• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Kulit Manggis

Proses pembuatan ekstrak kulit manggis menggunakan metode maserasi atau perendaman sesuai penelitian Wijaya (2010) yang telah dimodifikasi. Kelebihan metode ini adalah relatif sederhana, yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas (Pebriyanthi 2010).

Kulit manggis yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian ini adalah kulit manggis kering yang berasal dari Kaligesing, Jawa Tengah. Varietas manggis kaligesing dipilih karena memiliki karakteristik kulit manggis yang tebal dan berwarna merah keunguan. Varietas manggis jenis ini merupakan salah satu varietas unggul lokal pertama di Indonesia.

Proses awal pembuatan ekstrak kulit manggis yaitu dengan cara merendam serpihan kulit manggis kering pada suhu 34 oC selama 12 jam ke dalam pelarut etanol 96% yang telah ditambahkan asam tartat sebanyak 1% dengan perbandingan 1:4 (bahan : pelarut). Penggunaan pelarut etanol pada saat ekstraksi dikarenakan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan sangat menentukan jumlah zat aktif karena pada proses ekstraksi berlaku prinsip “like dissolve like” dimana zat hanya akan terlarut dengan baik dan terekstrak apabila pelarut yang digunakan memiliki tingkat kepolaran yang sama (Winarno et al. 1973). Penambahan asam tartat 1% bertujuan agar antioksidan di dalamnya awet dan tidak mudah rusak.

Setelah proses ekstraksi selesai dilakukan, ekstrak kemudian disaring menggunakan kain saring hingga diperoleh filtrat. Filtrat tersebut lalu ditambahkan gelatin sebanyak 0.5% untuk menggendapkan tannin yang terdapat pada kulit manggis dan disaring sehingga didapatkan ekstrak kulit manggis cair. Pada tahap selanjutnya, ekstrak yang diperoleh kemudian dikeringkan lebih lanjut menggunakan vacum evaporator pada suhu 60 oC hingga seluruh pelarutnya menguap dan mengering. Ekstrak yang sudah kering kemudian dipekatkan dengan aquades dan ditambahkan 15% maltodekstrin sebelum akhirnya dikeringkan melalui proses spray drying. Penambahan maltodekstrin sebagai bahan pengisi atau penyalut bertujuan agar zat aktif yang terdapat di dalam larutan ekstrak kulit manggis tidak rusak pada saat dikeringkan (Permana et al. 2012). Hasil analisis ekstraksi kulit manggis disajikan pada Tabel 4.

10

Tabel 4 Hasil analisis ekstraksi kulit manggis Kulit Manggis kering (g) Etanol (ml) Ekstrak kulit manggis (g) Aquades (ml) Maltodekstrin (g) Ekstrak kulit manggis (g) Berat 2000 8000 350 4000 600 370 Rendamen Total (%) 14.23

Sumber : Hasil analisis kandungan gizi di laboratorium kima dan analisis pangan Gizi Masyarakat, FEMA, IPB

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa rendemen total sebesar 14.23%. Jumlah ini menunjukkan bahwa dari 2 kg kulit manggis dan penambahan 600 g maltodekstrin, menghasilkan 14.23% atau sebanyak 370 g ekstrak kulit manggis. Menurut penelitian Desmawarni (2007), jumlah rendemen yang dihasilkan melalui proses spray drying dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu bahan penyalut, bahan pengemulsi dan kondisi proses pengeringan. Rendemen hasil proses spray drying berkisar antara 5-20%.

Hasil ekstraksi 2 kg kulit manggis kering menghasilkan ekstrak kulit manggis sebanyak 370 g dengan kandungan xanthone 7 666.4 mg α mangostin. Biaya yang diperlukan untuk mendapatkan 370 g ekstrak kulit manggis sebesar Rp 99 715 atau Rp 269.5 per g ekstrak kulit manggis. Penentuan biaya tersebut telah memperhitungkan komponen biaya bahan baku, biaya produksi, upah pegawai dan keuntungan. Harga ekstrak kulit manggis ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga ekstrak kulit manggis komersil yaitu Rp 1000 per g ekstrak kulit manggis.

