• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Peta

Data-data dasar yang digunakan dalam penelitian ini berupa data digital yang sama dengan yang digunakan BPKH-I (Badan Pemanfaatan Kawasan Hutan-I) dan BPDAS Wampu Sei Ular. Sehingga dengan adanya dukungan data yang sesuai maka pengelolaan analisis yang dilakukan dakam penelitian ini dapat membantu dalam menghasilkan informasi yang tepat.

Peta dasar lokasi penelitian merupakan hasil turunan dari peta dasar admisistrasi Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Simalungun, dan peta tematik lainnya, yaitu peta curah hujan, peta jenis tanah, dan peta kelerengan. Pengelolaan peta dan peta dasar merupakan kegiatan ang dilakukan melalui proses pemotongan (cropping) sesuai dengan wilayah penelitian (DAS Ular), sehingga peta dasar yang dihasilkan merupakan peta dasar yang hanya meprioritaskan wilayah penelitian. Peta dasar yang digunakan adalah peta Administrasi Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kabupaten Simalungun dan juga Peta dasar DAS Ular.

Peta Curah Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut

disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter

artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan

pertanian secara umum.

Peta curah hujan dibuat dengan cara melakukan tumpang tindih (overlay) peta dasar lokasi penelitian dengan peta curah hujan secara digital. Intensitas curah hujan tahunan di lokasi penelitian mempunyai jumlah yang berbeda, yaitu: 15 mm/hari; 17 mm/hari; 24 mm/hari.

Peta Jenis Tanah

Peta jenis tanah di lokasi penelitian dibuat dengan cara tumpang tindih (overlay) peta dasar lokasi peneltian dengan peta jenis tanah secara digital. Data jenis tanah yang diperoleh berbeda dengan jenis tanah menurut SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980,

sehingga dilakukan pengklasifikasian jenis tanah dari RePPProt tahun 1981 ke klasifikasi jenis tanah menurut SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980.

Jenis tanah di DAS Ular Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kabupaten Simalungun digolongkan atas empat kelas, yaitu : kelas I (tidak peka), kelas II

(agak peka), dan kelas IV (sangat peka). Secara lengkap disajikan pada Tabel 5 dan Gambar 4 .

Tabel 5. Pengklasifikasian Jenis Tanah Menurut SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980. No. Klasifikasi Klasifikasi Klasifikasi

RePPProt SMSS SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 Tahun 1981 (The Soil

Management Support Service)

1. Dystropepts Inceptisol Aluvial

2. Eutrandepts Inceptisol Aluvial

3. Eutropepts Inceptisol Aluvial

4. Hapludox Oxisol Latosol

5. Hydrandepts Inceptisol Aluvial

6. Tropaquents Entisol Regosol

7. Tropaquepts Inceptisol Aluvial

8. Tropofluvents Entisol Regosol

9. Troposamments Entisol Regosol

Peta Kelerengan

Slope merupakan tingkat perubahan elevasi yang dinyatakan dalam satuan persen atau derajat kemiringan lereng, mengindikasikan tingkat kemiringan dari sebuah permukaan (surface).

Peta kelerengan dibuat dengan cara menggunakan data kontur dari Peta Rupa Bumi Indoesia (RBI). Data kontur yang digunakan adalah data dalam bentuk peta digital format

shape file.

Melalui proses pengolahan data menjadi Dem (Digital Elevation Model) dan slope,

Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40 % atau lebih, serta kawasan

hutan yang berada pada ketinggian 2000 meter atau lebih di atas permukaan laut juga ditetapkan sebagai hutan lindung. Penilaian tersebut dilakukan oleh Departemen Kehutanan sebagai dasar penetapan kawasan hutan lindung yang selanjutnya diintegrasikan ke dalam peta kawasan hutan atau rencana tata ruang wilayah. Penyusunan peta kawasan hutan yang

meliputi hutan produksi, hutan lindung dan hutan konservesi (suaka alam danpelestarian alam) merupakan wewenang Pusat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Badan Planologi Departemen Kehutanan.

