• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Pendahuluan Komposisi Kimia Rumput Kebar

Hasil analisis komposisi kimia yang terkandung dalam rumput Kebar antara lain protein kasar, serat kasar, lemak kasar, Beta-N, mineral-mineral dan vitamin-vitamin. Komposisi kimia rumput Kebar tertera pada Tabel 2. Toelihere (1985) menyatakan bahwa banyak faktor prenatal yang mempengaruhi kualitas anak yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut antara lain hereditas, besar dan umur induk, nutrisi, perkembangan embrio dalam endometrium sebelum implantasi, jumlah anak dalam satu induk, posisi fetus dalam kornua uteri dan ukuran plasenta.

Tabel 2 Komposisi kimia rumput Kebar (Biophytumpetersianum Klotzsch)

Bahan penyusun Jumlah (%)

Bahan Kering 89.06 Abu 12.76 Protein Kasar 7.35 Serat Kasar 35.85 Lemak Kasar 0.72 Beta-N 32.38 Calsium (Ca) 1.52 Phospor (P) 0.60 NaCl 0.09 Vitamin A (IU) 199.30 Vitamin E (IU) 13.27

Berdasarkan komposisi gizi dan asam amino yang terdapat pada rumput Kebar diketahui bahwa kandungan zat-zat makanan yang tersedia sangat dibutuhkan untuk pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir anak mencit putih. Hasil analisis komposisi kimia yang terdapat pada rumput Kebar terlihat bahwa rumput Kebar mengandung hampir semua kebutuhan nutrien untuk aktivitas produksi dan reproduksi pada mencit putih betina dewasa. Pemberian ekstrak rumput Kebar memberikan tambahan nutrien berdasarkan dosis yang dicobakan dalam penelitian ini. Rata-rata tambahan nutrien yang diperoleh dari ekstrak rumput Kebar adalah 0.045 mg/g bobot badan, 0.090 mg/g bobot badan dan 0.135 mg/g bobot badan masing-masing untuk dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 dibandingkan mencit yang tanpa pemberian ekstrak rumput Kebar (kontrol).

22

Selain itu, pada protein rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) juga mengandung asam-asam amino yang sangat dibutuhkan untuk aktivitas reproduksi dan produksi. Komposisi asam amino rumput Kebar tertera pada Tabel 3. Lehninger (1994) menyatakan bahwa nutrisi dipergunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, kebutuhan hidup pokok dan aktivitas reproduksi. Kebutuhan nutrisi berbeda untuk masing-masing aktivitas. Pada semua hewan atau ternak yang sedang tumbuh, bunting atau menyusui membutuhkan lebih banyak nutrien dibandingkan dengan hewan atau ternak yang tidak berada dalam fase tersebut. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahan dasar makanan mencit bervariasi. Kebutuhan dasar untuk mencit adalah protein 20-25%; lemak 10-12%, pati 45-55%, serat kasar 4% atau kurang; dan harus berisi vitamin A 15.000 – 20.000 IU/kg, asam linoleat 5 – 10 g/kg; tiamin 15-10 mg/kg. Untuk mencit dewasa rata-rata kebutuhan makanannya 3 – 5 gram ekor/hari dan bertambah jika mencit dalam keadaan bunting atau menyusui.

Tabel 3 Komposisi asam amino rumput Kebar (Biophytumpetersianum Klotzsch)

Jenis asam amino Jumlah (%)

Asam Aspartat 0.255 Asam Glutamat 0.230 Serin 0.198 Glisin 0.123 Histidin 0.345 Arginin 0.310 Treonin 0.220 Alanin 0.115 Prolin 0.345 Tirosin 0.316 Valin 0.252 Metionin 0.287 Sistin 0.254 Iso-leusin 0.237 Leusin 0.298 Fenil-alanin 0.360 Lysin 0.259

Pada penelitian ini, kandungan bahan makanan yang diberikan sesuai dengan standar untuk mencit dewasa. Hasil analisis komposisi nutrien pada rumput Kebar menunjukkan bahwa terdapat kandungan vitamin A dan vitamin E masing-masing 199.30 dan 13.00 mg/100 ml IU (Tabel 2). Pemberian ekstrak rumput Kebar melalui cekokan berarti memberikan tambahan nilai vitamin A dan

23

vitamin E pada mencit setiap hari berdasarkan dosis yang dicobakan. Menurut Besenfelder et al. (1996) suplementasi beta-karoten (provitamin A) pada pakan akan meningkatkan litter size pada tikus.

