• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini menghasilkan 6 sampel membran seperti yang dicantumkan pada Tabel 1 (halaman 6).

Menggunakan XRD

Analisis XRD digumakan untuk mengetahui struktur sampel. Data yang diperoleh dari analisis XRD berupa grafik hubungan antara sudut difraksi sinar-X pada sampel dengan intensitas sinar yang dipantulkan oleh sampel. Berdasarkan hasil XRD kelima sampel menunjukkan sifat

amorf. Pada Gambar 7 (halaman 7) sampel A, B, C bersifat amorf ditandai puncak yang lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50

, untuk sampel B 18,050, dan untuk sampel C 17,240. Sampel A memiliki intensitas yang tinggi menandakan bahwa sampel A mememiliki struktur yang lebih teratur walaupun masih dikatakan bersifat amorf, sampel B dan C miliki intensitas yang hampir sama. Dari hasil XRD pada variasi konsentrasi dapat dilihat bahwa sampel A memiliki hasil yang optimum karena memiliki nilai intensitas yang tinggi. Sonikasi pada cairan memiliki berbagai parameter seperti frekuensi, tekanan,

temperatur, viskositas, dan konsentrasi. Semakin meningkatnya konsentrasi maka meningkat pula nilai viskositas, ketika gelombang ultrasonik merambat pada fluida terjadi siklus rapatan dan regangan, semakin lama waktu sonikasi maka semakin besar energi yang diberikan sehingga mampu menyamaratakan energi yang diterima di seluruh bagian larutan dan mampu menghasilkan ukuran partikel semakin homogen. Pada Gambar 8 (halaman 7) sampel A, A2, A3 bersifat amorf ditandai puncak yang lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50, untuk sampel A2 17,320, dan untuk sampel A3 18,20. Pada sampel A2 memiliki nilai intensitas yang tinggi kemudian sampel A dan yang paling rendah sampel A1. Hal ini menandakan adanya batasan optimum pada variasi waktu sonikasi, pada peningkatan waktu sonikasi 1 jam intensitas menurun dan pada waktu sonikasi 3 jam intensitas naik tetapi masih dibawah waktu sonikasi 0,5 jam. Secara teori semakin lama waktu sonikasi maka semakin besar energi yang diberikan di seluruh larutan sehingga menghasilkan ukuran partikel semakin homogen, struktur atom penyusunnya mengalami perubahan dengan semakin lamanya waktu sonikasi maka energi yang diberikan gelombang ultrasonik semakin besar sehingga menghasilkan perubahan suhu yang besar dan pendinginan yang singkat. Pada suhu yang meningkat atom-atom bergerak secara acak dan penurunan suhu yang singkat menyebabkan atom yang bergerak tidak memiliki waktu yang cukup untuk menata ulang atom-atom keposisi semula. tetapi untuk waktu 0,5 jam memiliki struktur yang lebih teratur dengan melihat nilai intensitas yang tinggi. Dapat pula dilihat pada nilai fluks pada waktu sonikasi 0,5 jam memiliki nilai yang tinggi lalu di ikuti waktu sonikasi 3 jam dan 1 jam. Dari hasil fluks dapat dilihat bahwa struktur pada waktu sonikasi 0,5 jam lebih teratur artinya waktu sonikasi 0,5 jam merupakan waktu yang optimum pada konsentrasi 10%.

