• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kawasan dan Kependudukan

Tangkahan merupakan sebuah kawasan diperbatasan Taman Nasional Gunung Leuser di sisi Sumatera Utara. Secara geografis kawasan Tangkahan berada pada LU 03041’01”, BT 9804’28,2”. Sedangkan secara administrasi kawasan Tangkahan termasuk kedalam Desa Namo Sialang dan Desa Sei.Serdang ,Kecamatan Batang Serangan, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara.

Tangkahan berada pada ketinggian 130 – 200 , dpl (diatas permukaan laut). Topografi kawasan berupa kawasan landai, berbukit dengan kemiringan yang bervariasi (45 – 900). Suhu udara rata-rata di kawasan ini antara 21,1 0C – 27.5 0C dengan kelembaban nisbi berkisar antara 80 – 100%. Musim hujan di daerah ini berlangsung merata sepanjang tahun tanpa musim kering yang berarti. Curah hujan rata-rata 200 – 320 mm pertahun.

Penduduk di sekitar kawasan terdiri dari beberapa suku dengan suku Karo sebagai mayoritas yang mendiami perkampungan di sekitar hutan, dan suku Jawa, Batak, Melayu adalah mereka yang tinggal sebagai pekerja perkebunan kelapa sawit dan karet.

Kehidupan beragama sangat toleran, adapun agama yang ada yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan. Jumlah penduduk dari Desa Namo Sialang pada tahun 2002 adalah 5037 jiwa yang terdiri dari 2477 laki-laki dan 2560 perempuan dan tersebar pada 15 dusun. Mata pencaharian penduduk kebanyakan adalah pekerja

perkebunan, pegawai negeri, sebagian ada yang melakukan aktivitas pertanian dan beternak

Penduduk Desa Sei Serdang berjumlah 3120 yang terdiri dari 1531 laki-laki dan 1589 perempuan. Mata pencaharian penduduk, hampir sama dengan mata pencaharian Desa Namo Sialang yaitu pekerja perkebunan (baik kebun milik pribadi maupun milik investor yang berupa jeruk manis, dan karet ataupun kelapa sawit), pegawai negeri, bertani dan beternak.

Sarana dan Prasarana

Kawasan Tangkahan berada di antara dua desa, yaitu Desa Namo Sialang dan Desa Sei Serdang, Kecamatan Batang Serangan. Jarak Tangkahan dari Medan adalah + 124 km melalui Tanjung Pura, sementara jika melalui Hinai-Padang Tualang adalah + 95 km.

Jalur jalan dari Medan – Stabat – Tanjung Pura dalam kondisi relatif baik. Sedangkan jalur Hinai – Padang Tualang Sebahagian dalam Kondisi rusak dan Sebahagian telah dilakukan perbaikan. Jalur dari Simpang Sidodadi – Simpang Robert (34 km) sebagian jalannya dalam kondisi rusak. Terutama jalur di perkebunan karet.

Bus umum “Pembangunan Semesta” melayani rute Medan(Terminal Pinang Baris ) menuju Tangkahan pada jam-jam tertentu (pkl.06,08,10,12 dan 14.00 wib). Rute keTangkahan dapat juga dilakukan sepanjang hari dengan rute Medan-Kuala Sawit. Lokasi pemberhentian bus terakhir terletak di Simpang Robert, Dusun Titi Mangga, Desa Namo Sialang, perjalanan ke Tangkahan

dilanjutkan dengan menggunakan ojek. Biaya bus umum Medan – Tangkahan adalah Rp. 16.000 (enam belas ribu rupiah), sedangkan ojek dari Simpang Robert – Tangkahan (8 km) adalah Rp. 25..000 (dua puluh lima ribu rupiah). Jalur jalan dari Simpang Robert – Tangkahan merupakan jalur jalan perkebunan kelapa sawit milik PTPN II, yang berupa jalan batu/ kerikil.