Jumlah dan Berat Molekul Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput Kebar memiliki 4 jenis protein dengan Berat Molekul (BM) masing-masing 14648.731, 17556.583, 49730.176, dan 52033.136 dalton. Berdasarkan hasil analisis elektroforesis, ternyata rumput Kebar memiliki 2 jenis protein yang BM-nya hampir sama dengan BM hormon Pregnant Mare Serum Gonadothropin (PMSG), yaitu pada BM 17556.583 dan 52033.136 dalton. Telah diketahui bahwa PMSG mengandung FSH dan LH. Partodihardjo (1992)menyatakan bahwa FSH dan LH memiliki BM yang berkisar antara 30000 sampai 67000 dalton.

Terdapat perbedaan BM FSH dan LH pada spesies yang berbeda termasuk tumbuhan. Pada babi BM FSH adalah 29000 dalton, pada domba 67000 dalton (Partodihardjo, 1992), sedangkan pada manusia menurut Atterwil dan Flack (1992) BM FSH adalah 34000. Menurut Ball (1971) dalam Crosignam dan James (1974), pada manusia BM FSH 31000, pada sapi 28300 dan babi 32095 dalton. Selanjutnya BM LH menurut Crosignam dan James (1974) pada manusia adalah 26750 dalton, babi 27400, 30000 dalton pada manusia (Partodihardjo, 1992), pada domba 32000 dalton. Berdasarkan BM antara FSH dan LH terlihat bahwa BM FSH cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan BM LH pada beberapa spesies yang telah dilaporkan.

Uji Biologis pada Mencit Afkir

Hasil uji biologis pengaruh ekstrak rumput Kebar pada mencit putih betina afkir (umur > 1.5 tahun) tertera pada Tabel 4.

24

Ulangan Sebelum Selama Sebelum Sesudah

1 4 3 3 2 2 5 4 3 1 3 5 4 3 0 4 5 4 3 1 5 5 4 3 2 6 5 4 3 0 Total 29 23 18 6 Rataan 4.83 3.83 3.00 1.00 1 5 4 3 7 2 5 4 3 7 3 4 3 3 11 4 4 3 3 7 5 5 4 3 7 6 5 4 3 11 Total 28 22 18 50 Rataan 4.67 3.67 3.00 8.33

Diberikan ekstrak rumput Kebar selama 16 hari Diberikan ekstrak rumput Kebar selama 5 hari

Siklus estrus (hari) Jumlah anak (ekor)

Tabel 4 Data siklus estrus dan jumlah anak mencit afkir

Berdasarkan data pada Tabel 4 terlihat bahwa, pemberian ekstrak rumput Kebar selama 5 hari pada mencit afkir mampu memperpendek rata-rata siklus estrus dari 4.83 menjadi 3.83 hari, namun tidak mampu meningkatkan jumlah anak yang lebih banyak (rata-rata 1 ekor), sedangkan pemberian ekstrak rumput Kebar selama 16 hari selain memperpendek rata-rata siklus estrus dari 4.67 menjadi 3.67 hari juga mampu meningkatkan rata-rata jumlah anak yang dihasilkan dari 3 ekor menjadi 8.33 ekor.

