• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur morfologi daun sagu (Metroxylon sagu Rottb.) menjadi dasar untuk karakterisasi sifat fisiologi dari tanaman sagu (Nitta et al. 2005). Daun merupakan organ tanaman yang paling penting dalam proses biofisikal, terutama dalam menentukan pertukaran air dan energi diantara permukaan tanah, vegetasi dan atmosfir. Hal tersebut mempengaruhi proses penting seperti evapotranspirasi dan hasil fotosintesis.

Persentase hidup

Pesentase hidup tanaman di lapangan merupakan salah satu indikator penting dalam percobaan. Karakteristik lahan di lokasi perkebunan yaitu lahan

12

gambut dalam (3-5 m) dengan tingkat kematangan sedang (gambut hemik). Gambut di perkebunan tersebut termasuk dalam gambut oligotropik yaitu gambut yang sedikit mengandung bahan mineral. Menurut Bintoro et al. (2010) suhu terendah bagi pertumbuhan sagu yaitu 15 0C. Pertumbuhan terbaik terjadi pada suhu udara 25 0C dengan kelembaban nisbi 90% dan intensitas penyinaran matahari sekurang-kurangnya 900 joule cm-2 hari-1. Apabila dibandingkan dengan pernyataan di atas maka suhu udara di lahan percobaan memiliki suhu yang lebih tinggi yaitu antara 26.35-30.52 0C dengan kelembaban yang lebih rendah yaitu sekitar 67-86%.

Tabel 1. Persentase hidup tanaman di lapangan pada akhir pengamatan

Perlakuan Persentase hidup (%) Bobot Anakan (kg)

2-4 48.15

4-8 34.26

Periode pembibitan (minggu)

2 33.33

4 61.11

8 38.89

12 31.48

Jarak tanam yang digunakan pada percobaan ini 8 m x 8 m. Persentase hidup tanaman pada percobaan ini sekitar 31.48-61.11% (Tabel 1). Berdasarkan analisis data yang dilakukan bahwa perlakuan bobot anakan maupun periode pembibitan tidak berpengaruh dengan persentase hidup tanaman, sehingga pada masa apapun penggunaan anakan dengan bobot 2-4 kg dapat digunakan, tanpa harus menggunakan anakan yang lebih berat. Perlakuan bobot anakan dan periode pembibitan juga tidak terdapat interaksi antara keduanya. Menurut Irawan et al. (2009) rata-rata persentase hidup anakan di tanah gambut yaitu 70-90%, sehingga tanaman pada percobaan masuk dalam kategori rendah tingkat kehidupannya. Kondisi lingkungan yang kurang mendukung dan pemeliharaan tanaman yang tidak sesuai dapat mempengaruhi persentase hidup tanaman di lapangan.

Jumlah Pelepah

Hasil analisis menunjukkan bahwa peubah jumlah pelepah pada perlakuan bobot anakan tidak berbeda nyata dari awal hingga akhir pengamatan (April 2011-Desember 2013), sedangkan perlakuan periode pembibitan dari awal tanam hingga Desember 2011 menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Namun, ketika tanaman berumur 2 tahun tidak berbeda nyata hingga akhir pengamatan bulan Desember 2013 (Tabel 2).

13 Tabel 2. Pengaruh bobot dan periode pembibitan terhadap jumlah pelepah hidup

Perlakuan Bulan Pengamatan April 2011* Juni 2011* Agust 2011* Okt 2011* Des 2011* Feb 2013 Apr 2013 Juni 2013 Agust 2013 Des 2013 ………pelepah………. Bobot Anakan 2-4 kg 0.6 1.0 2.4 4.0 6.1 7.6 8.4 9.6 9.9 10.8 4-8 kg 0.5 0.8 2.1 3.5 6.4 8.6 9.3 10.4 10.5 10.8 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Periode pembibitan 2 minggu 0.3c 0.5c 1.5b 2.5b 5.3b 7.3 7.8 9.2 9.1 9.4 4 minggu 0.4bc 0.7bc 1.9b 3.9a 6.1ab 8.0 8.9 10.1 10.5 11.7 8 minggu 0.6ab 1.0b 2.7a 4.5a 6.9a 9.1 10.2 11.7 11.5 12.5 12minggu 0.9a 1.4a 2.8a 4.3a 6.7a 7.9 8.5 9.2 9.5 9.6