Gambar 7. Pola XRD : hubungan intensitas terhadap sudut 2Ө

untuk konsentrasi polisulfon 10%, 12%, 15%

Gambar 8. Pola XRD : hubungan intensitas terhadap sudut 2Ө

untuk waktu sonikasi 0,5 jam, 1 jam, 3jam

Menggunakan SEM

Hasil SEM, pada Gambar 12, terlihat Hasil investigasi morfologi semua sampel menggunakan SEM ditunjukkan pada Gambar 9 dan Gambar 10 (halaman 8), dapat dilihat perbedaan morfologi pada permukaan membran dengan variasi konsentrasi. Pada sampel A, B, C dapat dilihat penampang melintang perbesaran 500 kali. Pada Gambar 9 penampang melintang sampel A lebih rapat, pada sampel B terlihat mulai renggang dan pada sampel C terlihat lebih renggang. Semakin bertambah konsentrasi maka pori-pori pada penampang melintangnya semakin lebar sehingga jumlah pori-pori menjarinya semakin sedikit, perbedaan struktur penampang melintang terjadi karena laju difusi pelarut dan non pelarut. Semakin konsentrasi maka semakin menambah kekentalan suspensi larutan membran sehingga memperlambat laju difusi pertukaran pelarut dan non pelarut. Ukuran pori pada sampel A, B, C yaitu 1,4 µm, 1 µm, 1,8 µm dapat dilihat keseragaman ukuran pori pada sampel A, sedangkan pada sampel B ukuran pori yang tidak seragam dan pada sampel C hanya sedikit pori. Hal ini karena semakin meningkatnya konsentrasi DMAc yang menguap semakin sedikit sehingga menyebabkan ukuran penampang melintang yang lebar, renggang dan pori yang dihasilkan sedikit dan berukuran lebih besar.

Pada Gambar 10 sampel A1, A2, A3 terlihat semakin lama waktu sonikasi, ukuran pori menjarinya semakin melebar dan semakin berbentuk sponge. Ukuran pori sampel A1, A2, A3 1 µm, 2 µm, 2,5 µm. Berdasarkan hasil citra SEM, pada penampang melintang dapat dilihat bahwa bentuk membran yang dibuat dengan metode inversi fasa menghasilkan pori-pori asimetrik dengan bentuk menjari. 15% 10% 12% 0,5jam 3jam 1jam

8

Gambar 9. Morfologi penampang melintang membran A, B, C.

Gambar 10. Morfologi penampang melintang A1, A2, dan A3

Karakterisasi FTIR

Analisa kualitatif FTIR umumnya digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan gugus fungsi yang terdapat dalam suatu bahan. FTIR digunakan untuk mengidentifikasi kemunculan gugus sulfon. Berdasarkan kurva FTIR dari semua sampel yang dicocokkan dengan daftar pustaka pada Tabel 2, muncul gugus fungsi penyusun rantai polisulfon seperti gugus aromatik C=C, O=S=O, C-O-C pada bilangan gelombang yang sesuai literatur. Gambar 11 dapat dilihat gugus sulfon pada konsentrasi 10% yaitu bilangan gelombang 1304 cm-1, 1155 cm-1, dan 1098 cm-1. Pada konsentrasi 12 % diperoleh pergeseran gugus sulfon pada bilangan gelombang 1320 cm-1, 1294 cm-1, dan 1159 cm-1. Pada konsentrasi 15% diperoleh 1317 cm-1, 1153 cm-1, dan 1165 cm

-1

. Tabel 2 menunjukkan indentifikasi polisulfon dan turunan polisulfon tersulfonasi pada bilangan gelombang antara 1027-3600 cm-1. A B A1 C A2 A3

Tabel 2. Identifikasi polisulfon dan turunan tersulfonasi.12 Bilangan gelombang (cm-1) Identifikasi 3600 3200 O-H ulur 2980 2880

Ulur Asimetrik dan simetrik C-H termasuk gugus metil 1590

1485

Ulur Aromatic C═C 1412 Tekuk asimetrik C-H dari

gugus metil

1365 Tekuk simetrik C-H dari gugus metil

1325 1298

Ulur ganda asimetrik O=S=O dari gugus sulfon 1244 Ulur asimetrik C-O-C dari

gugus etil eter

1170 Ulur asimetrik O=S=O dari gugus tersulfonasi

1150 Ulur simetrik O=S=O dari gugus sulfon

1107 1092

Vibrasi cincin aromatic

1027 Ulur simetrik dari gugus tersulfonasi

Gambar 11, 12, 13, 14 menunjukkan pola absorbansi FTIR pada membran polisulfon.

