• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Struktur Komunitas Makrozoobenthos Jumlah Taksa

Jumlah makrozoobenthos yang ditemukan selama pengamatan di Sungai Metro sebanyak 22 famili dengan 26 genus, yakni: Hydrophilidae, Sundathephusidae, Palaemonidae, Chironomidae, Culicidae, Simulidae, Tipulidae, Baetidae, Caenidae, Heptagenidae, Viviparidae, Thiaridae, Physidae, Bithynidae, Erpobdellidae, Coenagrionidae, Lumbriculidae, Tubificidae, Hydropsychidae, Psychomyiidae, Rhyacophilidae dan Typhloplanidae. Jumlah makrozoobenthos yang ditemukan selama pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 7.

Jumlah famili pada tiap stasiun di tiap samplingnya bervariasi, di stasiun 1 ditemukan jumlah famili makrozoobenthos dengan kisaran 10 sampai 15 famili, di stasiun 2 ditemukan kisaran 5 sampai 9 famili, di stasiun 3 ditemukan kisaran 11 sampai 17 famili, di stasiun 4 ditemukan kisaran 10 sampai 15 famili, di stasiun 5 ditemukan kisaran 10 sampai 16 famili dan stasiun 6 ditemukan kisaran 9 sampai 15 famili. Dari seluruh jumlah famili yang ditemukan, stasiun 3 memiliki jumlah famili yang paling banyak yakni 18 famili, hal ini lebih dikarenakan kondisi perairan stasiun 3 masih bersih dan belum terkontaminasi bahan organik berlebih. Jumlah famili terendah ditemukan pada stasiun 2 yakni 12 famili, hal ini terjadi karena kondisi perairan di stasiun 2 telah tercemar oleh masukan limbah dari industri gula PG Kebon Agung dengan karakteristik limbah hasil proses produksi sebagai berikut: pH 9, Suhu 48 oC, COD 288 mg/l dan BOD 126 mg/l (PG Kebon Agung 2008), serta digunakannya sungai untuk keperluan MCK dan tempat pembuangan sampah penduduk setempat. Cairn dan Dickson (1971) menyebutkan introduksi polutan biasanya akan menurunkan jumlah spesies yang tergolong sensitif hingga organisme yang relatif toleran saja yang mampu tetap bertahan hidup. Famili yang ditemukan pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Famili yang ditemukan pada setiap stasiun

Ordo Famili Stasiun

1 2 3 4 5 6 Decapoda Sundathephusidae v v v v v v Palaemonidae - - v - v - Gastropoda Bithynidae v v v v v v Physidae v v - v v v Thiaridae v v v v v v Viviparidae v - v v v v Coleoptera Hydrophilidae v - v v v - Diptera Chironomidae v v v v v v Culicidae - v - - - v Simulidae v - v v v v Tipulidae v - v - - - Ephemeroptera Baetidae v v v v v v Caenidae v - v v v v Heptagenidae v - v v v v Odonata Coenagrionidae v - - - - - Trichoptera Hydropsychidae v v v v v v Psychomyiidae v - v - - - Rhyacophilidae v v v v v v Turbellaria Typhloplanidae - - v - - - Oligochaeta Lumbriculidae v v v v v v Tubificidae - v v v v v Hirudinea Erpobdellidae - v - v v v Jumlah 17 12 18 16 17 16 Keterangan : v = ditemukan - = tidak ditemukan

Stasiun yang mempunyai jumlah taksa yang tinggi diharapkan mempunyai kondisi habitat dan kualitas air yang cukup baik guna mendukung kebutuhan hidup bagi sebagian besar makrozoobenthos. Reif (2002) menggunakan metrik kekayaan taksa dalam menentukan tingkat gangguan pada ekosistem sungai khususnya di daerah Pennsylvania, Amerika Serikat. Reif (2002) mengklasifikasikan besarnya tingkat gangguan pada perairan sungai berdasarkan jumlah total taksa yakni : >30 taksa mengindikasikan perairan belum mengalami gangguan, 21-30 taksa mengindikasikan perairan mengalami gangguan ringan, 11-20 taksa mengindikasikan perairan mengalami gangguan sedang, 0-10 taksa mengindikasikan perairan mengalami gangguan berat. Berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Reif (2002), perairan Sungai Metro dikategorikan telah mengalami gangguan sedang mulai dari stasiun 1 hingga stasiun 6.

