• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Buah (Uji Organoleptik)

Komponen nutrisi yang dapat dijadikan salah satu standar kualitas buah jeruk adalah vitamin C (asam askorbat). Asam askorbat adalah antioksidan yang amat

8. Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap Buah (Uji Organoleptik)

Pengamatan dilakukan dengan memberikan lembar kuisioner pada 10 panelis untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan konsumen terhadap rasa buah. Skor rasa sebagai berikut: 1 = sangat tidak suka; 2 = tidak suka; 3 = agak suka; 4 = suka; 5 = sangat suka (Soekarto, 1985).

Keadaan Umum

Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu mengambil sampel buah pamelo dari 3 lokasi sentra produksi yaitu Sumedang, Magetan dan Kudus. Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap karena perbedaan musim panen antar lokasi sentra produksi. Sampel kultivar Cikoneng berasal dari daerah Sumedang. Kultivar Adas Nambangan, Adas Duku, Jawa 1, Jawa 2 dan Bali Merah berasal dari daerah Magetan, sementara Kudus merupakan lokasi pengambilan sampel kultivar Bageng. Buah pamelo dipanen berdasarkan kriteria panen yang biasa digunakan oleh petani setempat yaitu waktu setelah munculnya bunga. Buah menjadi matang setelah 7 – 10 bulan dari munculnya bunga. Buah hasil eksplorasi kemudian didistribusikan ke laboratorium Ekofisiologi departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Dramaga.

                         

Gambar 1. Keragaan Buah Pamelo yang Digunakan pada Awal Penelitian Jawa

Cikoneng Adas Nambangan Adas Duku

Buah disimpan dalam ruangan dengan suhu berkisar 24 - 27 oC dengan kelembaban antara 80 – 90 %. Proses penyortiran dilakukan pada saat awal penyimpanan. Buah yang mengalami kerusakan mekanis pada waktu dibawa dari lapang menuju laboratorium tidak digunakan dalam proses pengamatan. Selama periode penyimpanan, hanya sebagian kecil buah yang terkena serangan penyakit busuk buah. Gejala busuk buah menjadikan kulit buah tampak kering dan bagian dalamnya membusuk serta mengeluarkan cairan. Buah yang busuk kemudian dibuang dan digantikan dengan buah yang lain.

Kelunakan Buah

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kelunakan buah kultivar Jawa 1 dan Bageng tidak berpengaruh nyata selama penyimpanan. Gambar 2 menunjukkan tingkat kelunakan seiring dengan periode penyimpanan, semakin lama disimpan maka tingkat kelunakan semakin tinggi.

Gambar 2. Perubahan Kelunakan Buah Selama Penyimpanan

Kultivar yang diteliti memiliki kelunakan buah sebesar 10.11 mm/50 g/5 detik (Jawa 2) - 12.97 mm/50 g/5 detik (Bali Merah) pada awal pengamatan dan berada di kisaran 14.90 mm/50 g/5 detik (Bageng) – 23.18 mm/50 g/5 detik (Adas Duku) pada akhir pengamatan. Beberapa kultivar menghasilkan peningkatan kelunakan mencapai dua kali selama penyimpanan yaitu Adas Nambangan (22.30 mm/50 g/5 detik), Adas Duku (23.18 mm/50 g/5 detik) dan

Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

mm/50 g/5 deti

Jawa 2 (19.96 mm/50 g/5 detik), sementara Bali Merah mengalami peningkatan kelunakan terkecil (17.70 mm/50 g/5 detik) ((Lampiran 8).

Menurut Santoso dan Purwoko (1995) kelunakan pada buah pamelo terjadi akibat pemecahan polimer karbohidrat, khususnya senyawa pektin dan hemiselulosa yang melemahkan dinding sel dan gaya kohesif yang mengikat sel bersama. Hal ini menyebabkan tekstur menjadi lebih lunak.

Susut Bobot Buah

Bobot buah pamelo yang diamati berkisar antara 1.2 – 2.1 kg. Pengamatan susut bobot dilakukan dengan membandingkan bobot buah pada beberapa minggu setelah panen (MSP) dengan bobot awal buah ketika dipanen.