Gambar 3. Kondisi Umum Hutan TNGL SPTN-VI Resort Tangkahan

Sebaran Populasi Aren (Arenga pinnata) di Kawasan Taman Nasional

Gunung Leuser (TNGL) SPTN-VI Wilayah Stabat Resort Tangkahan

Pola sebaran aren (Arenga pinnata) berdasarkan ketinggian di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser dapat dilihat dari gambar di bawah ini :

Gambar 4. Peta Pola Sebaran Aren

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat ketinggian dari masing-masing plot di setiap ketinggian yang di bedakan berdasarkan warna. Pohon aren yang tumbuh di kawasan penelitian tumbuh dengan sendirinya bukan karena ditanam oleh masyarakat sekitar, masyarakat juga tidak ada yang membudidayakanya. Masyarakat hanya memanfaatkan pohon aren yang tumbuh liar di dalam hutan. Sehingga hasil yang diperoleh dari memanfaatkan pohon aren ini masih kecil.

Pada tabel 2 di bawah ini dapat kita lihat koordinat dan jumlah pohon aren yang di temukan di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

Tabel 2 : Pengelompokan jumlah pohon aren berdasarkan ketinggian

n (mdpl) (20mx100m ) X Y (pohon ) n / Ha (pohon) 0-300 300-600 600-900 900-1200 1200-1500 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 396994.3606 5 396936.6970 3 396150.8678 9 396150.6644 1 395398.9721 2 395399.6188 9 391311.3574 2 391310.5412 5 - - 406888.1221 4 406894.4659 5 407108.0229 4 407104.7763 407074.8784 407071.9271 6 405874.1919 8 405878.8169 5 - - 5 4 2 2 2 - - - - - 25 20 10 10 10 - - - - -

Penyebaran pohon aren merupakan penyebaran secara berkelompok. Syafe’i (1990) mengatakan penyebaran tumbuhan dalam suatu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya memperlihatkan tiga pola penyebaran, salah satunya yaitu Penyebaran secara berkelompok. Penyebaran secara berkelompok, adalah yang paling umum di alam, Pengelompokan ini disebabkan oleh berbagai hal yaitu respon dari organisme terhadap perbedaan habitat secara local dan respon dari organisme terhadap perubahan cuaca musiman akibat dari cara atau proses reproduksi atau regenerasi.

Pada tabel 2 dapat kita lihat jumlah pohon aren dari setiap ketinggian, semakin tinggi kawasan penelitian maka pohon aren yang ditemukan semakin sedikit. Ini di munkinkan karena dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik, salah komponen abiotik yaitu iklim. Menurut yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada suatu ketinggian tempat adalah iklim. Faktor iklim di dalamnya termasuk suhu udara, sinar matahari, kelembaban udara dan angin. Unsur-unsur ini sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan tanaman. Semakin tinggi suatu tempat, misalnya pegunungan, semakin rendah suhu udaranya atau udaranya semakin dingin. Semakin rendah daerahnya semakin tinggi suhu udaranya atau udaranya semakin panas. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhu tempat tersebut. Demikian juga intensitas matahari semakin berkurang. Ketinggian tempat dari permukaan laut juga sangat menentukan pembungaan tanaman. Tanaman berbunga yang ditanam di dataran rendah berbunga lebih awal dibandingkan dengan yang ditanam pada dataran tinggi.

Hal inilah yang menyebabkan berkurangnya jumlah pohon aren pada kawasan yang semakin tinggi. Karena aren dapat tumbuh dengan curah hujan sekitar 1200mm/tahun, kedalaman air tanah 1-3 m, suhu rata-rata 25 0C beriklim sedang sampai basah, tetapi tidak tahan pada daerah yang kadar asamnya tinggi (Soeseno, 1995).

Komponen biotik adalah komponen makhluk bernyawa penyusun ekosistem, salah satu contohnya adalah hewan (Wikipedia, 2011). Pohon Aren yang tumbuh di kawasan penelitian ini juga dominan tumbuh di tepi sungai, ini di

seringnya hewan minum di tepi sungai dan tanpa sengaja membawa biji pohon aren di dalam kotoran hewan tersebut.

Hal ini jugalah yang dapat mempengaruhi kerapatan tiap ketinggian, semakin tinggi wilayah peneyebarannya, maka hewan atau hal-hal yang mempengaruhi penyebaran pohon aren semakin sedikit.

Pemanfaatan Pohon Aren Oleh Masyarakat Desa Namo Sialang dan Sei Serdang

Pohon aren (Arenga pinnata) yang dimanfaatkan masyarakat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sendiri dan sebagian dijual untuk menjadi pendapatan rumah tangga. Jenis pemanfaatan pohon Aren (Arenga pinnata) oleh masyarakat Desa Namo Sialang dan Sei Serdang.