Karakteristik ekstrak kulit manggis yang dihasilkan adalah berwarna merah muda, memiliki aroma sedikit asam, rasa serbuk cenderung asam khas dari kulit manggis dengan sedikit pahit. Warna merah muda muncul karena adanya pigmen antosianin yang berwarna ungu kemerahan, akan tetapi setelah dikeringkan dan dicampurkan dengan maltodekstrin warna menjadi memudar. Rasa asam timbul diduga karena adanya getah dari kulit manggis yang masih tersisa saat ditambahkan gelatin. Rasa pahit muncul diduga karena masih ada tannin di dalamnya.

Gambar 4 Ekstrak kulit manggis

Kandungan Xanthone dan Zat Gizi Ekstrak Kulit Manggis

Kulit manggis mempunyai banyak keunggulan, salah satunya mengandung senyawa aktif bersifat fungsional yaitu xanthone. Hasil penelitian Shan et al.

11 (2011) yang menyebutkan bahwa xanthone ekstrak kulit manggis merupakan potensial agen antikanker.

Analisis kandungan gizi ekstrak kulit manggis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat. Uji xanthone juga dilakukan untuk mengetahui jumlah xanthone yang terdapat di dalam ekstrak kulit manggis. Hasil analisis kandungan gizi dan kandungan xanthone ekstrak kulit manggis disajikan pada Tabel 5.

Hasil uji proksimat yang dilakukan menunjukkan bahwa kadar air pada ekstrak kulit manggis sebesar 4.61%, kadar abu 0.57%, kadar protein 0.42%, kadar lemak 0.32% dan kadar karbohidrat 94.08%. Secara keseluruhan jika dibandingkan dengan kandungan gizi pada tepung kulit manggis, ekstrak kulit manggis memiliki kandungan gizi lebih rendah. Hal ini diduga disebabkan oleh proses maserasi menggunakan pelarut etanol, sehingga mengakibatkan hilangnnya abu, protein dan lemak yang terkandung di dalam kulit manggis. Selain itu adanya bahan pengisi yang dimasukkan ke dalam ekstrak kulit manggis pada saat dilakukan spray drying juga mengakibatkan kandungan karbohidrat lebih besar. Hal tersebut dikarenakan maltodekstrin yang digunakan sebagai bahan pengisi merupakan golongan jenis gula/karbohidrat.

Tabel 5 Perbandingan kandungan ekstrak kulit manggis dan tepung kulit manggis Komponen Satuan Ekstrak kulit manggis Tepung Kulit manggis

(Wijaya 2010) Air (%bk) 4.61 5.87 Abu (%bk) 0.57 2.17 Protein (%bk) 0.42 3.02 Lemak (%bk) 0.32 6.45 Karbohidrat (%bk) 94.08 82.49 Xanthone mg/g 20.72 -

Sumber : Hasil analisis kandungan gizi di laboratorium kima dan analisis pangan Gizi Masyarakat, FEMA, IPB

Pengukuran kadar xanthone menggunakan metode spektrofotometri. Metode ini didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi disfraksi dengan detektor fototube (Hendayana 1994). Selain metode spektrometri, metode yang sering digunakan adalah metode HPLC. Tidak digunakannya metode HPLC dalam pengukuran xanthone dikarenakan sulitnya mencari standar xanthone yang digunakan sebagai tolak ukur dalam pengukuran. Keunggulan metode spektrofotometri adalah praktis, mudah digunakan dan murah. Kekurangan dari metode ini yaitu hasil pengukuran yang dibaca adalah hasil kasar jika dibandingkan dengan metode HPLC yang jauh lebih spesifik.

Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan scanning panjang gelombang maksimum menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200 nm hingga 400 nm. Hasil scanning menunjukkan bahwa gelombang maksimum senyawa α mangostin adalah 305 nm.

