• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Energi Metabolis Ransum

Rataan energi metabolis ransum perlakuan disajikan pada Tabel 2. Rataan energi metabolis (EMS, EMM, EMSn dan EMMn) ransum yang mengandung serat kasar 8% sangat nyata (P<0.01) lebih rendah dibanding dengan ransum yang mengandung serat kasar 5%. Hal ini disebabkan karena serat pada BIS akan mengabsorpsi nutrien mengakibatkan peluang terjadinya penyerapan nutrien menjadi berkurang dan ikatan kompleks serat akan diekskresikan lagi melalui ekskreta. Selain itu adanya daya ikat kation pada serat akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan mineral yang menyebabkan terganggunya metabolisme energi didalam tubuh ternak. Menurut James dan Gropper (1990) serat bersifat absorptif dan mempunyai daya ikat kation terhadap nutrien pada saluran pencernaan, sehingga kadar nutrien yang diabsorpsi menjadi rendah.

Tabel 2. Rataan Energi Metabolis Semu (EMS). Energi Metabolis Murni (EMM). Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn).dan Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) ransum dengan kandungan serat kasar berbeda dan penambahan Hemicell®

Peubah Serat

Kasar Hemicell (B) Rataan

(A) B1 B2 B3

EMS A1 3095.43±90.34 3248.77±92.35 3282.56±104.65 3208.92±99.73A A2 2934.39±69.13 3090.17±34.60 3201.83±87.74 3075.46±134.32B Rataan 3014.91±134.32B 3169.47±69.10A 3242.19±89.35A

EMM A1 3210.31±90.12 3364.83±93.69 3396.46±6.00 3323.87±99.6A A2 3044.77±70.90 3205.85±34.41 3314.02±86.73 3188.34±135.67B Rataan 3127.54±117.05B 3285.34±112.34A 3355.43±58.01A

EMSn A1 3093.51±90.33 3246.87±93.25 3280.62±104.62 3207.00±99.72A A2 2932.39±69.16 3088.25±34.59 3199.85±87.72 3073.50±134.34B Rataan 3012.95±56.97B 3167.56±56.08A 3240.24±28.56A

EMMn A1 3208.40±90.11 3362.93±93.69 3394.51±103.53 3321.95±99.60A A2 3042.77±70.92 3203.93±34.40 3312.44±86.71 3186.38±135.69B Rataan 3125.58±117.12B 3283.43±112.43A 3353.48±58.04A

A1= ransum dengan serat kasar 5%; A2= ransum dengan serat kasar 8%; B1= ransum dengan 0IU Hemicell®; B2= ransum dengan 100×103

IU Hemicell® kg-1 ; B3= ransum dengan 200×103 IU Hemicell® kg-1; EMS: Energi metabolis semu; EMM: Energi metabolis murni; EMSn: Energi metabolis semu terkoreksi nitrogen; EMMn: Energi metabolis murni terkoreksi nitrogen; huruf yang berbeda pada baris/kolom yang menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01).

11

Peningkatan serat kasar ransum dari 5% ke 8% menurunkan energi metabolis ransum. Menurut Wahyunto (1989), rendahnya daya cerna suatu bahan makanan dapat disebabkan karena tingginya serat kasar bahan tersebut sehingga nilai energi metabolis bahan pakan menjadi rendah. Janssen et al. (1979) menyatakan nilai energi metabolis bahan makanan secara positif dipengaruhi oleh kandungan lemak, karbohidrat dan protein, tetapi dipengaruhi secara negatif oleh serat kasar dan abu. Rendahnya nilai energi metabolis pada perlakuan ransum dengan serat kasar 8% tanpa penambahan Hemicell®(A2B1) terkait dengan tingginya kandungan serat kasar di dalam ransum.

