• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gen P5CS

Tebu termasuk dalam famili Poaceae, genus Saccharum dan spesies Saccharum officinarum L. (Benson 1957) yang dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis (James 2004). Kebutuhan tebu sebagai bahan baku utama pembuatan gula meningkat, untuk memenuhi program pemerintah yaitu swasembada gula tahun 2014. Oleh karena itu, perlu penyediaan bibit tebu yang cukup. Salah satu kendala yang dihadapi adalah adanya perubahan musim dan lahan yang terbatas. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merakit tebu yang cocok ditanam di lahan marjinal mulai metode konvensional hingga modern.

Kekeringan adalah faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, ketahanan dan produktivitas tanaman. Kekeringan tidak hanya permasalahan utama di lahan marjinal tetapi juga di lahan optimum pada kondisi iklim di lahan kering. Respon tanaman terhadap toleran kekeringan bervariasi. Secara molekuler diantaranya adalah dengan mengakumulasi senyawa osmoprotektan (Bray 1997). Prolin merupakan asam amino yang berperan sebagai senyawa osmoprotektan.

Sintesis prolin pada tanaman tingkat tinggi dapat melalui dua jalur yaitu jalur glutamat (Glu) dan jalur ornitin (Orn) (Gambar 2) (Delauney dan Verma 1993). Saat tanaman mengalami cekaman, prolin diproduksi secara langsung melalui jalur Glu. Sedangkan saat kondisi normal, tanaman menggunakan ornitin sebagai prekursor melalui jalur Orn untuk menghasilkan prolin (Aprile et al. 2009).

Jalur Glu dimulai dengan konversi asam glutamat menjadi glutamat -semialdehid (GSA) yang dikatalisis oleh enzim ∆1

-pyrroline-5-carboxylate synthetase (P5CS). Selanjutnya, GSA diubah menjadi ∆1

-pyrroline-5-carboxylate

(P5C) secara spontan. Akhirnya L-prolin terbentuk dari P5C yang dikatalisis oleh enzim 1

-pyrroline-5-carboxylate reductase (P5CR). Sintesis prolin melalui jalur Glu dapat meningkat pada kondisi tanaman mengalami cekaman kekeringan (Delauney dan Verma 1993).

Sintesis prolin melalui jalur Orn dimulai dengan konversi L-ornitin menjadi

α-keto-δ-amonivelarat yang dikatalisis oleh enzim ornitin-α-aminotransferase dan secara spontan diubah menjadi ∆1

- pyrroline-2-carboxylate (P2C). Akhirnya L-prolin terbentuk dari P2C yang dikatalisis oleh enzim 1

-pyrroline-2-carboxylate reductase (P2CR). Selain itu, L-ornitin juga dapat diubah menjadi GSA yang dikatalisis oleh enzim ornitin-δ-aminotransferase (OAT) dan selanjutnya dibentuk prolin melalui jalur Glu.

Gen P5CS merupakan gen yang menyandi enzim P5CS. Enzim P5CS dianggap sebagai enzim pengatur utama dalam sintesis prolin dan meningkatkan pengaturan produksi prolin pada saat tanaman mengalami cekaman (Aprile et al. 2009). Selain itu, gen P5CS merupakan penyandi enzim yang menjadi faktor pembatas dalam biosintesis prolin pada tanaman tingkat tinggi (Hu et al. 1992).

Prolin berfungsi sebagai pelindung enzim sitoplasmik dan pelindung stuktur seluler sebagai saat tanaman mengalami cekaman kekeringan (Gibon et al. 2000). Rodrigues et al. (2009) menganalisis profil ekspresi gen kondisi kekeringan pada tebu toleran kekeringan. Metode yang dilakukan menggunakan microarray

13

membrane yang terdiri atas 3575 klon cDNA dari pustaka daun tebu dan hasilnya dikonfirmasi menggunakan analisis Real Time PCR. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 165 gen yang terekspresi saat stress air, tetapi hanya 94% yang diatur saat stress dan baru 49 gen yang sudah diketahui identitasnya salah satunya adalah gen P5CS.

spontan L-prolin Asam L-glutamat spontan L-ornitin P2C reduktase ∆1-pirolin-2-karboksilat (P2C) α-keto-δ-aminovelarat ornitin-δ -aminotransferase ornitin-α -aminotransferase

