• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen pemupukan merupakan suatu metode pemupukan yang sistematis dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Perencanaan pemupukan dimulai dari pengambilan sampel daun untuk mengetahui status hara, hingga permintaan pupuk oleh kebun kepada departemen purchasing hingga pupuk masuk ke dalam gudang penyimpanan. Organisasi dalam pekerjaan pemupukan ditujukan agar setiap karyawan maupun supervisi mengerti dengan jelas mengenai tugasnya masing-masing. Pelaksanaan pemupukan merupakan aplikasi dari semua yang telah direncanakan sebelumnya. Pengawasan dilakukan saat pemupukan berlangsung maupun setelah pemupukan berlangsung.

Pengorganisasian Pemupukan

Pada sistem BMS terdapat 2 mandoran pupuk dimana setiap harinya kedua mandoran tersebut akan memupuk di blok yang sama sehingga pekerjaan pemupukan akan selesai berurutan dari satu blok ke blok lainnya dalam satu divisi. Limbong (2011) menyatakan dalam Gambar 13 bahwa pada sistem pemupukan BMS di Gunung Sari Estate karyawan penabur pupuk berjalan di pasar pinggul hingga tembus ke collection road berikutnya dan masuk ke pasar pikul dalam blok selanjutnya juga hingga tembus ke collection road. Berikutnya karyawan penabur akan pindah ke pasar pikul di sampingnya. Gambar 11 menyajikan sistem penaburan BMS menurut Limbong, 2011 dan Gambar 14 menyajikan sistem penaburan BMS di PSE

Gambar 13. Cara Kerja Pemupukan Blok Manuring System di Gunung Sari Estate (Limbong, 2011).

Gambar 14. Cara Kerja Pemupukan Blok Manuring System di Pinang Sebatang Estate.

Sistem kerja BMS di PSE berbeda dengan GSE. Karyawan penabur pupuk hanya menaburkan pupuk sampai pasar tengah lalu kembali ke collection road

yang sama dan masuk ke pasar pikul di blok sebelahnya. Jika dihitung jarak yang ditempuh seorang penabur pupuk di GSE maka didapatkan hasil dalam 603 m maka penabur dapat menabur 128 pokok sedangkan pada PSE seorang penabur harus menempuh jarak sejauh 1 062 m untuk dapat menabur 128 pokok. Sistem penaburan pupuk BMS di PSE dapat digolongkan tidak efisien karena seorang penabur harus mengeluarkan tenaga lebih banyak dibandingkan karyawan penabur pupuk di GSE.

Kegiatan pengambilan pupuk di gudang juga mempengaruhi efisiensi pelaksanaan pemupukan. Kegiatan pengambilan pupuk di PSE harus mendapat persetujuan dari Kepala Gudang. Kepala Gudang bertugas memastikan jumlah pupuk yang dimuat dari gudang ke lapangan. Pupuk yang dimuat merupakan pupuk yang sudah diuntil. Proses pengambilan pupuk dari gudang ke lahan harus didampingi oleh keamanan kebun. Proses pengambilan pupuk tergolong terlambat karena karyawan baru mulai muat pupuk ke dump truck pada pukul 07.00. Proses muat pupuk membutuhkan waktu sekitar 40 menit sehingga pupuk baru sampai di lapangan pada pukul 08.00. Hal ini mengakibatkan proses pemupukan tergolong lambat. Karyawan penabur harus menunggu di lapangan hingga pukul 08.00. Efisiensi waktu dapat ditingkatkan jika Kepala Gudang dan tenaga muat pupuk

mulai bekerja pada pukul 06.00 ketika karyawan penabur antrian pagi sehingga ketika karyawan penabur tiba di lapangan pupuk telah diecer.

Efektivitas Pemupukan

Pemupukan merupakan hal yang sangat penting bagi tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pemupukan mencapai ±60% dari seluruh total biaya operasional kebun. Biaya yang tinggi maka harus diikuti dengan cara pemupukan yang baik.

Strategi pemupukan kelapa sawit yang baik harus mengacu pada konsep efektivitas dan efisiensi yang maksimum. Strategi pemupukan yang baik terletak pada aspek perencanaan dan pelaksanaan pemupukan yang sesuai dengan anjuran rekomendator. Rencana kerja yang terarah (Pemupukan diselesaikan blok per blok) dan pelaksanaan pemupukan yang baik sesuai dosis anjuran (semua pokok mendapat pupuk secara merata), serta pengawasan yang baik (terutama di daerah rendahan dan berbukit) (Pahan, 2006).