Dari lima kelas lereng yang telah dibuat, dilakukan juga filtering (penyaringan) untuk kelas lereng lima yang kelerengannya > 40 %. Hasil dari proses tersebut digunakan untuk mengolah data peta kelerengan > 40 % sebagai kawasan lindung setempat. Untuk nlebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut:

Peta Sempadan Sungai

Sempadan sungai, didefinisikan sebagai kawasan sepanjang kiri dan kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi, yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi sungai. Daerah sempadan mencakup daerah bantaran sungai yaitu

bagian yang hanya tergenang air pada musim hujan dan daerah di luar bantaran yang akan menampung luapan air sungai di musim hujan dan memiliki kelembaban tanah yang lebih

tinggi. Secara hidrolis sempadan sungai berfungsi untuk mengurangi kecepatan air ke hilir, sehingga energi air di sepanjang sungai dapat diredam, dan erosi pada tebing dan dasar

sungai dapat dikurangi secara simultan. Sempadan sungai juga merupakan daerah tata air sungai, membantu terjadinya penyerapan aliran air hujan ke dalam tanah. Keberadaan vegetasi di areal sempadan sungai, merupakan retensi alamiah yang akan membantu tanah untuk menyerap aliran air hujan, sehingga mengurangi volume air yang mengalir ke sungai dan mencegah terjadinya banjir dan erosi. Secara ekologis, vegetasi sempadan sungai secara

alami mendapatkan pupuk dari proses sedimentasi berkala dari hulu dan tebing, selanjutnya akan menjadi pemasok nutrisi komponen fauna sungai dan sebaliknya. Proses ini

mendukung keberlangsungan ekosistem sungai yang memiliki sifat terbuka hulu-hilir.

Peta sempadan sungai dibuat dengan cara membuat buffer (create buffer) peta sungai Ular secara digital dengan jarak sempadan sungai kanan-kiri 100 m untuk sungai induk dan 50 m untuk anak sungai. Pada DAS Ular luas sempadan sungainya adalah sebesar 5.923,388 ha. Secara lengkap dapat dilihat pada gambar berikut:

Peta Kelerengan > 15 % dan Jenis Tanah Sangat Peka

Setiap jenis tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadaperosi dapat diartikan sebagai mudah tidaknya tanah tererosi atau erodibilitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi erodibilitas yaitu sifat fisik, tofografi dan pengelolaan tanah oleh manusia. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanaman.

Kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan menghanyutkan oleh air curah hujan disebut erodibilitas. Erodibilitas tanah tinggi berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah rendah berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah tersebut kuat, dengan kata lain tanah tanah (resisten) terhadap erosi.

Peta kelerengan > 15 % dan jenis tanah sangat peka didapat dengan cara melakukan tumpang tindih antara peta dasar penelitian DAS Ular dengan peta tematik jenis tanah, namun setelah dilakukan overlay terhadap peta tematik tersebut tidak ditemukan kriteria daerah dengan kelerengan > 15 % dengan jenis tanah yang sangat peka terhadap erosi, Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Penatagunaan Fungsi Lahan

Penatagunaan Kawasan Hutan adalah kegiatan-kegiatan guna menetapkan hutan menurut fungsinya. Penatagunaan kawasan hutan meliputi kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan. Penetapan fungsi kawasan hutan adalah pemberian kepastian hukum mengenai fungsi suatu kawasan hutan tetap dengan Keputusan Menteri.

Penetapan fungsi kawasan hutan dilakukan pada kawasan hutan yang telah ditetapkan kawasan hutannya.

Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan kawasan hutan dengan faktor-faktor

kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) 125-174.

Hutan Produksi Tetap (HP) merupakan kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng lapangan, kelas tanah dan kelas intensitas hujan setelah masing-masing dikalikan

dengan angka penimbang mempunyai total nilai (skor) kurang dari 124.

Berdasarkan atas metode pengolahan dan analisis data melalui Sistem Informasi Geografis (SIG), maka overlay dari ketiga peta, yaitu: peta kelerengan, peta jenis tanah, dan peta intensitas curah hujan menghasilkan tiga macam areal atau lahan sebagai berikut:

1. Areal dengan nilai skor 0 – 124, diperuntukkan sebagai hutan produksi.

2. Areal dengan nilai skor 125 – 174, diperuntukkan sebagai hutan produksi terbatas. 3. Areal dengan nilai skor ≥ 175, diperuntukkan sebagai areal perlindungan. Areal

yang terdiri dari : kawasan yang mempunyai kelerengan

≥ 45 % dan sempadan sungai.

4.

