Beton yang telah dibuat dari campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin
epoksi, yang kemudian dikeringan selama 8 jam pada suhu 60oC. Dilakukan
pengujian sifat-sifat beton yang meliputi fisika, mekanika, termal, kimia dan analisa mirostrukturnya. Karakteristik beton ternyata sangat ditentukan oleh komposisi bahan baku penyusun, yaitu perbandingan antara pasir silika : serbuk kulit kerang : resin epoksi dan proses pengeringan. Adapun karakterisasi beton tersebut, antara lain densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat patah, kuat tarik, konduktivitas termal, ketahanan api, ketahanan kimia dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM.
4.1 Densitas
Hasil pengukuran densitas beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, diperlihatkan seperti pada Lampiran A.
Pada Gambar 4.1, diperlihatkan kurva densitas dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15, dan 20 % (volume) dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60oC.
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.
Pada Gambar 4.1 nilai densitas beton berkisar antara 2,286 – 2,716 g/cm3. Nilai densitas beton dengan variasi komposisi serbuk kulit kerang 1:2, 1:3, 1:4, 1:5 dan penambahan resin epoksi sebanyak 5 % (volume) adalah sekitar 2,286 – 2,631 g/cm3. Pada komposisi yang sama dan kemudian dilakukan penambahan masing- masing sebesar 10, 15 dan 20 % (volume) resin epoksi, maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan menjadi 2,32 – 2,66; 2,354 – 2,691 dan 2,375 – 2,716 g/cm3. Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan serbuk kulit kerang optimum adalah sebesar 80 % (volume) dan apabila ditingkatkan jumlahnya menjadi 83,33 % (volume), maka nilai densitas beton cenderung akan menurun. Terjadinya penurunan nilai densitas ini disebabkan oleh karena kurangnya jumlah resin yang digunakan untuk mengikat agregat tersebut, sehingga relatif berongga. Sedangkan
Gambar 4.1 Hubungan antara densitas terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses pengeringan selama 8 jam 60oC
2.2 2.6 3 3.4
65 70 75 80 85
Serbuk kulit kerang (% volume)
D en si tas ( g /cm 3 ) 5 % resin 10 % resin 15 % resin 20 % resin
Densitas beton normal = 2,4 g/cm3 Densitas beton berat = 3,3 g/cm3
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.
penambahan resin epoksi cenderung meningkatkan nilai densitas. Artinya fungsi resin epoksi untuk menutupi rongga atau pori pada beton, selain itu juga berfungsi sebagai perekat dan pengikat bahan baku serta dapat mempengaruhi kualitas beton tersebut.
Berdasarkan referensi, klasifikasi beton dapat dibagi berdasakan nilai
densitas, antara lain beton berat dengan densitas 3,3 – 3,8 g/cm3
beton normal dengan densitas > 2,016 g/cm3 (Carolyn Schierhorn, 2008) dan untuk beton semen portland nilai densitasnya berkisar antara 2240 – 2400 kg/m3
Kemudian apabila hasil yang diperoleh dibandingkan dengan produk batako yang mempunyai densitas sekitar 1100 kg/m3 atau jenis batu bata 1500 kg/m3
(http://estate.co.id/index.php?option
Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa pada komposisi 66,67 % (volume) serbuk kulit kerang, menghasilkan densitas dibawah nilai beton normal untuk semua persentase penambahan resin epoksi. Pada penambahan semua persentase resin epoksi serta serbuk kulit kerang sebesar 75, 80 dan 83,33 % (volume), nilai densitasnya berada diatas beton normal. Jadi dengan demikian fungsi serbuk kulit kerang dapat mensubsitusi atau mengganti bahan agregat murah, khususnya untuk dapat dikembangkan pada daerah pesisir pantai. Dengan demikian penambahan serbuk kulit kerang sebanyak 80 % (volume) dan 20 % (volume) resin epoksi, diperkenankan sebagai beton struktural.
, 02 Mei, 2006), maka produk tersebut termasuk
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009. 4.2 Penyerapan Air
Hasil penyerapan air beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, diperlihatkan seperti pada Lampiran B.
Pada Gambar 4.2 diperlihatkan kurva penyerapan air dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15 dan 20 % (volume) dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60oC.
Dari Gambar 4.2 nilai penyerapan air pada komposisi serbuk kulit kerang dan resin epoksi tersebut diatas berkisar antara 0,40 – 6,06 %. Nilai penyerapan air pada beton yang dibuat dengan variasi komposisi serbuk kulit kerang yang sama dan
Gambar 4.2 Hubungan antara penyerapan air terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi (dalam% volume) dengan
proses pengeringan selama 8 jam 60oC
0 2 4 6 8 65 70 75 80 85
Serbuk kulit kerang (% volume)
P en yer ap an ai r ( % ) 5 % resin 10 % resin 15 % resin 20 % resin
Portland Cement Concrete = 5,5%
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.
penambahan resin epoksi sebanyak 5 % (volume) adalah sekitar 3,32 – 6,06 %. Selanjutnya secara berturut-turut pada komposisi yang sama dilakukan penambahan masing-masing sebesar 10, 15 dan 20 % (volume) resin epoksi, maka nilai penyerapan air cenderung mengalami penurunan menjadi 2,00 – 5,20, 1,16 – 4,44 dan 0,40 – 3,49 %.