Gambar 2 Skema jalur biosintesis prolin pada tanaman (Delauney dan Verma 1993)

Ket: P2C = ∆1 -pyrroline-2-carboxylate (∆1 -pirolin-2-karboksilat) P2CR = ∆1 -pyrroline-2-carboxylate reductase (∆1 -pirolin-2-karboksilat redutase) P5C = ∆1 -pyrroline-5-carboxylate (∆1 -pirolin-5-karboksilat) P5CR = ∆1 -pyrroline-5-carboxylate reductase (∆1 -pirolin-5-karboksilat reduktase) P5CS = ∆1 -pyrroline-5-carboxylate synthetase (∆1 -pirolin-5-karbosilat sintetase) GSA = glutamate- -semialdehide (glutamat- -semialdehid)

Penelitian tembakau dan tebu transgenik yang diintroduksi gen P5CS dengan perlakuan kondisi toleran kekeringan menunjukkan konsentrasi prolin meningkat dan lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol (non-transgenik) (Minarsih 2003). Selain itu, transformasi kalus kelapa sawit menggunakan gen P5CS telah berhasil mendapatkan kalus transforman yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan (Usmani 2011).

Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS telah berhasil dilakukan secara biologis melalui A. tumefaciens dan secara fisik dengan particle bombardment. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan Agrobacterium terbukti lebih efektif dan efisien dalam transfer konstruk transgen P5CS ke dalam kalus tebu daripada metode particle bombrdment. Tebu transforman yang dihasilkan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan kontrol positif, regenerasi planlet tebu transgenik bulai dan memiliki vigor yang lemah (Minarsih 2003).

Gen P5CS koleksi BPBPI berada dalam plasmid pBI (Gambar 3) (Kishor et al. 1995). Plasmid pBI berfungsi sebagai vektor yang membawa gen P5CS yang akan ditransformasikan ke tebu. Plasmid pBI-P5CS diperoleh dari cDNA P5CS tanaman V. aconitifolia yang ditempatkan antara promoter (35S-P) CaMV 35s dan

14

daerah NOS-γ’. Hasil konstruksi dimasukkan ke dalam EcoRl pada vektor bagian pBI121. Vektor tersebut juga mengandung NPTII dan uidA (GUS) daerah penyandi yang digunakan untuk seleksi tanaman transgenik pada antibiotik kanamisin. Peta restriksi konstruk rekombinan menunjukkan daerah label cDNA P5CS yang ditandai dengan marka oleh ATG pada nukleotida yang ke-37 dan TAA ke-2185 serta daerah lainnya (Kavi Kishor et al. 1995).

Gambar 3 Peta Restriksi Konstruk Rekombinan pBI-P5CS (Kishor et al. 1995) Plasmid pBI121 telah banyak digunakan untuk transformasi tanaman. Ukuran lengkap sekuen plasmid pBI121 adalah 14758 bp dengan daerah T-DNA 6193 bp yang mengandung batas kanan (right border, RB) gen NPTII sebagai penanda seleksi dan gen GUS sebagai gen reporter di batas kiri (left border, LB) (Chen et al. 2003).

Tahap awal penelitian ini adalah menguji keberadaan koleksi pBI-P5CS BPBPI. Konstruk rekombinan pBI-P5CS koleksi diuji untuk mengetahui keberadaan plasmidnya di E. coli atau A. tumefaciens. Pengujian keberadaan plasmid dilakukan pada dua botol kultur dengan media LB sebagai media pertumbuhan. Penambahan antibiotik rifampisin bertujuan untuk menyeleksi pertumbuhan A. tumefaciens. Sedangkan antibiotik kanamisin merupakan penyeleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS, yaitu pengujian keberadaan gen NPTII (Kishor et al. 1995).

Botol pertama, media LB cair ditambahkan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm kemudian dikocok pada kecepatan 250 rpm dan suhu 28 oC selama 2 hari tanpa cahaya. Media tersebut merupakan media seleksi untuk pertumbuhan A. tumefaciens (Venkatachalam et al. 2000; Minarsih 2003; Heikal

et al. 2008). Sedangkan botol kedua, media LB cair ditambah antibiotik kanamisin 50 ppm dan diinkubasi pada suhu 37 oC hingga 18 jam sambil dikocok pada kecepatan 250 rpm. Botol kedua merupakan media seleksi untuk pertumbuhan E. coli (Chandrasekharaiah et al. 2004).