Penambahan Hemicell® kedalam ransum sangat nyata (P<0.01) meningkatkan energi metabolis ransum (EMS, EMM, EMSn dan EMMn). Chemgen Corporation (2000) menyatakan penambahan Hemicell® ke dalam ransum yang sudah ada tanpa modifikasi lain memberikan dampak positif tehadap produksi ternak dibandingkan ternak yang memperoleh perlakuan tanpa adanya penambahan Hemicell®. Penggunaan β-mannanase dalam ransum untuk mendegradasi serat β-mannan dari yang terkandung di dalam bahan pakan signifikan dapat memperbaiki bobot badan, konversi pakan dan keseragaman bobot badan ternak. Hal ini disebabkan karena penambahan Hemicell® ke dalam ransum mampu meningkatkan degradasi polisakarida menjadi molekul yang lebih sederhana berupa monosakarida, sehingga lebih mudah dimanfaatkan sebagai sumber energi oleh ternak. Buchanan et al. (2007) dan Bernabé et al. (2006) menyatakan bahwa penggunaan enzim pendegradasi nonstarch polysaccharides

(NSP) dan mannanase pada ransum ayam pedaging dapat meningkatkan energi metabolis. Hal ini senada dengan pernyataan Ng dan Chong (2002), Sekoni et al.

(2008) dan Zhou et al. (2009), bahwa penggunaan enzim mannanase dapat meningkatkan nilai nutrisi BIS.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Performa Ayam Petelur Umur 21-28 Minggu

Rataan performa ayam petelur yang diberikan ransum penelitian selama 8 minggu penelitan (umur 21-28 minggu) disajikan pada Tabel 3.

Konsumsi Ransum

Menurut Leeson dan Summers (2001) konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan pada periode pemeliharaan (g ekor-1 hari-1). Konsumsi ransum selama penelitian berkisar antara 104.05 sampai 106.07 g ekor-1 hari-1 (Tabel 3). Kandungan serat kasar di dalam ransum sangat nyata (P<0.01) meningkatkan konsumsi ransum. Ransum dengan serat kasar 8% memiliki tingkat konsumsi ransum yang lebih tinggi dibandingkan dengan ransum yang mengandung serat kasar 5%. Leeson dan Summer (2001) menyatakan bahwa unggas mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan energinya. Ayam yang diberi ransum mengandung serat kasar 8% mengkonsumsi ransum lebih banyak dari pada ayam diberi ransum serat kasar 5%. Walaupun secara perhitungan kedua macam ransum telah disusun secara isokalori namun

12

kandungan mannan yang tinggi dari pemakaian BIS didalam ransum menyebabkan penyerapan energi ransum menjadi lebih rendah. Mannan dianggap sebagai antinutrisi bagi ternak unggas karena dapat menghambat penyerapan berbagai nutrien didalam ransum baik itu energi, protein, asam amino dan mineral Penambahan Hemicell® kedalam ransum sangat nyata (P<0.01) menurunkan konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena penambahan Hemicell® didalam ransum dapat memperbaiki penyerapan nutrien ransum menjadi lebih baik. Hemicell® dapat memecah polisakarida mannan yang kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana, sehingga penyerapan nutrien pakan meningkat dibanding ransum yang tidak penambahan Hemicell®. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Daskiran et al. (2004) bahwa penggunaan enzim β -endomannanase kedalam ransum yang mengandung guargum dapat menurunkan konsumsi dan meningkatkan efisiensi penggunaan ransum pada broiler.

Tabel 3. Rataan konsumsi ransum, produksi telur (Hen day), jumlah massa telur dan konversi ransum ayam petelur umur 21-29 minggu

Peubah Serat

Kasar Hemicell (B) Rataan

(A) B1 B2 B3

Konsumsi

ransum A1 104.48±0.22 104.15±0.25 104.04±0.35 104.23±0.31A

(g ekor-1hari-1) A2 106.07±0.04 105.63±0.186 105.08±0.4 105.59±0.46B

Rataan 105.28±0.87A 104.89±0.83B 104.56±0.64B

Produksi telur/ A1 79.32±2.73 81.70±2.79 83.63±2.46 81.55±2.97A

HDP (%) A2 66.91±5.48 77.88±5.41 79.56±1.85 74.79±7.15B Rataan 73.12±7.82B 79.79±4.38A 81.60±2.96A

Massa Telur A1 2420.36±122.79b 2547.71±83.48b 2576.37±107.77a 2484.82±115.72

(g ekor-1) A2 1872.66±146.68d 2334.09±139.34c 2420.82±95.76b 2209.19±278.64 Rataan 2146.51±323.46 2395.90±123.04 2498.60±124.79