38

Kepadatan Makrozoobenthos

Kepadatan atau jumlah total individu yang diperoleh persatuan luas merupakan salah satu karakteristik struktur komunitas yang dapat menunjukkan keberadaan jenis organisme dalam ekosistem. Adanya peningkatan aktivitas manusia yang menghasilkan sumber polusi organik masuk ke dalam perairan akan berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan makrozoobenthos (Atobatele et al. 2005 in Arimoro et al. 2007). Kepadatan makrozoobenthos pada stasiun 1 berkisar antara 296-713 ind/m2; stasiun 2 berkisar antara 173-391 ind/m2; stasiun 3 berkisar antara 487-920 ind/m2; stasiun 4 berkisar antara 276-458 ind/m2; stasiun 5 berkisar antara 344-522 ind/m2; stasiun 6 berkisar antara 211-340 ind/m2. Hasil perhitungan kepadatan makrozoobenthos pada tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Diagram kepadatan makrozoobenthos di tiap stasiun

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa stasiun 3 memiliki kepadatan makrozoobenthos yang lebih tinggi daripada stasiun yang lain yakni berkisar antara 487-920 ind/m2, hal ini memperlihatkan kondisi lingkungan pada stasiun 3 sangat mendukung bagi kelangsungan hidup organisme makrozoobenthos. Kondisi lingkungan perairan pada stasiun 3 masih baik dan jauh dari aktivitas dan pemukiman penduduk. Kepadatan makrozoobenthos terendah berada pada stasiun 2 yang berkisar antara 173-316 ind/m2, hal ini memperlihatkan kondisi lingkungan stasiun 2 kurang mendukung bagi kelangsungan hidup organisme

Stasiun 1 2 3 4 5 6 Kepadatan (Ind/m 2) 0 200 400 600 800 1000

makrozoobenthos. Aktivitas industri PG Kebon Agung yang membuang limbah ke Sungai Metro telah menurunkan kualitas perairan pada stasiun 2, selain itu kegiatan masyarakat setempat yang menggunakan Sungai Metro untuk keperluan MCK dan tempat pembuangan sampah telah memperburuk kondisi lingkungan perairan.

Kepadatan makrozoobenthos antar stasiun terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,20) setelah dilakukan pengujian menggunakan Uji Kruskal-Wallis. Hal ini lebih dikarenakan adanya perbedaan masukan bahan organik pada tiap stasiunnya. Kepadatan antara stasiun 1 dan 3, stasiun 2 dan 6 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p > 0,20) sedangkan antara stasiun 4 dan 5 terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,20) setelah dilakukan pengujian menggunakan Uji Mann-Whitney. Hal ini dikarenakan kondisi perairan antara stasiun 1 dan 3, stasiun 2 dan 6 mempunyai karakteristik yang hampir sama. Stasiun 1 dan 3 kondisi perairannya masih baik sedangkan stasiun 2 dan 6 kondisi perairannya agak buruk dan sangat buruk. Stasiun 4 dan 5 kondisi perairannya tercemar sedang dimana terdapat perbedaan masukan bahan organik ke dalam sungai masing-masing stasiun, stasiun 4 berasal dari CV Singkong Artha Mas sedangkan stasiun 5 berasal dari peternakan babi.

Komposisi Makrozoobenthos

Perubahan kualitas perairan sangat berpengaruh pada kehidupan organisme makrozoobenthos baik komposisi maupun besar populasi (Wilhm 1975). Pada penelitian ini ditemukan 10 ordo dari semua stasiun yaitu: Coleoptera, Decapoda, Diptera, Ephemeroptera, Gastropoda, Hirudinea, Odonata, Oligochaeta, Trichoptera dan Turbelaria.

