• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Konsumsi Bahan Sumber Pangan Protein Hewani

Pola konsumsi bahan pangan sumber protein hewani berdasarkan golongan pendapatan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh harga komoditi itu sendiri, harga barang lain dan tingkat pengeluaran rumah tangga. Bahan pangan sumber protein hewani yang dipilih antara lain daging ruminansia, ikan, unggas, telur dan susu. Rata-rata tingkat konsumsi bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata konsumsi bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon

Golongan pendapatan

(kg/kapita/tahun)

Daging Ikan Unggas Telur Susu

Rendah 0.0000 3.2486 0.8465 7.3384 0.4118

Sedang 0.0565 5.5656 3.0996 6.4360 2.0262

Tinggi 1.9565 8.7529 8.1525 9.5977 6.1106

Kab. Cirebon 0.2016 5.7536 3.4355 6.7078 2.3032

Sumber: data SUSENAS 2012 (diolah)

Pada Tabel 3, rata-rata tingkat konsumsi pangan hewani yang paling dominan di Kabupaten Cirebon berdasarkan golongan pendapatan adalah telur. Nilai yang diperoleh untuk rata-rata konsumsi telur pada setiap golongan pendapatan, yaitu golongan pendapatan rendah 7.3384 kg/kapita/tahun, golongan pendapatan sedang 6.4360 kg/kapita/tahun, dan golongan pendapatan tinggi 9.5977 kg/kapita/tahun, serta untuk wilayah Kabupaten Cirebon keseluruhan adalah 6.7078 kg/kapita/tahun. Tingginya konsumsi telur terutama pada golongan pendapatan rendah menandakan telur merupakan pangan hewani yang murah dan mudah didapat. Hal ini juga dikarenakan Kabupaten Cirebon yang termasuk

18

daerah dengan angka kemiskinan tertinggi kedua di Jawa Barat yang mengakibatkan mayoritas rumah tangga lebih banyak mengkonsumsi telur.

Ikan yang menjadi potensi dari Kabupaten Cirebon memiliki rata-rata konsumsi terbanyak kedua setelah telur. Golongan rumah tangga dengan konsumsi ikan tertinggi adalah golongan pendapatan tinggi sebesar 8.7529 kg/kapita/tahun. Pada golongan pendapatan rendah konsumsi ikan hanya sebesar 3.2486 kg/kapita/tahun sedangkan golongan pendapatan sedang sebesar 5.5656 kg/kapita/tahun. Komoditi ikan bukanlah pangan hewani yang paling dominan dikonsumsi dikarenakan hasil produksi untuk ikan segar maupun hasil olahan ikan lebih banyak diekspor ke negara-negara yang mayoritas mengkonsumsi ikan seperti Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan China. Berdasarkan BPS Kabupaten Cirebon (2013) hasil produksi laut seperti udang beku menjadi komoditi hasil laut yang memiliki nilai ekspor terbesar yaitu US $ 3 juta dengan negara tujuan utama ekspor adalah Amerika Serikat dan Jepang. Hanya jenis ikan segar dan olahan ikan tertentu saja yang dikonsumsi oleh rumah tangga di Kabupaten Cirebon seperti ikan asin yang menjadi konsumsi kegemaran pada setiap rumah tangga terutama untuk golongan pendapatan rendah dan sedang. Hal ini dikarenakan harga dari olahan ikan ini lebih murah.

Pangan hewani yang paling rendah dikonsumsi di Kabupaten Cirebon adalah daging. Rata-rata konsumsi daging di Kabupaten Cirebon pada setiap golongan pendapatan, yaitu golongan pendapatan rendah 0 kg/kapita/tahun, golongan pendapatan sedang 0.0565 kg/kapita/tahun, golongan pendapatan tinggi 1.9565 kg/kapita/tahun, dan keseluruhan wilayah Kabupaten Cirebon 0.2016 kg/kapita/tahun. Paling rendahnya konsumsi daging jenis ruminansia dibandingkan dengan pangan hewani lainnya menandakan bahwa daging ruminansia merupakan salah satu barang yang mewah dan mahal untuk dikonsumsi. Terutama pada golongan pendapatan rendah yang memiliki daya beli yang sangat rendah sehingga tidak dapat mengkonsumsi daging jenis ruminansia.