Bobot Telur A1 54.48±1.56a 53.72±0.01a 55.00±0.79a 54.40±0.64

(g) A2 50.00±1.35b 53.55±0.94a 54.32±0.92a 52.62±2.30 Rataan 52.24±3.17 53.63±0.12 54.66±0.48 Konversi ransum A1 2.42± 0.12bC 2.38±0.08BC 2.26±0.09C 2.35±0.08 A2 3.18±0.24A 2.54±0.15B 2.44±0.10B 2.72±0.40 Rataan 2.80±0.54 2.46±0.12 2.35±0.12

Keterangan: A1= ransum dengan serat kasar 5%; A2= ransum dengan serat kasar 8%; B1= ransum dengan 0IU Hemicell®; B2= ransum dengan 100×103

IU Hemicell® kg-1 ; B3= ransum dengan 200×103

IU Hemicell® kg-1; huruf kecil yang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05) dan huruf kapitalyang berbeda pada kolom/baris menunjukkan perbedaaan yang sangat nyata (P<0.01).

13 Produksi Telur (Hen Day Production)

Produksi telur dapat dinyatakan dengan hen day production (HDP). Hen day production merupakan salah satu ukuran produktivitas dari ayam petelur dengan membagi jumlah telur dengan jumlah ayam yang hidup saat itu (Amrullah 2003). Nilai HDP selama penelitian berkisar antara 66.92% sampai 83.63% (Tabel 3). Kandungan serat kasar sangat nyata (P<0.01) menurunkan HDP. Ayam yang diberi ransum dengan serat kasar 8% memiliki nilai HDP yang lebih rendah dari pada ayam yang diberi ransum dengan serat kasar 5%. Meningkatnya kandungan serat kasar ransum yang tidak dapat dicerna menyebabkan percepatan laju nutrien meningkat di dalam saluran pencernaan. Keadaan ini menyebabkan peluang saluran pencernaan (usus) untuk menyerap nutrien menjadi lebih singkat dan kurang optimal, sehingga tingkat pemenuhan terhadap kebutuhan nutrien untuk proses metabolisme juga menurun (Choct et al. 1995), Mathlouthi et al. (2002). Menurunnya metabolisme didalam tubuh unggas menyebabkan penurunan produktivitas.

Penambahan Hemicell® kedalam ransum sangat nyata (P<0.01) meningkatkan HDP. Data ini menunjukkan bahwa penambahan Hemicell® didalam pakan dapat mendegradasi ikatan polisakarida mannan menjadi monomer yang lebih sederhana, sehingga meningkatkan kertersediaan nutrien yang dapat dicerna didalam saluran pencernan unggas kemudian dapat dimanfaatkan dan mendukung produksinya. Dengan tercukupi nutriennya, ayam dapat berproduksi dengan optimal. Senada dengan pernyataan Ng dan Chong (2002), Sekoni et al.

(2008) dan Zhou et al. (2009) yang melaporkan bahwa penggunaan enzim mannanase dapat meningkatkan nilai nutrisi pakan.

Massa Telur (Egg Mass)

Massa telur atau egg mass merupakan rata-rata bobot telur harian yang dipengaruhi oleh HDP dan bobot telur. Jika salah satu faktor semakin tinggi maka

egg mass juga semakin meningkat dan sebaliknya. Massa telur selama penelitian berkisar antara 1872.66 g sampai 2576.37 g ekor-1. Hasil analisis ragam menunjukkan penambahan Hemicell® kedalam ransum yang mengandung serat kasar yang berbeda (5% dan 8%) berpengaruh nyata (P<0.05) meningkatkan jumlah massa telur (Tabel 3). Penambahan Hemicell® kedalam ransum dapat memecah polisakarida mannan yang kompleks menjadi ikatan yang lebih sederhana, sehingga meningkatkan ketersediaan nutrien ransum. Ketersediaan nutrien yang lebih baik menyebabkan proses metabolisme ternak menjadi lebih baik dan meningkatkan produksi ternak. Lee et al. (2013) menyatakan bahwa penambahan mannanase ke dalam ransum yang mengandung BIS dapat memperbaiki produksi dan meningkatkan bobot telur ayam petelur umur 73 minggu.