Komposisi makrozoobenthos di enam stasiun setiap sampling dapat dilihat pada Gambar 9. Komposisi makrozoobenthos di stasiun 1 terbesar dimiliki oleh organisme dari ordo Ephemeroptera dengan nilai 48,89-65,41%, komposisi terbesar kedua dimiliki ordo Trichoptera dengan nilai 9,78-19,55%, komposisi terbesar ke tiga dimiliki oleh ordo Diptera dengan nilai 5,83-17,29% serta Gastropoda dengan nilai sebesar 3,46-25,56% kemudian diikuti ordo Decapoda, Coleoptera, Oligochaeta dan Odonata. Di stasiun 1 selain ditemukan organisme

40

dari ordo Ephemeroptera dan Trichoptera, juga ditemukan organisme dari ordo Diptera yang digolongkan sebagai organisme toleran serta Gastropoda yang tergolong fakultatif, hal ini menunjukkan bahwa kondisi perairan di stasiun 1 sudah mengalami gangguan dari sekitarnya dalam tingkat ringan.

Gambar 9 Komposisi makrozoobenthos berdasarkan ordo

Stasiun 1 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 Pengamatan Prosentase (%) Stasiun 2 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 Pengamatan Prosentase (%) Stasiun 3 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 Pengamatan Prosentase (%) Stasiun 4 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 Pengamatan Prosentase (%) Stasiun 5 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 Pengamatan Prosentase (%) Stasiun 6 0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 2 3 4 5 6 Pengamatan Prosentase (%)

Di stasiun 2 komposisi terbesar dimiliki oleh ordo Diptera dengan nilai 43,59-85,21%, komposisi terbesar kedua dimiliki ordo Gastropoda dengan nilai 8,45-32,05%, komposisi terbesar ke tiga dimiliki ordo Oligochaeta dengan nilai 0,00-11,21% kemudian diikuti ordo Trichoptera, Decapoda, Hirudinea dan Ephemeroptera. Diptera menjadi ordo dengan komposisi paling besar kemudian diikuti Gastropoda meskipun juga masih ditemukan organisme intoleran dari ordo Trichoptera dan Ephemeroptera, hal ini memperlihatkan adanya buangan limbah organik dari PG Kebon Agung di sungai ini memicu pertumbuhan dari organisme yang bersifat toleran dan fakultatif, sedangkan dengan ditemukannya organisme yang mewakili intoleran diduga ada masa waktu tertentu industri gula PG Kebon Agung untuk tidak melakukan kegiatannya sehingga memungkinkan beberapa organisme intoleran dapat hidup.

Di stasiun 3 komposisi terbesar dimiliki oleh ordo Trichoptera dengan nilai 26,21-52,19%, komposisi terbesar kedua dimiliki ordo Ephemeroptera dengan nilai 26,11-52,43%, komposisi terbesar ke tiga dimiliki ordo Gastropoda dengan nilai 7,97-21,46% kemudian diikuti ordo Diptera, Turbelaria, Oligochaeta, Coleoptera dan Decapoda. Peningkatan komposisi Trichoptera dan Ephemeroptera terjadi pada stasiun 3, hal ini menunjukkan bahwa lokasi ini sangat mendukung untuk tumbuh dan berkembang bagi organisme Trichoptera dan Ephemeroptera. Kita juga dapat menduga adanya proses pemulihan diri perairan dari stasiun sebelumnya.