Kondisi ini diduga disebabkan pada mencit afkir kemampuan untuk memproduksi asam-asam amino dan zat-zat makanan untuk kebutuhan produksi dan reproduksi mengalami penurunan sehingga diperlukan tambahan zat-zat gizi yang berasal dari luar tubuh. Pemberian esktrak rumput Kebar mampu menyuplai kebutuhan gizi untuk produksi dan aktivitas reproduksi, sehingga mencit afkir dapat meningkatkan rata-rata kualitas produksi dan reproduksinya. Sekalipun demikian suplai zat-zat gizi dibutuhkan dalam waktu yang relatif lebih lama sehingga kebutuhan gizi yang diperlukan tersedia dalam jumlah yang cukup.

Hasil analisis komposisi zat-zat makanan yang terdapat pada ekstrak rumput kebar mengandung zat-zat gizi khususnya asam-asam amino yang

25

sangat dibutuhkan untuk produksi dan reproduksi sehingga mampu dalam menjaga proses perkembangan embrio sampai lahir.

Penelitian Utama Siklus dan Lama Estrus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dosis 1 (D1) , dosis 2 (D2), dosis 3 (D3) memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap siklus estrus dan lama estrus mencit putih betina (Mus musculus albinus).

Pemberian ekstrak rumput Kebar D1, D2 dan D3, nyata (P<0.05) memperpendek rata-rata lama estrus masing-masing 4.00 ± 0.00 hari dibandingkan kontrol dengan lama estrus rata-rata 5 hari. Pada parameter panjang estrus, perlakuan D2, dan D3 nyata (P<0.05) memperpanjang lama estrus rata-rata 63.60 ± 9.88 jam dan 63.60 ± 5.80 jam dibandingkan D1 dan kontrol dengan masing-masing panjang estrus 52.80 ± 6.20 jam dan 33.60 ± 9.47 jam (Tabel 5).

Berdasarkan data pada Tabel 5 terlihat bahwa perlakuan D1, D2 dan D3 mampu memperpendek rata-rata siklus estrus dari 4.70 – 4.80 hari sebelum perlakuan menjadi rata-rata 4 hari selama perlakuan, sedangkan pada mencit putih yang tidak diberikan esktrak rumput Kebar tidak terjadi perubhan rata-rata siklus estrus yaitu 4.6 hari. Selanjutnya pada parameter lama estrus perlakuan D1, D2 dan D3 pemberian ekstrak rumput Kebar mampu menambah lama estrus selama perlakuan dibandingkan dengan sebelum perlakuan. Selanjutnya terlihat bahwa peningkatan dosis akan meningkatkan rata-rata lama estrus.

Tabel 5 Rata-rata siklus dan lama estrus

Parameter Perlakuan

Siklus estrus (hari) Lama estrus (jam)

Sebelum Selama Sebelum Selama

Kontrol 4.60± 0.52 a 4.60 ± 0.52a 31.2 ± 4.37 a 33.60 ± 9.47c

0.045 mg/bb 4.70± 0.48 a 4.00 ± 0.00b 31.2 ± 5.51 a 52.80 ± 6.20b

0.090 mg/bb 4.70± 0.48 a 4.00 ± 0.00b 32.4 ± 5.80 a 63.60 ± 9.88a

0.135 mg/bb 4.80± 0.42 a 4.00 ± 0.00b 33.6 ± 6.45 a 63.60 ± 5.80a

Keterangan : a,b,c,= huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisis statistik lampiran 1.

Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan rata-rata siklus estrus dan lama estrus pada mencit laboratorium masing-masing 4-5 hari dan 12-14 jam.

26

Pada penelitian ini terlihat bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar D1, D2 dan D3 mampu memperpendek rata-rata siklus estrus namun masih berada dalam kisaran normal siklus estrus mencit. Sekalipun demikian, perlakuan D1, D2 dan D3 mampu memperpanjang lama estrus dibandingkan dengan tanpa pemberian ekstrak rumput Kebar (kontrol).