Ayam yang diberi ransum dengan serat kasar 8% tanpa penambahan Hemicell® (A2B1) memiliki jumlah massa telur yang paling rendah dibandingkan dengan yang penambahan 100×103 IU Hemicell® kg-1 dan 200×103 IU Hemicell® kg-1 (A2B2 dan A2B3). Hal ini disebabkan karena peningkatan penggunaan BIS didalam ransum meningkatkan kandungan serat kasar ransum dari 5% ke 8% dan menurunkan penyerapan nutrien ransum mengakibatkan penurunan HDP serta bobot telur. Meskipun ransum yang diberikan memiliki kandungan protein dan

14

energi yang relatif sama, serat yang tinggi didalam ransum akan mempengaruhi penyerapan nutrien lain dan mempengaruhi proses metabolisme dalam tubuh ternak. Selain itu egg mass juga sangat dipengaruhi oleh kandungan dan kualitas ransum perlakuan. Protein dan asam amino yang cukup dalam ransum akan memberikan produktifitas yang optimal. Dalam suatu penelitian yang hampir sama, Yeong et al. (1981) melaporkan bahwa ayam diberi pakan BIS ditingkat yang lebih tinggi hingga 40% mempunyai dampak negatif terhadap jumlah telur, produksi telur, massa total telur dan konversi ransum.

Konversi Ransum

Konversi ransum dihitung setiap minggu dengan cara membandingkan jumlah pakan (g) yang dikonsumsi dengan jumlah massa telur (g) setiap minggu. Konversi ransum selama penelitian berkisar antara 2.26 hingga 3.18. Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan kandungan serat dalam ransum meningkatkan (P<0.01) nilai konversi ransum, namun penambahan Hemicell® kedalam ransum yang mengandung serat kasar yang berbeda (5% dan 8%) sangat nyata (P<0.01) menurunkan nilai konversi ransum (Tabel 3). Hal ini disebabkan karena enzim mannanase efektif menghidrolisis komponen serat sehingga dapat meningkatkan kecernaan ransum. Meningkatnya kecernaan zat makanan dan ketersediaan energi diakibatkan oleh penambahan enzim telah dilaporkan oleh Jia et al. (2009), Del Alamo et al. 2008 dan Fabyanska et al.( 2007). Daskiran et al. (2004) menyatakan bahwa penambahan Hemicell® 0.5%, 1% dan 1.5% ke dalam ransum starter yang mengandung 1% guar gum dapat memperbaiki konversi ransum pada setiap tingkat penambahan. Selain itu dalam penelitian yang hampir serupa namun menggunakan enzim lain, Chong et al. (2008) melaporkan bahwa manfaat penambahan enzim PKCase® 1kg ton-1 dalam ransum mengandung BIS 12.5%, meningkatkan kecernaan bahan kering, menurunkan konsumsi dan meningkatkan konversi ransum.

Ayam mengkonsumsi lebih banyak ransum mengandung serat kasar 8% dibandingkan dengan ransum serat kasar 5% untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kandungan serat yang tinggi didalam ransum menghambat penyerapan energi dan nutrien ransum sehingga nilai konversi ransum meningkat. Enting et al. (2007) melaporkan pakan dengan serat kasar tinggi (densiti rendah) mempengaruhi bobot hidup dan perkembangan saluran pencernaan dan reproduksi broiler, disebabkan karena kecernaan dan pemanfaatan nutriennya.

Bobot Telur

Hasil analisis ragam menunjukkan ransum dengan kandungan serat kasar berbeda (5% dan 8%) dengan penambahan Hemicell® nyata (P<0.05) meningkatkan bobot telur. Penambahan Hemicell® kedalam ransum dapat memperbaiki penyerapan nutrien ransum yang mengandung serat kasar tinggi, sehingga kebutuhan protein dan asam amino ternak dapat terpenuhi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Lee et al. (2013) yang menyatakan bahwa ayam yang diberi penambahan mannanase memiliki bobot telur yang lebih tinggi dibanding yang tidak penambahan. Perlakuan ransum mengandung serat kasar 8% tanpa penambahan Hemicell® (A2B1) memiliki bobot telur yang paling rendah. Peningkatan jumlah penggunaan BIS didalam ransum meningkatkan kandungan serat kasar ransum dari 5% ke 8% telah mengganggu penyerapan nutrien ransum

15 dan menurunkan bobot telur. Menurut Li et al. (2011), bobot telur tergantung pada konsumsi ransum yang cukup dan nutrien ransum yang seimbang. Tidak seimbangnya asupan nutrien menyebabkan terjadinya penurunan bobot telur.