Di stasiun 4 komposisi terbesar dimiliki oleh ordo Trichoptera dengan nilai 27,67-38,71%, komposisi terbesar kedua dimiliki ordo Gastropoda dengan nilai 11,68-32,52%, komposisi terbesar ke tiga dimiliki ordo Diptera dengan nilai 11,31-26,61% kemudian diikuti ordo Ephemeroptera, Oligochaeta Hirudinea dan Decapoda. Di stasiun 4 komposisi terbesar masih dimiliki ordo Trichoptera tetapi telah mengalami penurunan dibandingkan stasiun sebelumnya, hal ini menandakan semakin berkurangnya dukungan terhadap perkembangan organisme yang tergolong intoleran ini. Penurunan kualitas perairan di stasiun 4 lebih disebabkan oleh buangan limbah organik CV Singkong Artha Mas yang masuk ke dalam perairan.

42

Di stasiun 5 komposisi terbesar dimiliki oleh ordo Gastropoda dengan nilai 34,85-42,19%, komposisi terbesar kedua dimiliki ordo Trichoptera dengan nilai 24,29-32,32%, komposisi terbesar ke tiga dimiliki ordo Ephemeroptera dengan nilai 7,74-17,62% kemudian diikuti ordo Diptera, Oligochaeta, Hirudinea dan Decapoda. Pada stasiun ini komposisi terbesar dimiliki oleh Gastropoda sedangkan Trichoptera dan Ephemeroptera menduduki komposisi terbesar kedua dan ke tiga, hal ini memperlihatkan organisme Trichoptera dan Ephemeroptera mulai menurun pada stasiun ini. Penurunan organisme Trichoptera dan Ephemeroptera ini lebih disebabkan oleh penurunan kualitas air akibat adanya buangan limbah dari peternakan babi serta didukung letak stasiun 5 yang dekat dengan hilir sungai Metro.

Di stasiun 6 komposisi terbesar dimiliki oleh ordo Gastropoda dengan nilai 36,43- 67,89%, komposisi terbesar kedua dimiliki ordo Diptera dengan nilai 6,42 - 42,64%, komposisi terbesar ke tiga dimiliki ordo Oligochaeta dengan nilai 5,43-16,51% kemudian diikuti ordo Trichoptera, Ephemeroptera, Hirudinea dan Decapoda. Stasiun 6 didominasi oleh organisme dari ordo Gastropoda dan Diptera sedangkan organisme dari ordo Trichoptera dan Ephemeroptera hanya sebesar 8,04% dan 4,52%. Mengambil contoh organisme dari ordo Ephemeroptera yang merupakan organisme intoleran, terlihat bahwa kelimpahannya mulai dari stasiun 1 hingga stasiun 6 terjadi penurunan yang dapat diartikan adanya kecenderungan berkurangnya daya dukung bagi organisme ini.

Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dan Keseragaman

Perubahan struktur komunitas makrozoobenthos ditandai dengan adanya perubahan pada indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman. Indeks keanekaragaman (H’) dan keseragaman (E) merupakan kajian indeks yang sering digunakan untuk menduga kestabilan komunitas berdasarkan komponen biologis. Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun 1 berkisar antara 1,45-2,85; stasiun 2 berkisar antara 0,52-1,49; stasiun 3 berkisar antara 1,90-2,52; stasiun 4 berkisar antara 2,01-2,47; stasiun 5 berkisar antara 1,99-2,65 dan stasiun 6 berkisar antara 1,72-2,52. Nilai keseragaman pada stasiun 1 berkisar antara 0,50-0,88; stasiun 2 berkisar antara 0,00-0,81; stasiun 3 berkisar antara 0,72-0,85; stasiun 4 berkisar

antara 0,82-0,87; stasiun 5 berkisar antara 0,81-0,89; stasiun 6 berkisar antara 0,77-0,88.

Nilai indeks keanekaragaman yang paling tinggi didapatkan di stasiun 5 yang berkisar 1,99-2,65 dengan nilai indeks keseragaman berkisar antara 0,81-0,89, hal ini menunjukkan jenis makrozoobentos yang terdapat pada stasiun 5 lebih beragam dimana jumlah taksanya lebih banyak. Nilai indeks keanekaragaman yang paling rendah terdapat di stasiun 2 yang berkisar 0,52-1,18 kemudian juga dikuti dengan rendahnya nilai indeks keseragaman yaitu berkisar antara 0,00-0,81, hal ini menunjukkan jenis makrozoobentos yang terdapat pada stasiun 2 jumlah taksanya lebih sedikit dan terdapat jenis yang mendominasi yakni Chironomus sp.