Gambar 3. Perubahan Susut Bobot Selama Penyimpanan

Secara umum pamelo mengalami kenaikan susut bobot yang besarnya bervariasi selama periode penyimpanan (Gambar 3). Pengamatan pada 2 MSP menunjukkan bahwa tujuh kultivar pamelo yang disimpan mengalami susut bobot sebesar 5.51 % - 13.09 %, persentase susut bobot semakin meningkat hingga mencapai 23.65 % - 34.19 % pada akhir pengamatan. Kultivar Jawa 1 adalah kultivar yang mengalami susut bobot terbesar selama penyimpanan. Peningkatan susut bobot mencapai enam kali yaitu sebesar 5.51 % pada awal penyimpanan menjadi 33.99 % pada akhir penyimpanan. Kultivar Bageng mengalami susut bobot terkecil selama penyimpanan. Peningkatan susut bobot mencapai dua kali yaitu 23.65 % (Lampiran 9).

Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

Susu

t Bob

o

t

Kehilangan bobot buah selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya kandungan air dalam buah sewaktu terjadi proses transpirasi buah selama masa penyimpanan. Respirasi dan transpirasi terus berlangsung setelah buah dipanen dari pohon, karena buah terpisah dari pohonnya maka terjadi pemutusan sumber air, fotosintat dan mineral sehingga buah bergantung pada cadangan air dan makanan dalam buah untuk melakukan respirasi dan transpirasi. Kehilangan substrat akibat respirasi yang tidak tergantikan menyebabkan kerusakan pada buah mulai terjadi (Santoso dan Purwoko,1995).

Aryani (1999) menyatakan parameter susut bobot dapat dijadikan salah satu indikator daya simpan buah pamelo. Hal ini dikarenakan persentase susut bobot yang tinggi setelah mengalami masa penyimpanan akan menimbulkan kerutan pada kulit buah sehingga penampilan buah pamelo menjadi tidak menarik dan buah tidak layak dipasarkan.

Bagian dapat Dimakan (BDD)

Hasil percobaan menunjukkan bahwa proporsi bagian buah yang tertinggi persentasenya adalah daging buah. Pada awal penyimpanan, Adas Duku memiliki BDD terbesar dibanding kultivar lain (60.43 %) sedangkan Bageng merupakan kultivar yang memiliki BDD terkecil (34.93 %). Pada akhir pengamatan, Bageng merupakan kultivar yang memiliki BDD terkecil dibanding kultivar lain (59.56 %) dan Adas Duku memiliki BDD terbesar (71.33 %) (Tabel 1).

Tabel 1. Bagian dapat Dimakan Buah Pamelo

Perlakuan Bagian dapat Dimakan (%)

0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Rata-rata Cikoneng 53.32 55.51 60.78 61.94 63.67 59.04 Nambangan 56.39 57.94 58.11 60.89 64.04 59.47 Duku 60.43 62.11 65.71 66.76 71.33 65.27 Jawa 1 53.54 61.65 62.65 64.29 68.77 62.18 Jawa 2 54.73 61.03 62.24 63.73 64.81 61.31 Bali Merah 54.62 56.61 58.01 60.46 66.08 59.16 Bageng 34.93 44.29 56.29 58.94 59.56 50.80

Perhitungan persentase daging buah yang dapat dimakan atau edible portion pamelo didapat dengan membandingkan antara bobot daging buah pamelo (tanpa kulit dan biji) dengan bobot pamelo utuh. Bagian dapat dimakan pada buah pamelo bervariasi disebabkan bobot total buah berkurang selama penyimpanan buah. Susut bobot terutama terjadi pada kulit buah sedangkan bobot daging buah relatif tetap. Hal ini menyebabkan nilai rasio daging buah terhadap bobot total buah meningkat selama penyimpanan.

Buah terdiri dari kulit, daging buah dan biji. Akan tetapi, tidak semua bagian buah dapat dimakan. Untuk memperhitungkan jumlah bagian yang termakan dan terbuang dari buah perlu diketahui bagian yang dapat dimakan. Hal ini penting diketahui dalam perhitungan rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

Padatan Terlarut Total (PTT)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh penyimpanan berpengaruh nyata terhadap padatan terlarut total pada kultivar Adas Nambangan , Adas Duku, Jawa 2 dan Bageng. Nilai PTT berkisar antara 8.57 obrix - 10.41 obrix pada awal pengamatan dan berada di kisaran 10.63 obrix – 12.77 obrix di akhir pengamatan (Lampiran 11). Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai PTT meningkat selama penyimpanan. Selama 8 minggu penyimpanan PTT masing-masing kultivar bertambah sekitar 1 o - 2 obrix.