Hasil uji xanthone menunjukkan jumlah xanthone yang terdapat pada ekstrak kulit manggis sebesar 20.72 mg α mangostin/g ekstrak kulit manggis. Hasil ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil penelitian Pohtitirat et al. (2008), dimana kandungan α mangostin ekstrak kulit manggis menggunakan

12

pelarut metanol mencapai 356.8 – 369.2 mg α mangostin/g ekstrak kulit manggis. Perbedaaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan pelarut yang digunakan. Menurut Walker (2007), senyawa xanthone secara alami sukar untuk larut di dalam air. Senyawa xanthone dapat larut di dalam pelarut organik dengan tingkat kepolaran yang berbeda seperti pelarut metanol hingga pelarut hexan. Penggunaan pelarut etanol dikarenakan pertimbangan toksisitas untuk bahan pangan. Perlakuan panas seperti pengeringan kulit manggis dan spray drying yang terjadi selama percobaan juga diduga dapat mempengaruhi jumlah kehilangan xanthone, karena xanthone memiliki sifat rentan terhadap suhu > 60 oC.

Formulasi puding

Bahan yang digunakan dalam formulasi puding instan terdiri dari tepung karaginan, susu bubuk, dekstrin, gula tepung dan air. Formulasi puding instan mengacu pada formulasi penelitian (Nurjanah et al. 2007) dalam pembuatan tepung puding instan karaginan. Formulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menambahkan bahan utama seperti tepung karaginan 1%, dekstrin 5%, susu bubuk 5%, gula tepung 10% dari total air yang digunakan. Penambahan ekstrak kulit manggis dengan tiga taraf ditambahkan ke dalam bahan utama puding.

Banyaknya ekstrak kulit manggis yang ditambahkan adalah 2.5% (F1), 5% (F2) dan 7.5% (F3) dari total air. Formula F1, F2 dan F3 ini setara dengan penambahan xanthone secara berurutan yaitu 51.8 mg α mangostin, 103.6 mg α mangostin dan 155.4 mg α mangostin. Penambahan xanthone dengan jumlah tersebut diharapkan dapat memaksimalkan manfaat xanthone di dalam tubuh sebagai antioksidan. Akao et al. (2008) dalam penelitiannya mengemukakan, pemberian diet sebesar diet xanthone sebesar 150 mg/hari kepada orang sehat menunjukkan hasil yang signifikan dalam menekan pertumbuhan tumor.

Penentuan taraf yang digunakan mengacu pada hasil uji coba yang dilakukan sebelumnya kepada beberapa panelis acak, untuk mengetahui kisaran taraf penambahan ekstrak kulit manggis dapat diterima oleh panelis. Berdasarkan penambahan taraf 1% sampai dengan 10%, didapatkan nilai rata-rata kisaran 4% hingga 5%. Penetapan formulasi juga dilakukan dengan uji coba trial-error.

Penggunaan pati pregelatinisasi khususnya dekstrin pada pembuatan puding instan, menurut Hustiany (2006) dekstrin dapat berfungsi meningkatkan kekuatan gel, menghasilkan tekstur yang lembut (halus) dan menstabilkan suatu emulsi. Fungsi gula atau sukrosa dalam produk makanan adalah sebagai pengawet, penguat rasa, aroma. Penambahan susu dalam pembuatan puding adalah dapat meningkatkan nilai gizi produk, meningkatkan toleransi terhadap over mixing dan memperbaiki flavor.

Pembuatan puding

Proses pembuatan puding terdiri dari dua tahapan, yaitu pencampuran kering (dry mixing) dan penambahan air mendidih kisaran suhu 80 oC. Tahap pertama pembuatan puding adalah pencampuran kering bahan utama berupa

13 tepung karaginan, dekstrin, susu bubuk, gula tepung dan ditambahkan ekstrak kulit manggis sesuai penambahan taraf masing-masing (2.5%, 5% dan 7.5%). Pencampuran kering dilakukan dengan menggunakan sebuah wadah yang tertutup rapat sebagai shaker, tujuannya agar bahan tercampur dengan homogen. Bahan yang telah homogen diletakkan ke dalam wadah, setelah itu ditambahkan air sedikit terlebih dahulu dan diaduk rata sebelum ditambahkan air mendidih. Penggunaan air tersebut bertujuan agar puding yang dihasilkan tidak menggumpal yang dapat mempengaruhi tekstur kunyah puding. Proses selanjutnya adalah penambahan air mendidih kisaran suhu 80 oC, kemudian diaduk rata lalu puding siap dicetak dan didiamkan selama ± 1 jam agar memadat.