Indeks keanekaragaman Shannon- Wiener merupakan indeks yang paling umum digunakan untuk manajemen lingkungan dan berfungsi sebagai alat bantu dalam menggambarkan stabilitas komunitas dan besarnya degradasi pada ekosistem perairan (Berkman et al. 1988). Salah satu kekurangan penggunaan indeks diversitas dalam mencerminkan status pencemaran perairan yaitu dalam penghitungan indeks tersebut tidak memasukkan unsur nilai toleransi dari masing-masing hewan makrozoobenthos terhadap pencemaran seperti indeks BMWP maupun indeks biotik la innya. Adanya pencemaran ringan sampai sedang dari peningkatan nutrien diduga dapat menyebabkan peningkatan nilai indeks diversitasnya (Washington 1984). Oleh sebab itu dalam mencerminkan gangguan yang terjadi dalam ekosistem perairan, perlu dilakukan penghitungan indeks biologi lainnya agar hasil yang diperoleh lebih akurat.

Indeks Biologi

Indeks biologi merupakan salah satu alat penting dalam perencanaan wilayah dan pengelolaan perairan (Mesanza et al. 1988 in Miserendo dan Pizzolon 1999). Indeks biologi yang digunakan dalam analisis makrozoobenthos di Sungai Metro yaitu: LQI, FBI, indeks saprobitas dan SIGNAL 2. Hasil perhitungan indeks biologi masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 11.

44

Tabel 11 Indeks LQI, FBI dan Sapobrik pada tiap stasiun

Stasiun Indeks Biologi

LQI Interpretasi FBI Interpretasi Saprobik Interpretasi

1 4,08 Baik 4,74 Baik 2,70 Sedang

2 1,33 Sangat Rendah 7,66 Sangat Buruk 3,51 Berat

3 4,33 Baik 4,37 Baik 2,57 Sedang

4 3,17 Sedang 5,40 Sedang 2,93 Sedang

5 3,25 Sedang 5,17 Sedang 2,94 Sedang

6 2,92 Sedang 6,35 Agak Buruk 3,08 Sedang LQI merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan kriteria lingkungan. Pada metode ini pemberian nilai berdasarkan skor tiap famili dari makrozoobenthos yang ditemukan. Nilai indeks LQI masing-masing stasiun di Sungai Metro dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai indeks LQI pada Sungai Metro berkisar antara 1,33-4,33, nilai tersebut menunjukan bahwa perairan Sungai Metro dari stasiun 1 hingga stasiun 6 kondisinya bervariasi dari keadaan sangat r endah sampai baik. Stasiun 1 memiliki nilai indeks LQI sebesar 4,08 yang mengindikasikan perairannya masih baik, stasiun 2 memiliki nilai indeks LQI sebesar 1,33 yang mengindikasikan kondisi perairannya sangat rendah, stasiun 3 memiliki nilai indeks LQI sebesar 4,33 yang mengindikasikan kondisi perairannya baik, stasiun 4, 5 dan 6 memiliki nilai indeks LQI masing-masing sebesar 3,17; 3,25 dan 2,92 yang mengindikasikan kondisi perairannya tercemar sedang. Nilai indeks LQI terbesar terdapat pada stasiun 3, hal ini mencerminkan kondisi perairan stasiun 3 masih baik sedangkan nilai indeks LQI terkecil terdapat pada stasiun 2, hal ini mencerminkan kondisi stasiun 2 perairannya telah tercemar sangat berat. Rendahnya kualitas perairan pada stasiun 2 terjadi karena adanya masukan limbah dari pabrik gula PG Kebon Agung sehingga kondisi lingkungan perairannya tidak mendukung bagi kelangsungan hidup makrozoobenthos khususnya insekta air. Membaiknya kondisi perairan pada stasiun 3 selain dari letaknya yang jauh dari aktivitas manusia yang menghasilkan limbah organik, juga adanya aliran air dari Sungai Babar yang masuk ke Sungai Metro sehingga mengencerkan bahan organik yang ada di stasiun 3.