Tabel 6. Luas Fungsi Lahan di Lokasi Penelitian DAS Ular Tahun 2010.

Fungsi Lahan Luas (Ha)

1. Kawasan Lindung

a. Hutan Lindung (Skor ≥ 175) 202,157 b. Kawasan Lindung Setempat 6.010,525 2. Hutan Produksi Terbatas (Skor 125 – 174) 20.060,585 3. Hutan Produksi (Skor 0 – 124) 56.015,188

Total 82.288,455

Hasil yang didapat pada tabel di atas merupakan hasil skoring berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980 yang diklasifikasikan kedalam kelompok fungsi lahan masing-masing setelah dilakukan overlay dari dua peta, yaitu : peta hasil analisis skoring dan peta kawasan lindung setempat, untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar di

Penutupan Lahan

Pada lokasi penelitian di DAS Ular Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kabupaten Simalungun memiliki beragam jenis penutupan lahan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 7. Jenis dan Luas Penutupan Lahan di Lokasi Penelitian DAS Ular Tahun 2010.

Penutupan Lahan Luas (Ha) 2010

Hutan Alam 19.411,480

Hutan Lahan Kering 3.562,876

Kebun Campuran 24.126,592 Mangrove 25,195 Perkebunan 10.690,164 Pemukiman 47,238 Sawah 1.686,358 Semak Belukar 673,421 Tambak 40,962 Tanah Terbuka 6,608 Ladang 21.647,524 Tubuh Air 120,637 Total 82.288,455

Dapat dilihat pada tabel di atas, bahwa untuk penutupan lahan di DAS Ular

didominasi oleh areal kebun campuran seluas 24.126,592 ha dan areal perladangan seluas 21.647,524 ha, sedangkan untuk penutupan lahan berupa hutan alam memiliki luas 19.411,480 ha, dan perkebunan seluas 10.690,164 ha. Untuk areal perladangan dan

perkebunan bisa saja timbul karena adanya konversi areal hutan. Hutan dapat dikonversi dengan syarat dari kriteria skoring menurut SK Mentan Nomor 837/Kpts/Um/11.1980 yang

mempunyai nilai ≤ 124. Selain itu, areal lain yang termasuk ke dalam hutan produksi

umumnya yang bertopografi datar (0 – 8 %) dan kemungkinan terjadi erosi sangat kecil

sehingga dapat dikonversi menjadi areal penggunaan yang lain, untuk mengetahui komposisi tutupan lahan yang terdapat di DAS Ular, dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Penutupan Lahan pada Setiap Penatagunaan Fungsi Lahan

Berdasarkan SK Mentan/Kpts/Um/11.1980, maka klasifikasi fungsional lahan berdasarkan indeks nilai total (nilai skor), yaitu:

1. Areal dengan nilai skor 0- 124, diperuntukkan sebagai areal Hutan Produksi (HP).

2. Areal dengan nilai skor 125 – 174, diperuntukkan sebagai areal Hutan Produksi Terbatas (HPT). 3. Areal dengan nilai skor ≥ 175, diperuntukkan sebagai areal Hutan Lindung (HL).

Hasil dari overlay antara peta hasil skoring dengan peta penutupan lahan diperoleh peta penutupan lahan pada setiap nilai skoring, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 8. Luas Penutupan Lahan pada Setiap Nilai Skoring di DAS Ular Tahun 2010. Nilai Skor

Penutupan Lahan 0-124 125-175 ≥175 Σ

Ha % Ha % Ha %

Hutan Alam 6.574,714 10,63 12.836,766 63,57 73,166 29,33 19.411,480 Hutan Lahan Kering 3.428,140 5,54 3.428,140 16,97 - - 3.562,876 Kebun Campuran 22.892,002 37,01 1.234,59 6,11 - - 24.126,592 Mangrove 11,888 0,01 13,307 0,06 - - 25,195 Perkebunan 8.354,550 13,51 2.335,614 11,56 - - 10.690,164 Pemukiman 19,734 0,03 27,504 0,13 - - 47,238 Sawah 51,622 0,08 1.634,736 8,09 - - 1.686,358 Semak Belukar 636,596 0,08 36,825 0,18 - - 673,421 Tambak 18,366 0,02 22,596 0,11 - - 40,962 Tanah Terbuka 6,608 0,01 - - - - 6,608 Ladang 19.793,178 32,00 7.634,234 37,80 176,234 70,66 21.647,524 Tubuh Air 60,321 0,09 60,316 0,29 - - 120,637 Total 61.847,719 20.191,336 249,4 82.288,455