Konsumsi daging pada penelitian ini merupakan gabungan dari seluruh daging jenis ruminansia yang terdiri dari daging sapi, kerbau, dan kambing. Pada Tabel 4, disetiap golongan pendapatan maupun seluruh wilayah Kabupaten Cirebon tidak ada yang mengkonsumsi daging kerbau, sehingga nilai rata-rata konsumsinya adalah 0 kg/kapita/tahun. Berdasarkan Tabel 3, menunjukkan bahwa digolongan pendapatan rendah tidak ada yang mengkonsumsi daging. Oleh karena itu, rata-rata konsumsi setiap jenis daging ruminansia yang ditunjukkan Tabel 4 juga tidak ada yang mengkonsumsi. Pada golongan pendapatan sedang dan tinggi, rata-rata konsumsi daging sapi berturut-turut adalah 0.0522 kg/kapita/tahun, dan 1.8555 kg/kapita/tahun. Kemudian untuk rata-rata konsumsi daging kambing pada golongan pendapatan sedang dan tinggi adalah 0.0043 kg/kapita/tahun dan 0.1010 kg/kapita/tahun. Pada keseluruhan wilayah Kabupaten Cirebon rata-rata konsumsi daging sapi dan kambing berturut-turut sebesar 0.19 kg/kapita/tahun dan 0.1 kg/kapita/tahun.

Rata-rata konsumsi daging sapi yang lebih besar dari daging kambing, sehingga mengakibatkan persentase daging sapi dalam daging jenis ruminansia lebih besar dibandingkan dengan daging kambing. Pada setiap golongan pendapatan persentase daging sapi dalam daging jenis ruminansia adalah golongan pendapatan sedang 92.39 persen dan golongan pendapatan tinggi 94.84 persen. Persentase daging kambing disetiap golongan pendapatan yaitu golongan

19 pendapatan sedang 7.61 persen dan golongan pendapatan tinggi 5.16 persen. Keseluruhan wilayah Kabupaten Cirebon persentase untuk daging sapi dan kambing berturut-turut, yaitu 94.22 persen dan 5.78 persen. Tidak adanya yang mengkonsumsi daging kerbau mengakibatkan persentase daging kerbau dalm daging jenis ruminansia juga bernilai nol. Persentase daging sapi yang lebih besar dari daging kambing dikarenakan, daging sapi yang lebih mudah untuk diperoleh dan hanya sebagian orang yang menyukai daging kambing.

Tabel 4 Rata-rata konsumsi daging jenis ruminansia di Kabupaten Cirebon Golongan

pendapatan Komoditi

kg/kapita/tahun Persentase (%)

Min Maks Rata-rata

Rendah Sapi 0.00 0.00 0.00 0.00 Kerbau 0.00 0.00 0.00 0.00 Kambing 0.00 0.00 0.00 0.00 Sedang Sapi 0.00 6.43 0.05 92.39 Kerbau 0.00 0.00 0.00 0.00 Kambing 0.00 8.57 0.00 7.61 Tinggi Sapi 0.00 25.71 1.86 94.84 Kerbau 0.00 0.00 0.00 0.00 Kambing 0.00 8.57 0.10 5.16

Kab. Cirebon Sapi 0.00 25.71 0.19 94.22

Kerbau 0.00 0.00 0.00 0.00

Kambing 0.00 8.57 0.01 5.78

Sumber: data SUSENAS 2012 (diolah)

Rata-rata konsumsi bahan pangan sumber protein hewani yang beragam pada setiap golongan pendapatan di Kabupaten Cirebon. Membuat kebutuhan protein hewani yang diperoleh rumah tangga disetiap golongan pendapatan berbeda. Hal ini sesuai dengan rata-rata pangan hewani yang dikonsumsi kemudian dikalikan dengan kandungan protein yang dimiliki pangan hewani tersebut. Kandungan protein yang dimiliki pada setiap pangan hewani juga berbeda, berdasarkan Tabel 5 kandungan protein hewani terbesar adalah daging sapi sebesar 18.80 gr (dalam 100 gr) dan terkecil adalah susu sebesar 3.20 gr (dalam 100 gr). Walaupun kandungan protein yang dimiliki daging sapi adalah paling besar, namun konsumsi dari daging sapi pada setiap rumah tangga tidak menunjukkan tingkat konsumsi yang besar. Oleh karena itu, kandungan protein yang besar dimiliki oleh daging sapi tidak terlalu berpengaruh terhadap kebutuhan protein yang akan diterima oleh rumah tangga. Rincian kebutuhan protein hewani yang dimiliki rumah tangga disetiap golongan pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.