Pemupukan yang efektif dan efisien selalu mengacu pada konsep empat tepat (4 T) yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu aplikasi (Poeloengan et al., 2003). Sedangkan untuk memperbaiki kondisi lahan dapat dilakukan melalui aplikasi bahan organik seperti limbah pabrik kelapa sawit (PKS).

Tepat Jenis. Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan jenis pupuk antara lain : umur tanaman, gejala defisiensi hara, kondisi lahan dan harga pupuk (Poeloengan et al., 2003). Minamas Research Center

(MRC) merekomendasikan jenis pupuk yang digunakan di Pinang Sebatang

Estate pada tahun 2011 – 2012 adalah Urea, Rock Phospate, MOP, Dolomite, Kieserite, dan HGFB. Pada tahun 2009 – 2011 pupuk majemuk NK Blend sempat dianjurkan oleh MRC untuk digunakan di PSE, namun penggunaan NK Blend mengindikasikan efektifitas pemupukan yang menurun sehingga pada tahun 2011

– 2012 penggunaan jenis pupuk dikembalikan ke pupuk tunggal yaitu Urea dan MOP.

Ketidakefisienan penggunaan pupuk majemuk NK Blend di kebun PSE didasarkan pada beberapa hal berikut ini : transportasi pupuk, harga pupuk,

ketersediaan tenaga kerja. Transportasi pupuk ke kebun PSE tidaklah sulit karena dari kota Pekanbaru hanya sekitar 2 hingga 3 jam berbeda dengan kebun di Kalimantan yang membutuhkan waktu sekitar 9 jam untuk dapat masuk ke kebun dengan akses jalan yang relatif lebih sulit. Harga pupuk majemuk NK Blend lebih mahal daripada 2 pupuk tunggal yaitu Urea dan MOP. Tenaga kerja perempuan untuk penabur pupuk tidaklah sulit berbeda dengan kebun di Kalimantan yang sulit mencari tenaga kerja. Berdasarkan hal tersebut MRC menilai penggunaan pupuk tunggal lebih sesuai di PSE jika dikaji dari segi ekonomis.

Menurut Poeloengan et al (2003) biaya produksi menjadi bagian terbesar dalam biaya pemeliharaan tanaman kelapa sawit. Bersamaan dengan peningkatan kebutuhan pupuk pada perkebunan kelapa sawit menyebabkan beredarnya pupuk- pupuk yang kualitasnya di bawah standar. Salah satu langkah yang dilakukan kebun PSE adalah melakukan quality control terhadap pupuk yang baru datang di gudang dengan pengambilan sample pupuk untuk diuji di MRC kandungan unsur hara aktual dalam pupuk tersebut. Namun demikian hasil check sample pupuk baru akan diketahui minimal 2 minggu setelah analisa di lab MRC sedangkan pupuk yang datang segera diaplikasi pupuk, hal ini menjadikan hasil uji lab kurang bermanfaat karena hanya sebagai evaluasi dan bahan untuk mengajukan

complain terhadap pihak distributor pupuk namun pengaplikasian pupuk di bawah standar belum dapat dicegah.

Tepat Dosis. Prinsip utama dalam aplikasi/penaburan pupuk di perkebunan kelapa sawit adalah bahwa setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah direkomendasikan oleh Minamas Research Center

(MRC) untuk mencapai produktifitas tanaman yang menjadi tujuan akhir dari bisnis perkebunan. Dosis rekomendasi diberikan ke kebun PSE pada bulan Mei atau 2 bulan sebelum awal semester ganjil sehingga kebun dapat mengajukan pupuk yang akan di aplikasi kepada bagian Purchasing Minamas.