Pengaruh Ransum Perlakuan terhadap Kualitas Fisik Telur

Rataan kualitas fisik telur yang diberikan ransum perlakuan selama 8 minggu penelitian (umur 6-14 minggu) disajikan pada Tabel 4.

Bobot Putih Telur

Penambahan Hemicell® dalam ransum dengan kandungan serat kasar yang berbeda (5% dan 8%) tidak berpengaruh terhadap bobot putih telur (Tabel 4). Rataan bobot putih telur pada penelitian ini berkisar antara 63.76%-66.00% dari total bobot telur. Presentase bobot putih telur pada penelitian ini masih berada dalam kisaran normal standar putih telur yaitu sekitar 63%-66% (Yamamoto et al., 2007; Robert 2004). Hal ini menunjukkan bahwa ayam tidak mengalami kekurangan protein untuk pembentukan protein pada putih telur. Bell dan Weaver (2002) mengemukakan bahwa besar telur dalam batas tertentu akan meningkat apabila ketersediaan protein terpenuhi, karena diperlukan untuk membentuk albumen.

Tabel 4 Rataan kualitas fisik telur dari ayam yang diberikan ransum perlakuan

Peubah Serat

Kasar Hemicell (B) Rataan

(A) B1 B2 B3

Bobot putih telur A1 63.76±0.85 66.00±1.51 64.57±0.67 64.77±1.35

(%) A2 64.04±0.82 64.51±1.92 64.65±0.81 64.40±1.15 Rataan 63.90±0.76 65.25±1.75 64.61±0.67 Bobot kuning A1 22.94±1.64 22.04±1.43 22.97±0.80 22.65±1.25 telur (%) A2 23.85±0.60 23.55±1.62 23.45±1.33 23.62±1.10 Rataan 23.39±1.21 22.80±1.60 23.21±1.01 Bobot kerabang A1 12.56±0.28 11.96±0.08 12.46±0.71 12.33±0.47 (%) A2 12.12±0.23 11.94±0.80 11.89±0.66 Rataan 12.34±0.33 11.95±0.51 12.18±0.69 Tebal kerabang A1 0.178±0.016 0.182±0.007 0.182±0.002 0.180±0.01 (mm) A2 0.177±0.005 0.200±0.027 0.200±0.017 0.193±0.020 Rataan 0.177±0.011 0.191±0.020 0.191±0.042

Skor kuning telur A1 8.78±0.10a 8.61±0.25a 8.67±0.00a 8.69±0.15

A2 7.72±0.19c 8.22±0.09b 8.11±0.35bc 8.02±0.31

Rataan 8.25±0.59 8.42±0.27 8.39±0.38

Haugh unit A1 90.72±1.81 90.59±0.53 91.17±1.53 90.82±1.24

A2 84.55±1.79 90.08±3.07 91.20±3.91 88.61±4.06

Rataan 87.64±3.74 90.33±1.99 91.18±2.66

Keterangan: A1= ransum dengan serat kasar 5%; A2= ransum dengan serat kasar 8%; B1= ransum dengan 0IU Hemicell®; B2= ransum dengan 100×103 IU Hemicell® kg-1 ; B3= ransum dengan 200×103 IU Hemicell® kg-1; huruf kapital yang berbeda pada kolom/baris yang sama menunjukkan perbedaaan yang nyata (P<0.05).

16

Putih telur tersusun atas 86.8% air, 11.3% protein, 0.08% lemak, 1% karbohidrat, dan 0.8% abu (Romanoff dan Romanoff 1999). Protein putih telur terdiri atas protein serabut yang terdiri ovomucin dan protein globular yang terdiri dari ovalbumin, conalbumin, ovomucoid, lizosim, flavoprotein,ovoglobulin, ovoinhibitor, dan avidin (Messier 1991; Bologa et al. 2013).