Tabel 3. Jenis Pemanfaatan Pohon Aren (Arenga pinnata) oleh masyarakat Desa Namo Sialang dan Sei Serdang

No Hasil Aren Memanfaatakan (orang) Persentase (%) Namo Sialang Sei Serdang

1 2 3 4 Air Nira Gula Merah Gula Pasir Tuak 15 21 10 7 8 10 10 3 30 40 26 13

Di Tapanuli Selatan, masyarakat sekitar memanfaatkan aren untuk bahan pembuatan gula merah. Masyarakat bekerja pagi dan sore dalam pengambilan air nira untuk bahan pembuatan gula merah, Setiap malam, aren harus dimasak.

Sedangkan air aren yang dimasak malam harinya adalah aren pada pagi dan sore hari. Namun, air aren yang diambil pada pagi hari harus tetap dipanasi hingga digabung dengan aren yang diambil pada sore harinya, ini dilakukan agar aren tidak basi.

1. Air Nira

Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang multifungsi, karena hampir dari setiap bagiannya dapat dimanfaatkan. Pohon aren mulai bisa di sadap pada usia 5 tahun dan puncak produksi antara 10-20 tahun dan subur. Pohon aren dewasa memiliki garis tengah batang bisa mencapai 65 cm, sedang tingginya 15m. Jika ditambah dengan tajuk daun yang menjulang di atas batang, tinggi keseluruhannya mencapai 20 m (Soeseno, 1995).

Hasil pohon aren yang dimanfaatkan masyarakat desa Namo Sialang dan Sei Serdang yaitu berupa air nira. Pengambilan (penyadapan) air nira tidak membutuhkan waktu dan biaya yang banyak. Pengambilan nira pohon aren memerlukan ketrampilan, kesabaran dan ketekunan yang amat sangat, hal ini berguna untuk mendapatkan air dengan mutu yang tinggi dan jumlah yang banyak. Cara untuk mendapatkan air nira terlebih dahulu dilakukan beberapa perlakuan seperti memukul tandan dengan tujuan untuk memperlancar keluarnya nira. Ada juga kepercayaan masyarakat dalam proses pengambilan nira harus menyanyikan lagu tertentu, agar hasil air nira yang keluar banyak.

Pengambilan air nira dilakukan pada pagi dan sore hari. Air nira ditampung dalam satu wadah yang berbentuk tabung yang terbuat dari bambu dengan panjang lebih kurang 1 m dan berdiameter 20 cm. Satu pohon aren dapat

menghasilkan air nira 5 – 20 liter dalam satu hari. Air nira umumnya dijual di rumah saja, pembeli datang ke rumah dengan harga Rp1,600/liter.

Pekerjaan mengambil air nira sangat terikat, di mana masyarakat harus rutin dalam perawatan dan pengambilan airnya, jika tidak pohon aren akan rusak. Itu sebabnya masyarakat sedikit yang memanfaatkanya selain sebab kurang mengetahui cara pemanfaatnya juga. Pohon aren yang dimanfaatkan masyarakat merupakan pohon aren yang tumbuh di tanah miliknya atau di kebun masyarakat.

Hasil penelitian menunjukkan 23 orang atau 30% dari jumlah responden yang memanfaatkan pohon aren, yang mengambil air nira. Rata-rata pengambilan air nira dalam satu bulan berkisar 270 liter/bulan.

2. Gula Merah

Air nira juga di manfaatkan oleh masyarakat untuk dijadikan gula merah. Air nira yang telah diambil dimasukkan ke dalam satu wadah (wajan) yang diletakkan di atas tungku api kemudian dimasak. Pemasakan dilakukan hingga air nira menjadi kental dan berubah warna dari bening menjadi merah. Proses pemasakan ini membutuhkan waktu sekitar 5 jam. Setelah masak, air nira yang kental dimasukkan kedalam cetakan. Cetakan ini terbuat dari bambu yang dipotong melebar dengan tinggi sekitar 10 cm dan ditunggu hingga mengeras. Biasanya proses ini membutuhkan waktu sekitar 12 jam. Harga gula merah Rp12.500/kilogram merupakan harga yang cukup mahal.