Pinang Sebatang Estate memiliki areal dengan topografi berbukit sehingga digunakan sistem until pupuk untuk menjaga agar aplikasi pupuk tetap dosis. Sistem untilan pupuk adalah suatu sistem dimana pupuk dalam satu karung dengan berat 50 kg dibagi ke beberapa karung dengan bobot yang disesuaikan

dengan jumlah pokok yang akan di aplikasi dan dosis aplikasi contoh perhitungannya adalah sebagai berikut :

Divisi : IV

Blok : B011 (Tahun Tanam 1994 = 65.980 ha = 9 052 pokok)

Pupuk Urea : 18 104 kg = 362.08 sak Dosis : 2 kg/pokok

Bobot satu until : 14 kg

Jumlah untilan : 18 104/14 = 1 293

Penulis melakukan pengamatan terhadap tepat dosis di kebun PSE. Penulis melakukan pengamatan pada 4 orang pemupuk pada satu blok dan dilakukan pada 3 blok untuk pupuk MOP dan 2 blok untuk pupuk Urea. Pengamatan penulis terkait tepat dosis pada pupuk MOP dan Urea disajikan pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6. Pengamatan Tepat Dosis Pupuk MOP

Blok Tahun Tanam Jenis Pupuk Dosis (kg/pokok) Berat Untilan (kg) Penabur ke- Rata-rata jumlah pokok/until Persen Ketepatan Dosis D011, 1994 MOP 1.5 14 I 9 103.7% D010 1.5 14 II 8.5 109.8% 1.5 14 III 9 103.7% 1.5 14 IV 9 103.7% A008, 1994 MOP 1.5 14 I 9 103.7% A009 1.5 14 II 9 103.7% 1.5 14 III 9 103.7% 1.5 14 IV 9 103.7% D005 1997 MOP 1.5 14 I 8 116.7% 1.5 14 II 9 103.7% 1.5 14 III 9 103.7% 1.5 14 IV 7 133.3% Rata-rata 107.8%

Sumber : Data pengamatan penulis, 2012

Berdasarkan data pengamatan tepat dosis tersebut didapatkan hasil bahwa rata-rata persentase ketepatan dosis aplikasi pada pupuk MOP adalah 107.8%, hal tersebut terjadi karena takaran untilan pupuk MOP tidak disesuaikan dengan dosis rekomendasi dan jumlah pokok dalam satu pasar namun terpaku pada sistem untilan 14 kg. Dosis rekomendasi pupuk MOP adalah 1.5 kg, sedangkan satu untilan berisi 14 kg untuk 9 pokok sehingga terdapat lebih pupuk 0.5 kg pada

setiap until pupuk MOP. Pupuk lebih 0.5 kg setiap untilnya seharusnya dapat dihindari dengan menyesuaikan bobot untilan dengan dosis rekomendasi dan jumlah pokok yang akan diaplikasi untuk satu untilan. Kelebihan dosis sebesar 7.8% berpengaruh dengan biaya yang harus dikeluarkan oleh PSE. Berdasarkan perhitungan penulis dengan harga pupuk MOP non subsidi sebesar Rp 7 500,- maka PSE akan mengalami kerugian sebesar Rp 97 200 000,- untuk satu divisi.

Divisi : IV

Luas : 864 ha

Kelebihan Dosis : 7.8%

Harga Pupuk MOP : Rp 7 500,- / kg Jumlah Pokok per ha : 131 pokok/ha Dosis Pupuk MOP : 1.5 kg/pokok

Kelebihan Pupuk : 7.8% x 1.5 kg/pokok = 117 g/pokok

Kelebihan Pupuk per ha : 117 g/pokok x 131 pokok/ha = 15 327 g/ha = 15 kg/ha Total Kelebihan Pupuk Divisi IV PSE : 15 kg/ha x 864 ha = 12 960 kg

Total Kerugian PSE untuk Satu Divisi : 12 960 kg x Rp 7 500,- /kg = Rp 97 200 000,-

Pada Tabel 7 terlihat bahwa ketepatan dosis rata-rata aplikasi pupuk urea mencapai angka 97.6%, hal tersebut terjadi karena takaran untilan yang digunakan tetap mengacu pada 14 kg sehingga dengan dosis aplikasi 1 kg urea dan dalam satu pasar terdapat jumlah pokok 32 pokok sedangkan untilan yang diecer di setiap pasar sebanyak 2 until maka total hanya 28 kg dan hanya cukup untuk 28 pokok. Pada pengamtan penulis di blok yang lain takaran untilan sudah direvisi mengacu pada jumlah pokok pada setiap pasar sehingga bobot untilan menjadi 16 kg hal ini terbukti mempu meningkatkan tepat dosis dapat mencapai 100%. Jika dibandingkan antara kebutuhan pupuk per pasar dengan total pupuk yang tersedia di pasar maka jumlah pupuk yang tersedia di pasar pikul tidak tepat dengan kebutuhan pupuk per pasar. Tabel 8 menyajikan kebutuhan pupuk dan jumlah pupuk yang tersedia per pasar.