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%

*: ( Ahyuni 2011)

Tanaman perlakuan 12 minggu di pembibitan selama tahun 2011 yaitu dari awal tanam hingga bulan Agustus 2011memiliki jumlah pelepah yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan periode pembibitan yang lain. Namun ketika bulan Oktober dan Desember 2011, perlakuan 12 minggu di pembibitan tidak berbeda dengan tanaman 4 dan 8 minggu di pembibitan. Hal ini menunjukkan bahwa tahap terpenting bagi pertumbuhan tanaman sagu yaitu pada saat umur 0-9 bulan setelah tanam, karena setelah itu tidak terdapat perbedaan nyata pada pertambahan pelepah. Jumlah pelepah meningkat pada setiap pengamatan yaitu dengan rata-rata penambahan 1 pelepah setiap bulan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Irawan (2010) dan Jong (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan daun sekitar 1 daun setiap bulan. Jumlah pelepah rata-rata yang terproduksi (termasuk pelepah mati) pada tanaman berumur tiga tahun yaitu sekitar 20-30 pelepah (Irawan et al. 2012).

Jumlah Anak Daun

Tanaman sagu memiliki jumlah anak daun yang lebih variatif. Bobot anakan tidak memberikan pengaruh yang nyata (Tabel 3) dari awal tanam hingga akhir pengamatan, kecuali saat bulan Oktober 2011 tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun yaitu dengan jumlah terbanyak pada bobot 4-8 kg.

Perlakuan periode pembibitan menunjukkan bahwa pada awal tanam hingga bulan Juni 2011 setelah tanam menunjukkan pengaruh yang nyata, sedangkan saat bulan Agustus 2011 tidak menunjukkan pengaruh yang nyata, kemudian nyata kembali pada bulan Oktober dan Desember 2011. Pengamatan selanjutnya saat tanaman mulai berumur 3 tahun menunjukkan tidak adanya pengaruh peubah jumlah anak daun pada kedua perlakuan.

Tanaman percobaan yang memiliki jumlah anak daun yang rendah yaitu 62-78 helai pada bulan Desember 2013. Hal ini berbeda dengan Gusmayanti et al. (2008) yang menyatakan bahwa jumlah anak daun pada fase sebelum terbentuk

14

batang, setelah pindah tanam memiliki jumlah daun sekitar 8 dengan jumlah anak daun sekitar 81.

Tabel 3. Pengaruh bobot dan periode pembibitan terhadap jumlah anak daun

Perlakuan Bulan Pengamatan April 2011* Juni 2011* Agust 2011* Okt 2011* Des 2011* Feb 2013 Apr 2013 Juni 2013 Agust 2013 Des 2013 ………...Helai... Bobot Anakan 2-4 kg 16.7 28.1 44.5 42.0b 40.0 51.0 55.3 59.9 65.7 70.9 4-8 kg 13.2 23.4 51.1 55.4a 44.8 52.4 59.8 62.1 67.8 71.7 Periode pembibitan

2 minggu 6.2b 14.8b 47.6 51.9a 50.6a 42.9 46.5 52.2 55.4 62.3 4 minggu 8.1b 19.7b 46.8 48.2ab 42.6b 54.4 63.3 63.6 71.3 78.0 8 minggu 20.5a 33.9a 49.4 48.3ab 36.7b 56.4 66.3 67.5 73.6 76.8 12minggu 25.0a 34.6a 47.4 46.4b 39.7b 53.1 54.0 60.6 66.8 68.2 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang

tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5% *: (Ahyuni 2011)

Luas Anak Daun

Panjang dan lebar anak daun menjadi salah satu indikator pertumbuhan yang dapat mempengaruhi luas bidang fotosintesis tanaman. Bobot anakan tidak memberikan pengaruh terhadap luas anak daun dari awal pengamatan hingga akhir.