20

Tabel 5 Kebutuhan protein hewani di Kabupaten Cirebon

Komoditi

Rata-rata konsumsi Kandungan protein kg/kap/thn gr/kap/hari per 100 gr* gr/kap/hari

Rendah Sapi 0.00 0.00 18.80 0.00 Kerbau 0.00 0.00 18.70 0.00 Kambing 0.00 0.00 16.60 0.00 Ikan 3.25 8.90 17.00 1.51 Unggas 0.85 2.32 18.20 0.42 Telur 7.34 20.11 12.80 2.57 Susu 0.41 1.13 3.20 0.04 Jumlah 4.54 Sedang Sapi 0.05 0.14 18.80 0.03 Kerbau 0.00 0.00 18.70 0.00 Kambing 0.004 0.01 16.60 0.002 Ikan 5.57 15.25 17.00 2.59 Unggas 3.10 8.49 18.20 1.55 Telur 6.44 17.63 12.80 2.26 Susu 2.03 5.55 3.20 0.18 Jumlah 6.60 Tinggi Sapi 1.86 5.08 18.80 0.96 Kerbau 0.00 0.00 18.70 0.00 Kambing 0.10 0.28 16.60 0.05 Ikan 8.75 23.98 17.00 4.08 Unggas 8.15 22.34 18.20 4.07 Telur 9.60 26.30 12.80 3.37 Susu 6.11 16.74 3.20 0.54 Jumlah 13.04 Kab.Cirebon Sapi 0.19 0.52 18.80 0.10 Kerbau 0.00 0.00 18.70 0.00 Kambing 0.01 0.03 16.60 0.01 Ikan 5.75 15.76 17.00 2.68 Unggas 3.44 9.41 18.20 1.71 Telur 6.71 18.38 12.80 2.35 Susu 2.30 6.31 3.20 0.20 Jumlah 7.05 Sumber: (*) Rismayanti C (2011) : data SUSENAS 2012 (diolah)

Standar kebutuhan protein hewani yang direkomendasikan oleh FAO dan Widyakaraya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998 adalah sebesar 6 gr/kapita/hari. Namun, digolongan pendapatan rendah yang ditunjukkan Tabel 5, tingkat kebutuhan protein hewaninya masih sangat jauh dari angka standar yang

21 ditetapkan, yaitu sebesar 4.5446 gr/kapita/hari dengan sumbangan terbesar pemenuhan protein hewani berasal dari telur, yaitu sebesar 2.57 gr/kapita/hari. Nilai kebutuhan protein hewani yang sangat kecil, dikarenakan golongan pendapatan rendah tidak ada yang mengkonsumsi daging jenis ruminansia yang memiliki kandungan protein paling tinggi. Pada golongan pendapatan sedang dan tinggi, kebutuhan protein hewaninya telah tercapai sesuai dengan standar yang ditetapkan dengan nilai secara berturut-turut sebesar 6.60 gr/kapita/hari, dan 13.04 gr/kapita/hari. Sumbangan terbesar terpenuhinya kebutuhan protein hewani pada golongan pendapatan sedang, dan tinggi berasal dari ikan, yaitu sebesar 2.59 gr/kapita/hari, dan 4.07 gr/kapita/hari. Berdasarkan Tabel 5, kebutuhan protein hewani secara keseluruhan di Kabupaten Cirebon telah memenuhi standar yaitu sebesar 7.05 gr/kapita/hari, dan sumbangan terbesar terpenuhinya kebutuhan protein hewani juga berasal dari ikan sebesar 2.68 gr/kapita/hari.