Di Tapanuli Utara, Harga gula aren atau gula kelapa di Kecamatan Garoga, Kabupaten Tapanuli Utara naik Rp1.500 per kilogram (kg) dari Rp9.500 menjadi Rp11.000 per kg.

Gambar 5. Proses pembuatan gula merah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 31 orang atau 40% dari jumlah responden penduduk Desa Namo Sialang dan Sei Serdang ikut memanfaatkan pohon aren, yang memanfaatkannya menjadi gula merah. Rata-rata pembuatan gula merah dalam sebulan sekitar 68 kg/bulan.

3. Gula Pasir

Air nira dapat juga dijadikan gula pasir, proses pembuatannya hampir sama dengan proses pembuatan gula merah. Masyarakat mengungkapkan bahwa air nira yang digunakan dalam pembuatan gula pasir harus air nira kualitas nomor satu. Air nira dimasak di wajan, kalau air nira kualitas baik, apabila terus diaduk perlahan akan membentuk seperti ampas tebu, kemudian dengan sendirinya menjadi seperti pasir. Air nira yang dimasak harus terus diaduk tidak boleh berhenti untuk mendapatkan hasil yang baik.

Masyarakat mengatakan bahwa gula pasir yang terbuat dari nira aren lebih manis dari gula pasir yang terbuat dari tebu, walaupun gula pasir yang terbuat dari tebu lebih terlihat menarik karena berwarna putih bersih, beda dengan gula pasir

yang terbuat dari nira aren, berwarna putih sedikit kecoklatan jadi kelihatan sedikit kotor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 20 orang atau 26% dari jumlah responden penduduk Desa Namo Sialang dan Sei Serdang ikut memanfaatkan pohon aren, yang memanfaatkannya menjadi gula pasir. Rata-rata pembuatan gula pasir dalam sebulan berkisar 64 kg/bulan.

4. Tuak

Tuak adalah minuman beralkohol yang terbuat dari air nira aren. Minuman ini pembuatanya masih tradisional dan hanya sedikit masyarakat yang memanfaatkan air nira menjadi tuak. Ini di sebabkan karena untuk sebagian agama, minuman ini haram untuk dikonsumsi, selain itu minuman ini juga berdampak tidak baik untuk kesehatan. Tuak biasanya paling enak diminum saat malam dan lagi berkumpul dengan teman-teman. Efek dari tuak, sama saja dengan minuman beralkohol yang lainnya, memabukkan dan memberikan rasa panas di badan.

Pembuatan tuak tidak terlalu sulit, air nira di biarkan lebih kurang satu hari saja pasti menjadi tuak. Sunanto (1993) mengatakan nira aren segar yang manis itu jika dibiarkan masih di dalam bumbung bambu akan mengalami proses fermentasi. Akan tetapi kualitas atau rasa tuak kurang enak, ada beberapa bahan yang harus dicampurkan. Salah satu bahan yang digunakan adalah kulit pohon, biasanya kulit pohon yang digunakan adalah kulit pohon kayu manis.

Air nira yang rasanya manis jika sudah dijadikan tuak, rasa nira berubah total menjadi sepat atau pahit juga. Air nira yang berwarna bening menjadi kuning kecoklatan, harumnya pun juga berubah.

Tuak juga memberikan efek ketergantungan, sehingga orang yang sering meminum tuak, akan selalu ingin meminumnya lagi. Masyarakat yang telah ketergantungan tuak mengatakan, jika tidak meminum tuak maka efek yang di dapat antara lain tidak selera makan dan tidak enak tidur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 10 orang atau 13% dari jumlah responden penduduk Desa Namo Sialang dan Sei Serdang ikut memanfaatkan pohon aren, yang memanfaatkannya menjadi tuak. Rata-rata pembuatan dalam sebulan sekitar 82 botol/bulan.

Gambar 6. Tuak

Nilai Ekonomi Hasil Aren

Nilai ekonomi adalah nilai suatu barang atau jasa jika diukur dengan uang. Nilai ekonomi hasil aren dapat juga diartikan sebagai nilai / harga hasil aren yang

dimanfaatkan yang dapat ditukarkan dengan uang. Aren juga termasuk sumber daya hutan yang nilai ekonomi yang sangat menjanjikan. Ichwandi (1996) mengatakan bahwa penelitian ekonomi sumber daya hutan adalah suatu metode atau teknik untuk mengekstimasi nilai uang dari barang atau jasa yang diberikan oleh suatu kawasan hutan.