Menurut Toelihere (1985), siklus estrus dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase

proestrus, estrus, metestrus dan diestrus. Fase proestrus adalah fase sebelum

estrus yaitu periode dimana folikel de Graaf bertumbuh di bawah pengaruh FSH dan menghasilkan sejumlah estradiol yang makin bertambah. Fase ini sering disebut sebagai fase folikuler. Fase estrus ditandai dengan keinginan kawin dan penerimaan pejantan oleh hewan betina untuk berkopulasi. Pada fase ini folikel de Graaf membesar dan menjadi matang. Fase ini estradiol yang berasal dari folikel de Graaf yang matang, akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi betina. Dalam selang waktu siklus estrus akan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan dan pematangan folikel serta menghasilkan sejumlah estradiol dari ovarium yang distimulasi oleh FSH. Folikel yang telah matang akan distimulasi oleh LH dan akan terjadi ovulasi. Folikel yang tidak terovulasi akan mengalami atresia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput Kebar memiliki protein dengan Berat Molekul (BM) yang sama dengan BM hormon Pregnant Mare Serum Gonadothropin (PMSG). Solomon (1988) menyatakan bahwa PMSG adalah hormon yang mempunyai bioaktifitas mirip FSH dan LH. Selanjutnya dikatakan bahwa hormon ini punya peran fisiologis untuk merangsang pembentukan folikel, sel-sel interstitial serta terbentuknya sel-sel luteal. Hogan et al (1986) menyatakan bahwa PMSG menyebabkan sel folikel berproliferasi dan kemudian folikel tersebut tumbuh didalam ovarium sehingga semakin bertambah jumlahnya dan selanjutnya mengalami pematangan. Liu dan Hseuh (1987), Canipari (1994) dan Mattioli (1994) menyatakan bahwa PMSG secara in vitro dapat mengoptimalisasikan stimulasi sel-sel kumulus untuk mensekresikan Progesteron, Estradiol dan Prostaglandin dengan kadar yang relatif cukup tinggi dan dapat berperan dalam proses suplai nutrisi yang dibutuhkan oleh embrio. Pasaribu dan Indyastuti (2004) yang melaporkan bahwa pemberian ekstrak rumput Kebar dapat meningkatkan kadar 17 ß-estradiol dalam darah mencit putih. Selanjutnya dilaporkan oleh Wajo (2005) bahwa pemberian ekstrak

27

rumput Kebar akan perkembangan folikel ayam buras, karena diduga

mengandung saponin yang merupakan bahan dasar untuk sintesis hormon-hormon steroid.

Steroid dalam darah akan menyebabkan sel-sel granulosa menjadi sensitif terhadap gonadotropin dan menstimulas proliferasi dan diferensiasi sel-sel granulosa. Kondisi tersebut akan mempengaruhi aksis hiphothalamus-pituitaria menyebabkan kenaikan konsentrasi LH dan meningkatkan frekuensi pelepasan sampai mencapai puncak (Indrasari, 2003).

Fase estrus dipengaruhi mekanisme hormonal yaitu berhubungan antara hormon-hormon hipotalamus-hipofisis (GnRH, LH, FSH), hormon-hormon ovarial (estradiol dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin). Telah dilaporkan oleh beberapa peneliti sebelumnya bahwa pada saat estrus konsentrasi estrogen meningkat sesuai dengan pertumbuhan folikel de Graaf, dan selanjutnya di bawah pengaruh serta peran LH yang disekresikan dari hipofisis anterior terjadilah ovulasi dan selanjutnya terjadi pembentukan corpus luteum (CL). Pada waktu CL telah mencapai ukuran maksimal dan fungsional akan terjadi peningkatan konsentrasi progesteron.

Telah diketahui bahwa semakin lama estrus semakin besar kesempatan jumlah sel telur yang diovulasikan. Menurut Hafez (1987) makin tinggi angka ovulasi, makin besar peluang fertilisasi yang akan terjadi sehingga lebih banyak embrio yang dihasilkan. Pada penelitian ini diduga ekstrak rumput Kebar mampu meningkatkan jumlah hormon estradiol sehingga merangsang peningkatan hormon estrogen yang berfungsi menginduksi ovulasi.

