• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT)

Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh

populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua kali dari jumlah semula. Menurut Martin (1994), sel saraf memiliki PDT sekitar 3-4 hari. Proliferasi sel yang cepat ditunjukkan dengan PDT yang rendah. Hasil PDT kultur sel saraf yang diberi perlakuan ekstrak rimpang temulawak dibandingkan dengan kontrol disampaikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Tingkat PDT sel saraf yang tumbuh pada masing-masing perlakuan Kontrol positif Kontrol negatif Konsentrasi CZ 100 ppm 200 ppm 400 ppm 3,27 ± 0,26a 3,78 ± 0,51a 4,39 ± 0,52b 5,15 ± 0,99b 6,62 ± 0,57c

Ket: Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0,05). Kontrol positif (mDMEM+asiaticoside (AC) 30µg/mL); kontrol negatif (mDMEM); ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (CZ)100 ppm (mDMEM+CZ 100 ppm); CZ 200 ppm (mDMEM+CZ 200 ppm); CZ 400 ppm(mDMEM+CZ 400 ppm)

Pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel saraf pada konsentrasi CZ 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm menunjukkan hasil berbeda nyata dengan kontrol positif dan negatif (P<0,05). Nilai PDT pada medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 100 ppm, 200 ppm, dan 400 ppm berturut-turut adalah 4,39 ± 0,52 hari, 5,15 ± 0,99 hari, dan 6,62 ± 0,57 hari sedangkan nilai PDT pada kontrol positif dan kontrol negatif adalah 3,27 ± 0,26 hari, dan 3,78 ± 0,51 hari. Pemberian ekstrak rimpang temulawak memiliki nilai PDT yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol positif dan kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak rimpang temulawak pada medium kultur sel saraf dapat menghambat proliferasi sel saraf.

Komponen kimiawi ekstrak rimpang temulawak adalah kurkumin dan xanthorrhizol. Kurkumin memberikan warna kuning pada rimpang temulawak dan mempunyai khasiat medis (Suwiyah 1991). Zat ini berkhasiat menetralkan racun, menghilangkan rasa nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah, antibakteri, dan sebagai antioksidan (Liang et al. 1985). Kurkumin dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan seperti superoxidase dismutase,

catalase, dan gluthatione peroxidase (Reddy & Lokesh 2004). Menurut Kim et al. (2008), dosis kurkumin paling efektif untuk meningkatkan proliferasi sel saraf adalah 92,1 ppm. Semakin tinggi dosis kurkumin yang diberikan maka akan semakin lambat proliferasi sel saraf. Hal ini disebabkan dosis kurkumin dalam jumlah besar dapat merusak sel saraf (Kim et al. 2008).

Selain terdapat kurkumin, ekstrak rimpang temulawak menghasilkan metabolit yaitu xanthorrhizol. Menurut Handayani (2008), xanthorrhizol mempunyai aktivitas antiproliferasi terhadap sel normal hati dan sel normal ginjal monyet. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang membuktikan bahwa xanthorrhizol bersifat toksik terhadap sel normal ginjal sapi (Norzilla et al. 2005). Dengan adanya xanthorrhizol dalam ekstrak rimpang temulawak maka akan terjadi penghambatan proliferasi sel saraf. Hal ini dibuktikan dengan nilai PDT yang tinggi pada medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak dibandingkan dengan medium yang ditambahkan asiaticoside ataupun medium tanpa penambahan ekstrak rimpang temulawak.

Komposisi Jumlah Sel Saraf dan Sel Glia

Sel glia merupakan sel-sel yang berfungsi untuk menjaga, memelihara, mendukung dan sumber nutrisi sel saraf. Sel glia menyusun 40% volume otak dan medulla spinalis (Feriyawati 2006). Empat macam sel glia di sistem saraf pusat yaitu astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. Astrosit berfungsi memberikan nutrisi pada sel saraf, mempertahankan sawar darah otak, serta memperbaiki dan mencegah jaringan saraf dari kerusakan. Badan sel astrosit berbentuk bintang. Oligodendrosit merupakan sel glia yang melapisi akson dengan myelin. Mikroglia mempunyai sifat-sifat fagosit yang dapat menyingkirkan debris-debris yang dapat berasal dari sel otak yang mati, bakteri, dan lain-lain (Feriyawati 2006). Sel ependimal merupakan sel epitel yang melapisi dinding ventrikel, membentuk, memonitor, dan membantu sirkulasi cairan cerebrospinal (Kuntarti 2007).