Presentase Kuning Telur

Presentase kuning telur (Tabel 4) tidak dipengaruhi baik oleh perbedaan kandungan serat kasar (5% dan 8%) maupun penambahan Hemicell® dalam ransum. Rataan bobot kuning telur ayam pada penelitian ini berkisar antara 22.04%-23.85%. Belum ada penelitian sebelumnya yang menyatakan adanya pengaruh perbedaan kandungan serat kasar dan penambahan enzim pemecah serat terhadap presentase kuning telur. ISA (2009) dan Yamamoto et al. (2007) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi presentase kuning telur adalah kandungan lemak dan protein dalam telur yang sebagian besar terdapat di kuning telur. Presentase kuning telur ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan presentase standar kuning telur. Presentase kuning telur ayam berkisar antara 30%-33% dari bobot telur (Stadelman dan Cotterill 1995).

Bobot dan Tebal Kerabang

Rataan bobot kerabang telur hasil penelitian ini adalah 11.89% - 12.56% dari total bobot telur (Tabel 4). Perbedaan kandungan serat kasar ransum (5% dan 8%) dan penambahan Hemicell® kedalam ransum tidak mempengaruhi bobot dan tebal kerabang telur. Menurut Clunies et al. (1992), semakin tinggi kandungan kalsium dalam ransum, semakin tinggi pula bobot maupun tebal kerabang telur. Boorman et al. (1989) menyatakan bahwa pada saat suplay kalsium dalam ransum tidak mencukupi, pada batas-batas tertentu ayam petelur mempunyai kemampuan memobilisasi cadangan kalsium dalam tulang, agar sintesis kerabang tidak terganggu. Menurut Wahju (2004) kualitas kerabang telur ditentukan oleh ketebalan dan struktur kerabang telur, karena dalam pembentukan kerabang telur diperlukan adanya ion-ion karbonat dan ion-ion Ca yang cukup untuk membentuk CaCO3 kerabang telur.

Skor Kuning Telur

Warna kuning telur memegang peranan penting dalam pemasaran telur, karena secara tradisional konsumen mengasosiasikan warna kuning telur dengan kualitas. Rataan skor kuning telur (Tabel 4) adalah berkisar 7.72-8.78. Hasil analisis ragam menunjukkan peningkatan serat kasar ransum ( dari 5% ke 8%) nyata (P<0.05) meningkatkan skor kuning telur. Skor kuning telur ayam yang penambahan Hemicell® lebih tinggi dibandingkan dengan ayam diberi perlakuan tanpa penambahan Hemicell®. Hal ini disebabkan penambahan Hemicell® kedalam ransum dapat memperbaiki penyerapan zat pemberi kuning telur. Turunnya skor kuning telur ayam pada perlakuan ransum dengan serat kasar 8% dibanding dengan perlakuan ransum dengan serat kasar 5% sejalan dengan hasil penelitian Chong et al. (2008)yang menyatakan bahwa pemakaian BIS didalam ransum sebanyak 25% dapat menurunkan skor kuning telur. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Panigrahi dan Waite (1998). Penurunan skor kuning telur pada ransum dengan BIS tinggi kemungkinan diakibatkan oleh perubahan kandungan

17 jagung kuning dalam ransum. Penggunaan jagung kuning menurun sejalan dengan meningkatnya pemakaian BIS. Menurut Belyavine dan Marangos (1989), pigmen yang sangat besar peranannya dalam menentukan warna kuning telur adalah xantophyl. Sampai saat ini sumber xantophyl dalam ransum ayam masih bergantung pada jagung kuning. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten, yaitu xantofil, maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan (Yamamoto et al. 2007)

Haugh Unit

Kekentalan albumin diukur secara tidak langsung yaitu dengan mengukur tinggi albumin menggunakan suatu alat dan kemudian mengkonversikannya langsung menjadi nilai Haugh unit. Nilai Haugh unit yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 84.55-91.20. Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Haugh unit tidak dipengaruhi oleh perbedaan kandungan serat kasar ransum (5% dan 8%) dan penambahan Hemicell® dalam ransum. Hal ini sesuai dengan pendapat North dan Bell (1990) bahwa pada umumnya nilai Haugh unit lebih menggambarkan umur penyimpanan telur serta umur induk yang menghasilkannya, dan nilai tidak dipengaruhi oleh susunan ransum yang diberikan selama imbangan antara protein dengan energi metabolis ransum seimbang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selisih nilai tertinggi dengan terendah masih kecil dari 8 unit sehingga hasilnya tidak berbeda nyata. Semua nilai HU tersebut digolongkan pada kualitas AA. Menurut standar UnitedState Department of Agriculture (2000) nilai HU lebih dari 72 digolongkan kualitas AA.

