• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Estradiol-l7β terhadap Persentase Kandungan Protein Gonad.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian estradiol- l7β dengan berbagai dosis perlakuan telah memacu perkembangan oosit. berdasarkan peningkatan persentase kandungan protein gonadnya. Peningkatan kandungan protein nyata dimulai hari ke-3 sampai hari ke-12 seperti terlihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Tabel 1 Pengaruh pemberian estradiol-17β terhadap kandungan protein gonad (%) dari hari ketiga sampai hari ke-12

Dosis Perlakuan (μg) Hari Pengamatan 0 100 200 400 800 3 19,71± 0,44 b) 23,19± 0,22 c) 26,06±0,07 d) 25,97 d)± 0,86 22,43 c)± 65 6 22,46±1,97 a) 24,93 b)±0,18 26,16±0,27 c) 29,06 d)±0,09 25,18 b)±0,29 9 23,71±0,38 a) 26,70±0,12 b) 27,13±0,57 b) 29,86±0,65 c) 30,63±0,53 c) 12 24,87±0,35 a) 32,86 cb)±0,59 32,03b) ±0,20 33,71 c)±0,06 33,78±0,92 c)

Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (p>0,01)

Respon pertumbuhan oosit yang paling cepat diperoleh pada dosis perlakuan estradiol-17β 200µg (P2) dan 400 µg (P3), kedua dosis itu meningkatkan kandungan protein gonad menjadi 26,06±0,07 % dan 25,97± 0,86 %. Dipihak lain perlakuan dosis 100 µg (P1) atau dosis terkecil dan dosis 800 µg (P4) atau dosis terbesar, serta kontrol meningkatkan kandungan protein gonad lebih rendah.

Penyuntikan estradiol-17β mempercepat pertumbuhan oosit, hal ini sesuai dengan pendapat Nagahama (1987, 1994) dan Nagahama et al. (1995) yang menyatakan bahwa perkembangan oosit dari pravitelogenesis ke vitelogenesis terjadi karena peningkatan produksi estradiol-17β. Selanjutnya estradiol-l7β masuk ke dalam sistem vaskuler dan merangsang hati mensintesis dan

34 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 0 3 6 9 12 Hari Ke K a ndung a n P ro te in G o na (% ) Kontrol 100 mg 200 mg 400 mg 800 mg

Gambar 4 Pengaruh pemberian estradiol-17β terhadap kandungan pro- tein gonad (%) dari awal sampai hari ke-12

Selanjutnya perkembangan oosit pada hari keenam menunjukkan bahwa semua dosis perlakuan masih meningkatkan pertumbuhan oosit namun pertumbuhan yang paling cepat masih diperoleh pada dosis perlakuan 200 µg dan 400 µg, kedua perlakuan ini meningkatkan persentase protein gonad menjadi sebesar 26,16±0,27% dan 29,06±0,09%, hasil perlakuan lain dan kontrol meningkatkan kandungan protein gonad yang lebih rendah.

Hari ke-3 sampai ke-6 perlakuan menunjukkan bahwa pada kontrol, dosis terkecil dan dosis terbesar menghasilkan pertumbuhan oosit yang lebih lambat hal ini dapat dimengerti karena kerja hormon terhadap sel targetnya bentuknya parabola artinya hanya pada dosis tertentu hormon akan bekerja optimum sedang dosis dibawah atau diatasnya akan bekerja sebaliknya (paradoksal).

Selain kontrol, analisis kandungan protein gonad pada hari ke-12 menunjukkan bahwa hasil perlakuan tidak berbeda nyata, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa oosit telah berhenti tumbuh diduga oosit telah memasuki fase dorman (Woynarovich dan Horvath 1980). Selain kandungan protein gonadnya telah mencapai 32,03%-33,78%, juga ditandai dengan besarnya diameter oosit yang telah mencapai ±1000 μm, perutnya terasa sangat lunak, dan lobang genitalia terlihat kemerahan, dilihat posisi intinya maka oosit yang posisi

35 Hoar 1979; Woynarovich dan Horvath 1980; Lam 1985; Yamashita et al. 2000).

Pengaruh Estradiol -l7β dan kehadiran pejantan terhadap Waktu Ovulasi

Setelah pejantan dimasukkan maka terjadilah proses pemijahan, kehadiran pejantan akan merangsang betina, ikan yang telah diberi dosis perlakuan semuanya telah matang gonad, sehingga pada saat jantan dimasukkan maka terjadi proses rangsangan untuk terjadinya ovulasi (Woynarovich dan Horvath 1980). Sebaliknya pada kontrol menghasilkan induk ikan yang belum matang gonad, sehingga walaupun dirangsang dengan pejantan maka proses ovulasi tidak terjadi. Waktu ovulasi yang dihitung mulai dari ikan disuntik sampai terjadinya ovulasi, menunjukkan bahwa perlakuan dosis 200 μg memperoleh waktu ovulasi yang paling cepat yaitu 313,60 jam dibandingkan dengan dosis perlakuan yang lainnya (Tabel 2).