Sel glia yang ditemukan pada kultur sel saraf adalah astrosit, oligodendrosit, dan mikroglia. Astrosit memiliki inti yang paling besar dan bulat. Oligodendrosit memiliki ukuran inti yang lebih kecil dibandingkan dengan inti astrosit dan

memiliki penjuluran lebih sedikit dan kecil. Mikroglia memiliki inti sel kecil, bulat, dan dikelilingi dengan banyak penjuluran kecil (Junqueira & Carnerio 2005). Sel ependimal tidak ditemukan pada kultur ini karena sel melapisi dinding ventrikel otak. Morfologi ketiga sel glia tersebut dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4 Morfologi sel glia dan sel saraf. Sel glia (A, B, C). Astrosit (1), oligodendrosit (2), mikroglia (3). Sel saraf (D). Sel saraf bipolar (4), sel saraf multipolar (5) Pewarnaan HE. Bar: 5µm.

Menurut Junqueira & Carneiro (2005) seluruh otak memiliki jumlah sel glia 10 kali lebih banyak dibandingkan sel saraf pada keadaan in vivo. Persentase jumlah sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Persentase sel saraf dan sel glia pada masing-masing perlakuan Jenis sel Kontrol positif Kontrol negatif Konsentrasi CZ 100 ppm 200 ppm 400 ppm Sel saraf 69,03 ± 3,47c 47,20 ± 9,96b 45,11 ± 2,44ab 36,18 ± 0,20a 37,25 ± 4,43a Sel glia 30,97 ± 3,47a 52,80 ± 9,96b 54,88 ± 2,44bc 63,81 ± 0,20c 62,75 ± 4,43c

A B

C D

1 3 5 4 2 2 3 3 3

Jumlah sel glia lebih banyak daripada sel saraf pada medium yang diberikan ekstrak rimpang temulawak. Peningkatan persentase sel glia tertinggi adalah pada perlakuan CZ 400 ppm sebanyak 62,75%. Peningkatan jumlah sel glia pada medium yang diberikan ekstrak rimpang temulawak dikarenakan sel glia berfungsi sebagai sel pendukung sel saraf. Menurut Le Roux dan Reh (1994), astrosit memiliki kemampuan untuk mendukung pertumbuhan dendrit. Kurkumin yang terdapat dalam ekstrak rimpang temulawak bekerja pada sel glia dengan cara meningkatkan jumlah oligodendrosit (Surendra et al. 2003).

Pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel saraf dapat menurunkan jumlah sel saraf. Hal ini dikarenakan kurkumin dapat menghambat aktivitas tirosin kinase (Hong et al. 1999). Enzim tirosin kinase adalah enzim yang berperan penting dalam mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Mekanisme penghambatan enzim tirosin kinase oleh kurkumin terjadi melalui dua cara, yaitu menghambat aktivitas enzimatik dari protein tersebut dan menurunkan kadar enzim tirosin kinase. Aktivitas ganda yang ditujukkan oleh kurkumin tersebut sangat efektif untuk mencegah proliferasi sel saraf dan mencegah penyebarannya.

Pemberian asiaticoside pada kultur sel saraf menunjukkan persentase sel saraf yang tinggi. Menurut Sushma et al. (2010), asiaticoside yang terkandung dalam Centella asiatica secara in vitro dapat mempercepat regenerasi sel saraf dengan meningkatkan elongasi akson. Persentase sel saraf dan sel glia pada kontrol negatif adalah 47,20% dan 52,80%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Riyacumala (2010) yang memberikan hasil komposisi sel saraf dengan sel glia pada mDMEM adalah 48,50% dan 51,50%.