Angka kebutuhan protein hewani yang diperoleh berbeda-beda pada setiap golongan pendapatan menandakan belum meratanya bahan pangan sumber protein hewani yang dikonsumsi disetiap golongan rumah tangga. Golongan pendapatan tinggi yang memiliki nilai kebutuhan protein tertinggi, menunjukkan bahwa golongan inilah yang menikmati seluruh sumber bahan pangan protein hewani salah satunya komoditi daging jenis ruminansia yang harganya paling mahal diantara pangan hewani lainnya. Pada golongan pendapatan rendah yang tidak mampu mengkonsumsi daging jenis ruminansia hanya bisa membeli telur yang harganya paling murah dibandingkan dengan pangan hewani lainnya.

Komoditi telur yang menjadi komoditi dominan dikonsumsi pada golongan pendapatan rendah dan juga penyumbang terbesar kebutuhan protein hewaninya, dikarenakan harga dari setara protein telur paling murah dibandingkan dengan harga setara protein pangan hewani lainnya. Harga setara protein hewani telur yang ditunjukkan Tabel 6 adalah Rp 117 per gr. Pada komoditi lainnya harga setara proteinnya yaitu, ikan sebesar Rp 118 per gr, unggas Rp 129 per gr, daging Rp 426 per gr, dan susu Rp 1188 per gr. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga yang ada di Kabupaten Cirebon memiliki sifat yang rasional dalam memenuhi kebutuhan konsumsi pangan hewaninya sebab memilih harga setara protein yang sesuai dimiliki oleh setiap pangan hewani. Oleh karena itu, rumah tangga tetap dapat memenuhi kebutuhan gizi protein hewaninya dan memaksimumkan utilitasnya.

Tabel 6 Harga yang dikeluarkan rumah tangga dalam setara protein setiap pangan hewani

Komoditi (Rp/kg)* Kandungan protein (gram) Setara protein (Rp/gr) per 100 gr per kg Daging 80000 18.8 188 426 Ikan 20000 17.0 170 118 Unggas 23400 18.2 182 129 Telur 15000 12.8 128 117 Susu 38000 3.2 32 1188

Sumber : (*) Harga rata-rata pangan hewani berdasarkan data SUSENAS 2012 di Kabupaten Cirebon

22

Besarnya konsumsi telur di wilayah Kabupaten Cirebon berdasarkan golongan pendapatan sejalan dengan persentase proporsi pengeluaran terhadap komoditi tersebut. Pada Tabel 7, hasil persentase proporsi pengeluaran protein hewani secara keseluruhan di Kabupaten Cirebon yang paling tinggi adalah telur sebesar 37.54 persen. Berdasarkan tingkat golongan pendapatan rendah dan sedang, persentase proporsi pengeluaran yang paling tinggi juga pada telur dengan nilai secara berturut-turut 54.16 persen dan 38.10 persen. Namun, hanya pada golongan pendapatan tinggi persentase proporsi pengeluaran protein hewani yang paling besar berasal dari susu sebesar 26.29 persen, ini menandakan bahwa harga susu yang dikonsumsi memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pangan hewani lainnya.

Komoditi daging, unggas, dan susu menunjukkan semakin tinggi golongan pendapatan semakin besar persentase proporsi pengeluarannya. Sebagai contoh pada komoditi unggas nilai persentase proporsi pengeluarannya pada setiap golongan pendapatan secara berturut-turut, yaitu golongan pendapatan rendah 4.30 persen, golongan pendapatan sedang 17.77 persen, dan golongan pendapatan tinggi 22.73 persen. Berbeda dengan komoditi telur dan ikan yang ditunjukkan pada Tabel 7, semakin tinggi pendapatan maka persentase proporsi pengeluarannya semakin kecil. Pada komoditi telur yang persentase proporsi pengeluaran pada golongan pendapatan rendah sebesar 54.16 persen, golongan pendapatan sedang sebesar 38.10 persen sedangkan pada golongan pendapatan tinggi sebesar 25.40 persen.