Nilai ekonomi hasil aren diperoleh dari perkalian total pengambilan per jenis pertahun dengan harga perjenis. Hasil penelitian (lampiran 3) menunjukkan bahwa nilai ekonomi dari hasil pemanfaatan aren oleh masyarakat Desa Namo sialang dan Sei Serdang Kecamatan Batang Serangan sebesar Rp 617,400,000di tahun 2010. Nilai ini diperoleh dari pemanfaatan hasil aren seperti air nira, gula merah, gula pasir dan tuak.

Jenis pemanfaatan aren yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pendapatan masyarakat adalah gula merah dengan nilai ekonomi sebesar Rp 333.600.000,- atau persentase jenis sebesar 35,01 %dari jumlah total keseluruhan nilai hasil aren yang dimanfaatkan. Hal ini disebabkan karena frekuensi pengambilan sebanyak 48 kali dalam setahun dan harga jual gula merah juga sangat tinggi Rp 12.500,- persatuan unitnya (kg). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2

Pemanfaatan aren yang memiliki kontribusi yaitu : air nira sebesar Rp 80.240.000,- atau 8,42 %, gula pasir sebesar Rp 163.800.000,- atau 17,19 %. Sementara hasil pemanfaatan aren yang relatif kecil kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat (kurang dari 10 %) yaitu : tuak sebesar Rp 39,360.000,- atau 4,13 %

Tabel 4. Persentase Nilai Ekonomi Hasil Aren yang Dimanfaatkan Masyarakat No Jenis Pemanfaatan Aren Jumlah (Rp) Persentase NE (%) 1 2 3 4 Air Nira Gula Merah Gula Putih Tuak 80.240.000 333.600.000 163.800.000 39.360.000 8,42 35,01 17,19 4,13 Total 617.000.00 0

Hal ini juga dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 2. Besar dan kecilnya nilai ekonomi hasil pemanfaatan aren tergantung kepada jumlah pengambilan, frekuensi pengambilan dan harga tiap satuan jenis hasil aren.

Jalur Pemasaran Hasil Aren oleh Masyarakat

Nilai ekonomi juga tercipta karena adanya pasar. Bahkan besar dari pada nilai tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi pasar, dalam artian banyak permintaan atau penawaran yang ada. Hal ini didukung oleh pernyataan Wirakusumah (2003), pasar merupakan jawaban terhadap masalah-masalah ekonomi yang secara konsekuensi ditempuh dalam sistem ekonomi bebas karena di pasarlah terjadi interaksi antara produsen dan konsumen secara leluasa. Setiap

pihak memutuskan sendiri berapa banyak komoditi yang akan dibeli atau dijual dan pada tingkat harga yang mana transaksi pembelian/penjualan itu diputuskan yang biasanya disebut harga pasar.

Lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran adalah tengkulak, pedagang besar, agen penjualan dan pengecer (Soekartawi, 2002). Jalur pemasaran manfaat hasil aren pada kawasan Desa Namo Sialang dan Sei Serdang tidak terlalu banyak melibatkan lembaga atau pelaku pasar. Umumnya jalur pemasaran pemanfaatan hasil aren pada kawasan Desa Namo Sialang dan Sei Serdang hanya melibatkan pengumpul pertama, pengumpul kedua dan pengecer. Jumlah masyarakat yang menjadi pengumpul cukup banyak, baik itu pengumpul pertama atau pengumpul kedua. Akan tetapi bedanya pengumpul pertama dengan pengumpul kedua adalah pengumpul kedua sudah mengolah hasil aren seperti menjadi gula merah, gula pasir atau tuak. Sedangkan pengumpul pertama hanya berupa air nira saja. Pada tingkat pengecer hasil pemanfaatan nira yang diperoleh sudah dalam bentuk olahan seperti menjadi gula merah, gula pasir atau tuak. Pengecer ada yang dari dalam desa ada juga yang dari luar desa.

1. Air Nira

Adapun pengumpulan dan pemasaran air nira dilakukan dalam setiap hari. Proses terjadinya pemasaran umumnya terjadi di rumah pengumpul air nira saja, pembeli biasanya datang ke rumah pengumpul air nira.

