• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading interpretation). Umur panen yang relatif sama atau berdekatan menjadi salah satu faktor penting mengingat penelitian ini terkait dengan vigor genetik benih.

Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan persentase daya berkecambah mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Keseluruhan benih yang digunakan pada penelitian ini memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 92.83% dengan kisaran 83 – 98% dan kadar air awal berkisar antara 11.9 – 12.9%. Kondisi ini sesuai dengan persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan yang mensyaratkan daya berkecambah minimal benih padi sebesar 80% dan kadar air maksimal 13% (Departemen Pertanian 2009). Informasi lengkap mengenai kondisi awal benih dapat dilihat pada Lampiran 7.

Pengujian benih pada kondisi suboptimum terutama dalam kondisi cekaman kekeringan yang dilakukan dengan menggunakan senyawa Polyethylene glycol (PEG) BM 6000 pada beberapa tingkat tekanan osmotik yaitu 0 bar, -2 bar, -4 bar dan -6 bar memberikan hasil yang nyata. Peningkatan tekanan osmotik berdampak pada ketersediaan air bagi perkecambahan sehingga mempengaruhi metabolisme benih atau dengan kata lain semakin tinggi tekanan osmotik yang diberikan pada media perkecambahan maka kemampuan benih berkecambah semakin menurun. Namun, pada pengujian dengan senyawa ini, seringkali masih ditemukan adanya pertumbuhan cendawan pada media setelah beberapa hari penanaman, walaupun dalam persentase yang rendah.

Penderaan yang diberikan pada pengusangan cepat terkontrol memberikan hasil yang sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh tingkat kadar air benih pada perlakuan dan lamanya penderaan. Semakin tingginya kadar air dan semakin lamanya penderaan yang dialami oleh benih, maka penurunan viabilitas dan vigor benih akan semakin cepat. Kondisi kadar air benih selama pengusangan cepat terkontrol dapat dikendalikan sesuai rencana seperti tercantum pada Lampiran 8.

Pengaruh Varietas dan Tekanan Osmotik PEG 6000 terhadap Vigor Kekeringan

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap variabel daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), indeks vigor (IV) dan panjang akar (PA) memberikan respon yang beragam (Tabel 1). Faktor percobaan varietas terlihat sangat berpengaruh nyata terhadap variabel daya berkecambah dan kecepatan tumbuh, sedangkan pada variabel indeks vigor dan panjang akar memberikan pengaruh yang nyata. Faktor percobaan tekanan osmotik PEG 6000 menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada semua variabel yang diamati dan interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 memberikan pengaruh sangat nyata terhadap variabel daya berkecambah dan hanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel kecepatan tumbuh dan indeks vigor, sedangkan terhadap variabel panjang akar tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap keempat variabel yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 9 – 12.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 serta interaksi antara keduanya terhadap variabel yang diamati

Variabel Varietas (V) Tekanan osmotik PEG 6000 (T) Interaksi (V x T) KK (%) Pr > F Pr > F Pr > F DB (%) KCT (%/etmal) IV (%) PA (cm) <0.0001** <0.0001** 0.0007* 0.0014* <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** 0.0002* 0.0011* 0.6643tn 11.26 10.99 21.18 10.91 Keterangan: **)= berpengaruh sangat nyata p ≤ 0.01; *)= berpengaruh nyata p ≤ 0.05; tn= tidak nyata; DB=

daya berkecambah; KCT= kecepatan tumbuh; IV= indeks vigor; PA= panjang akar

Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap variabel daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT) dan indeks vigor (IV), sedangkan pada variabel panjang akar (PA) tidak terdapat interaksi antara varietas dan tekanan osmotik PEG 6000, tetapi masing-masing faktor memberikan pengaruh nyata secara tunggal (Tabel 2-3). Pada tekanan osmotik PEG 6000 0 bar (kontrol) untuk semua variabel pengamatan (DB, KCT, IV dan PA) tidak menunjukkan banyak variasi antar varietas dan nilai masing-masing variabel masih tinggi.