Tabel 2 Pengaruh pemberian estradiol-17β dan kehadiran pejantan terhadap lama waktu ovulasi (jam)

Dosis Perlakuan estradiol-17β (μg) Ulangan 100 200 400 800 1 328 304 304 328 2 328 304 328 328 3 328 304 328 328 4 376 328 328 328 5 376 328 376 376 rerata 347,20±26,29 b) 313,60±13,14 a) 332,8±26,29 ab) 337,6±21,47 ab) Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbedanyata (p>0,01)

Kehadiran pejantan akan merangsang betina, rangsangan ini diterima betina diteruskan ke hypothalamus melalui syaraf pusat. Seperti telah diketahui bahwa fungsi hypothalamus adalah menerima informasi dari indera kemudian mengintegrasikannya dan membagi-bagi serta menyalurkan ke alat-alat tubuh yang berkepentingan, proses ini terjadi secara otonom, dan besar-kecilnya atau cepat lambatnya penyaluran tergantung pada sifat genetik dari masing-masing individu (Partodihardjo, 1987).

36 Gn-RH (Gonadotropins Releasing Hormon). Gn-RH terdiri dari hormon (FSH-RH = Follicle Stimulating Hormone- Releasing Hormone) dan hormon pelepas hormon Luteinizing hormon (LH-RH=Luteinizing Hormone Releasing Hormone ), sebagai organ target dari Gn-RH adalah hipofisa. Dengan terlepasnya Gn-RH ke hipofisa maka hipofisa diperintahkan untuk melepas hormon gonadotropin. Hormon gonadotropin yang berasal dari hipofisa yang berperan dalam ovulasi adalah Luteinizing Hormon (LH), sebagai organ target hormon gonadotropin hipofisa adalah gonad.

Pada gonad betina yang masak, LH akan merangsang sel teka dan sel granulosa untuk proses pembentukkan hormon-hormon steroid. Hasilnya adalah maturation inducing hormone (MIH) yaitu 17α,20β-dihidroksiprogesteron, (17α,20β-DP). MIH akan merangsang telur untuk membentuk maturation– promoting-factor (MPF) tanda-tanda telur masak bahwa inti telah menuju ketepi dekat dengan mikrophil(Nagahama 1994 dan Yamashita 2000). Ovulasi terjadi karena peran dari hormon adrenalin dan prostaglandin, mekanisme ovulasi menurut Epler (1981) menyatakan bahwa setelah sel telur masak, maka tanda kematangannya disampaikan ke pusat syaraf, kemudian dari pusat syaraf tadi terjadilah proses sehingga terlepaslah hormon adrenalin, dan hormon adrenalin ini akan ikut merangasang selaput folikel (follicle envelope) mensintesa prostaglandin F2α (PGF2α). Dengan adanya prostaglandin F2α ini maka terjadilah kontraksi folikel, sehingga terjadilah ovulasi.

Pengaruh Estradiol-l7β terhadap Pembuahan dan Penetasan

Pembuahan telur ovulasi hasil perlakuan menunjukkan bahwa angka persentase pembuahan sangat baik karena diatas 85 %. Hasil analisis variansi persentase pembuahan menunjukkan bahwa dosis perlakuan memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap persentase pembuahan telur ovulasi, berdasarkan angka pembuahan yang terbesar didapatkan pada dosis perlakuan 200µg sebesar 91,88% (Tabel 3).

37 (μg) 100 141,33±39,32 91,38±1,12a) 86,11±1,60a) 200 112,66±14,05 91,88±2,77a) 85,84±0,83 a) 400 120,33±17,62 89,94±1,09a) 85,04±0,16a) 800 120,00±13,75 90,90±1,50a) 84,52±1,37 a) Keterangan: Nilai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata (p>0,01)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuahan dan penetasan sangat baik dan antar perlakuan tidak menunjukkan perbedaan hasil yang berbeda nyata, seperti diketahui bahwa mulai pematangan oosit, pembuahan, pertumbuhan embrio sampai terjadinya penetasan membutuhkan energi, kebutuhan energi dicukupi dari kandungan nutrisi oosit didalam gonad, dari hasil penelitian ini membuktikan bahwa oosit yang pertumbuhannya dipercepat dengan penyuntikan estradiol -17β memberikan jaminan nutrisi yang cukup bagi embrio mulai dari perkembangan awal embrio sampai terjadinya penetasan, hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Yamashita (2000) yang menyatakan bahwa pada saat pertumbuhan oosit maka akan terjadi akumulasi subtansi yang sangat dibutuhkan untuk perkembangan embrio. Penyerapan VTG oleh embrio menurut Sire et al. (1994) dijelaskan bahwa protein kuning dalam embrio terbungkus oleh lapisan synsytial atau periblast, dua buah daun coelemic mesoderm, splanchnopleure dan somatopleure, dan epidermis. Jaringan viteline vascular berkembang didalam splanchnopleure dengan menggunakan jaringan ini embrio dapat menggunakan protein yang disimpan didalam masa kuning telurnya. Untuk memecah globula kuning telur, di permukaan peribalast terdapat zona viteolisis oleh aktivitas thiol proteinase yaitu cathepsin L aktivitas enzym meningkat menyebabkan globula kuning telur sobek dari masa kuning telurnya sehingga protein dapat diserap.