Tabel 4 Pengaruh bobot anakan dan periode pembibitan terhadap luas anak daun

Perlakuan Bulan Pengamatan April 2011* Juni 2011* Agust 2011* Okt 2011* Des 2011* Feb 2013 Apr 2013 Juni 2013 Agust 2013 Des 2013 ...cm2... Bobot Anakan 2-4 kg 18.82 27.76 47.37 55.11 55.023 143.64 157.33 172.23 201.51 218.79 4-8 kg 15.14 21.90 53.28 56.53 58.693 142.34 162.10 179.54 208.55 228.19 Uji F tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Periode pembibitan 2 minggu 5.43b 14.42b 58.39 53.11 49.48 120.34 133.18 146.57 180.26 191.91 4 minggu 8.54b 19.42b 50.77 61.93 63.79 153.45 171.69 192.83 203.45 249.81 8 minggu 22.30a 28.83ab 46.71 52.17 55.46 160.30 177.11 193.59 229.79 246.44 12minggu 31.65a 36.65a 45.44 56.08 58.71 137.88 156.87 170.54 206.63 205.82 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang

tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5% *: (Ahyuni 2011)

Perlakuan periode pembibitan hanya memberikan pengaruh pada awal pengamatan saja yaitu bulan April dan Juni 2011, selanjutnya tidak memberikan pengaruh hingga akhir pengamatan (Tabel 4). Periode pembibitan berpengaruh

15 pada pengamatan pertama karena saat pindah tanam bibit masih memiliki anak daun dengan kondisi yang baik, tetapi selanjutnya tidak menunjukkan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan tanaman lainnya. Kondisi lingkungan dan kemampuan hidup tanaman dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Nakamura et al. (2004) dan Gusmayanti et al. (2008) menyatakan bahwa luas daun merupakan peubah yang penting dalam pertumbuhan tanaman sagu, dengan mengetahui panjang dan lebar anak daun setiap tanaman maka total area dari helai daun tanaman sagu dapat dihitung, sehingga dapat menunjukkan kondisi tanaman.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa masa kritis tanaman sagu terjadi saat tanaman berumur kurang dari satu tahun, yang ditunjukkan adanya pengaruh pada peubah yang diamati. Setelah tanaman berumur diatas satu tahun, tanaman menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap peubah yang diamati, sehingga pada waktu tanaman berumur kurang dari satu tahun sangat memerlukan perawatan atau pemeliharaan. Hal ini karena pada umur dibawah satu tahun, tanaman masih dalam fase adaptasi dengan lingkungan. Pemeliharaan yang intensif seperti pengendalian gulma sekitar piringan dan pemberian naungan diawal tanam dilakukan untuk mengurangi gangguan gulma dan tingginya transpirasi tanaman.

Tinggi Induk dan Anakan

Tinggi tanaman percobaan saat pengamatan bulan Desember 2013 mencapai hingga 303.09 cm. Ando et al. (2007) menyatakan bahwa tinggi tanaman yang berumur 5 tahun berkisar antara 5.8-6.8 m dan 5.4-6.2m. Tanaman percobaan masih berumur 3 tahun, sehingga tinggi tanaman tidak lebih dari 5 meter. Begitupula menurut Irawan et al. (2012) tanaman sagu dengan umur 3 tahun memiliki rata-rata tinggi 240-450 cm.

Irawan et al., (2012) menyatakan bahwa adanya pertumbuhan anakan sagu ketika awal pindah tanam akan menunjukkan pertumbuhan bibit yang cepat, yaitu dengan pertumbuhan daun dan tinggi tanaman. Pada tahun 2012 kegiatan pengamatan maupun pemeliharaan tanaman tidak dilakukan, sehingga terlihat tanaman kurang terawat dibandingkan periode pengamatan (tahun 2011 dan 2013). Hasil menunjukkan bahwa masa kritis tanaman sagu terjadi saat tanaman berumur di bawah satu tahun, yang ditunjukkan adanya pengaruh pada peubah morfologi yang diamati. Setelah tanaman berumur diatas satu tahun, tanaman menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap peubah yang diamati, sehingga saat masa kritis yaitu saat tanaman berumur dibawah satu tahun sangat diperlukan perawatan atau pemeliharaan yang intensif.

Tumbuhan sagu senantiasa menghasilkan jumlah tunas anakan dalam jumlah relatif banyak, sehingga memungkinkan terjadinya persaingan. Persaingan dapat terjadi diantara sesama tunas anakan maupun persaingan individu yang tumbuh lebih awal. Kompetisi antara anakan di dalam rumpun sagu sangat mungkin terjadi. Persaingan yang dimaksud berkaitan dengan komponen di atas tanah (atmosfer) seperti udara, cahaya, ruang dan komponen di dalam tanah seperti air, oksigen, dan unsur hara (Botanri 2010).