Pengamatan hari pertama belum menunjukkan perubahan warna campuran pada kedua botol kultur. Suspensi biakan masih berwarna coklat tua. Hasil inkubasi hari kedua juga tidak menunjukkan adanya perubahan warna campuran pada botol pertama. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri tidak tumbuh. Sedangkan botol kedua terjadi perubahan warna campuran menjadi kuning keruh yang

15 menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri. Hasil inkubasi mengindikasikan bahwa koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS berada dalam E. coli (Gambar 4).

a b

Gambar 4 Pertumbuhan bakteri di media seleksi

a. Suspensi biakan A. tumefaciens dan b. Suspensi biakan

E. coli

Konstruk rekombinan pBI-P5CS dalam E. coli kemudian diisolasi untuk mendapatkan konstruk rekombinan pBI-P5CS yang akan ditransformasi ke A. tumefaciens. Isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dilakukan dengan menggunakan GeneJETTM Plasmid miniprep kit (Fermantas life science kit). Proses isolasi diawali dengan peremajaan koleksi konstruk rekombinan pBI-P5CS dalam bakteri yang bertujuan untuk mendapatkan bakteri yang masih muda dan segar.

Pengujian kebenaran konstruk rekombinan pBI-P5CS hasil isolasi dianalisis menggunakan PCR dengan primer spesifik P5CS dan elektroforesis gel agarosa yang dibandingkan dengan kontrol positif. Program PCR yang digunakan telah dioptimasi untuk mendapatkan suhu annealing yang optimum yaitu 58 oC. Primer spesifik P5CS yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer yang dirancang untuk mengidentifikasi adanya gen P5CS menggunakan BLASTN 2.1.3 atas dasar daerah terkonservasi dan cDNA utuh gen P5CS V. aconitivolia (Gambar 5) (Minarsih 2003).

Hasil analisis BLASTN 2.1.3 menunjukkan perbandingan homologi P5CS V. aconitifolia dengan spesies lainnya. Gen P5CS telah dimiliki tanaman secara alami, termasuk juga tebu. Transformasi eksplan tebu menggunakan gen P5CS akan meningkatkan ketahanan tebu ketika mengalami cekaman kekeringan. Selain itu, pada proses pengkajian keamanan pangan tidak akan seketat apabila fungsi transgen di dalam tanaman merupakan sesuatu yang baru. Termasuk dalam hal ini adalah pengkajian kemungkinana protein baru terekspresi dari transgen yang dapat menyebabkan alergi atau toksik terhadap konsumen (Minarsih 2003).

Pasangan primer untuk cDNA P5CS utuh digunakan untuk verifikasi hasil isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS dari E. coli dan A. tumefaciens

transforman. Sedangkan primer dari daerah terkonservasi digunakan untuk verifikasi hasil isolasi DNA tebu transforman.

16

Gambar 5 Hasil database menggunakan BLASTN 2.1.3 (Minarsih 2003) a. Diagram homologi P5CS V. aconitifolia dengan spesies lainnya b. Primer DNA yang dirancang atas dasar daerah terkonservasi dan cDNA utuh

Amplifikasi menggunakan primer spesifik P5CS start stop menghasilkan pita DNA dengan ukuran sekitar 2.4 kb seperti terlihat pada Gambar 6. Satu pita yang terbentuk berukuran besar dan tebal seperti kontrol positif . Kontrol positif yang digunakan adalah DNA plasmid pBI-P5CS koleksi BPBPI. Hal tersebut menyakinkan keberhasilan isolasi konstruk rekombinan pBI-P5CS.

a b

Gambar 6 Elektroforegram hasil PCR dengan primer spesifik P5CS start stop a. Kontrol positif dan b. pBI-P5CS konstruk rekombinan pBI-P5CS hasil isolasi

Ukuran pita DNA hasil PCR menggunakan primer spesifik P5CS start stop

sangat kecil dibandingkan dengan ukuran plasmid pBI121, yaitu 2400:14758. Hal ini menunjukkan bahwa yang teramplifikasi adalah gen P5CS utuh. Plasmid

17 pBI121 tidak ikut teramplifikasi, sehingga primer P5CS start stop merupakan primer spesifik untuk gen P5CS. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran gen P5CS utuh adalah sekitar 2.4 kb seperti yang dilaporkan Minarsih (2003) dan Soltani et al. (2007). Hal tersebut menyakinkan kembali bahwa gen P5CS telah terisolasi dan siap ditransformasikan ke A. tumefaciens.