Selain indeks LQI, ada pula indeks FBI (Family Biotic Index). Indeks FBI memberikan nilai toleransi 0-10, dimana nilai toleransi 0 diberikan untuk jenis

yang tidak toleran dan nilai 10 untuk jenis yang toleran. Nilai FBI di perairan Sungai Metro dapat dilihat pada Tabel 11 dengan acuan skor pada Lampiran 3. Stasiun 1 berdasarkan nilai FBI sebesar 4,74 kondisi perairannya masih baik, stasiun 2 berdasarkan nilai FBI sebesar 7,66 kondisi perairannya sangat buruk, stasiun 3 berdasarkan nilai FBI sebesar 4,37 kondisi perairannya baik, stasiun 4 dan 5 berdasarkan nilai FBI sebesar 5,40 dan 5,17 kondisi perairannya tercemar sedang dan stasiun 6 berdasarkan nilai FBI sebesar 6,35 kondisi perairannya agak buruk. Nilai FBI terkecil terdapat pada stasiun 3, hal ini mencerminkan kondisi perairannya masih bersih. Nilai FBI terbesar terdapat pada stasiun 2, hal ini mencerminkan kondisi stasiun 2 perairannya telah tercemar sangat berat.

Indeks saprobik pertama kali diusulkan oleh Pantle dan Buck tahun 1955 (Persoone dan Pauw 1979), untuk mengetahui tingkat pencemaran berdasarkan struktur komunitas makrozoobenthos. Indeks saprobik merupakan indeks biologi yang digunakan untuk menduga tingkat pencemaran suatu perairan. Organisme-organisme tertentu dapat memperlihatkan hubungan atau respon terhadap kualitas air yang bersih hingga yang sudah tercemar. Tingkat pencemaran Sungai Metro berdasarkan indeks saprobik dapat dilihat pada Tabel l1. Nilai saprobitas yang semakin besar menunjukkan kualitas perairan yang semakin tercemar. Stasiun 1 memiliki indeks saprobik sebesar 2,70 yang mengindikasikan perairannya tercemar sedang, stasiun 2 memiliki indeks saprobik sebesar 3,51 yang mengindikasikan perairannya tercemar berat, stasiun 3, 4, 5 dan 6 memiliki indeks saprobik masing-masing sebesar 2,57; 2,93; 2,94 dan 3,08 yang mengindikasikan perairannya tercemar sedang. Dari indeks saprobik terlihat bahwa perairan Sungai Metro telah tercemar sedang sampai berat. Indeks saprobik terendah terdapat pada stasiun 3 dan tertinggi terdapat pada stasiun 2.

Dari masing-masing stasiun diketahui bahwa Sungai Metro telah mengalami penurunan kualitas perairan sehubungan dengan peningkatan kandungan bahan organik di berbagai segmen sungai, dimana stasiun yang paling sehat berada pada stasiun 3 dan stasiun yang telah tercemar berat berada pada stasiun 2. Penurunan kualitas perairan ini diduga karena adanya buangan dari limbah industri yang berada di Daerah Aliran Sungai khususnya limbah organik PG Kebon Agung pada stasiun 2, CV Singkong Artha Mas pada stasiun 4 dan

46

limbah peternakan babi pada stasiun 5 selain itu juga masukan dari limbah rumah tangga warga sekitar sungai, irigasi sawah, serta dari limpasan Daerah Aliran Sungai yang membawa bahan organik ataupun anorganik.

SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)

Metode ini pertama kali dikembangkan di Australia tahun 1993, digunakan untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean di dekat Sidney. Semakin kecil skor SIGNAL 2 menunjukan organisme makrozoobenthos memiliki toleransi tinggi terhadap lingkungan yang tercemar (Chessman 2003). Dari hasi perhitungan nilai SIGNAL 2 didapatkan stasiun 1 memiliki nilai sebesar 4,63 dengan jumlah famili 7, stasiun 2 memiliki nilai sebesar 3,71 dengan jumlah famili 3, stasiun 3 memiliki nilai sebesar 4,56 dengan jumlah famili 7, stasiun 4 memiliki nilai sebesar 4,17 dengan jumlah famili 6, stasiun 5 memiliki nilai sebesar 4,39 dengan jumlah famili 9, stasiun 6 memiliki nilai sebesar 3,91 dengan jumlah famili 7. Sebaran nilai SIGNAL 2 masing-masing stasiun dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Sebaran nilai SIGNAL 2 masing-masing stasiun

Pada Gambar 10, dapat dilihat adanya penyebaran titik pada kuadran 1, 2 dan 4. Pada kuadran 1 menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili makrozoobenthos yang mengindikasikan kondisi habitat yang masih baik. Pada kuadran 1 ini stasiun yang masuk kedalamnya adalah stasiun 1 dan stasiun 3, hal ini menandakan bahwa perairan stasiun 1 dan 3 keadaan perairannya masih baik, dengan tingkat pencemaran ringan.

Pada kuadran 2 menggambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makrozoobenthos yang tinggi. Jumlah famili yang tinggi menunjukkan bahwa adanya keanekaragaman makrozoobenthos yang tinggi. Nilai SIGNAL 2 pada kuadran ini rendah, yang mengindikasikan tingginya kekeruhan dan nutrient yang ada di kuadran 2. Pada kondisi tersebut sungai yang ada pada kuadran 2, telah mengalami perubahan dari kondisi alaminya akibat adanya tekanan ekologis. Pada kuadran 2 ini stasiun yang masuk kedalamnya adalah stasiun 4, 5 dan 6, hal ini menandakan bahwa perairan stasiun 4, 5 dan 6 telah mengalami penurunan kualitas perairan akibat adanya masukan bahan organik dan tingginya tingkat kekeruhan.

Pada kuadran 3 menggambarkan tingginya nilai SIGNAL 2 dan rendahnya jumlah famili makrozoobenthos. Kondisi perairan Sungai Metro pada tiap stasiun tidak ada yang berada pada kuadran 3 ini. Pada kuadran 4 menunjukan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah makrozoobenthos yang rendah pula. Kuadran 4 sering mengindikasikan adanya polusi rumah tangga, industri, atau pertanian atau efek drainase dari suatu bendungan. Stasiun yang masuk kedalam kuadran 4 ini adalah stasiun 2, hal ini mengindikasikan bahwa perairan stasin 2 telah tercemar berat akibat masukan limbah industri gula PG Kebon Agung dan digunakannya sungai untuk keperluan MCK serta tempat pembuangan sampah.

Setiap komponen atribut biologi yang digunakan mengandung makna tersendiri dalam merespon perubahan komunitas dari adanya perubahan habitat, interaksi biologi, maupun oleh polusi (Reynoldson et al. 1997). Dari keempat metode diatas metode LQI lebih cocok diterapkan untuk penilaian Sungai Metro. Metode LQI ini selain mempertimbangkan toleransi dari masing-masing famili makrozoobenthos juga mempertimbangkan tipe habitat dari makrozoobenthos. Menurut Thome dan Williams (1997) in Silva et al. (2005), Indeks BMWP/ASPT merupakan matriks yang dipertimbangkan menjadi matriks biomonitoring terbaik untuk daerah tropis.

48

Pengelompokan Komunitas dan Habitat Makrozoobenthos

Hasil analisis faktorial koresponden (Correspondence Analysis) terhadap komunitas makrozoobenthos yang menyebar di enam stasiun pengamatan, menunjukkan bahwa informasi mengenai komunitas makrozoobenthos terpusat pada sumbu 1 dan 2 dengan masing-masing sumbu menjelaskan informasi sebesar 52,89% dan 27,95% dari ragam total. Grafik hasil analisis faktorial koresponden antara komunitas makrozoobenthos dan stasiun pengamatan pada kedua sumbu memperlihatkan adanya pengelompokan (Gambar 11).