Menurut Manalu dan Sumaryadi (1995), estradiol, progesteron serta faktor pertumbuhan lain merupakan perangsang pertumbuhan jaringan uterus untuk mempersiapkan perubahan biokimia uterus sebelum implantasi. Pada penelitian ini terlihat kecenderungan peningkatan dosis ekstrak rumput Kebar akan meningkatkan rata-rata lama estrus.

Telah diketahui, makin panjang lama estrus akan memberikan peluang lebih besar kepada hewan untuk ovulasi. Dengan demikian, pemberian ekstrak rumput Kebar pada D1 (0.045 mg/g bobot badan), D2 (0.09 mg/g bobot badan) dan D3 (0.135 mg/g bobot badan), mampu meningkatkan rata-rata lama estrus pada mencit putih betina.

28

Jumlah Embrio

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dosis 1 (D1) , dosis 2 (D2), dosis 3 (D3) memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap perkembangan embrio mencit putih betina (Mus musculus albinus).

Rata-rata jumlah embrio (total embrio) yang dihasilkan pada perlakuan dosis 3 (rata-rata 11.14 ± 1.68 embrio) nyata lebih banyak dibandingkan dosis 1,

dosis 2 dan kontrol (P<0.05) (masing-masing 8.57 ± 1.81, 8.86 ± 1.21 dan 8.14 ± 6.94 embrio). Hal ini didukung oleh kualitas embrio yaitu jumlah embrio

yang mampu berkembang mencapai tahap morula sampai blastosis pada perlakuan 2 dan 3 (masing-masing 8.71 ± 1.11 dan 10.86 ± 1.68 embrio) nyata

lebih banyak (P<0.05) dibandingkan dengan pada perlakuan dosis 1 dan kontrol (masing-masing 7.14 ± 3.53 dan 5.43 ± 2.30) (Tabel 6).

Tabel 6 Rata-rata jumlah embrio

Parameter

Perlakuan Embrio 2-4

sel

Morula- blastosis

Sel telur yang tidak

terbuahi-Degenerasi Total

Kontrol 1.57 ± 2.07a 5.43 ± 2.30c 1.14 ± 1.21a 7.00 ± 2.00b

0.045 mg/bb 0.29 ± 0.76ab 7.14 ± 3.53bc 1.14 ± 2.19a 7.43 ± 2.88b

0.090 mg/bb 0.14 ± 0.48b 8.71 ± 1.11ab 0.00 ± 0.00a 8.86 ± 1.21b

0.135 mg/bb 0.29 ± 0.76ab 10.86 ± 1.68a 0.00 ± 0.00a 11.14 ± 1.68a

Keterangan : a = huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisis statistik lampiran 2.

Data pada Tabel 6 menunjukkan rata-rata jumlah embrio (total embrio) yang dihasilkan pada dosis 3 (11.14 ± 1.68 embrio) nyata lebih banyak dibandingkan dosis 1, dosis 2 dan kontrol (P<0.05) (masing-masing 7.43 ± 2.88, 8.86 ± 1.21dan 7.00 ± 2.00 embrio). Hal ini didukung oleh kualitas embrio yaitu jumlah embrio yang mampu berkembang mencapai tahap blastosis pada dosis 2 dan 3 (masing-masing 8.71 ± 1.11 dan 10.86 ± 31.68 embrio) nyata lebih banyak (P<0.05) dibandingkan dengan dosis 1 dan kontrol (masing-masing 7.14 ± 3.53 dan 5.43 ± 2.30).

Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar embrio yang diperoleh pada hari keempat telah berada pada tahap morula-blastosis. Hal ini sesuai dengan pendapat Pincus (1965), yang menyatakan bahwa pada hari

29

keempat embrio tikus berada pada tahap morula dan pada hari 4.5 berada pada tahap blastosis.