Tabel 2. Pengaruh interaksi varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap beberapa variabel vigor kekeringan

Inpago 4 90.0 (9.5)a 77.3 (8.8)ab 0.0 (0.7)f 0.0 (0.7)f Inpago 5 91.3 (9.6)a 80.7 (9.0)ab 41.3 (6.2)c 2.0 (1.5)ef Inpago 6 89.3 (9.5)a 77.3 (8.8)ab 6.0 (2.5)e 0.0 (0.7)f Batutegi 92.7 (9.6)a 95.3 (9.8)a 2.7 (1.6)ef 0.0 (0.7)f Towuti 78.7 (8.9)ab 66.7 (8.2)b 1.3 (1.2)f 0.0 (0.7)f IR20 94.7 (9.7)a 91.3 (9.6)a 13.3 (3.7)d 0.7 (1.0)f Inpago 4 17.0 (4.2)ab 12.1 (3.5)de 0.0 (0.7)h 0.0 (0.7)h Inpago 5 17.4 (4.2)ab 14.0 (3.8)bcd 6.3 (2.5)f 0.3 (0.9)h Inpago 6 17.9 (4.3)ab 12.6 (3.6)cde 0.9 (1.2)gh 0.0 (0.7)h Batutegi 19.3 (4.4)a 16.6 (4.1)ab 1.6 (1.4)gh 0.0 (0.7)h Towuti 15.1 (3.9)a-d 10.5 (3.3)e 0.2 (0.8)h 0.0 (0.7)h IR20 19.2 (4.4)a 16.0 (4.0)abc 1.9 (1.6)gh 0.1 (0.8)h Inpago 4 53.3 (7.3)b 6.0 (2.5)de 0.0 (0.7)f 0.0 (0.7)f Inpago 5 60.0 (7.7)b 28.0 (5.2)c 0.7 (1.0)f 0.0 (0.7)f Inpago 6 56.7 (7.5)b 7.3 (2.7)de 0.0 (0.7)f 0.0 (0.7)f Batutegi 81.3 (9.0)a 12.0 (3.5)d 0.0 (0.7)f 0.0 (0.7)f Towuti 50.0 (7.1)b 6.0 (2.2)e 0.0 (0.7)f 0.0 (0.7)f IR20 63.3 (8.0)ab 27.3 (5.1)c 0.0 (0.7)f 0.0 (0.7)f Inde ks Vigor (%) Ke ce patan Tumbuh (%/e tmal)

---Varietas Tekanan osmotik PEG 6000 (bar)

0 -2 -4 -6

Daya Be rke cambah (%)

---Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2

Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan persentase daya berkecambah yang berbeda-beda pada masing-masing varietas (Tabel 2). Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 hingga -2 bar mengakibatkan persentase daya berkecambah masing-masing varietas mulai menunjukkan adanya penurunan walaupun belum nyata secara statistik, namun telah terdapat beda nyata antar varietas, sehingga telah dapat dibedakan antara varietas yang toleran dan tidak toleran terhadap kekeringan. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan varietas dalam penelitian ini telah sesuai untuk pengujian identifikasi benih yang toleran terhadap cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG karena adanya varietas yang relatif toleran dan tidak toleran terhadap kekeringan. Pada kondisi ini varietas Batutegi memiliki persentase daya berkecambah tertinggi yaitu 95.3% dan terendah dimiliki oleh varietas Towuti yaitu 66.7%.

Tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar tidak menurunkan daya berkecambah secara nyata pada masing-masing varietas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari & Mariska (2006) pada penapisan dini terhadap somaklon asal varietas Gajah Mungkur, Towuti dan IR64 dimana pada pemberian PEG 6000 berkonsentrasi 10% (setara dengan -2 bar) belum mampu menurunkan daya kecambah benih. Penurunan daya berkecambah, panjang tunas dan panjang akar akibat pemberian PEG 6000 baru dapat dilihat pada konsentrasi 20% atau setara dengan -4 bar. Konsentrasi tersebut oleh Lestari & Mariska (2006) dianggap paling efektif sebab dapat memisahkan antara kecambah yang tahan dengan yang agak tahan terhadap kekeringan pada pengujian di laboratorium.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pemberian PEG 6000 -2 bar belum memberikan cekaman yang cukup berarti bagi benih yang digunakan. Hal ini terlihat dari daya berkecambah benih dari masing-masing varietas yang penurunannya tidak berbeda nyata dengan kontrol. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan hampir semua varietas yang diuji masih memiliki viabilitas potensial yang baik.

