Limbah poles ubin Lempung Belitung
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi bahan limbah poles dan bodi keramik hias
Karakterisasi dilakukan pada bahan limbah ubin keramik granito meliputi : distribusi ukuran besar butir, komposisi kimia dan komposisi mineral. Pengamatan distribusi analisis butir dilakukan dengan alat
Sympatec GmbH Jerman, pengujian
komposisi kimia dilakukan dengan alat XR-F dan pengujian komposisi mineral dilakukan
dengan alat X-RD. Adapun hasil
pengamatan distribusi analisis besar butir bahan limbah poles ubin keramik granito diperlihatkan pada Gambar 1 .
Dari gambar 1 menunjukkan distribusi ukuran bahan limbah poles ubin keramik granito berkisar antara 0,01 – 0,40 mikron
(µm) dan gradasi butiran bersifat homogen, oleh sebab itu limbah poles ubin keramik granito dapat digunakan sebagai bahan pengikat (binder), selain itu dapat digunakan sebagai bahan pengisi (filler) dalam pembuatan produk keramik konvensional dan bahan bangunan beton. Hasil analisa kimia terhadap bahan limbah poles ubin granito(LP), bodi keramik hias campuran limbah poles dengan lempung Lombok NTB (LN) dan bodi keramik hias campuran limbah poles dengan lempung Kalbar (LK) diperlihatkan pada Tabel 4.
Berdasarkan data komposisi kimia pada tabel 4 tersebut diatas, nampak bahwa bahan limbah poles mengandung total kadar alkali ( K2O dan Na2O ) yang cukup tinggi yakni 6,21 % sehingga kemungkinan besar bahan limbah poles ini dibakar pada suhu ± 1050 oC sudah cukup padat. Terlebih lagi bila bahan tersebut dicampur dengan tanah liat atau lempung Lombok NTB yang kadar oksida besi (Fe2O3) nya cukup tinggi dan lempung Kalimantan Barat yang kandungan kadar alkali nya juga agak
tinggi maka dibakar suhu sekitar 1050 oC akan bersifat padat.
Tabel 4. Komposisi kimia bahan limbah poles dan bodi keramik hias Komposisi kimia,% LP LN LK SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 Na2O K2O 77,12 13,90 1,71 0,48 2,69 3,52 67,53 16,75 10,08 1,62 1,70 2,21 75,58 11,40 2,97 1,65 2,03 4,53
Hasil pembakaran bodi keramik hias yang kode LN pada suhu 1050 oC menampakkan warna merah bata karena memiliki kandungan oksida besi (Fe2O3) nya tinggi yakni 10,08 %. Kemudian dari hasil analisa X-Ray Difractometer ternyata bodi keramik kode LN tersebut mengandung mineral besi jenis hematite atau Fe2O3(lihat Gambar 2). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 C u m u la ti v e d is tr ib u ti o n Q 3 / % 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 D en si ty d is tr ib u ti o n q 3 * 0.005 0.010 0.05 0.10 0.5 1.0 5 10 50 particle size / µm
Gambar 1. Grafik distribusi analisa butir bahan limbah poles ubin keramik granito
Gambar 2 (lihat grafik difraktogram kode LN), nampak mineral hematite (Fe2O3) terletak pada sudut 2ф (teta) berkisar antara 36.5 o, 39.5 o, 42.5 o, 50 o dan 55 o (derajat). Mineral kuarsa (SiO2) terletak pada sudut 2ф (teta) antara 21o dan 36.5o. Dengan adanya mineral hematite tersebut maka apabila bodi keramik kode LCN
dibakar pada suhu tinggi akan
menampakkan warna coklat kemerahan.
Sifat Susut benda uji bodi keramik hias
Dari hasil pengujian sifat susut kering dan susut bakar terhadap benda uji bodi keramik hias yang dibakar pada suhu 1050
oC, dan kemudian dihitung nilai rata-ratanya, maka diperoleh nilai susut kering dan susut bakar diperlihatkan Tabel 5. Disamping sifat fisik tersebut, juga diuji sifat penyerapan air, kuat lentur kering dan kuat lentur bakar
yang dibakar pada suhu 1050 oC. Data hasil pengujiannya tercantum pada Tabel 6.