Nilai penyerapan air dari beton cenderung turun dengan variasi penambahan resin epoksi, hal ini mungkin disebabkan fungsi resin dapat mengikat dengan baik agregat yang digunakan. Disamping itu resin tersebut tercampur lebih merata sehingga mengurangi terbentuknya rongga-rongga pada beton. Terkecuali pada penambahan komposisi serbuk kulit kerang dari 80 menjadi 83,33 % (volume) dengan 20 % (volume) resin epoksi terjadi peningkatan nilai penyerapan air dari beton tersebut. Kenyataan ini menunjukkan bahwa penambahan serbuk kulit kerang harus diimbangi dengan penambahan resin epoksi dan apabila tidak dilakukan maka sebagian adukan beton tidak berikatan dengan matriksnya.
Sifat komposit polimer concrete dan potland cement concrete (Blaga A., J.J
Beaudoin, 1985), menyatakan bahwa polymer impragnated concret dan portland cement concrete masing-masing mempunyai penyerapan air sebesar 0,6 dan 5,5 %.
Penyerapan air (ASTM C-20) untuk beton polimer maksimum sebesar 0,2 % dan
portland cement concrete sekitar 5 %
bila dibandingkan dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa hampir semua komposisi pada beton yang dibuat berada diantara nilai diatas, kecuali pada
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.
komposisi 80 dan 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dengan 20 % (volume) resin epoksi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat komposisi 80 % (volume) serbuk kulit kerang dengan 20 % (volume) resin epoksi merupakan sampel beton yang mempunyai nilai penyerapan air terkecil.
4.3 Penyusutan
Hasil penyusutan beton yang berbasis campuran serbuk kulit kerang, pasir dan resin epoksi, setelah dikeringkan selama 8 jam pada suhu 60oC, diperlihatkan seperti pada Lampiran C.
Pada Gambar 4.3 diperlihatkan kurva penyusutan dari beton yang dibuat dengan variasi komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) serbuk kulit kerang dan penambahan resin epoksi 5, 10, 15 dan 20 % (volume) dari total agregat serta dikeringkan selama 8 jam 60oC.
Gambar 4.3 Hubungan antara penyusutan terhadap penambahan serbuk kulit kerang dan resin epoksi (dalam % volume) dengan proses
pengeringan selama 8 jam pada 60oC
0 2 4 6 8 65 70 75 80 85
Serbuk kulit kerang (% volume)
P en yu su tan ( % ) 5 % resin 10 % resin 15 % resin 20 % resin
Shrinkage of foam concrete = 1,5 % (batas bawah)
Shrinkage of foam concrete = 5,5 % (batas atas)
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.
Pada Gambar 4.3, terlihat bahwa nilai penyusutan dari beton berbasis limbah serbuk kulit kerang masing-masing dari komposisi 66,67 – 83,33 % (volume) dan variasi penggunaan resin epoksi sebesar 5, 10, 15, dan 20 % (volume) yang dikeringkan selama 8 jam pada 60oC adalah berkisar antara 1,07 – 6,04 %. Pada komposisi serbuk kulit kerang yang sama dan penambahan resin epoksi sebanyak 5 % (volume), nilai penyusutan yang diperoleh berkisar antara 4,07 – 6,04 %. Apabila jumlah resin epoksi ditambah menjadi sebesar 10, 15 dan 20 % (volume), maka nilai penyusutan akan turun masing-masing menjadi 2,75 - 4,64 %, 2 – 3,43 dan 1,07 – 2,54%. Perubahan nilai ini cukup signifikan, karena sebagian bahan resin menguap pada saat proses pengeringan dan juga agregat melepaskan air yang terikat. Pengaruh penambahan agregat dalam hal ini serbuk kulit kerang memperlihatkan juga terjadinya penyusutan karena adanya pori-pori pada kulit kerang.
Apabila hasilnya dibandingkan dengan beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami mempunyai nilai penyusutan sebesar 0,05 – 0,15 % (Ramamurthy, 2000) maka penyusutan beton yang dihasilkan relatif cukup besar. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyusutan beton berbanding terbalik dengan penambahan resin epoksi dan jumlah serbuk kulit kerang (% volume) yang ditambahkan. Sedangkan untuk beton ringan berpori, menurut standar (ASTM C 1386-1998) bahwa nilai rata- rata penyusutan adalah < 0,02 %. Menurut (Tri Mulyono, 2005) bahwa beton normal mengalami penyusutan yang sangat kecil yaitu sekitar dibawah 0,5 %. Sedangkan menurut referensi khususnya untuk foam concrete, nilai penyusutannya berkisar antara 1,5 – 5 %
Shinta Marito Siregar : Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer, 2009.
Gambar 4.4 Hubungan antara temperatur terhadap waktu untuk menentukan T1,