• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil penelitian diperoleh dari data bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu.

Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dari penimbangan bobot ayam sebelum dilakukan pemotongan setelah dipuasakan enam jam. Rataan bobot potong ayam kampung umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Gambar 1. Histogram bobot potong ayam kampung umur 12 minggu (g) Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot potong tertinggi adalah 1189,6 g (perlakuan P0), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P2 (1107,6 g), perlakuan P4 (1091,6 g), perlakuan P3 (991,99 g) dan rata-rata bobot

1189,6 987,67 1107,6 991,99 1091,6 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 P0 P1 P2 P3 P4 B ob ot P ot on g Kombinasi Perlakuan

potong yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P1 yaitu sebesar 987,67 g.

Gambar 1 di atas juga menunjukkan rataan umum bobot potong adalah sebesar 1073,73. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pemeliharaan menurut Murtidjo (1994) yaitu sebesar 830 g sedangkan menurut Cahyono (1998) bobot potong ayam kampung adalah sekitar 800 g. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, genetik, asupan nutrisi dan lingkungan. Asupan nutrisi yang terdapat dalam ransum setiap perlakuan menyebabkan tingginya pertambahan bobot badan dilanjutkan pengaruh ke bobot potong ayam kampung.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat bobot potong ayam kampung umur 12 minggu.

Hasil uji ortogonal kontras (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan P0 ransum komersial memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3 dan P4 dalam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan P3 dalam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung ikan dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan bobot potong yang sama.

Bobot potong ayam kampung umur 12 minggu dalam penelitian ini dipengaruhi secara nyata oleh kandungan nutrisi susunan ransum setiap perlakuan yang dikonsumsi oleh ayam kampung dimetabolisme dengan baik oleh tubuh ayam kampung sendiri sehingga menyangkut perubahan - perubahan kimia dalam sel hidup yang meliputi sintesa dan perombakan menjadi daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (1991) yang menyatakan bahwa ransum yang dikonsumsi oleh ternak diasimilasikan untuk perbaikan dan sintesa jaringan-jaringan baru atau produksi daging. Hasil sisa metabolisme harus dirubah dan diekskresikan. Protein dicerna menjadi asam-asam amino yang diabsorbsi ke dalam vena porta kemudian diangkut ke hati untuk disimpan menjadi cadangan asam-asam amino. Protein yang ada pada kandungan ransum merupakan komponen utama penyusun utama jaringan tubuh.

Pengaruh yang tidak nyata pada setiap perlakuan selain ransum komersial sebagai pembanding/ransum kontrol mengandung protein yang tersusun atas asam-asam amino yang merombak semua susunan ransum tercerna menjadi daging sehingga bobot potong menjadi seimbang dengan asupan nutrisi ransum. Selain itu, kandungan asam amino pada tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila berfungsi sebagai pembawa nutrisi, pembawa penyusun darah, pembawa oksigen darah serta penyusun jaringan tubuh yang utama bagi ayam kampung umur 12 minggu ( Prawirokusumo, 1994). Ayam kampung yang diberi perlakuan tepung ikan tersebut mengalami penyusunan jaringan tubuh.

Bobot Karkas

Bobot karkas adalah berat bagian tubuh unggas setelah dipotong dan dibuang bulu, lemak abdomen, organ dalam, kaki, kepala, leher dan darah, kecuali paru-paru dan ginjal (Rizal, 2006). Rataan bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Gambar 2. Histogram bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu (g) Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot karkas tertinggi adalah 803,66 g (perlakuan P0), kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakuan P2 (739,33 g), perlakuan P4 (714,66 g), perlakuan P3 (661 g) dan rata-rata bobot karkas yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P1 yaitu sebesar 657,16 g.

Gambar 2 di atas juga menunjukkan rataan umum bobot karkas adalah sebesar 715,16 g. Angka tersebut dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan

803,66 657,16 739,33 661 714,66 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 P0 P1 P2 P3 P4 B ob ot K ar k as Kombinasi Perlakuan

kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak (Lesson, 2000).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu.

Hasil uji ortogonal kontras (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan P0 ransum komersial memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3 dan P4 dalam menurunkan bobot karkas. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan P3 dalam menaikkan bobot karkas. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung ikan dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan bobot karkas yang sama.