Tabel 7. Pengamatan Tepat Dosis Pupuk Urea Blok Tahun Tanam Jenis Pupuk Dosis (kg/pokok) Berat Untilan Penabur ke- Rata-rata Jumlah Persen Ketepatan D011 1994 Urea 1 14 I 14 100% 1 14 II 15 93.3% 1 14 III 14 100% 1 14 IV 16 87.5% B008 1994 Urea 1 16 I 16 100% 1 16 II 16 100% 1 16 III 16 100% 1 16 IV 16 100% Rata-rata 97.6%

Sumber : Data pengamatan penulis, 2012

Pada Tabel 8 terlihat bahwa pada bobot untilan 14 kg pada pupuk MOP total pupuk yang terdapat di setiap pasar tidak tepat sesuai dengan kebutuhan pupuk per pasar. Bobot untilan 16 kg lebih sesuai antara total pupuk per pasar dengan kebutuhan pupuk per pasar. Pemupukan di PSE sudah tergolong tepat dosis hanya perlu diadakan penyesuaian takaran untilan untuk pemupukan yang lebih efisien.

Tabel 8. Perbandingan Kebutuhan Pupuk dan Jumlah Pupuk Tersedia per Pasar dengan Bobot Untilan yang Berbeda

Jenis Pupuk Dosis (kg/pokok) Bobot Untilan (kg) Rata-rata Jumlah Pokok Hingga Pasar Tengah Jumlah Untilan per Pasar Total Untilan per Pasar Kebutuhan Pupuk (kg) MOP 1.5 14 32 3 sampai 4 42 - 56 48 MOP 1.5 16 32 3 48 48 Urea 1 14 32 2 28 32 Urea 1 16 32 2 32 32

Sumber : Data pengamatan penulis, 2012

Tepat Cara. Menurut Poeloengan et al. (2003) pemupukan manual di perkebunan kelapa sawit umumnya dilakukan menggunakan 2 cara yaitu cara tabor dan cara benam (pocket). Pemupukan di kebun PSE dilakukan dengan cara tebar. Pupuk wajib disebar merata di pinggir pelepah mati yang disusun secara

“U” shape. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kehilangan pupuk akibat aliran air hujan (run off). Pupuk yang terkena aliran air hujan akan tertahan di bawah pelepah mati sehingga pupuk tersebut tetap dapat diserap oleh tanaman.

Berdasarkan pengamatan penulis maka Asisten Divisi IV PSE memberikan kesempatan kepada penulis untuk memberikan pengarahan kepada

pemupuk tentang cara pemupukan yang tepat. Penulis menjelaskan kepada pemupuk bahwa pupuk harus disebar secara merata hingga ke belakang pokok kelapa sawit agar pupuk tidak menumpuk di satu titik yang mengakibatkan peluang kehilangan pupuk semakin besar karena akar yang menyerap pupuk hanya ada di satu titik sedangkan akar aktif tersebar merata mengelilingi pokok kelapa sawit. Pupuk juga harus menyentuh tanah agar akar dapat menyerap unsur hara yang disediakan pupuk bukan diatas pelepah mati. Pupuk yang terletak diatas pelepah mati hanya akan hilang karena menguap terutama pupuk yang memiliki sifat higroskopis seperti urea.

Berdasarkan pengamatan penulis, terjadi perubahan prestasi kerja antara sebelum dan setelah penulis memberikan pengarahan mengenai cara penaburan yang benar. Tabel 9 menyajikan perubahan prestasi kerja karyawan pada saat sebelum dan setelah pengarahan penaburan pupuk oleh penulis.