Berdasarkan data hasil uji yang diperlihatkan pada tabel 6 bahwa bilamana dilihat dari nilai penyerapan air, maka yang kode LN dan LS termasuk jenis gerabah halus (fine earthenware) atau bodi terracota, hal tersebut dapat dilihat dari nilai kuat lentur (modulus of rupture atau bending strength) nya sudah diatas 150 kg/cm2. Tabel 5. Nilai Susut kering, Susut bakar dan
Warna bakar Kode Susut Kering (%)` Susut Bakar (%) Warna Bakar LN LK LG LW LS 8,21 4,01 4,53 5,28 4,80 5,31 3,72 1,09 1,98 2,15 Merah kecoklatan Putih agak krem Krem kecoklatan Coklat kemerahan
Krem kekuningan
Tabel 6. Nilai Kuat lentur kering, Kuat lentur bakar dan Penyerapan air
Kode Kuat lentur kering (kg/cm2) Kuat lentur bakar (kg/cm2) Penyerapan air ( % serap) LN LK LG LW LS 21,10 17,54 17,26 16,98 18,23 198,50 147,70 140,49 138,75 152,36 8,93 13,12 14,95 16,70 12,96 Keramik Hias
Produk keramik hias yang dibuat dari bahan campuran limbah poles ubin keramik granito dan lempung Kasongan (kode LG) serta lempung Wonosobo (kode LW) berupa wadah buah diperlihatkan pada Gambar 3.
Kemudian produk keramik hias tersebut diatas dikeringkan dan selanjutnya dibakar pada suhu 1050 oC dengan
menggunakan tungku gas skala
laboratorium, diperoleh hasilnya adalah produk keramik hias yang kode LG berwarna krem kecoklatan dan yang kode LW berwarna coklat kemerahan. Munculnya warna krem kecoklatan untuk bodi keramik hias kode LG dan warna coklat kemerahan untuk bodi keramik hias kode LW, hal ini
disebabkan karena bahan lempung
Kasongan Yogyakarta dan juga lempung
Wonosobo yang digunakan sebagai bahan campurannya mengandung kadar oksida besi (Fe2O3) cukup tinggi masing-masing sebesar 5,12 % dan 4,32 %.
Gambar 3. Produk keramik hias
Ubin Keramik
Dalam proses pembuatan ubin keramik agak berbeda dengan pembuatan keramik hias, dimana untuk pembuatan ubin dilakukan secara pres kering dengan penambahan kadar air sekitar 5 – 7 % [Marquez JM, et al, 2008], sedangkan untuk pembuatan keramik hias dilakukan secara putar dengan masanya bersifat plastis. Untuk pembuatan ubin keramik , selain menggunakan bahan limbah poles ubin granito juga di pakai bahan baku lempung Limbah 50 % + Lempung Kasongan 50 % Limbah 50 % + Lempung Wonosobo 50 % Belitung dan felspar Banjarnegara.
Penggunaan bahan limbah poles ubin keramik granito berkisar antara 30 – 40 %, felspar Banjarnegara 10 – 20 % dan lempung Belitung sebesar 50 %. Kemudian dibuat benda uji ubin berukuran (1 x 5 x 12) cm dan selanjutnya dibakar menggunakan tungku listrik skala laboratorium pada suhu 1050 oC. Adapun hasil pembakaran benda uji atau specimen ubin keramik tersebut
diperlihatkan pada Gambar 4. Sedangkan hasil karakterisasi sifat fisik terhadap
specimen ubin keramik diperlihatkan pada
Tabel 7. Berdasarkan data nilai penyerapan air dan kuat lentur specimen ubin keramik untuk komposisi 1, 2, dan 3 (Tabel 7), maka bodi ubin keramik yang diteliti termasuk jenis gerabah halus (fine earthenware) yang dapat dibuat untuk ubin dinding (wall tiles).
Gambar 4. Ubin keramik dari limbah poles Reaksi kimia yang penting diketahui selama proses pembakaran bodi keramik adalah sifat mikrostrukturnya. Mikrostruktur yang dimaksud antara lain bentuk kristal, massa amorf (matriks yang menggelas) dan rongga-rongga atau pori-pori. Selain sifat tersebut diatas nampaknya sifat termal ekspansi juga penting namun dalam penelitian ini sifat termal ekspansinya tidak diamati
.