Persentase daya berkecambah beberapa varietas seperti Inpago 5, IR20 dan Batutegi pada pemberian -2 bar PEG 6000 masih di atas 80%, dengan nilai masing-masing 80.7%, 91.3% dan 95.3%. Hasil ini memperlihatkan bahwa ketiga varietas tersebut memiliki tingkat toleransi terhadap kekeringan yang lebih tinggi dibandingkan ketiga varietas lainnya yaitu Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti meskipun berdasarkan analisis statistik tidak memberikan perbedaan yang nyata.

Hasil tersebut sejalan dengan klasifikasi yang telah dilakukan oleh Satria (2009) dimana varietas Batutegi tergolong genotipe yang moderat (sedang) dan IR20 tergolong dalam genotipe yang toleran terhadap kekeringan berdasarkan persentase tanaman mati di rumah kaca. Namun klasifikasi tersebut untuk varietas IR20 berbeda dengan standardisasi yang ditetapkan oleh IRRI dalam Lubis et al. (2007) bahwa varietas IR20 merupakan varietas rentan kekeringan. Perbedaan tersebut kemungkinan disebabkan oleh penggunaan metode pengujian yang berbeda antara IRRI dengan yang dilakukan dalam penelitian ini.

Varietas Inpago 5 berdasarkan deskripsinya tergolong sebagai varietas yang toleran kekeringan, sedangkan varietas Batutegi bereaksi moderat terhadap

kekeringan. Varietas Inpago 4 dan Inpago 6 masing-masing merupakan varietas yang toleran dan agak toleran terhadap cekaman abiotik keracunan Aluminium (60 ppm). Anjuran penanaman varietas Towuti berdasarkan deskripsinya hanya cocok ditanam di lahan sawah maupun lahan kering pada musim hujan (BB Padi 2010). Menurut Molphe-Balch et al. (1996), adanya perbedaan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan akibat perbedaan dalam mekanisme fisiologi, morfologi, fenologi, biokimia dan adaptasi molekuler pada varietas yang diuji. Selain itu adanya perbedaan ukuran gabah, ketebalan kulit biji dan vigor benih akan menentukan pula kemampuan benih berkecambah.

Pemberian PEG 6000 bertekanan osmotik -4 bar telah mengakibatkan semua varietas mengalami penurunan daya berkecambah secara nyata terhadap perlakuan kontrol, walaupun persentase penurunannya tidak sama antar varietas. Terlihat bahwa beberapa varietas mengalami penurunan daya berkecambah hingga 90% dibandingkan dengan kontrol bahkan varietas Inpago 4 mengalami kematian total, namun pada varietas Inpago 5 hanya mengalami penurunan 50% dimana benihnya masih mampu berkecambah sebesar 41.3%. Hal ini menunjukkan bahwa benih telah mengalami cekaman yang cukup berat. Demikian pula halnya pada pemberian PEG 6000 bertekanan osmotik -6 bar yang menyebabkan hampir semua benih tidak dapat tumbuh (mati) sehingga tidak dapat dibedakan antara varietas yang toleran dan tidak toleran.

Karakter fisiologi yang dapat digunakan sebagai penanda bahwa benih tersebut toleran terhadap kekeringan antara lain kemampuan benih berkecambah pada larutan yang mempunyai tekanan osmotik tinggi. Benih yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tersebut akan dapat tumbuh baik pula pada cekaman kekeringan di lapangan. Pada penelitian ini terlihat bahwa peningkatan tekanan osmotik PEG pada media mengakibatkan penurunan daya berkecambah yang kemungkinan terjadi akibat terhambatnya proses pembelahan sel dan pemanjangan sel pada metabolisme benih. Hal yang sama dinyatakan oleh Widoretno et al. (2002) bahwa penurunan daya berkecambah benih kedelai yang terjadi akibat meningkatnya tekanan osmotik PEG pada media perkecambahan, diduga terjadi akibat terhambatnya proses pembelahan sel, pemanjangan sel atau keduanya yang disebabkan oleh cekaman kekeringan yang disimulasikan dengan PEG. Proses perkecambahan sangat membutuhkan air, oleh karena itu peran air sangat penting.