Pengendalian pertumbuhan anakan sagu yaitu dengan melaksanakan pemangkasan anakan (pruning). Pemangkasan yang berkala akan memaksimalkan

16

pertumbuhan tanaman induk, membentuk dan memelihara ukuran tanaman serta mengoptimalkan hasil metabolisme ke batang sebagai organ penyimpanan. Pemangkasan juga memberikan pengaruh yang positif terhadap pertambahan jumlah pelepah, jumlah pelepah anakan yang dipelihara dan dapat mengurangi kompetisi penyerapan hara sesama anakan serta membuka ruang terbuka bagi tanaman untuk mendapatkan cahaya (Manaroinsong 2014).

Fisiologi Tanaman

Fotosintesis merupakan suatu reaksi anabolik yang mengkonversi air dan karbondioksida menjadi glukosa dan oksigen dengan energi foton dari cahaya matahari. Akumulasi pati pada sagu bergantung pada asimilasi CO2 setiap tanaman, yang dapat dihitung dengan mengalikan laju fotosintesis per luas daun dengan total luas daun per ha. Pada pertumbuhan awal, tanaman sagu dapat meningkatkan luas daun dengan kondisi banyak mendapat sinar matahari (Flach and Schuiling 1991).

Kerapatan Stomata

Daun bisa beradaptasi dengan lingkungan untuk meningkatkan fotosintesis melalui pengaturan laju pertukaran gas. Kecepatan pertukaran gas pada daun ter-gantung kepada banyaknya stomata per luas daun dan lebar pembukaan stomata. Konduktansi stomata mencerminkan kondisi kemudahan stomata untuk per-tukaran gas CO2 dan air. Semakin banyak dan lebar pembukaan stomata maka semakin tinggi konduktansi stomata dan semakin tinggi pertukaran CO2 per satuan luas daun, karena itu konduktansi stomata juga mencerminkan level fotosintesis (Taiz dan Zeiger 2010). Kerapatan stomata menurun pada kondisi di bawah naungan.

Jumlah stomata menjadi salah satu indikator kemampuan tanaman dalam melakukan kegiatan fotosintesis maupun respirasi. Fotosintesis tanaman berkaitan dalam hal penyerapan CO2 dari udara, sehingga dengan tingginya kerapatan stomata kemungkinan penyerapan CO2 akan semakin banyak. Kerapatan stomata pada tanaman contoh saat tanaman berumur 2 tahun setelah tanam pada permukaan atas (adaxial) 50.88 – 101.76 mm-2, sedangkan kerapatan stomata pada bagian bawah (abaxial) sekitar 251.4 - 369.2 mm-2.

Menurut Omori et al. (2000) kerapatan stomata pada permukaan abaxial dapat meningkat dari umur 1-3 tahun (400~900 mm-2), kemudian sedikit demi sedikit meningkat hingga mendekati nilai 1 000 mm-2 pada umur 5 tahun yaitu pada fase pembentukan batang. Pada permukaan adaxial, kerapatan stomata juga meningkat seiring dengan penuaan tanaman. Pada perlakuan bobot anakan maupun periode pembibitan memiliki kerapatan stomata yang tidak berbeda nyata. Kerapatan stomata bagian abaxial memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi daripada bagian adaxial (Tabel 5). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Naito et al. (2005) bahwa kerapatan stomata bagian abaxial lebih besar daripada permukaan adaxial. Perbedaan kerapatan stomata pada bagian abaxial dan adaxial pada daun yang sama dapat dilihat pada Gambar 6. Amarillis et al. (2011) menyatakan bahwa setiap aksesi sagu memiliki perbedaan kerapatan stomata, sehingga dapat mempengaruhi proses fotosintesis.

17 Tabel 5. Kerapatan stomata setiap mm2 pada pengamatan bulan Maret 2013

Perlakuan Adaxial Abaxial

2-4 kg 88.9 351.5 4-8 kg 72.53 270.0 Uji F tn tn 2 minggu 50.88 251.4 4 minggu 96.34 354.6 8 minggu 101.76 369.2 12 minggu 77.59 297.3 Uji F tn tn

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%

Selain itu, Omori et al. (2000) menyatakan bahwa panjang stomata, permukaan adaxial lebih panjang (12~15 µm) daripada permukaan abaxial (9~14 µm) pada semua umur tanaman. Panjang stomata dari kedua permukaan menurun seiring dengan umur tanaman dari umur 1-3 tahun, tetapi tidak begitu berubah setelahnya.