Menurut penelitian Nurjannah et al. (2007), beberapa kondisi yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan puding adalah suhu, lamanya pemasakan untuk mencapai gelatinisasi, intensitas pengadukan, pH dari campuran dan bahan-bahan tambahan-bahan puding serta besar dan kecilnya ukuran partikel dari campuran. Pemasakan dalam waktu yang lebih singkat akan menghasilkan pasta yang lebih kental. Pengadukan akan mempercepat terjadinya gelatinisasi dan mempertinggi konsistensi tetapi pengadukan yang berlebihan akan menyebabkan kerusakan pati dan menurunkan viskositas.

Kondisi yang paling penting dan harus diperhatikan dalam pembuatan puding adalah suhu air seduhan. Suhu air seduhan dinilai sangat penting karena suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan overgelatinisasi, sehingga tekstur padat puding tidak terbentuk. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan kerusakan pada xanthone yang terdapat di dalam puding ekstrak kulit manggis.

Penambahan air mendidih kisaran suhu 80 oC pada saat pembuatan puding diharapkan tidak menyebabkan kerusakan xanthone yang terlalu besar. Proses ini dilakukan tidak di atas kompor menyala dan dilakukan pengadukan, sehigga suhu air akan cenderung menurun.

Daya Terima Puding

Produk puding ekstrak kulit manggis yang dihasilkan dilakukan uji penerimaan melalui uji organoleptik. Uji organoleptik pada tahap ini dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih melalui penilaian terhadap hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik dengan dua kali pengulangan. Formula yang diuji penerimaannya adalah F1 (2.5% ekstrak kulit manggis), F2 (5% ekstrak kulit manggis), F3 (7.5% ekstrak kulit manggis). Data persentase penerimaan panelis terhadap puding selanjutnya diuji statistik menggunakan uji ragam yaitu Kruskal-Wallis.

Uji hedonik bertujuan mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap atribut kecerahan warna, tekstur tekan permukaan, aroma, rasa dan tesktur kunyah. Hasil rata-rata uji hedonik disajikan pada Gambar 5. Selain uji hedonik, dilakukan juga uji mutu hedonik oleh panelis. Uji mutu hedonik bertujuan mengetahui karakteristik mutu produk menurut penilaian panelis. Atribut yang diujikan adalah atribut kecerahan warna, tekstur tekan permukaan, aroma puding, aroma susu, rasa manis, rasa puding, after taste dan tesktur kunyah.

14

Gambar 5 Hasil uji hedonik puding ekstrak kulit manggis a. Kecerahan warna

Warna merupakan atribut sensori pertama yang dapat diterima/dilihat langsung oleh panelis (Winarno 2008). Pada produk puding ini tidak dilakukan penambahan warna. Warna yang dihasilkan hanya berasal dari warna dasar bahan-bahan formula puding yang cenderung pucat. Presentase penerimaan panelis terhadap kecerahan warna puding ekstrak kulit manggis pada masing-masing taraf disajikan pada Gambar 6.

Hasil uji sidik ragam (Kruskal-Wallis) menunjukkan tidak ada perbedaan kesukaan panelis pada atribut kecerahan warna (p>0.05). Rata-rata penilaian hedonik (kesukaan) panelis berada pada skor 5.5 (agak tidak suka) untuk F1 dan F3. Rata-rata penilaian untuk F2 adalah 5.4 (biasa) (Gambar 5).

Gambar 6 Rataan skor penilaian mutu hedonik puding terhadap kecerahan warna Gambar 6 menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit manggis tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu kecerahan warna puding berdasarkan hasil uji chi-square. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ekstrak kulit manggis tidak memberikan pengaruh terhadap kecerahan warna. Karakteristik warna merah muda pada serbuk kulit manggis tidak memberikan warna cerah pada puding, sehingga puding yang dihasilkan cenderung pucat.