Menurut Brinster (1973) cairan reproduksi betina (in vivo) ditandai dengan tingginya konsentrasi asam amino, dimana oosit dan embrio mempunyai suatu perbedaan asam amino endogenous yang menunjukkan bahwa asam amino mempunyai fungsi biologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak rumput Kebar mempunyai 17 asam amino. Pemberian ekstrak rumput Kebar mampu menyediakan asam amino yang dibutuhkan untuk perkembangan embrio. Pada kelinci, sistin, triptopan, fenilalanin, lisin, arginin dan valin esensial untuk pembelahan embrio. Diduga kondisi ini berlaku juga pada pembelahan embrio mencit putih. Asam amino akan mengurangi hambatan perkembangan embrio untuk mencapai perkembangan selanjutnya (Eriani, 1998). Berdasarkan hasil penelitian diduga komposisi asam amino akan dimanfaatkan secara optimal untuk perkembangan embrio mencit putih.

Selain itu pemberian esktrak rumput Kebar juga menyediakan nutrien yang dibutuhkan mencit untuk perkembangan embrional. Selain kandungan asam amino, ekstrak rumput Kebar juga mengandung vitamin A dan vitamin E. Pada perlakuan penelitian dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 terlihat adanya peningkatan suplementasi vitamin A dan vitamin E. Menurut Parakkasi (1988), vitamin A berperan dalam menjaga keutuhan lapisan epitel dan jaringan reproduksi hewan, dan vitamin E juga diduga turut berperan dalam menjaga pertumbuhan embrio mencit putih, dimana salah satu fungsi vitamin E adalah menjaga pertumbuhan embrio dari fase awal sampai lahir.

Vitamin E telah diketahui berfungsi sebagai antioksidan (Earl et al, 1997; Gadea et al, 2000), yang tidak dapat diadur ular dalam sel termasuk sel embrio sehingga dibutuhkan penambahan dari luar termasuk pakan dan air minum. Dengan demikian pemberian ekstrak rumput Kebar mampu menyuplai kebutuhan vitamin E, sehingga rata-rata kualitas embrio mencit putih dapat ditingkatkan. Hardjopranjoto (1995) menyatakan kekurangan vitamin E pada tikus betina dapat menyebabkan kematian fetus dan penyerapan kembali fetus awal oleh dinding uterus. Dengan demikian esktrak rumput Kebar memberikan sumbangan bagi perkembangan embrio sampai lahir.

30

Pertambahan Bobot Badan Induk, Jumlah Anak sekelahiran dan Bobot Lahir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak rumput Kebar (Biophytum petersianum Klotzsch) dosis 1 (D1) , dosis 2 (D2), dosis 3 (D3) memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan induk, jumlah anak sekelahiran (littes size) dan bobot lahir anak mencit putih

(Mus musculus albinus).

Pada parameter pertambahan bobot induk mencit terlihat bahwa perlakuan D1 menghasilkan rata-rata pbb induk lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan D2, D3 dan kontrol, masing-masing 0.40 ± 0.03, 0.35 ± 0.04, 0.31 ± 0.02 dan0.26 ± 0.02 gram/ekor/hari. Selanjutnya pada parameter liter size terlihat bahwa peningkatan dosis esktrak rumput Kebar semakin meningkatkan rata-rata liter size berturut-

turut untuk D1, D2, D3 dibandingkan dengan kontrol adalah 10.80 ± 0.79,

11.70 ± 0.67, 12.90 ± 0.99 dan 8.40 ± 1.70. Untuk parameter berat lahir anak, perlakuan D2 dan D3 (1.77 ± 0.11 dan 1.69 ± 0.10) nyata (P<0.05) menghasilkan berat lahir anak dibandingkan D1 dan kontrol, masing-masing 1.47 ± 0.07 dan 1.46 ± 0.11 gram/ekor.

Tabel 7 menjelaskan rata-rata pertambahan bobot induk, liter size dan berat lahir anak mencit putih putih yang diberikan esktrak rumput Kebar dosis 1, dosis 2, dosis 3 dan kontrol.