Tabel 9. Pengamatan Prestasi Kerja Sebelum dan Setelah Pengarahan Penulis

Setelah atau Sebelum

Pengarahan oleh Penulis Blok

Jenis Pupuk Prestasi Kerja Karyawan Premi Karyawan (Rp/hari)

Sebelum (15 Februari 2012) D005 MOP 602 kg 15 500

Sebelum (14 Maret 2012) D011, D010 MOP 610 kg 15 500

Sebelum (16 Maret 2012) A008, A009 MOP 606 kg 15 500

Sebelum (15 April 2012) B011, B012 Urea 600 kg 15 500

Sebelum (25 April 2012) C012, D012, D013 Urea 608 kg 15 500

Setelah (26 April 2012) B009, B010 Urea 455 kg 4 500

Setelah (27 April 2012) B008, B009 Urea 217 kg 0

Setelah (27 April 2012) A013 Urea 350 kg 0

Setelah (09 Mei 2012) A012, A010 Urea 451 kg 4 500

Sumber : Data pengamatan penulis, 2012

Pada Tabel 9 terlihat perbedaan prestasi kerja sebelum dan setelah penulis memberi pengarahan dimana sebelum penulis memberi pengarahan prestasi kerja penabur selalu di atas 600 kg atau premi maksimum dalam pemupukan. Setelah pengarahan penaburan pupuk oleh penulis prestasi kerja menjadi menurun karena penabur yang tadinya hanya menaburkan pupuk dar samping kiri dan kanan pokok sekarang wajib menabur mengelilingi pokok. Penaburan pupuk menjadi lebih merata namun premi karyawan penabur menjadi turun.

Tepat Waktu. Waktu dan frekuensi pemupukan ditentukan oleh iklim (terutama curah hujan), sifat fisik tanah, pengadaan pupuk, serta adanya sifat

sinergis dan antagonis antar unsur hara (Pahan, 2006). Pada Tabel 11 terlihat untuk pupuk MOP dan RP pada realisasinya di semester pertama tidak dipupuk hal ini dapat terjadi karena pada bulan Oktober hingga Desember 2011 mengalami curah hujan yang tinggi. Data curah hujan di semester pertama hingga bulan Januari dapat dilihat dari Tabel 10.

Tabel 10. Curah Hujan Juli 2011 – Januari 2012

Bulan Curah Hujan

(mm) Juli 102 Agustus 145 September 216 Oktober 290 November 232 Desember 242 Januari 116

Sumber : Data Pinang Sebatang Estate, 2012

Pemupukan MOP dilakukan 2 kali pada semester 2 hal ini akan merugikan karena kebutuhan hara pada semester 2 hanya 1.25 kg per pokok jika ditambah lagi 1.5 kg per pokok di semester 2 maka pokok sawit juga tidak mampu menyerap unsur hara. Unsur hara hanya akan menghilang tercuci ataupun menghilang karena penguapan.

Menurut Pahan (2006) untuk menjamin waktu pemupukan yang tepat, sebaiknya dilakukan pembelian secara kontrak dengan stok minimal untuk penaburan 1 bulan. Sistem pemasaran pupuk di Indonesia terdiri dari 4 lini, yaitu produsen (Urea, TSP, ZA) dan importer (TSP, MOP), unit pemasaran PUSRI (tingkat provinsi), distributor (tingkat kabupaten), serta instansi pemerintah dan PT atau KUD (tingkat desa). Para petani akan lebih diprioritaskan terlebih dahulu oleh PUSRI baru kemudian pihak perkebunan. Tabel 11 menyajikan waktu rekomendasi pemupukan, kedatangan pupuk serta aktualisasi pemupukan di lapangan sedangkan rekapitulasi program pemupukan tahun 2005-2011 di PSE disajikan pada Lampiran 6.

Pada Tabel 11 terlihat bahwa kedatangan pupuk sebagian besar sudah datang sebelum bulan aplikasi rekomendasi. Namun, pada pupuk MOP yang direkomendasikan untuk aplikasi pada bulan Oktober hingga November tidak dapat terlaksana sesuai jadwal. Hal tersebut dapat terjadi salah satunya karena kedatangan pupuk MOP terlambat hingga bulan Desember.

