian yang dimilikinya dan mempertahankan sebagian lainnya.

Dalam mengkonversi lahan pertaniannya, petani masing-masing memiliki faktor- faktor yang mendorong mereka untuk mengkonversi lahan pertanian tersebut. Faktor-faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian di daerah penelitian sangat beragam, faktor-faktor dalam penelitian ini dibagi dua yaitu faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya dan faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertanian dan mempertahankan sebagian lainnya.

a. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya

Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya antara lain: faktor kemampuan fisik petani berkurang, faktor ketertarikan pada penawaran harga, faktor pembagian warisan keluarga, faktor alih profesi, faktor terpengaruh lahan-lahan pertanian disekitar yang sudah mengalami konversi, faktor kebutuhan mendesak, dan faktor jarak lahan pertanian ke rumah petani yang terlalu jauh. Terdapat 25 petani sampel atau 62,5% dari total petani sampel mengkonversi seluruh lahan pertaniannya. Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini:

Tabel 16. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya di Daerah Penelitian

Faktor-Faktor Jumlah Petani (Jiwa) Persentase terhadap Total Sampel

Kemampuan fisik petani

berkurang 11 27,5%

Tertarik pada penawaran harga 4 10%

Pembagian warisan 3 7,5%

Alih profesi 2 5%

Terpengaruh lahan sekitar yang

sudah dikonversi 2 5%

Kebutuhan mendesak 2 5%

Jarak lahan ke rumah terlalu

jauh 1 2,5%

Jumlah 25 62,5%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 8a

Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa ke 25 petani sampel memiliki faktor- faktor pendorong yang berbeda dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya. Tabel 16 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 4) di bawah ini:

Gambar 4. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Seluruh Lahan Pertaniannya di Kecamatan Medan Tuntungan

0 2 4 6 8 10 12 kemam puan fisik berkura ng tertarik pada harga pembag ian warisan alih profesi terpeng aruh lahan sekitar kebutuh an mendes ak jarak lahan jauh Series 1 11 4 3 2 2 2 1 jum la h pe ta ni ( ji w a )

Gambar 4 di atas menunjukkan bahwa terdapat 11 petani sampel (sampel nomor 3, 11, 16, 17, 18, 23, 25, 26, 31, 32 dan 35 ) atau 27,5% dari total petani sampel mengkonversi seluruh lahan pertaniannya didorong oleh faktor kemampuan fisik petani berkurang, faktor ini menjadi faktor pendorong urutan pertama. Hal ini didukung oleh usia petani sampel dimana terdapat 16 petani sampel atau 40% dari total petani sampel yang berada pada kelompok umur 66-80 tahun (Karakteristik Sampel Penelitian, Tabel 9). Proses konversi ini diawali dengan menjual lahan pertanian ke pihak lain karena ketidakmampuan fisik petani dalam berusahatani yang kemudian lahan tersebut berubah pemanfaatan dari penggunaan pertanian menjadi penggunaan non pertanian (bangunan).

Urutan selanjutnya adalah faktor ketertarikan pada penawaran harga yaitu terdapat 4 petani sampel (sampel nomor 8, 9, 10 dan 19) atau 10% dari total petani sampel menyatakan faktor ini adalah faktor pendorongnya dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya. Faktor ini terjadi pada petani pemilik lahan pertanian diatas 0,5 Ha dimana lahan pertanian disekitarnya juga belum mengalami konversi, kemudian pemilik lahan-lahan pertanian ini sepakat menjual lahan pertaniannya, karena lahan tersedia dalam jumlah yang luas maka pembeli akan tertarik sebab lahan ini sesuai untuk pembangunan perumahan kemudian akan dibeli dengan harga yang tinggi oleh pihak pembeli tersebut.

Selanjutnya terdapat 3 petani sampel (sampel nomor 2, 5 dan 24) atau 7,5% dari total petani sampel menyatakan faktor pembagian warisan adalah faktor pendorong dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian yang dimilikinya. Faktor ini terjadi karena lahan tersebut adalah lahan warisan orangtua yang dibagikan

pada anak-anaknya, sebagian pewaris memilih menjual lahannya dan sebagian lagi mempertahankan lahan tersebut sehingga terbentuklah lahan guntai yang sangat rentan terhadap konversi lahan sebab lahan-lahan di sekitarnya yang sudah beralihfungsi ke penggunaan non pertanian. Maka dalam selang beberapa waktu lahan ini kemudian berkonversi secara keseluruhannya.

Faktor selanjutnya adalah faktor kebutuhan mendesak, faktor alih profesi, dan faktor terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi masing-masing terdapat 2 petani sampel atau 5% dari total petani sampel menyatakan faktor ini menjadi faktor pendorong dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian. Petani yang menjual seluruh lahan pertaniannya karena kebutuhan mendesak yaitu petani yang membutuhkan sejumlah uang untuk kepentingan keluarga seperti biaya pengobatan, uang sekolah dan lain sebagainya (sampel nomor 1 dan 34). Faktor alih profesi yaitu petani yang beralih profesi ke profesi lain yaitu dari bertani menjadi wiraswasta karena menganggap kegiatan bertani tidak menguntungkan lagi saat ini sehingga petani tersebut menjual lahan pertaniannya dan menggunakan hasil penjualan lahan tersebut sebagai modal pada usaha barunya (sampel nomor 22 dan 28).