Gambar 11 Hasil pengelompokan komunitas makrozoobenthos dengan ordinasi Correspondence Analysis

Asosiasi yang nampak antara komunitas makrozoobenthos dengan stasiun pengamatan didapatkan 3 pengelompokan (grup) komunitas makrozoobenthos. Kelompok 1 merupakan komunitas makrozoobenthos yang hidup di daerah air yang relatif bersih dicirikan oleh organisme Ephemeroptera, Trichoptera dan Turbelaria yang hidup pada stasiun 1 dan 3. Hadirnya organisme dengan tingkat toleransi rendah dalam sistem perairan seperti Ephemeroptera, Plecoptera dan Trichoptera telah diamati sebagai cerminan kondisi air yang bersih (Miserendino dan Pizzolon 2003 in Arimoro et al. 2007). Kelompok 2 merupakan komunitas makrozoobenthos yang hidup di daerah tercemar sedang dicirikan oleh organisme Gastropoda dan Oligochaeta yang hidup pada stasiun 4, 5 dan 6. Kelompok 3 merupakan komunitas makrozoobenthos yang hidup di daerah tercemar berat dicirikan oleh organisme Diptera yang hidup pada stasiun 2. Cairns dan Dickson (1971) telah menggolongkan cacing Oligochaeta, larva Chironomidae, lintah dan Moluska termasuk dalam hewan yang toleran terhadap polusi.

Prediksi adanya parameter lingkungan yang mengatur pengelompokan stasiun diatas, dilakukan ordinasi langsung dengan menggunakan analisis komponen utama (Principal Components Analysis). Hasil analisis komponen utama memperlihatkan bahwa kontribusi dari dua sumbu (sumbu 1 dan 2) sebesar 78,92 % dari ragam total. Sebagian besar informasi terpusat pada sumbu 1 yang menjelaskan 51,01% dari ragam total dan sumbu 2 sebesar 27,91% dari ragam total. Hasil ordinasi (Gambar 12) memperlihatkan adanya garis vektor yang mengarah pada tiap-tiap stasiun. Stasiun 1 lebih dicirikan oleh kecepatan arus dan DO yang tinggi, stasiun 3 lebih dicirikan oleh nilai DO dan pH yang besar, stasiun 4,5 dan 6 dicirikan oleh nilai kekeruhan dan suhu yang tinggi sedangkan stasiun 2 lebih dicirikan oleh nilai BOD, COD, amonia dan kesadahan yang tinggi.

Gambar 12 Ordinasi parameter lin gkungan dengan menggunakan Principal Components Analysis

Kualitas fisika kimia air dan tipe substrat merupakan faktor penting yang mempengaruhi kelimpahan makrozoobenthos di suatu perairan (Rueda et al. 2002 in Arimoro et al. 2007). Dari Gambar 11 dan 12 terlihat bahwa komunitas makrozoobenthos yang menyusun stasiun 1 dan 3 yakni kelompok Ephemeroptera, Trichoptera dan Turbelaria cenderung menyukai kondisi perairan dengan kecepatan arus, DO dan pH yang tinggi. Komunitas makrozoobenthos yang menyusun stasiun 4, 5 dan 6 yakni kelompok Gastropoda dan Oligochaeta cenderung toleran terhadap nilai kekeruhan dan suhu yang tinggi. Kedua kelas makrozoobenthos ini kebanyakan bersifat deposit feeder. Hall dan Killen (2006) menjelaskan bahwa Gastropoda umumnya merupakan organisme toleran terhadap

50

peningkatan tekanan lingkungan. Komunitas makrozoobenthos yang menyusun stasiun 2 dari kelompok Diptera cenderung toleran terhadap nilai BOD, COD,

Dokumen terkait