10

Gambar 11. Pola FTIR hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm-1) pada konsentrasi polisulfon 10%

Gambar 12. Pola FTIR, hubunganabsorbansi dengan bilangan gelombang (cm-1) pada konsentrasi polisulfon 12% 4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 1.30 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.00 cm-1 A

Laboratory Test Result Membran Polisulfon 10 % 3959.92 3876.34 3836.15 3630.54 3531.16 3443.54 3386.09 3295.41 3062.95 2965.92 2594.00 2449.38 2371.79 2033.14 1907.02 1860.25 1640.83 1575.45 1489.71 1407.53 1304.49 1240.59 1155.42 1098.27 1014.74 846.02 696.02 558.92 4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 1.18 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4 3.6 3.8 4.0 4.2 4.4 4.6 4.8 5.0 5.2 5.50 cm-1 A

Laboratory Test Result Membran Polisulfon 12 % 3996.23 3972.60 3926.06 3917.40 3887.93 3872.18 3834.96 3815.44 3795.69 3761.77 3732.47 3689.16 3664.01 3654.78 3633.97 3617.57 3590.74 3578.25 3560.95 3529.38 3496.71 3482.00 3472.16 3455.06 3420.08 3394.41 3360.13 3337.62 3303.82 3272.92 3254.04 3214.88 3193.10 3122.28 3092.69 3078.25 3062.523041.60 3018.90 3008.80 2976.55 2952.11 2929.80 2920.57 2858.57 2827.55 2756.64 2675.05 2612.18 2593.22 2550.75 2505.66 2464.33 2410.00 2354.99 2281.51 2220.32 2082.54 2036.73 1966.23 1905.98 1758.35 1643.46 1584.43 1496.08 1404.40 1320.07 1294.57 1240.68 1159.94 1148.13 1105.58 1013.03 962.28 867.44 839.02 716.11 691.79 632.08 563.38 471.01

Gambar 13. Pola FTIR, hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm-1) pada konsentrasi polisulfon 15%

Gambar 14. Pola FTIR hubungan absorbansi dengan bilangan gelombang (cm-1) pada variasi waktu sonikasi 4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 0.36 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.50 cm-1 A

Laboratory Test Result Membran Polisulfon 15 % 3976.72 3956.31 3917.77 3887.05 3750.65 3732.40 3625.60 3577.65 3555.97 3494.01 3467.21 3394.57 3325.36 3277.74 3249.12 3208.33 3172.18 3101.38 3052.95 2966.99 2876.19 2592.55 2450.17 2082.36 2040.04 1906.01 1774.63 1644.95 1584.00 1489.44 1406.61 1365.71 1317.29 1297.21 1252.69 1241.54 1230.73 1165.62 1153.85 1105.62 1082.15 1013.14 963.21 837.64 715.97 692.29 631.99 563.34 468.06 4000.0 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 450.0 0.80 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.50 cm-1 A Poli 10 % 0.5 jam Poli 10 % 1 jam Poli 10 % 3 jam

12

Karakterisasi Fluks

Fluks air didefinisikan sebagai ukuran kecepatan suatu partikel yang melewati membran per satuan waktu dan luas permukaan. Nilai fluks merupakan penentuan karakter membran. Pada penelitian ini dilakukan uji fluks dengan menggunakan aquades sebagai larutan umpan. Pengujian fluks ini dilakukan pada tekanan tetap dan menggunakan sistem aliran dead-end. Pada Gambar 15 (halaman 12) menunjukkan fluks sampel A, B, dan C. fluks A lebih tinggi dibandingkan B dan C karena pori yang dihasilkan berukuran kecil dan lebih seragam yaitu memiliki ukuran pori 1-1,4 µm dan memiliki penampang melintang yang lebih rapat yaitu dapat meningkatkan permeabilitas dan selektivitas, konsentrasi yang semakin bertambah maka akan mengurangi nilai fluks. Faktor jumlah pori mempengaruhi jumlah nilai fluks, semakin bertambahnya konsentrasi maka akan semakin sedikit jumlah pori yang terbentuk.