Faktor yang mempengaruhi nilai HU adalah tinggi albumen dan bobot telur sedangkan tinggi albumen sangat ditentukan kepadatan albumen (Stadellman dan Cotterill 1994). Kepadatan albumen itu sendiri dipengaruhi oleh kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi dan status kesehatan ayam. Ransum dengan kandungan serat kasar 5% dan 8% tidak mempengaruhi bobot telur dan tinggi albumen, sehingga nilai HU tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai HU akan menurun jika ransum yang digunakan mengandung protein rendah (Leeson dan Caston 1997; Kashani et al. 2014).

Income Over Feed Cost (IOFC)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa IOFC paling baik dicapai pada ransum mengandung serat kasar 5% disuplementasi 200×103 IU Hemicell® kg-1 (A1B3), dengan nilai keuntungan IOFC sebesar Rp. 12945. Hasil ini disebabkan perlakuan A1B3 memiliki produksi massa telur yang lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya dan selisih yang besar antara penjualan telur ayam dengan biaya pakan yang dikeluarkan selama periode pemeliharaan. Menurut Prawirokusumo (1994) IOFC dipengaruhi oleh besarnya pendapatan dan biaya pakan yang

dikeluarkan selama penelitian. Perhitungan income over feed cost merupakan

pendapatan kotor yang dihitung dengan cara mengurangi pendapatan dari penjualan produksi telur dengan biaya yang dikeluarkan untuk pakan.

18

Rataan keuntungan yang diperoleh dari selisih penjualan telur dan biaya pakan yang telah dikeluarkan pada penelitian ini berkisar antara Rp 1790 sampai

dengan Rp 12945. Berdasarkan data pada Tabel 5 terlihat bahwa ransum dengan

kandungan serat kasar 8% tanpa penambahan Hemicell® memiliki nilai IOFC paling rendah dibanding dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan karena produksi massa telur pada perlakuan tersebut yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 5 Income over feed cost ayam petelur selama 8 minggu penelitian

Peubah Perlakuan

A1B1 A1B2 A1B3 A2B1 A2B2 A2B3

Konsumsi pakan (kg

ekor-1) 6.27 6.25 6.24 6.36 6.34 6.31

Harga Pakan (Rp kg-1) 6467.00 6530.00 6593.00 5898.00 5961.00 6024.00 Biaya pakan (Rp ekor

-1 ) 40541.74 40806.88 41158.10 37535.52 37779.82 37981.59 Produksi telur (kg-1) 2.42 2.46 2.58 1.87 2.33 2.42 Harga Telur (Rp kg-1) 21000 21000 21000 21000 21000 21000 Pendapatan (Rp ekor-1) 50827.60 51612.01 54103.78 39325.85 49015.87 50837.30 IOFC (ekor-1) 10285.86 10805.13 12945.68 1790.33 11236.05 12855.71

A1BI= ransum serat kasar 5%, tanpa suplementasi Hemicell®; A1B2= ransum serat kasar 5%, suplementasi 100×103 IU Hemicell® kg-1; A1B3= ransum serat kasar 5%, suplementasi 200×103 IU Hemicell® kg-1; A2B1= ransum serat kasar 8%, tanpa suplementasi Hemicell; A2B2= ransum serat kasar 8%, suplementasi 100×103 IU Hemicell® kg-1; A2B3= ransum serat kasar 8%, suplementasi l 200×103 IU Hemicell® kg-1.

19

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Peningkatan kandungan serat kasar dalam ransum menurunkan energi metabolis ransum, produksi telur dan meningkatkan konsumsi ransum. Penambahan 200×103 IU Hemicell® kg-1 kedalam ransum yang mengandung serat kasar 5% meningkatkan produksi massa telur, skor kuning telur dan menurunkan konversi ransum, serta menghasilkan energi metabolis ransum, performa dan IOFC terbaik.

Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengukur kecernaan protein dan asam amino ransum mengandung BIS tinggi yang penambahan Hemicell® , untuk melihat efisiensi penggunaan ransum oleh ternak.

20

Dokumen terkait