4.6 4.8 4.9 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 F1 F2 F3 R ata -r ata sk o r Perlakuan Keterangan:

1 = Amat sangat pucat 2 = Sangat pucat 3 = Pucat 4 = Agak pucat 5 = Biasa 6 = Agak cerah 7 = Cerah 8 = Sangat cerah 9 = Amat sangat cerah Keterangan:

1 = Amat sangat tidak suka 2 = Sangat tidak suka 3 = Tidak suka 4 = Agak suka 5 = Biasa

6 = Agak tidak suka 7 = Suka

8 = Sangat Suka 9 = Amat sangat suka

15 Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap kecerahan warna, ketiga taraf perlakuan penambahan pada puding ekstrak kulit manggis memiliki kecerahan warna yang biasa menurut penilaian panelis

b. Tekstur tekan permukaan

Menurut Setyaningsih et al. (2010), tekstur tekan permukaan merupakan salah satu dari struktur bahan mekanik (kekerasan, kekenyalan). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Kruskal Wallis), tidak ada perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap kesukaan panelis pada atribut tekstur tekan permukaan puding. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit manggis tidak memberi pengaruh pada kekuatan karaginan membentuk gel pada puding, sehingga ketiga perlakuan dinilai panelis memiliki tekstur tekan permukaan yang sama.

Presentase penerimaan tekstur tekan permukaan puding ditampilkan pada Gambar 5. Presentase tertinggi terdapat pada F1 dan F2 sebesar 6.4 (agak tidak suka), sedangkan penerimaan terendah terdapat pada F3 sebesar 6.2 (agak tidak suka). Rata-rata penilaian panelis terhadap mutu hedonik pada atribut tekstur tekan permukaan puding terdapat pada Gambar 7.

Gambar 7 Rataan skor penilaian mutu hedonik terhadap tekstur tekan permukaan Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit manggis tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu tekstur tekan permukaan puding. Berdasarkan hasil uji organoleptik terhadap tekstur tekan permukaan, puding ekstrak kulit manggis dengan taraf penambahan F1 (2.5%), F2 (5%) dan F3 (7.5%) menurut panelis memiliki tekstur tekan agak kenyal rapuh. Produk F1 merupakan produk yang paling disukai oleh panelis dengan karakteristik tekstur tekan permukaan yang agak kenyal rapuh.

c. Aroma

Aroma merupakan atribut organoleptik yang dapat dinilai melalui indra penciuman (Meilgaard et. al 1999). Menurut Mervina (2009), atribut aroma ikut menentukan penerimaan sebuah produk. Pada produk puding ekstrak kulit manggis ini memiliki aroma khas manggis yaitu sedikit asam.

Hasil uji sidik ragam (Kruskall Wallis) menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap kesukaan panelis pada atribut aroma puding. Rata-rata penilaian yang diberikan panelis terhadap aroma yang disukai berkisar antara 5.8-6.1 yaitu agak tidak suka (Gambar 5). Semakin lemah aroma puding dan

Keterangan:

1 = Amat sangat kenyal rapuh 2 = Sangat kenyal rapuh 3 = Kenyal rapuh 4 = Agak kenyal elastis 5 = Biasa

6 = Agak kenyal rapuh 7 = Kenyal elastis 8 = Sangat kenyal elastis 9 = Amat sangat kenyal elastis

6.2 6.0 5.6 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 F1 F2 F3 R ata -r ata sk o r Perlakuan

16

semakin kuat aroma susu, nilai kesukaan panelis terhadap atribut aroma puding ekstrak kulit manggis semakin tinggi/suka.

Gambar 8 Rataan skor penilaian mutu hedonik terhadap aroma puding dan susu Gambar 8 menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit manggis tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu aroma puding. Skor hasil uji organoleptik terhadap aroma puding dengan taraf penambahan F1 (2.5%), F2 (5%) dan F3 (7.5%) berkisar antara 5.5-6.3 yaitu agak kuat. Hasil sidik ragam (Kruskal Wallis) terhadap mutu aroma susu pada puding menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kesukaan yang nyata (p>0.05). Rata-rata penilaian atribut aroma susu untuk F1 dan F3 adalah 5.8 dan 5.5 (agak kuat), sedangkan nilai rata-rata aroma susu pada F2 yaitu 5.4 (biasa).

Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa semakin lemah aroma puding maka aroma susu akan semakin kuat. Hal ini menunjukkan jika aroma susu yang harum dapat menyamarkan aroma puding yang cenderung asam, sehingga penambahan susu pada puding ekstrak kulit manggis dapat menyamarkan aroma puding yang kurang disukai oleh panelis. Penambahan ekstrak kulit manggis sebesar 2.5 % (F1) merupakan produk yang paling disukai oleh panelis dengan karakteristik aroma puding dan aroma susu yang agak kuat.

d. Rasa

Rasa merupakan atribut penilaian makanan yang melibatkan panca indra lidah. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup cecap yang terletak pada papila (Mervina 2009). Pada produk puding ekstrak kulit manggis ini memiliki rasa khas manggis yaitu sedikit asam. Rasa asam yang muncul ditimbulkan karena adanya penambahan ekstrak kulit manggis yang memiliki karakteristik rasa asam dan sedikit pahit, sehingga sedikit saja penambahan akan menimbulkan rasa berbeda pada produk puding.

Hasil uji sidik ragam (Kruskall Wallis) menunjukkan tidak ada perbedaan kesukaan panelis pada atribut rasa puding (p>0.05). Rata-rata penilaian yang diberikan panelis terhadap rasa puding yaitu 5.8 (agak tidak suka) pada F1 dan F2, 5.4 (biasa) pada F3 (Gambar 5). Semakin lemah rasa puding, nilai kesukaan panelis terhadap atribut rasa puding semakin tinggi/suka.

Presentase penerimaan panelis terhadap atribut rasa puding berkisar antara 5.3-6.1. Presentase penerimaan tertinggi terdapat pada F1 (2.5%) sebesar 6.1 (agak kuat), sedangkan penerimaan terendah terdapat pada F3 (7.5%) sebesar 5.3

6.3 5.8 5.5 5.8 5.4 5.5 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 F1 F2 F3 R ata -r ata sk o r Perlakuan

Keterangan: (Aroma Puding) 1 = Amat sangat kuat 2 = Sangat kuat 3 = Kuat 4 = Agak lemah 5 = Biasa 6 = Agak kuat 7 = Lemah 8 = Sangat lemah 9 = Amat sangat lemah

*Skor aroma puding berbanding terbalik dengan skor aroma susu

17 (biasa). Selain atribut rasa puding, atribut rasa manis pada puding juga menjadi salah satu pertimbangan penerimaan panelis terhadap produk puding ekstrak kulit manggis. Presentase penerimaan panelis terhadap atribut rasa manis pada ketiga taraf penambahan berkisar antara 5.1-5.2 yaitu biasa. Rata-rata penilaian panelis terhadap mutu hedonik pada atribut rasa puding dan rasa manis puding terdapat pada Gambar 9.

Gambar 9 Rataan skor penilaian mutu hedonik terhadap rasa manggis dan manis e. After taste

After taste merupakan rasa yang ditimbulkan setelah memakan puding ekstrak kulit manggis. Pada produk puding ekstrak kulit manggis, after taste yang ditimbulkan adalah rasa pahit seperti pada karakteristik rasa ekstrak kulit manggis. After taste tersebut tidak diharapkan muncul pada produk puding karena dapat mengurangi presentase penerimaan panelis.