Tabel 11. Waktu Kedatangan Pupuk, Waktu Aplikasi Rekomendasi serta Realisasi Pemupukan Jenis Pupuk Aplikasi Waktu Kedatangan Pupuk Waktu Aplikasi Rekomendasi Waktu Realisasi Pemupukan Dosis (kg) Urea Pertama Juni - Juli September – Oktober Juli – Agustus 1

Kedua Januari-Februari Maret – April April – Mei 1 RP Pertama Juli - Agustus Oktober – November Agustus – September 1

Kedua - -

MOP Pertama Juni, Juli dan Desember Oktober – November Februari – Maret 1.5

Kedua Februari - Maret Maret – April 1.25

Dolomite Pertama Juli - Agustus Agustus Agustus 1.8

Kedua - - -

Kieserite Pertama Juni Agustus Juli – Agustus 1.75

Kedua - - -

HGFB Pertama Juli Juli Juli – Januari 0.1

Kedua - - -

Sumber : Data Pinang Sebatang Estate, 2012

Defisiensi Unsur Hara Tanaman

Penulis mengamati defisiensi unsur hara Pinang Sebatang Estate secara visual bersamaan dengan pengambilan sample LSU. Tabel 12 menyajikan hasil pengamatan penulis mengenai defisiensi unsur hara di Divisi IV PSE.

Tabel 12. Pengamatan Visual Defisiensi Hara

Ulangan Ʃ Pokok diamati Ʃ Pokok Sehat Ʃ Pokok Sakit Defisiensi Hara N K P Mg B 1 260 220 4 3 15 0 14 2 260 207 5 7 20 0 21 3 384 222 10 6 20 7 104 15 Total 904 649 19 16 55 7 104 50 Persentase 71.79% 2.10% 1.77% 6.08% 0.77% 11.50% 5.53%

Sumber : Data pengamatan penulis, 2012

Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa pokok di Divisi IV PSE 71.79% merupakan tanaman sehat yang memiliki kecukupan unsur hara. Pada ulangan ke- 3 penulis mengambil data di blok C26 Divisi IV PSE dimana blok tersebut berbatasan langsung dengan Sungai Pingai sehingga setengah dari blok tersebut merupakan areal rendahan atau rawa yang menyebabkan tanaman kerdil karena tergenang dan anak daun menguning akibat kekurangan unsur Mg. Defisiensi hara yang paling banyak terdapat di Divisi IV PSE adalah defisiensi hara K dan B.

Defisiensi hara B dapat terlihat dari anak daun yang keriput, daun muda menbengkok dan berwarna kecoklatan. Defisiensi unsur hara K dapat terlihat dari bagian tepi anak daun mengering (Pahan, 2006).

Aplikasi Pupuk Organik

Penulis melakukan pengamatan terhadap beberapa blok yang telah di aplikasi pupuk organik. Penulis mengamati hubungan antara dosis pupuk anorganik pada lahan yang tidak di aplikasi janjang kosong dan total produksi blok yang diberi aplikasi janjang kosong berbanding dengan blok yang tidak diaplikasi. Jika dilihat dari Tabel 13 dosis aplikasi pupuk anorganik di lahan yang telah diaplikasi janjang kosong maupun yang tidak diaplikasi tidak berbeda hal ini dikarenakan MRC masih tetap mengacu kepada hasil analisis LSU dalam penetapan dosis rekomendasi. Pengaplikasian janjang kosong merupakan upaya meningkatkan unsur hara yang memerlukan biaya untuk pengaplikasiannya. Pengaplikasian janjang kosong yang tidak diikuti penurunan dosis rekomendasi menyebabkan biaya pemeliharaan di setiap Estate menjadi lebih tinggi.

Pada blok yang telah diaplikasi janjang kosong total produksi ton per ha di atas rata-rata. Pada blok C011 dan C012 yang sudah di aplikasi sekitar 21% dan 45% produksinya total ton per ha pada blok tersebut mencapai 21.84 dan 21.63 ton per ha sedangkan rata-rata produksi per blok hanya berkisar 18 ton per ha. Blok B013 dan C013 merupakan areal yang sebagian blok nya merupakan rendahan. Blok C013 telah diaplikasi janjang kosong hingga 100% dengan total produksi mencapai rata-rata total produksi blok yaitu 17.95 ton/ha sedangkan blok B013 tidak diaplikasi janjang kosong sehingga produksi blok hanya 15.48 ton/ha. Hal ini dapat terjadi karena unsur hara K merupakan unsur hara yang paling banyak terkandung di dalam janjang kosong dan paling cepat terurai yang berfungsi untuk meningkatkan jumlah dan ukuran tandan.