38 dan siap memijah, telur ovulasi memberikan hasil pembuahan dan penetasan yang sangat baik.

2. Penyuntikan estradiol-17β 200 µg/kg b.t. merupakan dosis optimum untuk pertumbuhan oosit.

DAFTAR PUSTAKA

Epler P. 1981. Effect of steroid and gonadotropic hormone on the maturation mechanism of carp oocyte maturation and ovulation. Pol. Arch. Hydrobiol. 28 : 127-133.

Kjesbu OS, Kryvi H, Norberg B, 1996. Oocyte size and structure in relation to blood plasma steroid hormones in individually monitoried, spawning Atlantic cod. J of Fish Bio 49:1197-1215.

Lam TJ. 1982 Aplications of endocrinology to fish culture. Can J Fish Aquat Sci 39 : 111-137.

Nagahama Y. 1987. Gonadotropin action on gametogenesis and steroidogenesis in teleost gonads. J Zool Sci 4 :209-222.

Nagahama Y. 1994. Endocrine regulation of gametogenesis in fish. Int J Dev Biol 38: 217-229.

Nagahama Y. et al. 1995. Regulation of oocyte growth and maturation in fish. J Dev Biol 30: 103-145

Nagahama, Y 1997. I7α,20β-dihydroxy-4-pregnen-3-one, a maturation-inducing hormone in fish oocytes. Mechanisms of synthesis and action. JSteroid 62 : 190-196

Partodihardjo S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Rodriguez JN, Bon E, Le Menn F. 1996. Vitellogenin receptors during vitellogenesis in the rainbow trout Oncorhynchus mykiss. J Exp Zool 174 : l63 – 170.

Sire MF, Babin PJ, Verner JM. 1994. Involvement of the lysosomal system in yolk protein deposit and degradation during vitellogenesis and embrionic development in trout. J Exp Zool 269 : 69-83.

39 perkembangan gonad ikan Pangasius djambal [tesis] Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Woynarovich E, Horvath L. 1980. The Artificial Propagation of Warm Water Finfishes. A Manual Extension. Food and Agriculture. Organization of The United Nation.

Yamashita M. 2000. Toward modeling of a general mechanism of MPF formation during oocyte maturation in vertebrates. J Zool Sci 17 : 841-851.

40 Riani, E., 2001. Peningkatan Dayaguna Induk Udang Windu (Penaeus monodon Fab.) Afkir Melalui Pemberian Dopamin Serta Modifikasinya Dengan Estradiol dan Vitamin. Disertasi Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penurunan estradiol 17β dan efeknya terhadap perkembangan oosit ikan mas koki sebagai akibat dari penggunaan inhibitor aromatase (IA). Dosis Inhibitor aromatase (IA) yang digunakan adalah k= kontrol (disuntik NaCl fisiologis), Pl = 2,5 mg IA/kg berat tubuh (b.t), 7,5 mg IA/kg b.t (P2) dan 12,5 mg IA/kg b.t (P3). Untuk mengetahui pengaruh IA terhadap perkembangan gonad diukur kandungan hormon estradiol- l7β dan protein gonadnya mulai dari awal perlakukan kemudian setiap tujuh hari sekali, yaitu hari ketujuh; keempat belas; dan ke-21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari ke tujuh semua dosis perlakuan menyebabkan terjadinya penurunan hormon estradiol-17β, diikuti penurunan kandungan protein gonad, hasil analisis pengamatan histologi menunjukkan terjadi atresia pada sel gonad. Pada hari keempat belas kadar hormon estradiol-17β hasil perlakuan mengalami peningkatan diikuti peningkatan kandungan protein gonad, dan. pada hari keduapuluh satu kadar hormon estradiol-17β naik dengan cepat sama dengan kadar hormon kontrol dan diikuti peningkatan kandungan protein gonad dengan cepat.

Kata kunci : inhibitor aromatase(IA), perkembangan oosit, estradiol 17ß, kandungan protein gonad

Dokumen terkait