Kondisi Tutupan Lahan per Kabupaten

Deli Serdang

Luas total DAS Ular yang terdapat pada Kabupaten Deli Serdang adalah sekitar 28.040,145 ha atau sekitar 34,07 % dari keseluruhan luas DAS, yang terdiri dari 12 tutupann lahan. Kawasan hutan alam merupakan tutupan lahan terluas pada kabupaten ini, yaitu

seluas 8.703,598 ha (31,03 %) lalu diikuti oleh kawasan perladangan seluas 6.645,554 ha (23,7 %), kebun campuran seluas 6.256,572 ha (22,13 %), perkebunan seluas 5.429,246 (19,36 %), sawah seluas 500,287 ha (1,78 %), hutan lahan kering seluas 413,407 (1,47 %),

semak/belukar seluas 160,492 ha (0,57 %), tubuh air seluas 60,318 ha (0,21 %), tambak 17,796 ha (0,06 %), pemukiman seluas 10,083 ha (0,03 %), mangrove seluas 6,184 ha (0,02 %), dan yang paling kecil adalah kawasan tanah terbuka dengan luas kira-kira 6,608 ha (0.02 %).

Serdang Bedagai

Tutupan lahan DAS Ular pada Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah sekitar 8 jenis

tutupan lahan yang didominasi oleh kebun campuran seluas 8.256,571 ha (49,30 %) diikuti oleh perkebunan seluas 4.535,643 ha (27,08 %), ladang seluas 2.528,750 ha (15,10 %), sawah seluas 934,464 ha (5,58 %), belukar seluas 368,083 ha (2,19 %), tubuh air seluas 60,318 ha (0,36 %), pemukiman 28,966 ha (0,17 %),

dan paling sempit adalah tambak seluas 23,166 ha (0,13 %), sehingga jika ditotal keseluruhan maka luas DAS Ular yang terdapat di Kabupaten Serdang Bedagai adalah sekitar 16.711,972 ha atau sekitar 20,34 % dari luas keseluruhan.

Simalungun

Terdapat sekitar 8 jenis tutupan laha DAS Ular yang terdapat di Kabupaten Simalungun yang jumlah keseluruhan luasnya adalah 37.069,268 ha atau sekitar 45,08 % dari luas total. Tutupan lahan yang mendominasi di wilayah ini adalah kawasan perladangan

dengan luas 12.473,245 ha (33,64 %), diikuti oleh hutan alam seluas 10.707,882 ha (28,88 %), kebun campuran seluas 9.613,449 ha (25,93 %), hutan lahan kering seluas 3.144,469 ha

(8,48 %), perkebunan seluas 725,275 ha (1,95 %), sawah seluas 251,607 ha (0,67 %), belukar selua 144,846 ha (0,39 %), dan yang terkecil adalah kawasan pemukiman yang luasnya

sebesar 8,495 ha (0,02 %).

Kondisi Tutupan Lahan Berdasarkan Hasil Skoring Areal dengan Nilai Skor 0 – 124

Areal dengan nilai skor 0 – 124 diperuntukkan sebagai hutan produksi. Menurut SK

Mentan No. 638/Kpts/Um/8/1980 hutan produksi adalah areal hutan yang dipertahankan sebagai kawasan hutan dan berfungsi untuk menghasilkan hasil hutan kepentingan

konsumsi masayarakat, industri dan ekspor. Pada Tabel 10 di atas areal dengan nilai skor 0 – 124 memiliki 12 jenis penutupan lahan yang didominasi oleh kebun capmuran seluas 22.892,002 ha (37,01 %)dan yang paling sempit adalah tanah terbuka seluas 6,608 ha (0,01 %).