Petani sampel yang mengkonversi seluruh lahan pertaniannya karena terpengaruh lahan di sekitar lahan pertaniannya yang sudah beralihfungsi yaitu petani yang mempunyai lahan pertanian di sekitar lahan-lahan pertanian yang sudah berubah penggunaan menjadi bangunan sehingga petani merasa bahwa lahan pertaniannya tidak kondusif lagi untuk berkegiatan tani (sampel nomor 6 dan 7).

Kemudian 1 petani sampel atau 2,5% dari total petani sampel menyatakan faktor jarak lahan yang terlalu jauh dari rumah petani menjadi pendorongnya dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya, karena petani ini kebetulan tidak berdomisili di Kecamatan Medan Tuntungan (sampel nomor 30).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertaniannya di daerah penelitian adalah karena 1) Kemampuan fisik berkurang, 2) Ketertarikan pada penawaran harga, 3) Pembagian warisan keluarga, 4) Alih profesi, 5) Terpengaruh lahan sekitar yang sudah berkonversi 6) Kebutuhan mendesak dan 7) Jarak lahan ke rumah yang terlalu jauh, maka Identifikasi Masalah 2 telah terjawab.

b. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertanian dan Mempertahankan Sebagian Lainnya

Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertanian dan mempertahankan sebagian lainnya antara lain: petani masih memerlukan sebidang lahan pertaniannya untuk tetap diusahakan sebagai mata pencaharian utama dan lahan tersebut adalah investasi untuk masa depan. Terdapat 15 petani sampel atau 37,5% dari total petani sampel mengkonversi sebagian lahan pertaniannya. Faktor-faktor yang mendorong petani dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini:

Tabel 17. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertaniannya dan Mempertahankan Sebagian Lainnya di Daerah Penelitian

Faktor-Faktor Jumlah Petani (Jiwa)

Persentase terhadap Total Sampel

Mata pencaharian utama 12 30%

Investasi 3 7,5%

Total 15 37,5%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 8b

Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa ke lima belas petani sampel memiliki faktor-faktor pendorong yang berbeda dalam mengkonversi sebagian lahan pertaniannya dan mempertahankan sebagian lainnya. Tabel 17 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 5) di bawah ini:

Gambar 5. Faktor-Faktor yang Mendorong Petani dalam Mengkonversi Sebagian Lahan Pertanian dan Mempertahankan Sebagian Lainnya di Kecamatan Medan Tuntungan

Gambar 5 di atas menunjukkan bahwa faktor bertani masih merupakan mata pencaharian adalah faktor urutan pertama yang menyebabkan petani masih mempertahankan sebagian lahannya, yaitu terdapat 12 petani sampel (sampel

0 2 4 6 8 10 12

mata pencaharian utama investasi

12 3 jum la h pe ta ni ( ji w a ) faktor pendorong

nomor 4, 12, 13, 15, 20, 27, 33, 36, 37, 38, 39 dan 40) atau 30% dari total petani sampel, petani ini beranggapan bahwa bertani adalah mata pencaharian yang bisa dilakukan untuk keberlangsungan hidupnya, sehingga walaupun petani-petani ini bisa saja menjual seluruh lahan pertaniannya, mereka memilih hanya menjual sebagian dan masih mempertahankan sebagian lainnya.

Faktor investasi adalah faktor urutan kedua yang menyebabkan petani masih mempertahankan sebagian lahan pertaniannya yaitu terdapat 3 petani sampel (sampel nomor 14, 21 dan 29) atau 7,5% dari total petani sampel, petani ini beranggapan bahwa lahan pertanian yang dimiliki akan tetap dipertahankan walaupun hanya sebagian sebagai bekal kehidupan di masa mendatang dengan pertimbangan bahwa nilai tanah tersebut akan terus meningkat.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong petani dalam mengkonversi seluruh lahan pertanian dan mempertahankan sebagian lainnya di daerah penelitian adalah karena 1) Mata pencaharian dan 2) Investasi, maka Identifikasi Masalah 2 telah terjawab.

Dampak Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

Konversi lahan pertanian ini memberikan dampak yang berbeda kepada para petani. Dampak konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di Kecamatan Medan Tuntungan ini terbagi dua yaitu: dampak positif dan dampak negatif.

a. Dampak Positif

Dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian antara lain: pertumbuhan kota, penambahan pendapatan non

pertanian, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di Kecamatan Medan Tuntungan dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini:

Tabel 18. Dampak Positif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Daerah Penelitian

Dampak Positif Jumlah Petani (Jiwa)

Persentase

Pertumbuhan kota 29 72,5%

Penambahan pendapatan non

pertanian 7 17,5%

Kelengkapan sarana dan

prasarana 4 10%

Total 40 100%

Sumber: Data Diolah dari Lampiran 9a

Tabel 18 di atas menunjukkan bahwa ke tujuh belas petani sampel merasakan dampak positif yang berbeda dari konversi lahan pertanian. Tabel 18 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 6) di bawah ini:

Gambar 6. Dampak Positif Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

0 5 10 15 20 25 30

pertumbuhan kota penambahan pendapatan non pertanian kelengkapan sarana dan prasarana 29 7 4 jum la h pe ta ni ( ji w a ) dampak positif

Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa dampak positif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani urutan pertama adalah pertumbuhan kota yaitu terdapat 29 petani sampel (sampel nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 25, 26, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 dan 40) atau 72,5% dari total petani sampel merasakan langsung dampak ini. Para petani ini berpendapat bahwa sudah sewajarnya pertumbuhan kota didukung melalui pembangunan, dengan kata lain kota tidak akan tumbuh tanpa pembangunan, lahan pertanian mereka kini sudah dimanfaatkan menjadi bangunan yang sebagian besarnya merupakan perumahan, pendapat lainnya yaitu pembangunan perumahan-perumahan di daerah ini membawa dampak positif terhadap masyarakat sekitar sebab suasana menjadi bertambah ramai tidak sepi dan menakutkan bagi masyarakat seperti sebelumnya.

Dampak positif urutan berikutnya yang dirasakan oleh petani adalah penambahan pendapatan non pertanian, terdapat 7 petani sampel (sampel nomor 2, 5, 22, 27, 28, 29 dan 30) atau 17,5% dari total petani sampel merasakan dampak ini. Petani sampel merasakan dampak ini sebab para petani ini memperoleh hasil yang lebih menguntungkan dengan mengkonversi lahan pertaniannya jika dibandingkan dengan tetap bertahan sebagai petani, seperti menjual lahan pertanian yang dimiliki dan berinvestasi di bidang lain dengan uang hasil penjualan lahan misalkan usaha rumah kontrakan (misal: sampel nomor 28).

Dampak positif urutan berikutnya yang dapat dirasakan langsung oleh petani adalah kelengkapan sarana dan prasarana, terdapat 4 petani sampel (sampel nomor 12, 13, 14 dan 15) atau 10% dari total petani sampel merasakan dampak ini. Keempat petani ini berasal dari kelurahan yang sama yaitu Kelurahan

Namu Gajah, petani merasakan pertambahan dari kelengkapan sarana dan prasarana yang membawa kemudahan pada aktifitas sehari-hari dan membuka aksesibilitas yang lancar dengan dibangunnya jalan raya beraspal dikelurahan ini sehingga kelurahan ini dapat dijangkau oleh angkutan umum, bahkan para petani memberikan lahan pertanian yang dikonversi akibat dari pembangunan ruas jalan ini secara suka rela.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dampak positif konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian adalah 1) Pertumbuhan kota, 2) Penambahan pendapatan non pertanian dan 3) Kelengkapan sarana dan prasarana, maka Identifikasi Masalah 3 telah terjawab.

b. Dampak Negatif

Selain dampak positif terdapat juga dampak negatif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di daerah penelitian antara lain: hilangnya mata pencaharian, turunnya produksi pertanian dan berkurangnya pendapatan, dan ekosistem yang tidak seimbang. Dampak negatif dari konversi lahan pertanian yang dirasakan oleh petani di Kecamatan Medan Tuntungan dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini:

Tabel 19. Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Daerah Penelitian

Dampak Negatif Jumlah Petani

(Jiwa) Persentase

Hilangnya mata pencaharian 16 40%

Turunnya produksi pertanian dan berkurangnya pendapatan pertanian

14 35%

Ekosistem tidak seimbang 10 25%

Total 40 100%

Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa petani sampel merasakan dampak negatif yang berbeda dari konversi lahan pertanian. Tabel 19 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bentuk grafik (Gambar 7) di bawah ini:

Gambar 7. Dampak Negatif dari Konversi Lahan Pertanian yang Dirasakan oleh Petani di Kecamatan Medan Tuntungan

Gambar 7 di atas menunjukkan bahwa dampak negatif urutan pertama yang dirasakan langsung oleh petani adalah hilangnya mata pencaharian, dengan dikonversinya lahan pertanian ke penggunaan non pertanian banyak petani yang kehilangan mata pencaharian, jika dampak ini didukung oleh kemampuan fisik yang berkurang akibat faktor usia, petani-petani ini bahkan tidak mencoba untuk beralih profesi lagi, terdapat 16 petani sampel atau 40% dari total petani sampel merasakan dampak ini.

Dampak negatif urutan berikutnya yang dirasakan langsung oleh petani adalah produksi pertanian yang berkurang seiring dengan berkurangnya areal pertanian mengakibatkan pendapatan pertanian juga berkurang, terdapat 14 petani

0 2 4 6 8 10 12 14 16 hilangnya mata pencaharian petani produksi & pendapatan berkurang ekosistem tidak seimbang 16 14 10 jum la h pe ta ni ( ji w a ) dampak negatif

sampel atau 35% dari total petani sampel merasakan dampak ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel 20 di bawah ini:

Tabel 20. Dampak Turunnya Produksi Padi Sawah Akibat Konversi Lahan

Dokumen terkait