Gambar 10 Rataan skor penilaian mutu hedonik puding terhadap after taste Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa penambahan ekstrak kulit manggis tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu after taste puding. Hal ini diketahui bahwa perlakuan ketiga taraf penambahan ekstrak kulit manggis tidak memberikan pengaruh terhadap after taste, sehingga panelis sulit untuk membedakannya. Berdasarkan hasil uji mutu hedonik terhadap after taste, F3 (7.5%) memiliki after taste yang biasa menurut penilaian panelis. Pada F1 (2.5%)

6.1 5.4 5.3 5.1 5.1 5.2 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 F1 F2 F3 Rat a-ra ta sk o r Perlakuan Rasa Puding Rasa Manis

5.8 5.7 5.3 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 F1 F2 F3 Rat a-ra ta sk o r Perlakuan

Keterangan: (Rasa Puding) 1 = Amat sangat kuat 2 = Sangat kuat 3 = Kuat 4 = Agak lemah 5 = Biasa 6 = Agak kuat 7 = Lemah 8 = Sangat lemah 9 = Amat sangat lemah

*Skor rasa puding berbanding terbalik dengan skor rasa manis

Keterangan:

1 = Amat sangat kuat 2 = Sangat kuat 3 = Kuat 4 = Agak lemah 5 = Biasa 6 = Agak kuat 7 = Lemah 8 = Sangat lemah 9 = Amat sangat lemah

18

dan F2 (5%) memiliki after taste yang agak kuat menurut penilaian panelis. Semakin besar taraf penambahan ekstrak kulit manggis ke dalam puding, maka semakin kuat after taste yang dirasakan oleh panelis pada produk puding.

f. Tekstur kunyah

Tekstur kunyah merupakan salah satu struktur bahan yang tergolong ke dalam elemen mouthfeel (bertepung) (Setyaningsih et al. 2010). Tekstur kunyah yang dihasilkan pada produk puding ekstrak kulit manggis adalah mealiness/seperti bertepung. Timbulnya tekstur kunyah tersebut dikarenakan penambahan ekstrak kulit manggis. Ekstrak kulit manggis memiliki karakteristik halus jika dipegang tetapi sedikit bertepung jika dilarutkan ke dalam air.

Berdasarkan atribut tekstur kunyah, rata-rata penilaian kesukaan panelis terhadap ketiga produk puding berkisar antara 6.0-6.2 yaitu agak tidak suka (Gambar 5). Hasil sidik ragam (Kruskal-Wallis) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap kesukaan panelis pada atribut tekstur kunyah pada masing-masing produk puding.

Gambar 11 Rataan skor penilaian mutu hedonik puding terhadap tekstur kunyah Penambahan ekstrak kulit manggis tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu tekstur kunyah puding (hasil uji chi-square). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga taraf penambahan tidak menimbulkan tekstur kunyah yang berbeda, sehingga panelis sukar untuk membedakannya. Presentase penerimaan panelis terhadap mutu hedonik tekstur kunyah berkisar antara 5.2-5.8. Presentase penerimaan tertinggi terdapat pada F1 (2.5%) sebesar 5.8 yaitu agak kuat, sedangkan penerimaan terendah terdapat pada F2 (5%) dan F3 (7.5%) sebesar 5.3 yaitu biasa. Produk F1 (2,5%) puding yang paling disukai oleh panelis dengan karakteristik tekstur kunyah seperti bertepung yang agak kuat. Semakin besar taraf penambahan ekstrak kulit manggis, maka akan semakin menimbulkan tekstur kunyah seperti bertepung. Hal ini dikarenakan dari karateristik ekstrak kulit manggis yang dalam jumlah besar akan menutupi karakteristik bahan yang lain.

Hasil sidik ragam (Kruskal Wallis) menunjukkan tidak ada perbedaan kesukaan yang nyata (p>0,05) terhadap atribut kecerahan warna, tekstur tekan permukaan, aroma, rasa manggis, after taste dan tesktur kunyah puding.

Secara keseluruhan berdasarkan hasil uji hedonik dan mutu hedonik, formula terbaik menurut panelis adalah F1 (2.5% ekstrak kulit manggis).

5.8 5.2 5.2 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 F1 F2 F3 R ata -r ata sk o r Perlakuan Keterangan:

1 = Amat sangat kuat 2 = Sangat kuat 3 = Kuat 4 = Agak lemah 5 = Biasa 6 = Agak kuat 7 = Lemah 8 = Sangat lemah 9 = Amat sangat lemah

19

Gambar 12 Produk puding terbaik

Kandungan Gizi Puding

Puding merupakan salah satu jenis makanan yang dapat dikonsumsi oleh

Dokumen terkait