Pada variasi waktu sonikasi terlihat grafik fluks pada Gambar 16 (halaman 28), nilai fluks tertinggi pada waktu sonikasi sampel A2, dilanjutkan dengan sampel A dan sampel A3. Pada sampel A2 memiliki struktur yang lebih teratur yaitu terlihat pada data XRD yang memiliki nilai intensitas tertinggi. Nilai fluks tinggi karena memiliki pori-pori besar dan nilai rejeksi yang rendah sehingga tidak dapat menahan banyak partikel, pada 30 detik pertama nilai fluks terus turun dan selanjutnya nilai fluksnya cenderung konstan. Penurunan nilai fluks ini menunjukkan adanya peristiwa fouling dalam proses filtrasi membran. Selain itu peristiwa fouling dapat terlihat dari perubahan karakteristik fisik membran, fouling terjadi akibat adanya akumulasi molekul-molekul pada permukaan membran dan sebagian terjebak kedalam pori-pori membran. Peristiwa fouling

mengakibatkan terhambatnya aliran feed yang melewati membran, jumlah permeabilitas yang dihasilkan semakin berkurang dengan bertambahnya waktu. Gambar 15 dan 16 menunjukkan nilai fluks membran polisulfon variasi konsentrasi dan variasi waktu.

Gambar 15. Hubungan fluks dengan waktu (sekon) pada konsentrasi polisulfon 10%, 12%, 15%

Gambar 16. Hubungan fluks dengan waktu (sekon) untuk waktu sonikasi 0 jam, 0,5 jam, 1 jam, dan 3 jam

KESIMPULAN

Membran polisulfon dibuat dengan metode inversi fasa dengan perlakuan sonikasi sebelum pencetakannya. Metode inversi fasa menghasilkan pori-pori asimetrik menjari pada penampang melintangnya.

Pola XRD dapat dilihat semua sampel menunjukkan sifat amorf. sampel A, B, C bersifat amorf ditandai puncak yang lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50

, untuk sampel B 18,050, dan untuk sampel C 17,240. Sampel A memiliki intensitas yang tinggi menandakan bahwa sampel A mememiliki struktur yang lebih teratur walaupun masih dikatakan bersifat amorf, sampel B dan C miliki intensitas yang hampir sama. Dari hasil XRD pada variasi konsentrasi dapat dilihat bahwa sampel A memiliki hasil yang optimum karena memiliki nilai intensitas yang tinggi. Sampel A, A2, dan A3 bersifat amorf ditandai puncak yang lemah pada sudut 2Ө untuk sampel A 18,50

, untuk sampel A2 17,320, dan untuk A3 18,20. Pada sampel A2 memiliki nilai intensitas yang tinggi kemudian sampel A dan yang paling rendah sampel A1. Hal ini menandakan adanya batasan optimum

Waktu ( detik) Waktu (detik)

pada variasi waktu sonikasi, pada peningkatan waktu sonikasi 1 jam intensitas menurun dan pada waktu sonikasi 3 jam intensitas naik tetapi masih dibawah waktu sonikasi 0,5 jam.

Pola FTIR menunjukkan adanya pergeseran gugus sulfon pada variasi konsentrasi dan variasi waktu sonikasi. Poliulfon pada konsentrasi 10% yaitu bilangan gelombang 1304 cm-1, 1155 cm-1, dan 1098 cm-1. Pada konsentrasi 12 % diperoleh pergeseran gugus sulfon pada bilangan gelombang 1320 cm-1, 1294 cm-1, dan1159 cm-1. Pada konsentrasi 15% diperoleh 1317 cm-1, 1153 cm-1, dan 1165 cm-1.

Hasil indentifikasi morfologi pada semua sampel menggunakan SEM dapat dilihat adanya perbedaan pori dan penampang melintang pada variasi konsentrasi dan variasi waktu sonikasi, penampang melintang sampel A lebih rapat, pada sampel B terlihat mulai renggang dan pada sampel C terlihat lebih renggang. Pada sampel A1, A2, A3 terlihat semakin lama waktu sonikasi, ukuran pori menjarinya semakin melebar dan semakin berbentuk sponge. Perlakuan sonikasi dapat membantu membuat ukuran pori lebih seragam.