A. tumefaciens

A. tumefaciens adalah salah satu bakteri tanah gram negatif berbentuk batang (Alonso dan Espinosa 1993). Taksonomi A. tumefaciens sebagai berikut: Bakteria (Domain); Proteobakteria (Filum); Alfaproteobakteria (Kelas); Rhizobiales (Orde); Rhizobiaceae (Famili); Agrobacterium (Genus): A. tumefaciens (spesies) (Young 2008).

A. tumefaciens mampu mentransfer bagian DNA tertentu (T-DNA) dari plasmid Ti (tumor inducing) yang kemudian berintegrasi ke genom tanaman target (Riva et al. 1998). Proses transfer gen dari A. tumefaciens ke dalam sel tumbuhan terdiri dari beberapa tahap: (1) kolonisasi bakteri (2) induksi sistem virulen bakteri (3) tahap transfer T-DNA kompleks (4) transfer T-DNA dan (5) integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman (Riva et al. 1998).

Mekanisme interaksi A. tumefaciens dapat dilihat pada Gambar 7 (Kakkar dan Verma 2011). Interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: (1) sel tumbuhan yang terluka menghasilkan senyawa fenolik asetosiringon, (2) asetosiringon dalam

Agrobacterium mengaktivasi gen virulen (vir), (3) protein virulen yang dihasilkan untuk mensintesis T-DNA rantai tunggal, (4) T-DNA rantai tunggal intermediet masuk ke dalam sel tumbuhan , (5) T-DNA kompleks yang terbentuk masuk inti sel dan terintegrasi. T-DNA terintegrasi secara acak di situs kromosom tumbuhan. (6) tahap awal sintesis sitokinin, (7) sitokinin dan sintesis auksin yang kemudian memicu terbentuknya tumor pada tumbuhan yang terinfeksi Agrobacterium dan (8) sintesis opin yang selanjutnya digunakan untuk metabolisme A. tumefaciens.

Opin adalah produk kondensasi dari asam amino dengan asam keto atau gula. Opin merupakan sumber utama nitrogen dan karbon untuk pertumbuhan

Agrobacterium. A. tumefaciens diklasifikasikan berdasarkan jenis opin. Umumnya

A. tumefaciens menghasilkan oktopin yang merupakan senyawa turunan dari asam amino arginin dan alanin. Sedangkan nopalin merupakan senyawa turunan asam amino arginin dan asam glutamat. Selain itu, agropin yang berasal dari asam amino glutamat (Park 2006). Jenis opin yang lain adalah sukinamopin (Hellens et al. 2007). Sukinamopin adalah senyawa asam-N -[(1A)-1-karboksi-2-karbamoil-etil]-(R)-glutamat yang mudah berubah menjadi sukinamopin laktam dan akhirnya menjadi sukinopin laktam (Chilton et al. 1984).

18

Gambar 7 Interaksi A. tumefaciens dengan sel tumbuhan (Kakkar dan Verma 2011)

Strain A. tumefaciens yang digunakan pada penelitian ini adalah GV3101, LBA4404 dan AGL1. Tabel 1 menunjukkan karakteristik A. tumefaciens. Adanya perbedaan karakteristik strain A. tumefaciens menyebabkan adanya perbedaan pula dalam optimasi transformasi (Hellens et al. 2000). Ketiga starin yang digunakan juga memiliki jenis opin yang berbeda. GV3101 menghasilkan opin jenis nopalin, LBA4404 oktopin dan AGL1 sukinamopin. Antibiotik yang digunakan dalam media seleksi sesuai dengan karakteristik masing-masing strain

A. tumefaciens. A. tumefaciens strain GV3101 dan LBA4404 menggunakan antibiotik rifampisin sebagai seleksi pertumbuhannya. Sedangkan strain AGL1 menggunakan antibiotik rifampisin dan ampisilin. Antibiotik kanamisin yang ditambahkan di media seleksi berfungsi sebagai penanda adanya konstruk rekombinan pBI-P5CS yang mengandung gen NPTII.