a b

Gambar 6 Salah satu contoh stomata a) bagian atas (adaxial) dan b) bagian bawah (abaxial) daun sagu dengan perbesaran ukuran 20 µm

Sel-sel palisade biasanya dijumpai pada bagian adaxial (atas) daun, berbentuk tiang, dan mengandung klorofil. Sel parenkima palisade bisa berbentuk barisan dengan satu lapisan atau dua lapisan. Stomata terletak di bagian epidermis. Stomata merupakan pintu untuk pertukaran gas antara jaringan dalam tumbuhan dan lingkungannya. Pada tumbuhan darat, umumnya stomata tersebar pada epidermis bawah. Beberapa tanaman mempunyai stomata pada kedua permukaan daunnya, sehingga kerapatan stomata daun berbeda-beda.

Kandungan gula dan pati pada daun tanaman

Starch atau pati merupakan polisakarida hasil sintesis dari tanaman hijau

melalui proses fotosintesis. Pati memiliki bentuk kristal bergranula yang tidak larut dalam air pada temperatur ruangan yang memiliki ukuran dan bentuk tergantung pada jenis tanamannya. pati sagu adalah simple starch grain/butiran pati berbentuk oval dan berbentuk kumparan/gelendong kubus (Nitta et al. 2010; Yamamoto et al. 2007).

18

Tabel 6. Analisis gula dan pati pada daun

Perlakuan pati (%) gula (%)

2-4 kg 3.62 25.52 4-8 kg 4.87 22.60 Uji F tn tn 2 minggu 3.65 21.12 4 minggu 5.80 23.33 8 minggu 4.69 25.77 12 minggu 2.99 26.14 Uji F tn tn

Takemori et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan gula total pada daun sagu 10-45% dari total gula pada satu tanaman sagu, sedangkan kandungan pati di daun hanya 1-5. Konsentrasi gula total lebih tinggi di daun daripada di batang, walaupun konsentrasi pati lebih tinggi di batang daripada daun. Kandungan pati pada tanaman yang dirawat yaitu 10-20% lebih tinggi daripada tanaman tanpa pemeliharaan. Kandungan gula dan pati total sekitar 35-140 kg dan 75-1030 kg.

Analisis gula dan pati dilakukan untuk menunjukkan adanya cadangan makanan yang cukup pada tanaman. Kandungan gula pada tanaman pengamatan antara 21.12-26.14% sedangkan kandungan pati 2.99-5.80% (Tabel 6). Pada peubah pengamatan kandungan pati dan gula tanaman percobaan tidak berpengaruh nyata dari kedua perlakuan yang diberikan. Tanaman sagu pada percobaan memiliki kadar gula di anak daun yang lebih tinggi dibandingkan kadar pati. Kegiatan fotosintesis total penyerapan matahari hanya sekitar 5% yang dapat diubah menjadi karbohidrat (Taiz dan Zeiger 2002).

Kehijauan Daun

Tingkat kehijauan daun dapat menjadi salah satu indikator yang dapat mempengaruhi kegiatan fotosintesis tanaman. Hal ini berhubungan dengan penyerapan cahaya matahari untuk proses fotosintesis.

Peubah pengamatan kehijauan daun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kedua perlakuan yaitu perlakuan bobot anakan dan periode pembibitan. Kisaran kehijauan daun tanaman pengamatan yaitu dari 55.87- 69.63 (Gambar 7).

Faktor toleransi yang penting dalam resistensi kekurangan cahaya yaitu laju penurunan respirasi (Levitt 1980). Salah satu cara untuk melihat besarnya kegiatan respirasi dengan mengukur jumlah karbohidrat yang digunakan selama proses respirasi berlangsung. Proses fotosintesis pada tanaman apabila terdapat cahaya penuh, dapat memberikan pengaruh besar terhadap akumulasi bahan kering pada tajuk. Namun, pada kondisi cahaya rendah pada daun menunjukkan peningkatan jumlah klorofil dan rendahnya akumulasi karbohidrat (Makino et al. 1997).