Hal tersebut sesuai dengan teori Engel yang menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan akan cenderung menurunkan konsumsi makanan dan lebih membelanjakan barang yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Walaupun pada penelitian ini komoditi yang dianalisis termasuk kedalam bahan makanan, namun untuk komoditi daging ruminansia, unggas, dan susu dianggap termasuk dalam barang yang memiliki nilai yang tinggi dibandingkan dengan telur dan ikan. Semakin tingginya persentase proporsi pengeluaran untuk ketiga komoditi tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi golongan pendapatan menjadi semakin lebih sadar akan pola hidup sehat dan kebutuhan gizi yang semakin membaik.

Tabel 7 Persentase proporsi pengeluaran bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon

Golongan Pendapatan

Daging Ikan Unggas Telur Susu

(%)

Rendah 0.77 37.49 4.30 54.16 4.03

Sedang 7.75 31.30 17.77 38.10 12.30

Tinggi 8.48 17.06 22.73 25.40 26.29

Kab. Cirebon 1.11 30.35 17.80 37.54 13.18

23

Elastisitas Permintaan Bahan Pangan Sumber Protein Hewani Berdasarkan Golongan Pendapatan

Elastisitas permintaan bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon yang berdasarkan golongan pendapatan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu elastisitas harga sendiri, harga silang, dan elastisitas pendapatan.

Tabel 8 Elastisitas permintaan bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon berdasarkan golongan pendapatan

Komoditi Daging Ikan Unggas Telur Susu Eiy Rendah Daging -0.005* -0.003 -0.022 -0.007 -0.042 4.784 Ikan -1.604 -0.931* -0.329 0.020 -0.246 0.955 Unggas -0.258 -0.010 -0.607* -0.011 -0.134 1.604 Telur -2.587 0.001 -0.514 -0.895* -0.369 0.905 Susu -0.358 -0.012 -0.137 -0.011 -0.534* 1.322 Sedang Daging -0.927* -0.0004 -0.016 -0.001 -0.021 1.380 Ikan -0.138 -0.920* -0.071 0.019 -0.074 0.946 Unggas -0.077 -0.004 -0.925* 0.003 -0.058 1.146 Telur -0.199 -0.007 -0.101 -0.873* -0.104 0.865 Susu -0.067 -0.009 -0.045 -0.004 -0.856* 1.106 Tinggi Daging -0.935* 0.00004 -0.013 0.001 -0.010 1.347 Ikan -0.076 -0.868* -0.039 0.0003 -0.028 0.900 Unggas -0.088 -0.003 -0.947* 0.014 -0.030 1.114 Telur -0.138 -0.026 -0.064 -0.835* -0.042 0.798 Susu -0.110 -0.003 -0.051 0.022 -0.940* 1.049 Kab. Cirebon Daging -0.313* -0.004 -0.006 -0.010 -0.013 3.646 Ikan -0.932 -0.918* -0.069 0.018 -0.068 0.944 Unggas -0.538 -0.005 -0.925* 0.003 -0.054 1.146 Telur -1.369 -0.008 -0.100 -0.872* -0.096 0.863 Susu -0.492 -0.009 -0.046 -0.003 -0.867* 1.099 Keterangan : (*) = elastisitas harga sendiri

: data SUSENAS 2012 (diolah)

Elastisitas Harga Sendiri

Elastisitas harga sendiri bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon berdasarkan golongan pendapatan yang ditunjukkan pada Tabel 8 menunjukkan hasil yang bernilai negatif dan memiliki sifat yang inelastis. Hal ini dikarenakan, nilai elastisitas yang diperoleh bernilai antara 0 sampai -1. Elastisitas harga sendiri yang terbesar digolongan pendapatan rendah adalah ikan sebesar -0.931, artinya jika terjadi kenaikan harga ikan sebesar 1 persen maka terjadi

24

penurunan kuantitas ikan yang diminta sebesar 0.931 persen. Pada golongan pendapatan sedang, dan tinggi serta wilayah Kabupaten Cirebon keseluruhan, elastisitas harga sendiri terbesar adalah unggas yang secara berturut-turut bernilai sebesar -0.925, -0.947, -0.925, artinya jika terjadi kenaikan harga unggas sebesar 1 persen maka secara berturut-turut akan menurunkan kuantitas unggas yang diminta sebesar 0.925 persen, 0.947 persen, dan 0.925 persen. Komoditi yang memiliki nilai elastisitas harga sendiri tertinggi adalah ikan dan unggas menunjukkan bahwa permintaan komoditi ikan dan unggas paling sensitif terhadap perubahan harga komoditi itu sendiri.