Tabel 1 Karakteristik strain A. tumefaciens (Hellens et al. 2000)

Strain Gen penanda

Kromosomal

Gen penanda Ti

Plasmid Opin

GV3101 Rifampisin - Nopalin

LBA4404 Rifampisin Spektinomisin dan streptomisin

Oktopin AGL1 Rifampisin,

Karbenisilin/ Ampisilin

- Sukinamopin

Transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS ke A. tumefaciens dilakukan dengan metode Wang (2006) yang dimulai dengan pembuatan sel kompeten. Sel

19 kompeten A. tumefaciens dibuat dengan cara menumbuhkan A. tumefaciens dalam media YEP cair hingga mencapai nilai OD600 = 0.55-0.65 agar mendapatkan jumlah bakteri yang optimum pada fase pertumbuhan. Konsentrasi yang dibutuhkan untuk transformasi adalah 1x106 sel/ mL (Bibiana 1994).

Keberhasilan transformasi konstruk rekombinan pBI-P5CS ke dalam A. tumefaciens strain GV3101, LBA4404 dan AGL1 ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan koloni pada suhu 28 oC yang diinkubasi di media seleksi (Venkatachalam et al. 2000; Minarsih 2003; Heikal et al. 2008). Media seleksi yang digunakan adalah media LB padat dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm untuk strain GV3101 dan LBA4404 yang diinkubasi selama 2 hari tanpa cahaya. Sedangkan strain AGL1 diinkubasi selama 3 hari tanpa cahaya di media LB padat dengan penambahan antibiotik rifampisin 50 ppm, ampisilin 50 ppm dan kanamisin 50 ppm (Gambar 8).

a b c

Gambar 8 Pertumbuhan koloni hasil transformasi konstruk rekombinan pBI- P5CS ke A. tumefaciens. a. Koloni transforman A. tumefaciens strain LBA4404, b. Koloni transforman A. tumefaciens strain AGL1 dan c. Koloni transforman A. tumefaciens strain GV3101

Pengamatan dilakukan mulai hari pertama setelah transformasi untuk melihat pertumbuhan koloni A. tumefaciens transforman. Pada hari pertama belum tampak pertumbuhan koloni A. tumefaciens transforman. Hari kedua dilakukan pengamatan kembali dan terlihat mulai tumbuh koloni-koloni tunggal, bulat, kecil dan berwarna putih kekuningan untuk strain GV3101 dan LBA4404 seperti terlihat pada Gambar 8. Terlihat adanya koloni yang menyebar merata di permukaan media seleksi. A. tumefaciens strain AGL1 baru terlihat pertumbuhan koloni transforman di media seleksi pada hari ketiga. Terlihat juga adanya koloni-koloni tunggal, bulat, kecil dan berwarna putih kekuningan yang menyebar merata di permukaan media seleksi. Pertumbuhan koloni di media seleksi menunjukkan adanya pertumbuhan A. tumefaciens transforman yang mengandung konstruk rekombinan pBI-P5CS.

Apabila dibandingkan waktu kultur A. tumefaciens, maka strain AGL1 (3 hari) membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama dibandingkan strain GV3101 dan LBA4404 (2 hari). Selain itu, jumlah total koloni yang tumbuh dari ketiga strain yang digunakan terlihat strain LBA4404 menunjukkan pertumbuhan koloni dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa strain LBA4404 memiliki pertumbuhan yang optimum dibandingkan dengan strain GV3101 dan AGL1.

Transfomasi A. tumefaciens menggunakan gen P5CS dilakukan sebanyak satu kali dan ditumbuhkan ke media seleksi 3 cawan petri untuk masing-masing strain

20

transforman diuji lebih lanjut dengan analisis PCR koloni untuk memastikan kembali keberadaan konstruk rekombinan pBI-P5CS. Koloni transforman yang dipilih adalah koloni tunggal yang letaknya terpisah dari koloni lain dan diambil dari 10 titik yang berbeda dalam satu cawan petri. Koloni dari ketiga strain A. tumefaciens selanjutnya dianalisis PCR koloni dengan primer spesifik P5CS start stop dan elektroforesis gel agarosa. Elektroforegram menunjukkan adanya pita pada ukuran 2.4 kb sama dengan kontrol positif (Gambar 9). Hal tersebut seperti dilaporkan Minarsih (2003) dan Soltani et al. (2007) bahwa ukuran gen P5CS utuh sekitar 2.4 kb. Ukuran pita DNA menunjukkan ukuran yang sama dengan elektroforegram hasil PCR DNA plasmid rekombinan pBI-P5CS menggunakan primer spesifik P5CS start stop. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konstruk rekombinan pBI-P5CS telah berhasil ditransformasi ke A. tumefaciens.