Kandungan bahan baku utama di dalam bodi keramik seperti ubin keramik,
sanitary, tableware dan keramik hias
biasanya lempung, felspar atau nepheline
syenite dan kuarsa atau silika [Koeng CJ,
1966; Hosten C, et al, 2009]. Interaksi awal antara kejadian masing-masing bahan tersebut adalah felspar mulai melebur pada suhu 1020 – 1100 oC (hal ini tergantung pada ratio antara K2O dan Na2O).
Bahan felspar ini akan melarutkan sejumlah kuarsa (SiO2) yang selanjutnya terbentuk mineral kristobalit. Reaksi ini terus berlanjut selama suhunya bertambah mengakibatkan komponen kuarsa atau silika nya cenderung untuk mengental. Kemudian larutan kuarsa didalam cairan felspar akan membentuk kristal mullite, dimana bahan mullite ini terbentuk akibat adanya partikel lempung didalam kaolin. Pertumbuhan kristal mullite ini bisa dipercepat oleh adanya oksida alkali (K2O dan Na2O) yang terkandung didalam
lempung. Jika reaksi-reaksi ini berlanjut maka pada suhu 1100 – 1150 oC fasa cair akan membentuk fasa yang cukup kental untuk mengisi semua pori-pori.
Kemudian jika reaksinya terus berlanjut pada suhu pembakaran 1200 – 1250 oC, maka fasa cair yang ada dapat menetrasi semua partikel-partikelnya sehingga bodi keramik menjadi rapat atau padat (dense), contohnya adalah bodi keramik yang jenis vitreous china. Bila temperaturnya terus bertambah sampai suhu 1280oC, maka terbentuk kristal mullite menyerupai bentuk jarum (needle). Pertumbuhan kristal-kristal ini dikarenakan formasi fasa gelas menjadi agak kental. Fasa gelas yang ada lebih reaktif melarutkan kristal silika bebas sampai semuanya larut. Jenis bodi keramik semacam ini dinamakan porselen keras (hard porcelain). Akan tetapi bodi keramik yang diteliti belum mencapai porcelen
keras. Hal ini, disebabkan suhu
pembakaran sampai pada suhu 1050oC dan ukuran partikel butiran bahan baku untuk bodi keramik ini masih relatif kasar.
Partikel-partikel butiran bahan yang lebih halus akan lebih mudah kontak dan jarak difusi lebih kecil sifat reaktifnya lebih besar. Lempung biasanya mengandung komponen alkali seperti bahan-bahan felspatik yang berfungsi sebagai pelebur kuat serta kandungan silika (SiO2) yang fungsinya sebagai filler [Djambazov SP. et al, 2009].
Sedangkan kandungan alkali tanah yang ada di dalam lempung dan felspar hanya sedikit dan berfungsi sebagai pelebur lemah. Kemudian bahan impurities dalam lempung adalah oksida besi (Fe2O3), yang mana jika kadar Fe2O3tersebut diatas 7,0 % maka badan keramik setelah dibakar suhu tinggi akan menampakkan warna coklat kemerahan sampai merah bata. Bahan pengotor (impurities) lainnya adalah titanium dioksida (TiO2) yang selalu ada didalam bahan lempung, dimana unsur TiO2 ini berfungsi sebagai “catalyst” atau mineralizer dan bisa juga mempengaruhi warna terhadap oksida-oksida logam lainnya.
Gambar 2 : Grafik difraktogram bodi keramik hias kode LN
Tabel 7. Sifat fisik ubin keramik dari limbah poles di bakar 1050oC
Sifat fisik Whiteness Penyerapan air,% Susut, % Kuat lentur, kg/cm2 Komp. 1 Komp. 2 Komp. 3 54,0 54,5 56,5 10,49 10,76 11,50 5,74 5,06 5,21 250 247 243 Sintering bodi keramik merupakan
suatu peristiwa pemadatan bahan keramik yang terjadi secara simultan dengan reaksi dan pelarutan bahan baku sehingga menghasilkan fase gelas dan fase kristal. Reaksi antara bahan pelebur felspar dengan kaolin diatas 1050 oC akan terwujud fase gelas dan kristal mullite berbentuk jarum (needle). Pada pembuatan keramik di sini bahwa pembakaran bodi keramik baik keramik hias maupun yang ubin keramik hanya dibakar pada suhu 1050 oC maka belum terbentuk suatu kristal mullite [Damle A, 2001].