Tabel 13. Dosis Pupuk, Total Aplikasi Janjang Kosong, Total Produksi Blok / (TT) Jumlah Pokok / (Luas (ha)) Aplikasi ke

Dosis (kg/ pokok) Aplikasi

Janjang Kosong (jumlah pokok)

Total Produksi (ton/ha) Urea RP MOP Dolomite Kieserite HGFB

B011 9 052 1 1 1 1.5 - 1.75 0.1 17.98 1994 65.980 2 1 - 1.25 - - - B012 7 715 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 20.94 1994 59.090 2 1 - 1.25 - - - B013 7 124 1 1 1 1.5 - 1.75 0.1 15.48 1994 57.050 2 1 1.25 - - - C008 9 057 1 - - - - 16.88 1994 69.051 2 - - - - C009 9 718 1 - - - - 17.55 1994 70.670 2 - - - - C010 6 322 1 - - - - 18.97 1994 48.819 2 - - - - C010 1 947 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 1994 14.981 2 1 - 1.25 - - - C011 6 673 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 1 458.25 21.84 1994 50.220 2 1 - 1.25 - - - C012 8 438 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 3 807.92 21.63 1994 64.100 2 1 - 1.25 - - - C013 7 866 1 1 1 1.5 - 1.75 0.1 7 874.96 17.95 1994 60.220 2 1 - 1.25 - - - D009 10 299 1 - - - 16.27 1994 81.325 2 - - - -

Tabel 13. Dosis Pupuk, Total Aplikasi Janjang Kosong, Total Produksi (Lanjutan) Blok / (TT) Jumlah Pokok / (Luas (ha)) Aplikasi ke

Dosis (kg/ pokok) Aplikasi

Janjang Kosong (jumlah pokok)

Total Produksi (ton/ha) Urea RP MOP Dolomite Kieserite HGFB

D010 7 516 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 18.06 1994 59.230 2 1 - 1.25 - - - D011 7 438 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 459.8 14.05 1994 57.670 2 1 - 1.25 - - - D012 5 815 1 1 1 1.5 1.25 - 0.12 542.04 18.56 1994 43.410 2 1 - 1.25 - - - D013 3 869 1 1 1 1.5 1.25 - 0.1 15.88 1994 32.140 2 1 - 1.25 - - -

Sumber : Data Pinang Sebatang Estate dan Pengamatan Penulis, 2012 Keterangan : 1) Periode Aplikasi Pemupukan Juli 2011 - Juni 2012

2) Periode Panen Juli 2011 - Maret 2012 3) Aplikasi Janjang Kosong hingga Maret 2012

Kesimpulan

Manajemen pemupukan di Pinang Sebatang Estate sudah tergolong baik. Perencanaan hingga pengawasan sudah berjalan sesuai SOP yang ada. Efektifitas pemupukan tidak terlepas dari konsep 4 T (tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu). Pemupukan MOP di PSE kelebihan dosis sebesar 7.8% dan pada pupuk urea kekurangan dosis sebesar 2.4% menunjukkan pemupukan sudah tergolong tepat dosis namun kesesuaian untilan pupuk dengan jumlah pokok harus lebih diperhatikan.

Pemupukan di PSE masih belum memenuhi kriteria tepat waktu dimana pada semester 2 pemupukan MOP dilakukan dua kali karena pupuk MOP semester 1 belum diaplikasi. Kriteria tepat waktu menjadi penting karena terkait dengan efisiensi dan efektifitas pemupukan. Pemupukan dua kali dalam satu semester tidak efektif karena kebutuhan pupuk MOP pokok sawit pada satu semester hanya sekitar 1.5 kg. Pupuk hanya akan hilang karena tercuci sehingga pemupukan tidak efektif dan tidak efisien dari segi biaya.

Janjang kosong di PSE sudah diaplikasikan di beberapa blok. Meningkatnya sumber unsur hara pada setiap pokok belum diikuti dengan penurunan dosis rekomendasi sehingga biaya pemeliharaan bertambah tinggi.

Saran

Untilan pupuk disesuaikan dengan dosis dan jumlah pokok per pasar sehingga jumlah untilan yang diecer tepat untuk satu pasar. Cara kerja pemupukan dibuat lebih efisien sehingga penabur tidak menghabiskan banyak tenaga untuk berjalan menuju pasar berikutnya. Aplikasi janjang kosong diharapkan menjadi salah satu kriteria yang dilihat dalam penentuan dosis rekomendasi.

Dokumen terkait