1 2 3 4 5 6 7

Gambar 9 Elektroforegram hasil transformasi pBI-P5CS ke A. tumefaciens.

1 kontrol positif, 2 – 3 koloni 1 dan 3 strain AGL1; 4 – 5 koloni 1 dan 2 strain LBA4404 dan 6 – 7 koloni 1 dan 2 strain GV3101 Elektroforegram menunjukkan pita DNA yang tunggal dan cukup tebal pada ukuran yang sama dengan kontrol positif. Kontrol positif yang digunakan adalah DNA plasmid pBI-P5CS koleksi BPBPI. Dari semua koloni yang dianalisis PCR menunjukkan adanya pita pada ukuran 2.4 kb, tetapi memiliki kualitas pita yang berbeda-beda. Elektroforegram tersebut menjadi dasar pemilihan koloni yang selanjutnya akan digunakan untuk transformasi gen P5CS ke eksplan tebu. Pemilihan koloni didasarkan pada pita DNA yang tunggal, tebal dan jelas. Terlihat pita DNA dari strain LBA4404 menunjukkan pita yang jelas dan cukup tebal. Hal ini menunjukkan bahwa analisis PCR dengan menggunakan DNA template asal A. tumefaciens strain LBA4404 paling optimum dibandingkan dengan kedua strain yang lain.

Tebu Transforman

Transformasi gen merupakan salah satu metode penggabungan gen asing yang bertujuan untuk mendapatkan organisme dengan sifat-sifat tertentu, sehingga menghasilkan organisme yang lebih baik. Misalnya pada tanaman dengan pembuatan tanaman yang toleran suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten

21 terhadap organisme pengganggu tanaman serta kuantitas dan kualitas hasil yang baik dari tanaman alami.

Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode transformasi protoplas, biolistik atau microprojectile bombardment dan transformasi biologis menggunakan A. tumefaciens (Hansen dan Wright 1999). Penggunaan A. tumefaciens telah banyak digunakan sebagai media transformasi, antara lain pada tanaman tembakau (Hoekema et al. 1983; Hansen et al. 1994), kapas (Hansen et al. 1994), buncis (Jaiwal et al. 2001), padi dan kedelai (Ke et al. 2001), jagung (Utomo 2004), kopi robusta (Siswanto et al. 2003) dan tebu (Fitranty et al. 2003; Minarsih 2003; Susiyanti et al. 2007; Sugiharto dan Safitri 2011). Penggunaan A. tumefaciens sebagai media transformasi pada berbagai tanaman dikotil dan monokotil telah terbukti karena tingkat keberhasilan dan kestabilan gen yang tinggi, spesifik, mengurangi kimera serta lebih ekonomis dibandingkan dengan metode transformasi yang lain.

Kultur jaringan digunakan hampir di seluruh proses transformasi untuk efisiensi transfer gen, seleksi dan regenerasi transforman (Shah et al. 2009). Perkembangan kultur jaringan tebu diawali dengan keberhasilan Hawaiian Sugar Planters Association Experiment Station menginduksi kalus melalui kultur in vitro (Nickell 1964). Selanjutnya, Heinz dan Mee (1969) melaporkan keberhasilan meregenerasi kultur kalus menjadi planlet tebu menggunakan media MS (Murashige dan Skoog 1962) yang telah dimodifikasi. Hal tersebut menjadi titik tolak perkembangan penelitian kultur jaringan tebu yang kemudian diterapkan dalam berbagai aspek seperti mikropropagasi, pemuliaan, konservasi plasma nutfah, eliminasi patogen sistemik dan rekayasa genetik (Lakshmanan et al.

2005).