Pertumbuhan Panjang Akson dan Dendrit

Akson dan dendrit merupakan penjuluran sel saraf yang berfungsi untuk menghantarkan impuls (Kuntarti 2007). Akson umumnya memiliki ukuran lebih panjang daripada dendrit. Pertumbuhan panjang akson dan dendrit pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Panjang akson dan dendrit pada masing-masing perlakuan (µm) Kontrol Positif Kontrol negatif Konsentrasi CZ 100 ppm 200 ppm 400 ppm Akson 19,78 ± 4,25ab 18,44 ± 2,99a 18,72 ± 1,50 a 17,78 ± 1,79 a 20,90 ± 0,01b Dendrit 10,07 ± 2,04 a 10,93 ± 1,04a 10,35 ± 2,25a 11,66 ± 4,07 b 13,81 ± 0,64b Huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P<0.05).

Medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm memiliki akson dan dendrit yang panjang. Medium yang ditambahkan ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm memiliki nilai PDT yang tinggi sebesar 6,62 ±

0,57 hari. Nilai PDT yang tinggi mengindikasikan penghambatan proliferasi sel

saraf. Proliferasi yang lambat mengakibatkan peningkatan pertumbuhan panjang akson dan dendrit. Hal ini dikarenakan semua energi terpusat pada pertumbuhan panjang akson dan dendrit.

Pernyimpanan memori bergantung pada jumlah percabangan dendrit dan ukuran badan sel saraf (Putranto 2009). Semakin banyak percabangan dendrit makin besar kemungkinan untuk melakukan sinaps dengan sel saraf lain. Sinaps merupakan titik temu antara sel saraf satu dengan sel saraf lainnya. Semakin banyak sinaps antar sel saraf maka kemampuan otak untuk menampung infromasi yang masuk menjadi lebih banyak pula (Affari 2011). Pemberian ekstrak rimpang temulawak CZ 400 ppm pada kultur sel otak besar memiliki dendrit yang panjang. Semakin panjang dendrit akan dapat menjangkau daerah yang lebih luas sehingga semakin banyak sinaps antar sel saraf. Banyaknya sinaps antar sel mengakibatkan meningkatnya kemampuan otak untuk menampung informasi lebih besar.

Neural Progenitor Cell (NPC) merupakan sumber perkembangan sel saraf

dan sel glia yang membentuk semua bagian otak pada perkembangan embrio. NPC bersifat mampu membelah, migrasi, dan berdiferensiasi menjadi neuron (Kim et al. 2007). Menurut Kalverbour et al. (1999), progenitor sel saraf akan berkembang menjadi sel saraf dan penjulurannya akan membentuk akson dan dendrit. Ukuran panjang akson dan dendrit pada medium dasar (mDMEM) berdasarkan penelitian Riyacumala (2010) adalah berkisar 167,7µm dan 102,5µm, sedangkan pada penelitian ini panjang akson dan dendrit hanya berkisar 20,90 µm

dan 13,81 µm. Ukuran panjang akson dan dendrit yang lebih pendek disebabkan karena sel saraf yang tumbuh yaitu progenitor sel saraf. Progenitor sel saraf memiliki penjuluran yang pendek. Selain itu, pengukuran pada penelitian Riyacumala (2010) dilakukan pada hari kesebelas sedangkan pada penelitian ini pengukuran dilakukan pada hari keenam sehingga mempengaruhi panjang akson dan dendrit yang terbentuk.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel otak besar memberikan efek antiproliferasi terhadap sel saraf. Namun, pemberian ekstrak rimpang temulawak pada kultur sel otak besar mampu meningkatkan pertumbuhan panjang akson dan dendrit. Pada otak terdapat sawar darah otak atau disebut blood brain barrier. Blood brain barrier

berfungsi untuk melindungi sistem saraf pusat dari perubahan konsentrasi ion yang terjadi secara tiba-tiba di cairan ekstraselular dan menahan atau membatasi masuk molekul-molekul yang terlarut dalam darah dan keluarnya bahan-bahan kimia dari jaringan otak (Kuntarti 2007). Dengan adanya blood brain barrier ini, zat kimia sulit masuk ke dalam jaringan otak sehingga jika ekstrak rimpang temulawak ini diberikan secara in vivo sedikit kemungkinan terjadinya efek antiproliferasi terhadap sel saraf.

Dokumen terkait