Penutupan lahan berupa pemukiman merupakan penggunaan lain yang tidak

produktif di dalam areal yang diperuntukkan sebagai hutan produksi. Penutupan lahan tersebut dimungkinkan di dalam areal dengan nilai skor 0 – 124, karena pada areal ini

terhadap erosi, namun demikian penutupan lahan tersebut perlu direhabilitasi untuk

meningkatkan produktivitas lahan bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

Salah satu teknik dapat digunakan adalah dengan menerapkan sistem agroforestri. Sistem ini disamping dapat meningkatkan produktivitas lahan juga dapat meningkatkan

kesuburan lahan dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat seperti sengon. Akan tetapi perlu diingat bahwa penebasan atau pembabatan penutupan lahan yang akan digantikan

dengan penggunaan yang lain akan menimbulkan keterbukaan lahan. Hal ini biasa menyebabkan terjadinya erosi sehingga hasilnya akan lebih buruk. Sehingga dalam

rehabilitas areal diperlukan tanaman penghalang atau sekat vegetatif sebagai penguat erosi dan menyediakan bahan organik serta nitrogen bagi tanaman tertentu.

Dalam pengelolaan kawasan ini perlu dilakukan tindakan konservasi agar tidak mengganggu keadaan sumber daya lain yang ada disekitarnya. Ada beberapa teknik konservasi yang dapat dipergunakan dalam kawasan hutan produksi terutama untuk

lahan-lahan yang agak curam, seperti teknik penanaman, matras semak dan teknik penumpukkan semak.

Areal dengan nilai skor 0 – 124 terdapat tanah terbuka atau tidak bertegakan (sebagai areal tidak produktif) dan dapat dikonservasi untuk penggunaan lain sesuai dengan keinginan pemilik lahan, namun tetap memperhatikan segi konservasi. Karena dalam areal ini mungkin saja mengandung kawasan-kawasan yang perlu dijaga sebagai kawasan yang dilindungi sehingga areal ini dapat juga berperan sebagai areal perlindungan.

Areal dengan Nilai 125 – 174

Areal dengan nilai skor 125 – 174 merupakan areal yang diperuntukkan sebagai hutan produksi terbatas. Wilayah ini terbentuk karena adanya faktor pembatas seperti topografi, jenis tanah, dan curah hujan sehingga pada kawasan ini tidak semua hasil hutan

dapat dieksploitasi secara bebas terkecuali pada lahan hutan tanaman industri. Luas areal ini adalah sekitar 39.191,336 ha yang didominasi oleh tutupan lahan berupa hutan alam

seluas 12.836,766 ha (63,57 %) dan areal perladangan seluas 7.634,234 ha (37,80%). Kawasan berhutan yang ada dalam areal ini perlu dijaga karena masih sering terjadi

pengambilan hasil hutan oleh masyarakat setempat dan merubahnya menjadi kawasan bududaya pertanian. Disamping itu adanya kepemilikan lahan dalam areal ini menjadi salah satu penyebab berkurangnya areal bertegakan hutah, dimana pemilik lahan dalam areal mengkonversi lahannya tanpa memperhitungkan segi konservasi.

Untuk areal dengan nilai skor 125 – 174 tindakan konservasinya hampir sama

dengan areal 0 – 124, hanya saja untuk areal ini perlu lebih ditingkatkan pengawasan terhadap lahan-lahan yang memerlukan perlakuan konservasi. Dalam artian pengelolaan

lahan memerlukan pertimbangan konservasi yang lebih tepat dan sesuai dengan karaktristik lahan.

Areal dengan Nilai Skor ≥ 175

Areal dengan nilai skor ≥ 175 merupakan areal yang diperuntukkan sebagai areal

perlindungan. Dengan demikian lahan yang mempunyai nilai skor ≥ 175 merupakan lahan

Areal perlindungan menurut SK Mentan No. 837/Kpts/Um/1/1980 adalah kawasan

hutan yang karena keadaan dan sifat fisik wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan penutupan vegetasi secara tetap guna kepentingan hidrologi, yaitu mengatur tata air, mencegah banjir, dan erosi serta memelihara kesuburan dan keawetan

tanah baik dalam kawasan hutan beresangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi sekitarnya. Sehingga dalam areal ini tidak diperbolehkan kegiatan yang mengakibatkan

terganggunya fungsi tersebut.

Pada areal dengan skor ≥ 175 di kawasan DAS Ular memiliki luas sebesar 249,4 ha

(0,30 %), dengan komposisis tutupan lahan berupa areal perladangan seluas 176,234 ha (70,66 %) dan hutan alam seluas 29,33 ha (29,33 %).