Regenerasi kultur jaringan dapat dilakukan melalui organogenesis dan somatik embriogenesis. Metode somatik embriogenesis merupakan teknologi yang dapat memperbanyak tanaman secara seragam dan dalam jumlah yang sangat banyak karena berasal dari satu sel. Transformasi genetik ke sel-sel embrioid atau embrio somatik saat ini dianggap sebagai metode terbaik untuk menghindari terjadinya kimera (Deo et al. 2010). Dalam transformasi genetik, kimera adalah kondisi di mana transformasi gen yang tidak sempurna pada seluruh bagian transforman atau hanya sebagian yang tertransformasi, misalnya hanya pada daun. Kimera pada transformasi genetik dapat disebabkan karena (1) proses organogenesis tunas saat mulai membentuk asal multiseluler (Zhu et al.

2007), (2) toleransi endogen menyebabkan tidak efektifnya agen selektif lemah dan (3) mekanisme perlindungan diri (cross protection) (Park et al. 1998)

Eksplan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penanaman pucuk tebu ketiga varietas yaitu KK, PS 881 dan PS 891 yang sudah mengalami dua kali subkultur (Gambar 10). Pucuk tebu merupakan bagian daun muda yang masih menggulung. Kalus dari eksplan meristem daun tersebut dihasilkan dari jaringan parenkimatis yang belum mengalami diferensiasi (Minarsih 2003). Penanaman pucuk tebu dilakukan sebanyak 2-3 kali hingga diperoleh jumlah kalus yang sesuai dengan kebutuhan proses transformasi.

Kalus yang tumbuh dari pucuk tebu disubkultur sebanyak 2 kali guna memperoleh kalus asal media padat yang baik, yaitu kalus yang sudah beradaptasi di media kultur, mulai berproliferasi dan berjumlah cukup banyak. Kalus yang tumbuh dari pucuk tebu diseleksi untuk mendapatkan kalus yang berwarna putih

22

dan kering. Selanjutnya, kalus subkultur di media yang sama sebanyak 2 kali hingga diperoleh kalus yang berwarna putih, kering dan sudah mengalami proliferasi. Kalus ini digunakan sebagai eksplan kalus asal media padat dan lebih lanjut digunakan untuk menghasilkan kalus embriogenik dan embrio somatik.

a b

Gambar 10 Pertumbuhan kalus di media MS

a. Pertumbuhan kalus dari potongan pucuk tebu b. Pertumbuhan kalus yang telah disubkultur Kalus embriogenik dan embrio somatik diperoleh dari kultur cair SPS berturut-turut selama 6 minggu dan 8 minggu. Prinsip kerja SPS adalah bahan tanam hanya terpapar sebentar dalam medium, sehingga paparan dengan udara lebih lama dan kekurangan oksigen yang sering terjadi pada kultur cair dapat diatasi (Sumaryono et al. 2007).

Kalus embriogenik umur 6 minggu pada fase globular dan embrio somatik umur 8 minggu (Synman et al. 2000) pada fase embrio awal yang siap digunakan sebagai eksplan target transformasi. Embrio somatik dicirikan adanya bentuk yang lebih besar membulat dan mulai terpisah atau dapat dipisahkan per individu dengan warna lebih jelas dan terang yaitu keputihan atau putih-kekuningan. Selain itu, embrio somatik memiliki 2 titik tumbuh, yaitu calon tunas dan akar.

Gambar 11 menunjukkan sumber eksplan yang digunakan dalam penelitian ini. Eksplan tebu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalus asal media padat (8 minggu), kalus embriogenik (14 minggu) dan embrio somatik (16 minggu) asal kultur SPS. Selain adanya perbedaan umur eksplan tebu yang digunakan juga terlihat adanya perbedaan morfologi sumber eksplan. Kalus asal media padat yang digunakan diseleksi untuk mendapatkan kalus yang berwarna putih dan kering. Kalus embriogenik juga diseleksi untuk mendapatkan kalus embriogenik yang seragam. Sedangkan embrio somatik diseleksi untuk mendapatkan embrio somatik yang bulat, utuh dan berwana putih kekuningan.

Varietas tebu yang digunakan dalam penelitian ini juga menunjukkan perbedaaan proliferasi eksplan. Eksplan tebu varietas KK memiliki tingkat proliferasi yang paling tinggi, selanjutnya varietas PS 881 dan terakhir PS 891. Terlihat sangat jelas di Gambar 11, bahwa tebu varietas KK menghasilkan kalus,

Dokumen terkait