Proses penyerapan air pada perkecambahan dibagi menjadi tiga fase yaitu imbibisi, aktivasi dan pertumbuhan. Pada fase imbibisi kandungan air benih mencapai 30%. Pada fase aktivasi tidak terjadi penambahan kandungan air. Pada fase tersebut terjadi proses yang dinamik dan merupakan proses berlangsungnya metabolisme karbohidrat. Perkecambahan benih padi akan terjadi apabila kandungan air mencapai 32.5% (Lestari & Mariska 2006). Apabila benih mengalami kekurangan air maka metabolisme yang semula aktif menjadi terhenti (Takahashi 1995). Cekaman kekeringan pada saat benih berkecambah mengakibatkan metabolisme benih terganggu akibat air yang diperlukan tidak cukup, sehingga hanya benih yang toleran kekeringan saja yang mampu berkecambah. Pada penelitian ini kemampuan tersebut dimiliki oleh varietas Inpago 5 dan IR20.

Pengamatan terhadap kecepatan tumbuh hingga 7 (tujuh) hari setelah perkecambahan, menunjukkan bahwa peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda pada masing-masing varietas (Tabel 2). Pada tekanan osmotik -2 bar hampir semua varietas telah memberikan tanggapan yang nyata terhadap simulasi cekaman kekeringan yang diberikan dan masing-masing varietas dapat dibedakan antara yang toleran dan tidak toleran. Kondisi ini menunjukkan bahwa semua varietas telah mengalami cekaman dengan pemberian tekanan osmotik PEG 6000 -2 bar. Respon penurunan KCT yang berbeda antar varietas memperlihatkan adanya perbedaan toleransi terhadap cekaman yang diberikan. Varietas Batutegi dan IR20 memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Inpago 4 dan Inpago 6, sedangkan Inpago 5 ada diantara keduanya.

Peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 -4 bar telah memberikan kondisi cekaman yang berat pada masing-masing varietas. Hal ini terlihat dari penurunan kecepatan tumbuh yang sangat nyata dibandingkan dengan kontrol, dan pada kondisi ini telah sulit membedakan antara varietas dengan VKTkekeringan yang tinggi dan yang rendah karena semua benih telah sangat tercekam. Demikian pula yang terjadi pada tekanan osmotik -6 bar, dimana cekaman yang terjadi pada level tersebut telah mengakibatkan kematian benih.

Menurut Sadjad (1993), variabel kecepatan tumbuh mengindikasikan VKT

karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapangan yang suboptimum seperti cekaman kekeringan. Semakin tinggi nilai KCT semakin tinggi pula vigor benih tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi memiliki VKT yang tinggi.

Strategi benih toleran dalam menghadapi kondisi cekaman kekeringan melalui mekanisme bertahan (mekanisme toleransi) terhadap kekeringan dengan potensi air jaringan yang rendah dengan osmotic adjustment yang memproduksi dan mengakumulasi asam amino bebas seperti prolin pada jaringan tanaman selama cekaman kekeringan yang bertujuan untuk mempertahankan turgornya melalui penyesuaian potensial osmotik atau dengan meningkatkan elastisitas jaringan selama kondisi kekeringan (Turner 1979). Mempertahankan turgor dengan menurunkan potensial air sangat penting untuk ekspansi sel, pertumbuhan dan proses biokimia, fisiologi dan morfologi, dimana semua proses tersebut terjadi pada saat fase imbibisi dan aktivasi metabolisme berlangsung (Jones et al. 1981).

Menurut Bates et al.(1973) kandungan prolin pada tanaman meningkat secara proporsional lebih cepat dibandingkan dengan asam amino lain pada kondisi cekaman kekeringan. Hubungan antara akumulasi prolin bebas dan cekaman kekeringan ini telah banyak diteliti oleh para peneliti. Handayani (1992) melakukan penelitian pada benih jagung dan kedelai melaporkan bahwa peningkatan tekanan osmotik sampai -2.5 bar pada jagung memberikan respon akumulasi prolin bebas yang nyata antara kecambah dari lot benih bervigor tinggi dan rendah. Sari (1994) yang melakukan penelitian pada jagung varietas Arjuna juga melaporkan bahwa menurunnya tingkat vigor benih dan terjadinya kondisi cekaman kekeringan menyebabkan peningkatan kandungan prolin bebas dalam kecambah.

Pengaruh interaksi antara faktor varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 pada variabel indeks vigor juga dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil yang relatif sama dengan variabel KCT terjadi pada variabel indeks vigor dimana peningkatan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan mengakibatkan penurunan indeks vigor yang berbeda-beda pada masing-masing varietas.