Elastisitas Harga Silang

Nilai elastisitas harga silang antar komoditi pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon berdasarkan golongan pendapatan yang ditunjukkan pada Tabel 8 memiliki hubungan yang substitusi dan komplementer. Hubungan substitusi pangan sumber protein hewani dengan nilai elastisitas terbesar mayoritas adalah antara telur dengan ikan sebesar 0.020, artinya jika terjadi kenaikan harga telur sebesar 1 persen maka akan meningkatkan permintaan ikan sebesar 0.020 persen. Namun, hanya pada golongan pendapatan tinggi yang nilai elastisitas harga silang terbesar adalah antara telur dengan susu sebesar 0.022, artinya jika terjadi kenaikan harga telur sebesar 1 persen maka akan meningkatkan susu yang diminta sebesar 0.022 persen. Pada golongan pendapatan rendah dan sedang menjadikan ikan sebagai konsumsi alternatif jika terjadi kenaikan harga pada telur dikarenakan, sesuai dengan Tabel 6 harga yang dikonsumsi dan harga setara protein antara telur dengan ikan tidak berbeda jauh.

Bahan pangan sumber protein hewani yang memiliki hubungan komplementer dengan nilai dominan terbesar adalah antara daging dengan telur. Nilai elastisitas terbesar ada pada golongan pendapatan rendah yaitu sebesar -2.587, artinya jika terjadi kenaikan harga telur sebesar 1 persen maka akan menurunkan permintaan daging sebesar 2.587 persen. Nilai elastisitas harga silang yang memiliki hubungan komplementer terbesar disetiap golongan pendapatan adalah antara daging dengan telur mengindikasikan bahwa ada sebagian rumah tangga yang memiliki preferensi selera dengan menjadikan telur sebagai pelengkap saat konsumsi daging. Hal ini dikarenakan ada beberapa jenis olahan makanan yang mengharuskan adanya campuran daging dengan telur yang dikonsumsi secara bersamaan.

Elastisitas Pendapatan

Elastisitas pendapatan bahan pangan sumber protein hewani di Kabupaten Cirebon berdasarkan golongan pendapatan memiliki nilai dominan terbesar adalah daging. Nilai elastisitas terbesar terdapat pada golongan pendapatan rendah berdasarkan Tabel 8, yaitu sebesar 4.78, artinya ketika terjadi kenaikan pendapatan sebesar 1 persen maka akan meningkatkan permintaan daging sebesar 4.78 persen. Nilai elastisitas pada daging, unggas, dan susu disetiap golongan pendapatan menunjukkan nilai yang eQ.I > 1, menunjukkan bahwa selain termasuk barang normal, barang tersebut juga termasuk dalam barang mewah. Hal tersebut menyebabkan saat terjadi kenaikan pendapatan akan lebih cepat meningkatkan

25 jumlah permintaan komoditi tersebut. Pada komoditi telur dan ikan yang menjadi barang normal karena dianggap sebagai barang kebutuhan sehari-hari yang harus selalu ada maka, ketika terjadi kenaikan pendapatan permintaan terhadap kedua komoditi tersebut akan meningkat lebih lambat dibandingkan dengan komoditi daging, unggas, dan susu.

Simulasi Dampak Perubahan Harga Terhadap Pola Konsumsi Bahan Pangan Protein Hewani

Program swasembada daging sapi yang dicanangkan sejak tahun 2009, menyebabkan pemerintah mengurangi kuota impor sapi secara bertahap dan harus meningkatkan produksi daging sapi lokal. Target penurunan kuota impor sapi akan dilakukan secara bertahap yang dimulai pada tahun 2012 sebesar 20 persen, 2013 sebesar 15 persen, dan 2014 sebesar 10 persen. Mencapai target swasembada daging sapi ini, pemerintah harus meningkatkan produksi daging sapi lokal mencapai 420,000 ton pada akhir 2014. Basis data konsumsi daging sapi yang digunakan adalah 2 kg/kapita dan sekitar 200 kg daging per sapi yang dapat dikonsumsi (Izzaty 2013). Namun, langkah-langkah yang dilakukan untuk mecapai target dari program ini tidak sejalan dengan kenyataannya karena justru terjadi kelangkaan daging sapi dimana-mana dan harganya pun sangat tinggi, padahal pemerintah telah mengucurkan dana sebesar Rp 2.7 trilliun untuk menyukseskan program tersebut.