Bobot karkas yang terlihat dari hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang tidak nyata pada perlakuan yang disusun dengan menggunakan tepung ikan komersial, pora-pora dan limbah industri tepung ikan nila. Protein yang terdapat pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang menimbulkan bobot karkas dengan nilai yang tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Wahju (1991) yang menyatakan bahwa protein berguna untuk pertumbuhan jaringan pada ayam. Hal ini disebabkan oleh karkas ayam terdiri dari 18 % protein sehingga kebutuhan protein untuk pertumbuhan jaringan dapat dihitung berdasarkan efisiensi penggunaan protein dan retensi nitrogen. Semua asam-asam amino esensial dalam seluruh karkas dari ayam telah dideterminasi dengan pengujian mikrobiologis. Pola komposisi asam amino dari karkas nyata sama diantara spesies kalau dinyatakan dengan persentase dari protein karkas. Kebutuhan asam asam amino esensial yang dinyatakan dengan persentase protein dalam ransum untuk pertumbuhan ayam mempunyai persamaan dengan persentase asam-asam amino untuk ayam hubungannya dengan asam-asam amino dari protein karkas. Bila komposisi asam-asam amino esensial dari protein dalam ransum dibandingkan dengan komposisi asam-asam amino esensial dari protein jaringan ayam, defisiensi yang paling menyolok adalah protein ransum adalah methionin. Pada penelitian-penelitian biologis yang mempergunakan ransum yang sebagian besar terdiri dari jagung dan bungkil kedelai dengan atau tanpa daging sisa dari penjagalan (meat scraps) telah membuktikan bahwa penambahan metionin ke dalam ransum menghasilkan perbaikan dalam pertumbuhan, produksi dan terutama efisiensi penggunaan ransum. Ketidakesimbangan asam amino dapat diperlihatkan dengan ransum yang sangat rendah kadar proteinnya. Dalam kondisi ini ada dua kemungkinan asam amino yang kekurangan misalnya metionin dan lisin. Akan tetapi dalam kondisi ransum dengan protein yang tinggi pada ransum akan membuat susunan asam amino yang seimbang.

Persentase Karkas

Persentase karkas dihitung dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong. Hasil ini diperoleh dari proses pemotongan hingga pemisahan masing-masing. Rataan hasil persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Gambar 3. Histogram persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu (%) Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa rata-rata persentase karkas tertinggi adalah 67,51 % (perlakuan P0), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P3 (66,67 %), perlakuan P2 (66,66 %), perlakuan P1(66,53 %) dan rata-rata bobot badan yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P4 yaitu sebesar 65,43 %.

Dari Gambar 3 di atas juga dapat dilihat bahwa rataan umum persentase karkas adalah sebesar 66,56 %. Angka ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2011) yang menyatakan bahwa persentase karkas ayam kampung sekitar 60-68

67,51 66,53 66,66 66,67 65,43 64 64,5 65 65,5 66 66,5 67 67,5 68 P0 P1 P2 P3 P4 P ers en tas e K ar k as Kombinasi Perlakuan

%. Variasi jumlah daging yang dihasilkan dari karkas seperti halnya kualitas daging dan produk daging dipengaruhi oleh faktor genetik termasuk faktor fisiologi dan nutrisi. Umur dan berat hidup juga dapat mempengaruhi jumlah daging yang dihasilkan dari berbagai spesies ternak.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan tidak berbeda nyata pada tingkat persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu. Menurut Soeparno dan Davis (1987) nutrisi pakan dan berat hidup mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap produksi daging.

Hasil uji ortogonal kontras (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan P0 ransum komersial memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3 dan P4 dalam menurunkan persentase karkas . Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan P3 dalam menaikkan persentase karkas. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum komersial pabrikan lokal dan ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung ikan dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan persentase karkas yang sama.

Persentase karkas yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang tidak nyata setiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa imbangan antara bobot badan dan bobot karkas yang sama setiap perlakuan. Hal

ini disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam ransum terutama penyusun komposisinya utama yang mengandung protein. Komposisi protein yang terdiri dari asam amino pada setiap perlakuan menyebabkan adanya efisiensi ransum melalui persentase karkas.

Rekapitulasi Hasil Peneltian

Data hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Rekapitulasi hasil penelitian pada perlakuan P0,P1, P2, P3, dan P4 Parameter Penelitian Rataan Tiap Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Bobot Potong (g) 1189.6 987.67 1107.6 991.99 1091.6 Bobot Karkas(g) 803.66 657.16 739.33 661 714.66 Persentase karkas (%) 67.51 66.53 66.66 66.67 65.43 P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Tabel 5 di atas menunjukkan masing-masing perlakuan dengan setiap parameter penelitian. Pada bobot potong dan bobot karkas perlakuan P0 menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dan perlakuan lain tidak berbeda nyata satu sama lain, pada persentase karkas semua perlakuan tidak berbeda nyata. Secara umum hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi setiap perlakuan terutama penyusun protein ransum.

Dokumen terkait