Pemberian tekanan osmotik -2 bar menyebabkan penurunan indeks vigor secara nyata pada masing-masing varietas dan pada kondisi ini terlihat jelas

perbedaan vigor antar varietas. Varietas Inpago 5 dan IR20 memiliki VKTkekeringan

yang lebih tinggi dibandingkan varietas lainnya dengan nilai indeks vigor masing-masing 28% dan 27.3%, sedangkan varietas Inpago 4 dan Towuti memiliki VKTkekeringan terendah dengan nilai indeks vigor 6%.

Cekaman yang sangat berat akibat dari pemberian PEG 6000 bertekanan osmotik -4 bar menyebabkan hampir seluruh benih tidak mampu berkecambah dan tidak dapat dibedakan lagi tingkat toleransi masing-masing varietas. Hal serupa dialami pada tekanan osmotik -6 bar yang mengakibatkan semua benih tidak dapat berkecambah.

Indeks vigor dan KCT yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih cepat, sehingga digolongkan dalam vigor. Menurut Sadjad (1994), benih yang cepat tumbuh menunjukkan benih tersebut mampu mengatasi berbagai macam kondisi suboptimum. Nilai indeks vigor selalu lebih rendah dibandingkan nilai daya berkecambah tetapi lebih mendekati pertumbuhan benih di lapangan. Miguel & Filho (2002) menunjukkan bahwa pada benih jagung perhitungan pertama pada pengujian perkecambahan dapat menunjukkan performansi pertumbuhan benih di lapangan (seedling emergence).

Hasil analisis statistik terhadap variabel panjang akar menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara varietas dengan tekanan osmotik yang diberikan, sehingga tidak mempengaruhi pemilihan tekanan osmotik yang ada. Masing-masing faktor memberikan pengaruh yang nyata secara tunggal. Terlihat bahwa semakin tinggi tekanan osmotik yang diberikan, semakin terhambat pertumbuhan akarnya (Tabel 3).

Menurut Suardi (2002) perakaran padi berhubungan erat dengan sifat toleransi tanaman terhadap kekeringan. Mekanisme sifat perakaran dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap kekeringan antara lain: 1) perakaran yang dalam dan padat berpengaruh terhadap penyerapan air dengan besarnya tempat penampungan air tanah, 2) besarnya daya tembus (penetrasi) akar pada lapisan tanah keras meningkatkan penyerapan air tanah dalam, dan 3) penyesuaian tegangan osmosis akar meningkatkan ketersediaan air tanah bagi tanaman dalam kondisi kekurangan air.

Tabel 3. Pengaruh faktor tunggal varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 terhadap panjang akar

Inpago 4 bc Inpago 5 a Inpago 6 bc Batutegi ab Towuti c IR20 ab Rata-rata a b c d Rata-rata

Varietas Tekanan osmotik PEG 6000 (bar)

0 -2 -4 -6 13.35 12.32 12.67 12.93 12.77 13.74 12.73 Panjang Akar (cm) ---12.50 11.36 10.89 12.12 11.40 10.75 8.30 10.80 12.07 9.40 7.03 10.32 12.44 10.94 8.80 11.21 12.02 10.35 8.42 12.70 9.95 8.56 11.14 10.98 9.72 6.96 10.00

Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Dubrovsky & Gomez-lomeli (2003) menyatakan bahwa salah satu strategi tanaman toleran dalam menghadapi cekaman kekeringan dimulai pada fase perkecambahan sampai pertumbuhan vegetatif dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar yang banyak. Kecambah yang memiliki akar yang lebih panjang akan mempunyai vigor yang lebih tinggi pada kondisi cekaman kekeringan. Fauzi (1997) menyatakan bahwa kecambah padi yang toleran kekeringan akan memiliki akar yang panjang dan memiliki berat kering akar lebih besar daripada kecambah yang tidak toleran. Pada penelitian ini, panjang akar benih antar satu varietas dengan varietas yang lain menunjukkan perbedaan yang nyata secara statistik. Varietas yang memiliki tingkat toleransi yang lebih tinggi terhadap kekeringan memiliki rata-rata panjang akar lebih tinggi dibandingkan varietas yang relatif tidak toleran. Rata-rata-rata panjang akar tertinggi dimiliki oleh varietas Inpago 5 dengan nilai rata-rata panjang akar 12.12 cm, dan rata-rata panjang akar terendah dimiliki oleh varietas Towuti yaitu 10 cm.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap variabel DB, KCT, IV dan PA karena pengaruh varietas dan tekanan osmotik PEG 6000 yang diberikan, diperoleh hasil bahwa PEG 6000 bertekanan osmotik -2 bar merupakan level yang tepat untuk mengidentifikasi toleransi benih padi terhadap cekaman kekeringan. Hasil yang sama dinyatakan oleh Junaidi (1998) yang melakukan penelitian mengenai indikasi ketahanan padi gogo terhadap kekeringan berdasarkan viabilitas benih pada fase kecambah, dimana dengan menggunakan PEG 6000 bertekanan osmotik -2.139 bar telah dapat mengindikasikan benih yang toleran dan yang peka. Hasil penelitian lain