19

Gambar 7. Tingkat kehijauan daun tanaman (SPAD) Analisis Unsur Hara Daun

Tanaman memerlukan unsur hara yang cukup agar dapat tumbuh dengan baik. Berlebihan maupun kekurangan unsur hara dapat menyebabkan per-tumbuhan tanaman tidak optimal. Menurut kebutuhannya unsur hara dibagi menjadi dua yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tanaman dan tanaman dapat mati tanpa unsur tersebut, sedangkan unsur hara mikro merupakan unsur yang diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit.

Unsur N merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang digunakan untuk pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar, namun apabila terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman. Kandungan N di dalam jaringan tanaman sekitar 2 – 4% dari bobot kering tanaman, penyusun senyawa organik dalam tanaman (asam amino, protein, asam nukleat) dan merupakan bagian yang terlibat di dalam sintesis dan transfer energi (Munawar 2011). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan N pada daun tanaman memiliki nilai paling besar, karena tanaman masih pada masa pertumbuhan vegetatif.

Perlakuan bobot anakan tidak berpengaruh terhadap kandungan N, P, K dan Mg, kecuali kandungan Ca. Perlakuan bobot anakan berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan Ca pada anak daun sagu, menunjukkan bahwa Ca sangat penting terutama dalam pembentukan pucuk daun baru.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

2 minggu 4 minggu 8 minggu 12 minggu

k eh ij au an d au n ( u n it) 60 62 64 66 68 70 2-4 kg 4-8 kg k eh ij au an d au n ( u n it) perlakuan

20

Tabel 7. Pengaruh bobot anakan dan periode pembibitan terhadap kandungan unsur hara pada daun tanaman

Perlakuan Unsur N P K Ca Mg ………%………. Bobot Anakan 2-4 kg 2.01 0.11 0.69 0.44b 0.11 4-8 kg 1.86 0.10 0.63 0.57a 0.10 Uji F tn tn tn ** tn Periode pembibitan 2 minggu 1.55b 0.09b 0.58 0.62 0.08b 4 minggu 2.07a 0.11a 0.74 0.46 0.11a 8 minggu 2.04a 0.11ab 0.63 0.48 0.11a 12minggu 1.93a 0.11ab 0.66 0.50 0.11a

Uji F * * tn tn *

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT pada  = 5%

Perlakuan periode pembibitan berpengaruh terhadap kandungan N, P dan Mg, tetapi tidak berpengaruh pada kandungan K dan Ca. Menurut Ochs dan Olvin (1977) kadar hara optimal untuk N, P dan K daun ke 9 kelapa sawit yaitu sekitar 2.75%, 0.16% dan 1.25%.

Fairhurst and Mutert (1999) menyatakan bahwa fungsi dari analisis daun yaitu digunakan untuk menentukan apakah perbedaan kandungan unsur hara akan menjelaskan penampilan abnormal dari bagian-bagian tertentu kelapa sawit. Kadar hara Ca yang terdapat pada daun tanaman sagu menunjukkan bahwa perlakuan bobot anakan berperan pada perubahan kadar unsur hara di dalam daun. Korelasi setiap peubah pengamatan

Korelasi menggambarkan tingkat keeratan hubungan linier antara dua peubah atau lebih. Besaran koefisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Peubah jumlah pelepah memiliki korelasi yang positif dengan peubah panjang anak daun, lebar anak daun, jumlah anak daun, tinggi tanaman dan tinggi anakan. Hal tersebut berarti seiring dengan pertambahan jumlah pelepah maka peubah lain akan ikut bertambah. Begitupula dengan peubah panjang anak daun, memiliki korelasi positif dengan lebar anak daun, jumlah anak daun, tinggi dan tinggi anak (Tabel 8). Hal ini tersebut disebabkan faktor lingkungan mendukung pertumbuhan tanaman khususnya dengan pertambahan jumlah pelepah, tinggi tanaman, panjang, lebar dan jumlah anak daun.

Peubah lebar anak daun berkorelasi positif dengan jumlah anak daun, tinggi dan tinggi anakan, tetapi dengan kandungan gula daun berkorelasi negatif. Hal tersebut menunjukkan semakin bertambahnya lebar anak daun maka kandungan gula pada daun akan menurun karena gula yang terbentuk pertama kali ditranslokasikan ke bagian daun lainnya untuk digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Lakitan (2008) sukrosa merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam jumlah besar pada tumbuhan dan sebagai sumber energi pada

21 sel fotosintetik, juga ditranslokasikan melalui floem ke jaringan yang sedang tumbuh.