Nilai fluks dapat dilihat semakin bertambahnya konsentrasi sampel A, B, dan C semakin mengurangi nilai fluks, fluks A lebih tinggi dibandingkan B dan C karena pori yang dihasilkan berukuran kecil dan lebih seragam dan semakin lama waktu sonikasi sampai batas tertentu dapat meningkatkan nilai fluks.

SARAN

Penelitian berikutnya diupayakan menggunakan alat yang telah dimodifikasi dalam proses pencetakan membran agar terbentuk membran yang lebih baik dari segi ketebalan dan bentuk. Perlu dilakukan modifikasi pelarut pada komposisi pembentukan membran sehingga mendapatkan rejeksi dan fluks yang tinggi terhadap aliran umpan. Variasi komposisi larutan bak koagulasi merupakan faktor penting untuk ditindak lanjuti, karena mempengaruhi struktur membran.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulder, M. 1996. Basic Principles of

Membrane Technology, Kluwer Academic Publisher, London.273

2. Scott, K. 1995 Handbook of Industrial Membranes : Membrane Materials, Preparation and Characterisation, Ed ke-1, Elsevier Advanced Technology

.

3. Huang, H. L, Yasuhisa, S. 2005 Filtration Characteristics of Polysulfone Membrane Filters, Journal Aerosol Science 11:1-11.

4. Kaeselev, B, Pieracci, J, Belfort, G. 2001.

Photoinduced Grafting of Ultrafiltration Membranes. Comparison of Polyether sulfone and Polysulfone, Journal of Membrane Science 19: 194.

5. Baker, R.W. 2004 Overview of Membrane Science and Technology, John Willey & Sons, New York.

6. Kesting, R.E. 1993. Synthetic Polymerric Membranes. A Structural Perspective, Ed ke-2. John Wiley & Sons, New York.

7. Madaeni, S.S, Rahimpour,A. 2005. Effect of Type of Solvent and Nonsolvent on Morphology and Performance of Polysulfone and Polyethersulfone Ultrafiltrasi Membranes for Milk Concentration, Polymr. Adv. Technol 16:717-724.

8. Kim, J.H, Ho Lee, K.H. 1997. Effect of PEG Additive on Membrane Formation by Phase Inversion.

J.Membr.Sci 138:153-163.

9. Pramono Edi. 2006. Pengaruh Perlakuan Tpermal Membran Polisulfon Pasca Pencetakan Terhadap Filtrasi Dekstran T-70[Skripsi]. Jurusan Kimia Institut Teknologi Bandung.

10. Piluharto, B., Sjaifullah, A, Maryanto. 2006. Pembuatan dan Kharakterisasi Membran Datar (Flat Membrane) Berbasis Polisulfon. Studi Pengaruh Prosentasi Polisulfon dalam komposisi membran, Laporan Kegiatan Hibah Pekerti, Lembaga Penelitian Universitas Jember, Jember.

14

11. Rosa, M.J, De Pinho, M.N. 1997.

Membrane Surface

Characterisation by Contact Angle Measurements Using the Immersed Method, J.Membr.Sci

131: 167-180.

12. Jacangelo, J.G, Buckley, C.A. 1996.

Water Treatment Membrane Procesess Ultrafiltration. McGraw Hill. New York.

13. Chakrabarty, B, Ghoshal, A.K., Purkait, M.K. 2008. Effect of Molecular Weight of PEG on Membrane Morphology and Transport Properties. J.Membr.Sci 309:209-221.

14. Tipler PA. 1990. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Ed ke-3. Prasetio Lea, Adi Rahmad W, penerjemah; Sutrisno Joko, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:

Physics for Scientists and Engineers. 3rd Ed.

15. Mason, T. J, Lominer J. P. 2002. Applied Sonochemistry: Uses of Power Ultrasound in Chemistry and Processing. Weinhem: WILEY. 16. Suslick, K. S. 1994. The chemistry of

Ultrasound from The Yearbook of Science and The Future. Encyclopedia Britanica: 138-155.

17. Cullity BD. 1956. Element of X-Ray Diffraction. Addison Wesley Publishing Company, Inc.

18. Gabriel BL. 1985. SEM: A user’s Manual for Materials Science. Ohio: Packer Engineering Associate, Inc.

16

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Dokumen terkait