yang dilakukan oleh Effendi et al. (2009) menunjukkan bahwa berdasarkan nilai indeks sensitivitas cekaman kekeringan (ISK) yang dihitung berdasarkan peubah bobot kering akar kecambah diketahui bahwa perlakuan PEG 10% (setara dengan -2 bar) pada media perkecambahan merupakan kondisi cekaman kekeringan yang dapat mengelompokkan genotipe jagung toleran, medium toleran dan peka kekeringan.

Pada penelitian ini, berdasarkan hasil percobaan 1 dengan melihat penurunan nilai-nilai yang mengindikasikan VKTkekeringan pada semua variabel pengamatan, diperoleh pengelompokan varietas yang toleran terhadap kekeringan yaitu varietas Inpago 5, IR20 dan Batutegi, sedangkan varietas Inpago 4, Inpago 6 dan Towuti tergolong dalam varietas yang tidak toleran.

Pengaruh Varietas dan Kondisi PCT (Kadar Air Benih dan Lama Penderaan) terhadap Viabilitas

Rekapitulasi analisis ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi dari kedua faktor yaitu varietas dan kondisi PCT berpengaruh sangat nyata terhadap semua variabel yang diamati pada penelitian ini. Hal yang sama ditunjukkan juga oleh faktor tunggal varietas dan faktor tunggal kondisi PCT. Hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 13 – 16.

Tabel 4. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh varietas dan kondisi PCT (kadar air dan lama penderaan) terhadap variabel yang diamati

Variabel Varietas (V) Kondisi PCT (Kadar air/lama penderaan) (P) Interaksi (V x P) KK (%) Pr > F Pr > F Pr > F DB (%) KCT (%/etmal) IV (%) PA (cm) <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** <0.0001** 11.99 12.43 19.60 12.55 Keterangan: **)= berpengaruh sangat nyata p ≤ 0.01; *)= berpengaruh nyata p ≤ 0.05; tn= tidak nyata; DB=

daya berkecambah; KCT= kecepatan tumbuh; IV= indeks vigor; PA= panjang akar

Percobaan yang dilakukan dengan metode PCT dengan kondisi kadar air benih dan kurun waktu penderaan yang berbeda memberikan respon yang beragam pada variabel yang diamati, namun secara umum dapat dikatakan bahwa semakin meningkat kadar air akan menurunkan viabilitas dan vigor benih.

Demikian pula halnya dengan periode penderaan yang diberikan, semakin lama akan mengakibatkan penurunan viabilitas dan vigor benih. Pada variabel daya kecambah seperti terlihat pada Tabel 5, menunjukkan pengaruh interaksi antara varietas dan kondisi PCT.

Tabel 5. Pengaruh interaksi varietas dan kondisi PCT (kadar air benih dan lama penderaan) terhadap daya berkecambah (%)