Sejak awal tahun 2012, harga daging sapi sudah mulai mencapai Rp 65,000/kg dan harga ini terus meningkat hingga sekarang yang sudah

mencapai angka Rp 98,000/kg. Kenaikan harga ini menurut Kementrian Perdagangan dikarenakan jumlah permintaan yang meningkat sedangkan pasokan sapi dalam negeri berkurang. Penyebabnya adalah adanya pengurangan kuota impor sapi bakalan. Indonesia mengimpor sapi bakalan dengan jumlah besar yang berasal dari Australia dan Selandia Baru. Selain itu, BPS yang telah melakukan rekapitulasi jumlah ternak untuk Sensus Pertanian 2013 sampai awal Juni 2013 menyebutkan populasi sapi potong hanya 13.3 juta ekor, jumlah ini berkurang dari tahun 2011 sebesar 19.52 juta ekor. Berkurangnya jumlah populasi sapi potong ini, kemungkinan disebabkan oleh pemotongan sapi yang dilakukan secara besar-besaran karena harga daging sapi yang terus mengalami peningkatan (Harianto 2013).

Terjadinya peningkatan dan ketidakstabilan terhadap harga daging sapi secara terus-menerus, maka dilakukanlah simulasi perubahan harga terhadap kenaikan harga daging sapi namun dengan asumsi jumlah pendapatan pada setiap rumah tangga dianggap tetap. Kemudian melihat pengaruhnya terhadap jumlah permintaan sumber bahan pangan protein hewani. Simulasi shock harga terhadap daging menggunakan harga rata-rata acuan nasional pada bulan Januari 2014 yang mengalami trend kenaikan harga daging sapi, kemudian dibandingkan dengan harga rata-rata rumah tangga setiap golongan pendapatan yang mengkonsumsi komoditi daging pada data SUSENAS 2012. Berdasarkan data dari Kementrian Perdagangan untuk rata-rata harga eceran pada bulan Januari 2014 mencapai Rp 98,200, dengan asumsi cateris paribus pada harga komoditi lain. Hasil dari

26

simulasi kenaikan harga daging terhadap perubahan permintaan bahan pangan hewani ditunjukkan pada Tabel 9 dan Tabel 10.

Tabel 9 Hasil perhitungan simulasi kenaikan harga pada daging sapi Golongan pendapatan Komoditi Harga rata-rata (Rp) Harga rata-rata Januari 2014 (Rp)* % ΔP % ΔQ Rendah daging 83400 98200 17.75 -0.10 ikan 0.00 0.00 0.00 -28.46 unggas 0.00 0.00 0.00 -4.58 telur 0.00 0.00 0.00 -45.92 susu 0.00 0.00 0.00 -6.35 Sedang daging 69000 98200 42.32 -39.21 ikan 0.00 0.00 0.00 -5.83 unggas 0.00 0.00 0.00 -3.27 telur 0.00 0.00 0.00 -8.42 susu 0.00 0.00 0.00 -2.85 Tinggi daging 87500 98200 12.23 -11.44 ikan 0.00 0.00 0.00 -0.93 unggas 0.00 0.00 0.00 -1.07 telur 0.00 0.00 0.00 -1.68 susu 0.00 0.00 0.00 -1.35

Kab. Cirebon daging 80000 98200 22.75 -7.13

ikan 0.00 0.00 0.00 -21.21

unggas 0.00 0.00 0.00 -12.23

telur 0.00 0.00 0.00 -31.15

susu 0.00 0.00 0.00 -11.20

Sumber: (*) Kementrian Perdagangan (2014) : data SUSENAS 2012 (diolah)