Nilai kuat lentur (modulus of rupture) badan keramik yang diteliti belum mencapai kuat lentur badan keramik jenis porselen keras oleh karena ukuran kehalusan butir yang digunakan hanya sekitar 80 mesh. Semestinya khusus bahan baku kuarsa bahwa ukuran besar butir yang digunakan adalah sebanyak 45 – 50 % berat pada ukuran < 10 mikron yang fungsinya sebagai bahan pengisi (filler), sedangkan felspar sebagai bahan pelebur (flux) kehalusan besar butir yang dikehendaki berukuran diameter butir < 10 mikron (µm) sebanyak 50 – 55 % berat [Marquez JM, et al, 2008].
Produk bahan bangunan beton jenis bata ringan
Untuk mengetahui karakteristik produk bahan bangunan beton perlu dilakukan pembuatan benda uji ukuran (5 x 5 x 5) cm dengan kode komposisi A, B dan C (Tabel 8). Karakterisasi yang diamati terhadap benda uji tersebut sifat penyerapan air, density dan kuat tekan. Adapun nilai penyerapan air dan density benda uji produk bahan bangunan beton tercantum dalam Tabel 8.
Prototipe produk bahan bangunan beton dengan kode B merupakan komposisi terbaik karena nilai penyerapan airnya paling rendah. Dari nilai density (berat per volume), produk bahan bangunan beton yang diteliti termasuk jenis bata beton ringan karena nilai density benda uji tersebut dibawah 1,0 g/mL [Popov SR, et al, 2003; Subari dkk, 2010]. Berdasarkan nilai kuat tekan terhadap benda uji bata beton ringan seperti tercantum pada Tabel 9, menunjukkan bahwa makin lama umur perawatan (curing) nilai kuat tekannya memperlihatkan semakin besar, oleh karena jumlah air yang ditambahkan kedalam massa adonan kering atau disebut juga dengan faktor air semen (water cement
ratio) dapat bereaksi dengan massa adonan
dan akan membentuk air hidrat, air gel yang mengisi pori-pori gel, air kapiler yang mengisi pori-pori kapiler dan air bebas. Air kapiler ini akan melanjutkan reaksi hidrasi sehingga bahan bangunan beton tersebut
kekuatannya makin lama akan semakin kuat. Terkecuali yang percobaan penelitian kode komposisi C (1bagian semen portland
: 6 bagian agregat) pada umur perawatan
21 hari nilai kuat tekannya lebih rendah dari pada yang umur 14 hari. Hal ini disebabkan karena benda uji berupa kubus berdimensi (5 x 5 x 5) cm pada bagian permukaannya memperlihatkan ada sedikit bagian yang retak dan kurang padat.