20%/24 jam 80.0 (9.0)a-i 99.3 (9.9)a 88.0 (9.4)a-e 92.6 (9.6)abc 66.0 (8.1)c-n 96.6 (9.8)ab 20%/48 jam 77.3 (8.8)a-k 83.3 (9.1)a-f 61.3 (7.8)e-o 80.6 (9.0)a-h 53.3 (7.1)l-s 95.3 (9.7)abc 20%/72 jam 26.6 (5.2)tuv 77.3 (8.8)a-k 39.3 (6.3)p-t 27.3 (5.2)tuv 44.6 (6.6)n-t 88.0 (9.4)a-e 22%/24 jam 81.3 (9.1)a-g 95.3 (9.7)abc 87.3 (9.3)a-e 73.3 (8.6)a-l 63.3 (7.9)d-o 92.6 (9.6)abc 22%/48 jam 54.0 (7.4)i-r 92.0 (9.6)abc 41.3 (6.4)o-t 49.3 (6.9)m-s 56.0 (7.4)h-r 76.0 (8.7)a-k 22%/72 jam 6.6 (2.5)yza'60.0 (7.6)f-p 12.0 (3.4)wxy 1.3 (1.2)a'b' 12.6 (3.5)wxy48.6 (7.0)m-s 24%/24 jam 84.6 (9.2)a-f 93.3 (9.6)abc 76.7 (8.8)a-k 78.0 (8.9)a-j 59.3 (7.7)f-p 90.0 (9.5)a-d 24%/48 jam 53.3 (7.3)j-s 90.6 (9.5)a-d 10.0 (3.1)wxy26.0 (5.2)tuv 34.6 (5.9)r-u 57.3 (7.5)g-q 24%/72 jam 7.3 (2.7)xyz 68.6 (8.3)b-m 0.6 (1.0)a'b' 1.3 (1.3)z-b' 7.3 (2.8)xyz 22.6 (4.4)uvw 26%/24 jam 71.3 (8.4)a-m 89.3 (9.4)a-e 62.6 (7.9)d-o 72.0 (8.5)a-m 53.3 (7.2)k-s 88.0 (9.4)a-e 26%/48 jam 36.6 (6.0)q-t 79.3 (8.9)a-j 18.0 (4.1)vwx28.6 (5.3)tuv 33.3 (5.8)s-u 54.7 (7.4)h-r 26%/72 jam 1.3 (1.2)a'b' 0.0 (0.7)b' 0.6 (1.0)a'b' 0.0 (0.7)b' 2.0 (1.3)z-b' 2.6 (1.6)z-b'

Batutegi Towuti IR20 Kondisi PCT

(KA/Lama Penderaan)

Varietas Inpago 4 Inpago 5 Inpago 6

Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5% angka dalam kurung merupakan hasil transformasi (x + 0.5)1/2

Kondisi PCT pada semua tingkat kadar air benih yaitu 20%, 22%, 24% dan 26% dengan lama penderaan 24 jam menunjukkan bahwa masing-masing varietas tidak mengalami penurunan viabilitas seiring dengan peningkatan kadar air. Menurut Powell & Matthews (2005), kondisi umum yang digunakan untuk PCT adalah kadar air 20%, lama penderaan 24 jam dan suhu 45oC, tergantung jenis komoditasnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini kondisi PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 24 jam dijadikan sebagai acuan dalam melihat penurunan nilai-nilai pada semua variabel yang diamati. Pada kondisi PCT dengan kadar air 20% dan lama penderaan 24 jam terlihat bahwa hampir semua benih memiliki viabilitas yang tinggi yaitu dengan nilai daya berkecambah di atas 80%, hanya varietas Towuti yang daya berkecambahnya rendah yaitu 66%. Hal ini menunjukkan bahwa varietas Towuti memiliki tingkat toleransi yang lebih rendah dibandingkan varietas lain terhadap penderaan yang

diberikan. Sedangkan varietas yang tergolong memiliki toleransi yang tinggi adalah varietas Inpago 5 dan IR20, dimana pada penderaan selama 24 jam dengan peningkatan kadar air hingga 26%, varietas tersebut masih memiliki daya berkecambah masing-masing 89.3% dan 88%. Namun secara umum, kondisi PCT pada semua tingkat kadar air belum dapat menurunkan daya berkecambah secara nyata untuk penderaan selama 24 jam walaupun terjadi peningkatan kadar air.

Menurut Powell & Matthews (2005) dalam metode PCT sebagaimana uji vigor lainnya membutuhkan ketelitian dalam mencapai kadar air yang sama pada lot benih sebelum mengalami deteriorasi secara cepat pada suhu tinggi (45oC) di laboratorium. Laju peningkatan kelembaban pada benih berbeda antar lot. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan tingkat kerusakan pada tiap lot benih. Ketelitian dalam menetapkan kadar air sangat diperlukan, karena perbedaan 1% kadar air

Dokumen terkait