Konsumen dari air nira ini tidak saja mereka-mereka yang mengolah air nira menjadi gula merah, gula pasir ataupun menjadi tuak. Akan tetapi masyarakat umum juga, biasanya untuk di konsumsi sehari-hari karena rasa dari air nira yang

manis, dapat juga dijadikan obat misalnya mencegah masuk angin, panas-dingin, rematik, persendian yang kaku, dan lemah jantung. Bisa juga meningkatkan stamina seseorang dengan cara dicampur kuning telur yang didinginkan secara alami selama semalam ( Soeseno, 1995).

Gambar 6. Jalur Pemasarn Air Nira

Air nira dipasarkan dengan harga Rp 1.600/liter oleh pengumpul kepada pengecer. Terkadang konsumen juga membeli secara langsung ke pengumpul, tapi hanya dalam jumlah kecil saja.

2. Gula Merah dan Gula Pasir

Sementara itu rantai pemasaran untuk air nira yang telah diolah menjadi gula merah dan gula pasir, dapat dilihat pada gambar 7. Gambar 7 menunjukkan bahwa sebahagian pembuat gula merah juga pembuat gula pasir. Pengumpul mendapatkan gula merah atau gula pasir di rumah pembuat gula, pengumpul lalu memasarkanya ke pengecer, proses ini terjadi di pasar dari pengecer lalu gula di pasarkan ke konsumen.

Pengumpul Air Nira

Pengecer

Gambar 7. Jalur Pemasaran Gula merah dan Gula Putih

Pengumpul merupakan individu yang memiliki modal besar, karena dia akan mengumpulkan barang-barang yang dibelinya lalu dijual kembali kepengecer atau pedagang kecil. Biasanya yang menjadi pengumpul di sebut sebagai toke. Toke bukan penduduk asli desa, melainkan orang luar yang datang membeli. Dari toke inilah lalu gula aren di pasarkan ke pengecer atau pedagang kecil, yang di sebut pengecer adalah warung-warung atau kedai-kedai kecil.

Air nira yang telah diolah menjadi gula merah dipasarkan dengan harga Rp12.500/kilogram, sedangkan air nira yang telah diolah menjadi gula pasir dipasarkan dengan harga Rp10.500/kilogram.

3. Tuak

Untuk air nira yang diolah untuk minuman beralkohol atau biasa di sebut sebagai tuak, dipasarkan hanya didalam desa saja. Terkadang tidak ada perantara antara pembuat tuak dan konsumen. Konsumen biasanya membeli tuak langsung ke pembuat tuak tersebut. Hal ini terjadi karena masih jarangnya warung tempat berjualan khusus untuk tuak, makanya konsumen langsung membeli langsung ke rumah pembuat tuak.

Pengumpul air nira Pembuat gula merah/gula pasir Pengumpul Konsumen Pengecer

Gambar 8. Jalur Pemasaran Tuak

Tuak juga di pasarkan lewat pengecer, yang menjadi pengecer adalah kedai tuak. Biasanya ramai pada malam hari, ada juga yang membelinya untuk dibawa pulang, di minum di tempat lain. Konsumen tuak ini umumnya meminum tuak dengan makanan lain seperti kacang atau daging atau sering di sebut juga dengan tambul.

Tuak dipasarkan dengan harga Rp 4.000 per botol, umumnya yang menjadi konsumen adalah orang dewasa Tuak biasanya diminum di saat lagi berkumpul sambil bernyanyi, katanya agar suara bisa keluar. Tuak umumnya di minum saat malam hari.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat juga beberapa manfaat aren yang belum dimanfaatkan maupun yang tidak dimanfaatkan. manfaat aren tersebut antara lain daun aren, rambut aren (ijuk), batang aren dan akar aren. Berdasarkan hasil wawancara manfaat aren ini tidak dimanfaatkan karena kurangnya pengetahuan mengenai pengolahannya dan harga jualnya yang relatif rendah di bandingkan dengan manfaat aren yang telah dimanfaatkan serta ada juga masyarakat yang mengatakan bahwa kebutuhan masyarakat dari hasil aren yang tidak dimanfaatkan masih sangat kecil.

Dokumen terkait