Tabel 8. Penyerapan air dan density benda uji bahan bangunan beton
Kode Komposisi Penyerapan air, % Density, g/mL A B C 24,60 23,47 25,08 0,94 0,87 0,90
Tabel 9. Kuat tekan benda uji bahan bangunan beton Satuan : MPa
Kode Komposisi Curing (7 hari) Curing (14 hari) Curing (21 hari) A B C 12,94 14,10 12,86 16,60 17,50 17,54 19,72 19,98 15,86
Berdasarkan data hasil uji kuat tekan yang diperoleh (Tabel 9), komposisi yang terbaik adalah kode B (1bagian semen portland : 5bagian agregat) oleh karena memiliki nilai penyerapan air dan density paling rendah serta kuat tekan pada umur perawatan (curing) 7 hari, 14 hari dan 21 hari nilainya paling besar. Selanjutnya dari percobaan komposisi terbaik tersebut dibuat suatu produk bahan bangunan beton jenis bata ringan diperlihatkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Produk bata ringan
KESIMPULAN
Bahan limbah poles dari hasil pemolesan ubin keramik granito (granito tiles atau porcelain tiles) PT. Kimliong Keramik Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran untuk pembuatan produk keramik konvensional (keramik hias dan ubin keramik) dan bahan bangunan beton jenis bata ringan. Dalam pembuatan produk keramik hias, bahan limbah poles masih harus dicampur dengan lempung
dengan perbandingan komposisi
campurannya adalah bahan limbah poles ubin keramik granito 50 % berat dan lempung 50 % berat. Untuk pembuatan ubin keramik digunakan limbah poles ubin keramik granito 30-40 %, lempung Belitung sebesar 50 % dan felspar Banjarnegara sekitar 10-20 % berat. Bahan bangunan beton yang dibuat dari bahan limbah poles termasuk jenis bata beton ringan dengan nilai density lebih kecil dari 1,0 g/mL, yang mana bahan limbah poles tersebut dicampur dengan arang tempurung kelapa sawit (berfungsi sebagai agregat), dan ditambahkan bahan pengikat (binder) jenis
semen portland pada perbandingan
komposisi (1 bagian semen portland : 4 bagian agregat) s/d (1 bagian semen portland : 6 bagian agregat).
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan terwujudnya makalah yang berjudul “Pemanfaatan limbah poles ubin keramik granito untuk produk keramik konvensional dan bahan bangunan beton”, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada General Manager PT. Kimliong Keramik Indonesia yang telah memberi sampel bahan limbah tersebut sebanyak ± 50 kg, dan juga tenaga staf bagian
Research and Development yang telah
membantu dalam kegiatan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Carty,WM.2004, Whitewares and Material, Ceramic Engineering and Science Proceedings,Volume 25, Issue 2 Despotovic S, Babic D, Filipovic L,2006
Mineralogical changes in Zorka yellow lempung as a function of firing
temperature Interceram, Volume 55 No 4, hal. 46-52
Damle A, 2001.Utilization of waste materials in brick making, Tile and Brick International, Volume 17 No.5, hal. 31-36
Djambazov SP, Yoleva AP,Malinov OK 2009. Red firing ceramic bodies for clinker tiles and bricks,Tile& Brick International Manual, p 8-10
Hutchings IM, Xu Y, Sanchez E, Ibanez MJ, Quereda MF 2006; Optimisation of the polishing process for porcelain ceramic tiles, International Ceramics Journal, p 63-68.
Hutchings IM, Adachi K, Xu Y,Sanchez E, Quereda MF 2005; Analysis and Laboratory Simulation of an Industrial polishing process for Porcelain ceramic tiles, Journal Ceramic Society, No. 25, p 124-132.
Hosten C, Cimilli H, 2009. The effects of feed size distribution on confined bed comminution of quartz and calcite, International Journal of Mineral Processing, Vol. 91, p 81-87
Koenig CJ, 1966. Influenze of particle size distribution on the properties of nepheline syenite, Journal of theAmerican Ceramic Society, p 93-102
Lasco, 2009. Calcium silicate bricks the environment friendly building material, Ceramic Forum International DKG 86 No.1
Mishulovich A, Evanko JL 2003. Ceramic tiles from high carbon fly ash, international Ash Utilization Symposium, Center for Applied Energy Research, University of Kentucky, paper #18
Marquez JM, Rincon J.Ma, Romero M,2008 Effect of firing temperature on sintering of porcelain stoneware tiles, Ceramics International, Volume 34, p 1867-1873
Popov SR, Kostic-Pulek AB, Djinovic JM, 2003. The possibilities 0f flyash and
FGD gypsum utilization in
manufacturing products, Tile and Brick International No.6, Volume19. 83-87 Subari dkk, 2010. Pembuatan komposit bata
ringan dengan agregat arang
tempurung kelapa sawit
menggunakan sistem perekat semen epoxy, Laporan Teknis, Balai Besar
Keramik Bandung, BPKIMI,
Kementerian Perindustrian.
Subari dan Abdul Rachman, 2008, Pembuatan bata beton ringan untuk diterapkan di IKM bahan bangunan, Jurnal Bahan Galian Industri, Volume 12 Nomor 33, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batu-bara Bandung. Hal 10-16.