Gambar 4. Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) Selama Penyimpanan Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

PTT (

O Br

Gambar 5 menunjukkan kenaikan padatan terlarut total pada seluruh kultivar pamelo. Nilai padatan terlarut total ke tujuh kultivar tidak berbeda nyata. Selama pengamatan, Bali Merah merupakan kultivar yang memiliki kenaikan nilai padatan terlarut total terendah sebesar 0.97 obrix, sedangkan Jawa 2 memiliki kenaikan padatan terlarut total tertinggi sebesar 2.36 obrix (Lampiran 20).

Gambar 5. Perubahan Padatan Terlarut Total (PTT) 7 Kultivar

Padatan terlarut total (PTT) mengalami peningkatan sejalan dengan penurunan asam-asam organik. Bagian utama PTT adalah kandungan gula dan sedikit asam organik. Penurunan asam organik terjadi karena sebagian asam-asam organik diubah menjadi gula. Peningkatan kandungan PTT selama penyimpanan disebabkan oleh pemecahan polisakarida (Pantastico, 1989).

Total Asam Tertitrasi (TAT)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan total asam tertitrasi kultivar Cikoneng tidak berpengaruh nyata selama penyimpanan. Kultivar Adas Duku mengalami penurunan pada 2 MSP namun semenjak 4 MSP hingga 8 MSP kadar total asam tertitrasi stabil sebesar 0.44 %. Sementara Jawa 2 mengalami kadar

Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

PTT (

O Br

total asam tertitrasi yang stabil sejak 6 MSP hingga akhir pengamatan sebesar 0.47 %. Kultivar Adas Duku, Jawa 1 dan Bali Merah memiliki total asam tertitrasi tertinggi pada 0 MSP sebesar 0.61 %, 0.45 % dan 0.45 %. Sementara Jawa 1, Bali Merah dan Bageng memiliki total asam tertitrasi terendah pada akhir pengamatan (8 MSP) sebesar 0.29 %, 0.32 % dan 0.31 % (Lampiran 12).

Gambar 6. Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Selama Penyimpanan Gambar 7 menunjukkan secara umum terlihat bahwa nilai total asam tertitrasi turun pada semua kultivar selama periode simpan 8 minggu.Nilai total asam tertitrasi pada ketujuh kultivar berada pada kisaran 0.40 %-0.63 % pada 0 MSP. Total asam tertitrasi mengalami penurunan pada minggu terakhir menjadi sebesar 0.29 % - 0.47 % (Lampiran 12).

Gambar 7. Perubahan Total Asam Tertitrasi (TAT) Tujuh Kultivar Pamelo Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

TA

T (%)

Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

TA

T (%

Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989) selama pemasakan pada buah akan terjadi peningkatan kadar gula untuk memberikan rasa manis. Penurunan kadar asam organik serta senyawa fenolik untuk mengurangi rasa asam dan sepat. Asam organik selain mempengaruhi rasa juga mempengaruhi aroma buah, sehingga digunakan untuk menentukan mutu buah.

Rasio PTT:TAT

. Hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh penyimpanan berpengaruh nyata terhadap perubahan rasio PTT:TAT. Pada minggu ke-0 rasio ketujuh kultivar berada di kisaran 15.73 – 25.64, sedangkan pada minggu ke-8 berada di kisaran 25.51 - 40.73. Kultivar Bali Merah dan Jawa 1 memiliki rasio PTT:TAT terbesar pada akhir pengamatan masing-masing sebesar 36.25 dan 40.73 (Lampiran 13).

Gambar 8. Rasio PTT:TAT Selama Penyimpanan

Rasio PTT:TAT merupakan korelasi antara nilai kandungan padatan terlarut total dan total asam tertitrasi Perubahan nilai kandungan padatan terlarut total mempunyai nilai korelasi terbalik dengan kandungan total asam tertitrasi.

R a sio PT T:T A T

Rasio PTT:TAT mengalami peningkatan hampir dua kali selama penyimpanan 8 minggu (Gambar 8).

Pada awal pengamatan, Bageng memiliki rasio PTT:TAT tertinggi sebesar 25.64. Sementara kisaran terendah sebesar 15.73 – 16.44. Bageng merupakan kultivar yang memiliki rasio PTT:TAT tertinggi pada 4 MSP sebesar 33.03, sementara rasio PTT:TAT terendah sebesar 19.36. Pada akhir pengamatan, kultivar Jawa 1 dan Bageng memiliki rasio PTT:TAT tertinggi dibandingkan kultivar lain sebesar 40.73 dan 39.24 (Gambar 9).