Tabel 7 Rata-rata pertambahan bobot badan induk, litter size dan berat lahir anak Parameter Perlakuan Pbb Induk (g/ekor/hari) Litter Size (ekor) Berat lahir (gram/ekor/hari) Kontrol 0.26 ± 0.02d 8.40 ± 1.70d 1.46 ± 0.11b 0.045 mg/bb 0.40 ± 0.03a 10.80 ± 0.79c 1.47 ± 0.07b 0.090 mg/bb 0.35 ± 0.04b 11.70 ± 0.67b 1.77 ± 0.11a 0.135 mg/bb 0.31 ± 0.02c 12.90 ± 0.99a 1.69 ± 0.10a

Keterangan : a = huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Analisis statistik lampiran 3.

Toelihere (1985) menyatakan bahwa faktor prenatal yang mempengaruhi kualitas anak yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut antara lain hereditas, besar dan umur induk, nutrisi, perkembangan embrio dalam endometrium sebelum

31

implantasi, jumlah anak dalam satu induk, posisi fetus dalam kornua uteri dan ukuran plasenta.

Berdasarkan komposisi gizi dan asam amino yang terdapat pada rumput Kebar diketahui bahwa kandungan zat-zat makanan yang tersedia sangat dibutuhkan untuk pertambahan bobot badan induk dan bobot lahir anak mencit putih betina. Berdasarkan hasil analisis komposisi kimia yang terdapat pada rumput Kebar terlihat bahwa rumput Kebar mengandung hampir semua kebutuhan nutrien untuk aktivitas produksi dan reproduksi pada mencit putih betina dewasa.

Lehninger (1994) menyatakan bahwa nutrisi dipergunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, kebutuhan hidup pokok dan aktivitas reproduksi. Kebutuhan nutrisi berbeda untuk masing-masing aktivitas. Pada semua hewan atau ternak yang sedang tumbuh, bunting atau menyusui membutuhkan lebih banyak nutrien dibandingkan dengan hewan atau ternak yang tidak berada dalam fase tersebut. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahan dasar makanan mencit bervariasi. Kebutuhan dasar untuk mencit adalah protein 20-25%; lemak 10-12%, pati 45-55%, serat kasar 4% atau kurang; dan harus berisi vitamin A (15.000 – 20.000 IU/kg), asam linoleat 5 – 10 g/kg; tiamin (15-10 mg/kg). Untuk mencit dewasa rata-rata kebutuhan makanannya 3 – 5 gram ekor/hari dan bertambah jika mencit dalam keadaan bunting atau menyusui.

Pada penelitian ini, kandungan bahan makanan yang diberikan sesuai dengan standar untuk mencit dewasa. Hasil analisis komposisi nutrien pada rumput Kebar menunjukkan bahwa terdapat kandungan vitamin A dan vitamin E masing-masing 199.30 dan 13.00 mg/100 ml IU (Tabel 1). Pemberian ekstrak rumput Kebar melalui cekokan berarti memberikan tambahan nilai vitamin A dan vitamin E pada mencit setiap hari berdasarkan dosis yang dicobakan.

Pemberian ekstrak rumput Kebar memberikan tambahan nutrien berdasarkan dosis yang dicobakan dalam penelitian ini. Rata-rata tambahan nutrien yang diperoleh dari ekstrak rumput Kebar adalah 0.045 mg/g bobot badan, 0.090 mg/g bobot badan dan 0.135 mg/g bobot badan masing-masing untuk dosis 1, dosis 2 dan dosis 3 dibandingkan mencit yang tanpa pemberian ekstrak rumput Kebar (kontrol).

Pada pertambahan bobot induk mencit terlihat bahwa perlakuan D1 menghasilkan rata-rata pbb induk nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan D2,

32

D3 dan kontrol. Hal ini disebabkan peningkatan dosis esktrak rumput Kebar akan meningkatkan rata-rata kandungan serat kasar yang dikonsumsi oleh mencit. Diduga peningkatan kandungan serat kasar pakan akan menghambat pertambahan bobot badan mencit putih betina.