Semak belukar merupakan tanaman penutup tanah yang dapat meminimumkan terjadinya erosi. Penutupan laha ini termasuk penggunaan lahan yang tidak produktif karena berada dalam areal perlindungan. Seharusnya areal ini menjadi areal yang

bervegetasi tetap yang salah satu kegiatannya dapat dilakukan dengan reboisasi.

Penggunaan lahan berupa sawah pada kemiringan ≥ 45% harus dikelola secara

tepat. Sistem terasering dapat dipergunakan untuk mengurangi terjadinya erosi dan sedimentasi lahan. Namun bagaimanapun juga adanya penutupan lahanm ini tentu saja akan memberikan dampak negative bagi sumberdaya lingkungan itu, areal persawahan merupakan usaha yang memerlukan air dan bukan merupakan sumber air.

Penutupan Lahan pada Kawasan Perlindungan Setempat

1. Kelerengan Lahan > 45 %

Luas total kelerengan lahan > 45 % dalam kawasan DAS Ular adalah sebesar

Table 9. Luas Penutupan Lahan pada Setiap Kawasan yang Dilindungi di DAS Ular.

Penggunaan Lahan Kelerengan Buffer Buffer Kelerengan ≥ 45 % Mata Air Sungai > 15 % &

Jenis Tanah Sangat Peka

Hutan Alam - - 758,618 -

Hutan Lahan Kering 42,814 - 23,945 -

Kebun Campuran - - 1.514,747 - Mangrove - - 0,059 - Perkebunan - - 373,193 - Pemukiman - - - - Sawah - - 10,97 - Semak Belukar - - 0,725 - Tambak - - - - Tanah Terbuka - - - - Ladang 44,223 - 3.238,618 - Tubuh Air - - 2,513 - Total 87,037 - 5.923,388 -

Sesuai dengan ketentuan, pada kemiringan ini kegiatan pengembangan DAS diarahkan pada vegetasi tetap yang dimaksudkan untuk memperbaiki fungsi

hidrologis dan meningkatkan daya dukung lahan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui usaha reboisasi dengan berbagai kombinasi penanaman. Walaupun areal ini sudah bervegetasi tetap, namun monitoring dan pengawasannya harus tetap

dilakukan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang sebagian besar adalah petani.

2. Sempadan Mata Air dan Sempadan Sungai

Banyak terdapat titik mata air di kawasan ini, namun keterbatasan dana,

waktu serta sulitnya memperoleh informasi sehingga sempadan mata air tidak dilakukan. Luas sempadan sungai di DAS Ular adalah 5.026,464 (6,10 %). Jalur

pengamatan aliran sungai adalah kawasan dengan lebar tertentu di kanan kiri sungai

yang merupakan suatu bentuk konservasi hidrologi dari bahaya pencemaran, erosi, dan longsor serta menghindari hal-hal yang merusak keseimbangan palung sungai dan aliran sungai.

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan lahan semakin meningkat terutama kebutuhan akan tempat tinggal. Walaupun

dalam wilayah ini aliran sungai tidak digunakan sebagai jalur perdagangan, namun ada pemukiman di dekat aliran air sungai. Bertambahnya pemukiman di jalur aliran

sungai akan menyebabkan semakin meningkatnya tingkat pencemaran terhadap aliran sungai.

Pemukiman yang terdapat pada sempadan sungai harus dikonversi menjadi vegetasi tetap karena sepanjang aliran sungai tidak hanya mempengaruhi daerah sekitarnya tetapi juga akan mempengaruhi daerah-daerah hingga ke hilir sungai.

Untuk mendukung kegiatan di atas, maka dalam bidang kehutanan telah dikeluarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 292/Kpts/11/1995 tentang

tukar-menukar kawasan hutan. Hal ini dimaksudkan agar lahan-lahan milik yang terdapat disepanjang aliran sungai dapat ditukarkan dengan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan. Keppres RI No. 9/1999 pasal 2 butri 2 e dan 2 f disebutkan bahwa pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian sungai dilakukan pada sungai-sungai yang strategis (2 e) dan pada sungai-sungai yang kritis dan

membahayakan sesuai denga kriteria yang telah ditetapkan (2 f). Hal ini perlu dilakukan seiring meningkatnya pencemaran terhadap sungai. Disamping itu juga

Dokumen terkait