Gambar 9. Rasio PTT:TAT Tujuh Kultivar Pamelo

Purwati et al. (1991) menyatakan bahwa rasio PTT/TAT menunjukkan peningkatan dengan semakin bertambahnya umur buah. Winarno dan Aman (1981) menyatakan bahwa apabila buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat, tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya rasio gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Setijorini (2000) menambahkan bahwa penurunan asam organik selama penyimpanan disebabkan penggunaannya sebagai substrat respirasi. Menurut Sugiarto et al. (1991) yang paling penting dalam menentukan selera konsumen adalah rasio gula/asam atau

Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

Ras

io PT

T:T

A

keseimbangan antara rasa manis dan asam, jika semakin tinggi nilai rasio PTT/TAT maka buah menunjukkan rasa semakin manis.

Vitamin C

Kadar vitamin C selama penyimpanan buah secara umum mengalami penurunan selama 8 minggu penyimpanan (Gambar 10). Periode penyimpanan berpengaruh nyata terhadap perubahan kadar vitamin C (Lampiran 14).

Gambar 10. Perubahan Kadar Vitamin C Selama Penyimpanan

Gambar 11 menunjukkan bahwa ke tujuh kultivar memiliki kadar vitamin C tertinggi pada 0 MSP, walaupun pada kultivar Adas Nambangan tidak berbeda nyata dengan 2 MSP. Tiap kultivar memiliki laju penurunan yang berbeda selama 8 minggu penyimpanan. Selama periode penyimpanan, laju penurunan kadar vitamin C masing-masing kultivar adalah 54% (Cikoneng), 43% (Adas Nambangan), 64% (Adas Duku), 43% (Jawa 1), 55% (Jawa 2), 57% (Bali Merah) dan 48% (Bageng) (Lampiran 23).

Gambar 11. Perubahan Kadar Vitamin C Tujuh Kultivar Pamelo

mg/100 g

Minggu Setelah Penyimpanan (MSP)

Vitamin

C

Bageng memiliki kadar vitamin C tertinggi pada 6 MSP sebesar 30.26 mg/100 g. Cikoneng merupakan kultivar yang memiliki kadar vitamin C terendah pada 6 MSP sebesar dan 17.48 mg/100 g. Pada 0 MSP ke tujuh kultivar memiliki kadar vitamin C sebesar 33.86 – 46.59 mg/ 100 g, sementara pada akhir pengamatan mengalami perubahan sebesar 13.41 – 23.51 mg/100 g (Lampiran 23). Menurut Winarno (1997), vitamin C merupakan vitamin yang mudah rusak dan mudah teroksidasi. Vitamin C (asam askorbat) sangat mudah teroksidasi menjadi L-dehidroaskorbat yang sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki sifat vitamin C lagi.

Uji Organoleptik

Hasil uji organoleptik terhadap rasa buah selama penyimpanan menunjukkan adanya perubahan kesukaan panelis. Pada kultivar Jawa 2, Bali Merah dan Bageng perubahan kesukaan tampak lebih jelas. Pada kultivar Cikoneng, Adas Nambangan, Adas Duku dan Jawa 1 peningkatan kesukaan kecil.

Tabel 2. Skor Rata-rata Rasa Buah Pamelo Selama Penyimpanan

Perlakuan Skor Rasa *)

0 MSP 2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP Cikoneng 3.3 a 3.7 a 2.7 a 3.3 a 2.7 a Nambangan 3.3 a 3.7 a 3.7 a 3.3 a 3.3 a Duku 3.3 a 3.3 a 3.7 a 2.7 a 3.7 a Jawa 1 3.7 a 3.3 a 4.3 a 4.0 a 4.3 a Jawa 2 3.3 b 3.3 b 3.3 b 4.3 ab 4.7 a Bali Merah 2.7 ab 3.3 ab 3.7 a 3.3 ab 2.3 b Bageng 3.3 ab 3.3 ab 3.7 a 3.3 ab 2.3 b

MSP = Minggu Setelah Penyimpanan

*) = Skor nilai : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak suka, 4 = suka, 5 = sangat suka

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf 5 %

Peningkatan kesukaan panelis pada akhir penyimpanan terhadap kultivar Jawa 2 disebabkan oleh berkurangnya rasa getir dan rasa asam selama

penyimpanan. Kultivar Bali Merah dan Bageng sangat disukai panelis setelah satu bulan disimpan kemudian mengalami penurunan tingkat kesukaan hingga pada taraf tidak disukai konsumen pada akhir penyimpanan. Hal ini disebabkan daging buah memiliki rasa tidak enak dan terlalu berair.

Dokumen terkait