Berdasarkan Tabel 9, persentase perubahan harga daging ketika dilakukannya simulasi, yaitu golongan pendapatan rendah sebesar 17.74 persen, golongan pendapatan sedang dengan persentase perubahan harga paling besar dengan nilai sebesar 42.31 persen, dan golongan pendapatan tinggi serta wilayah Kabupaten Cirebon secara umum, berturut-turut memiliki nilai persentase perubahan harga daging yaitu sebesar 12.22 persen, dan 22.75 persen. Kemudian untuk persentase perubahan kuantitas yang memiliki persentase terbesar adalah komoditi telur yang terjadi pada golongan pendapatan rendah sebesar 45.92 persen. Pada golongan pendapatan sedang dan tinggi persentase perubahan telur hanya sebesar 8.42 persen dan 1.68 persen. Persentase perubahan kuantitas terbesar pada golongan pendapatan sedang dan tinggi, yaitu daging dengan nilai secara berturut-turut 39.21 persen dan 11.44 persen.

27 Tabel 10 Hasil perubahan pola konsumsi bahan pangan sumber protein hewani

sebagai dampak kenaikan harga daging sapi Golongan pendapatan Komoditi Kg/kapita/tahun Q awal Δ Q Q akhir Rendah Daging 0.00 0.00 0.00 Sapi 0.00 0.00 Kerbau 0.00 0.00 Kambing 0.00 0.00 Ikan 3.25 -0.92 2.32 Unggas 0.85 -0.04 0.81 Telur 7.34 -3.37 3.97 Susu 0.41 -0.03 0.39 Sedang Daging 0.06 -0.02 0.03 Sapi 0.05 0.03 Kerbau 0.00 0.00 Kambing 0.00 0.00 Ikan 5.57 -0.32 5.24 Unggas 3.10 -0.10 3.00 Telur 6.44 -0.54 5.89 Susu 2.03 -0.06 1.97 Tinggi Daging 1.96 -0.22 1.73 Sapi 1.86 1.64 Kerbau 0.00 0.00 Kambing 0.10 0.09 Ikan 8.75 -0.08 8.67 Unggas 8.15 -0.09 8.07 Telur 9.60 -0.16 9.44 Susu 6.11 -0.08 6.03

Kab. Cirebon Daging 0.2016

-0.01 0.2014 Sapi 0.1900 0.1897 Kerbau 0.00 0.00 Kambing 0.0116 0.0116 Ikan 5.75 -1.22 4.53 Unggas 3.44 -0.42 3.02 Telur 6.71 -2.09 4.62 Susu 2.30 -0.26 2.05

Sumber: data SUSENAS 2012 (diolah)

Perubahan kenaikan harga daging, menyebabkan berkurangnya daya beli rumah tangga, sedangkan anggaran yang dimiliki oleh rumah tangga tetap. Selain itu, membuat pendapatan rill dari rumah tangga seolah-olah menjadi lebih rendah sehingga berdampak pada berkurangnya tingkat konsumsi rumah tangga terhadap

28

pangan protein hewani. Oleh karena itu, pada Tabel 10 terjadi pengurangan pola konsumsi pada seluruh bahan pangan sumber protein hewani. Rumah tangga yang mengalami dampak terbesar perubahan kenaikan harga daging sapi adalah golongan pendapatan rendah. Pada golongan pendapatan sedang dan tinggi tidak terlalu berpengaruh terhadap kenaikan harga daging sapi, sesuai Tabel 10 pengurangan pola konsumsi pada golongan ini tidak signifikan dibandingkan dengan golongan pendapatan rendah.

Pangan hewani telur merupakan komoditi yang mayoritas mengalami pengurangan pola konsumsi yang sangat besar setelah terjadinya kenaikan harga. Terutama pada golongan pendapatan rendah yang sebelum terjadi kenaikan harga daging, pola konsumsi telur sebesar 7.34 kg/kapita/tahun menjadi 3.97 kg/kapita/tahun. Pada golongan pendapatan sedang, tinggi, dan Kabupaten Cirebon keseluruhan, telur juga merupakan pangan hewani yang mengalami

Dokumen terkait