Hal ini disebabkan karena serat adalah bagian dari makanan yang tidak dapat tercerna secara enzimatis. Menurut Linder (1992) serat yang kaya selulosa merangsang pemindahan bahan makanan dalam dan melalui saluran pencernaan sehingga lambung cepat kosong. Dengan demikian, kesempatan penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih kecil dan terjadi penurunan penyerapan unsur mikro dari zat-zat makanan yang terdapat dalam ekstrak rumput Kebar.

Selanjutnya pada litter size terlihat bahwa peningkatan dosis esktrak rumput Kebar semakin meningkatkan rata-rata litter size berturut-turut untuk D1, D2, D3 dibandingkan dengan kontrol. Rata-rata litter size yang diperoleh dalam penelitian ini (D3) lebih tinggi dibandingkan yang dilaporkan Rosa (2004) berkisar antara 8.22 – 10.18 ekor/induk, Jaenuddin (2002) rata-rata 10.13 ekor/induk. Hal ini dapat dipahami, karena setiap peningkatan dosis ekstrak rumput kebar semakin meningkatkan rata-rata tambahan nutrien pada induk mencit. Kon dan Cowie (1961) dalam Rosa (2004) menyatakan bahwa litter size sangat bergantung pada umur dan ukuran tubuh induk, sedangkan nutrisi induk akan menentukan ukuran bobot lahir anak mencit putih. Menurut Mystkowska (1980) jumlah anak sekelahiran (Litter size) berhubungan erat dengan bobot lahir anak. Jumlah anak sekelahiran yang lebih banyak umumnya menyebabkan bobot lahir

anak yang lebih kecil. Menurut Besenfelder et al. (1996) suplementasi beta-karoten (provitamin A) pada pakan akan meningkatkan litter size pada tikus.

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa perlakuan dosis 3 menghasilkan jumlah anak lebih banyak namun rata-rata bobot anak lebih kecil 12.90 ± 0.99 ekor dan 1.69 ± 0.10 g/ekor dibandingkan perlakuan dosis 2 dengan 11.70 ± 0.67 anak dan 1.77 ± 0.11 g/ekor bobot lahir anak. Telah diketahui bahwa pertumbuhan fetal tergantung pada pasokan makanan dan kemampuan fetus menggunakan pakan. Terdapat hubungan yang erat antara pasokan makanan dan perkembangan fetus. Hafez dan Hafez (2000) menyatakan bahwa faktor lingkungan, nutrisi induk, litter size, ukuran plasenta dan tekanan iklim akan mempengaruhi terhadap bobot lahir anak.

33

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan D2 menghasilkan rata-rata bobot lahir anak lebih tinggi dibandingkan perlakuan D3 (P>0.05) dan nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan D1 dan kontrol (P<0.05). Hasil yang diperoleh pada perlakuan D2 dan D3 lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan Smith dan Mengkoewdijojo (1988) yang menyatakan bahwa bobot lahir anak mencit putih berkisar antara 0.5 – 1 g/ekor, Fox et al. (1984) yang melaporkan bobot lahir anak mencit putih berkisar antara 1.0 – 1.5 g/ekor dan Rosa (2004) yang melaporkan bobot lahir anak mencit putih berkisar antara 1.47 – 1.51 g/ekor.

McDonals et al. (1988) menyatakan bahwa malnutrisi pada induk akan menyebabkan kurang terpenuhinya nutrisi fetus sehingga dapat mengurangi bobot lahir anak. Selain itu, jumlah anak yang lebih banyak menghasilkan rata- rata bobot lahir yang lebih rendah, karena terjadinya persaingan dalam memanfaatkan nutrisi yang berasal dari induk. Pada jumlah anak yang lebih besar nutrisi anak akan terbagi menjadi lebih banyak dibandingkan jumlah anak

Dokumen terkait