Tabel 8. Korelasi antar peubah pengamatan pada umur 33 bulan

Peubah JP PAD LAD JAD Adax Abax Pati Gula SPAD Tinggi

PAD 0.881 0.000* LAD 0.888 0.968 0.000* 0.000* JAD 0.904 0.981 0.965 0.000* 0.000* 0.000* Adax -0.311 0.056 0.101 -0.098 0.241 0.836 0.710 0.718 Abax 0.103 -0.306 0.177 -0.045 0.122 0.704 0.249 0.513 0.870 0.652 Pati 0.208 0.299 0.405 0.310 -0.034 -0.211 0.340 0.166 0.055 0.150 0.900 0.432 gula -0.345 -0.387 -0.449 -0.418 -0.056 0.197 -0.754 0.107 0.068 0.032* 0.047* 0.837 0.464 0.000* SPAD -0.182 -0.082 -0.087 -0.142 -0.208 -0.204 -0.012 0.357 0.405 0.710 0.692 0.517 0.439 0.449 0.956 0.095 Tinggi 0.896 0.964 0.949 0.967 -0.036 0.026 0.264 -0.357 -0.080 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.896 0.923 0.223 0.095 0.716 TA 0.844 0.955 0.945 0.951 -0.055 0.089 0.228 -0.316 -0.249 0.948 0.000* 0.000* 0.000* 0.000* 0.839 0.743 0.296 0.142 0.251 0.000*

keterangan : *=berpengaruh pada taraf α 5%, JP= jumlah pelepah, PAD= panjang anak daun, LAD= lebar anak daun, JAD= jumlah anak daun, SPAD= kehijauan anak daun, TA= tinggi anakan, Adax= Adaxial, Abax= Abaxial, analisis menggunakan uji korelasi (Minitab 14) Kerapatan stomata pada daun yaitu abaxial maupun adaxial tidak terdapat korelasi atau hubungan yang linier dengan semua peubah yang diamati (jumlah pelepah, panjang, lebar, jumlah anak daun, pati, gula kehijauan daun maupun tinggi). Kandungan pati pada daun berkorelasi negatif dengan kandungan gula, yaitu semakin tinggi kandungan pati maka kandungan gula akan menurun. Hal tersebut terkait dengan proses perombakan energi yang terjadi pada daun tanaman yang akan ditranslokasikan ke seluruh tubuh tanaman. Tanaman sagu memiliki batang yang bernilai ekonomis tinggi, maka translokasi energi oleh floem diarahkan pada jaringan yang sedang tumbuh, terutama batang.

Peubah kehijauan daun terkait dengan kandungan klorofil pada daun, menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan atau korelasi antara kehijauan dengan peubah lainnya. Begitu pula dengan kandungan gula pada daun, tidak ada korelasi antar peubah, sedangkan pada peubah tinggi induk berkorelasi positif dengan tinggi anakan yang dimiliki. Hal tersebut diartikan bahwa apabila tanaman

22

induk tinggi maka anakan juga akan tinggi. Ketersediaan klorofil sangat penting untuk pertumbuhan tanaman karena menjadi salah satu pendukung utama kegiatan fotosintesis. Menurut Ai dan Banyo (2011) tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan energi matahari, memicu fiksasi CO2 untuk menghasilkan karbohidrat dan menyediakan energi bagi ekosistem secara keseluruhan.

Lingkungan

Proses fisiologi pada tanaman terutama di lapangan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitar tanaman. Terutama pada proses fotosintesis tanaman yang sangat dipengaruhi oleh cahaya. Berdasarkan Uchida (1990) beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis tanaman sagu yaitu intensitas cahaya, suhu, dan konsentrasi CO2. Tanaman sagu merupakan tanaman tipe C3 yang memiliki laju fotosintesis yang lama, kejenuhan cahaya rendah dan penggantian CO2 tinggi. Kandungan hara tanah

Karakteristik lahan pada lokasi perkebunan yaitu lahan gambut dalam (3-5 m) dengan tingkat kematangan sedang (gambut hemik). Gambut di perkebunan tersebut termasuk dalam gambut oligotropik yaitu gambut yang sedikit mengandung bahan mineral. Menurut Hertanti (2013) pertumbuhan sagu yang paling baik pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi, selain itu diketahui bahwa sagu paling baik bila ditanam pada tanah yang

Dokumen terkait