• Tidak ada hasil yang ditemukan

̅̅̅̅̅ = nilai tengah tetua tertinggi

̅̅̅̅̅ = nilai tengah / mid parent kedua tetua

4. Pendugaan komponen ragam

Komponen ragam yang dihitung adalah ragam fenotipe pada generasi F2 (VF2), ragam fenotipe populasi Backcross (VBC), ragam genotipe (VG), ragam aditif (VA) serta ragam lingkungan (VE).

Pendugaan nilai heritabilitas Nilai heritabiitas dalam arti luas :

h2bs

Heritabilitas dalam arti sempit :

h2ns

Keterangan :

h2bs = heritabilitas dalam arti luas h2ns = heritabilitas dalam arti sempit VF1 = ragam populasi F1 VF2 = ragam populasi F2 VP1 = ragam populasi P1 VP2 = ragam populasi P2 VBCP1 = ragam populasi BCP1 VBCP2 = ragam populasi BCP2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Berdasarkan data dari Stasiun Klimatologi BMKG Dramaga (2014) bahwa suhu rata-rata pada bulan desember-april adalah sebesar 25.38oc dengan kelembaban 87.20%. Curah hujan rata-rata sebesar 448.4 mm/bulan dengan intensitas matahari 269.20 cal/cm2. Rendahnya produktivitas tomat didataran rendah salah satunya dipengaruhi oleh suhu lingkungan tumbuh yang menyebabkan ukuran buah tomat menjadi kecil dan sedikitnya jumlah buah/tanaman yang dihasilkan. Curah hujan yang tinggi dan kelembaban yang tinggi mengundang hama dan penyakit. Banyaknya bakteri layu di dataran rendah menjadi penghambat pertumbuhan tanaman tomat sehingga produktivitasnya menurun (Purwati 1991).

Beberapa penyakit yang menyerang saat budidaya adalah layu fusarium yang menyebabkan batang dalam tanaman tomat menjadi coklat. Layu fusarium mulai menyerang saat tanaman berumur 3 minggu setelah tanam. Gemini virus dan karat daun banyak menyerang tanaman tomat, khususnya karat daun yang menyebar cepat karena curah hujan dan kelembaban udara yang tinggi. Adapun

9 hama yang menyerang saat tanaman berumur 1-2 minggu setelah tanam adalah belalang dan jangkrik yang memakan batang bawah tanaman tomat yang menyebabkan tanaman mati.

Sifat Kualitatif Bahu Buah

Tomat Intan (P1) memiliki bahu buah berwarna putih (Gambar 3a). sedangkan tomat G1-K (P2) memiliki bahu buah berwarna hijau pada buah muda (Gambar 3b). Keragaman warna bahu buah pada masing-masing populasi dapat dilihat pada (Gambar 3c). Karakter Bahu Buah dipengaruhi oleh adanya dominansi resesif yang dapat dilihat pada populasi F1. Karakter bahu buah dikendalikan oleh satu gen yang ditunjukkan dengan nisbah populasi F2 3 : 1 sesuai dengan perbandingan mendel (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan nilai X2hitung pada populasi F2 = 0.042 lebih kecil dari X2tabel = 3.841 (db =1 ; α = 5%) (Tabel

2).

(3a) (3b)

(3c)

Gambar 3 Keragaman warna bahu buah pada populasi kombinasi persilangan tomat Intan x G1-K. 3a) warna bahu buah putih; 3b) warna bahu buah hijau; 3c) Warna bahu buah kombinasi persilangan tomat Intan x G1-K masing-maisng populasi.

10

Tabel 1 Warna bahu buah beberapa populasi hasil persilangan tomat Intan x G1-K

Genotipe Bahu buah hijau Bahu buah putih

P1 (Intan) - 16 tanaman (100%)

P2 (G1-K) 12 tanaman (100%) -

F1 16 tanaman (100%) -

F1R 16 tanaman (100%) -

F1 X Intan 71 tanaman (76.3%) 22 tanaman (23.6%)

F1 X G1-K 98 tanaman (100%) -

F2 142 tanaman (74.3%) 49 tanaman (25.65%)

Karakter dengan nisbah genetik 3 : 1 pada populasi F2 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh satu lokus dua alel per lokus dan terjadi interaksi antar alel pada lokus yang sama (intra lokus). Populasi BCP1 (F1 x Intan) memiliki nilai X2hitung sebesar 25.85 (Tabel 2) yang lebih besar dari X2tabel = 3.841 (db =1 ; α = 5%) diduga karena kurangnya populasi BCP1 yang ditanam, sehingga perbandingan yang seharusnya 1:1 tidak muncul.

Tabel 2 Nilai X2 hitung Warna bahu buah pada populasi F2 (Intan X G1-K) Genotipe Fenotipe Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E)2

/ E F1 X Intan Bahu buah hijau 71 46.50 12.91

Bahu buah putih 22 46.50 12.91

X2hitung 25.82

F2 Bahu buah hijau 142 143.25 0.01

Bahu buah putih 49 47.75 0.032

X2hitung 0.042

Jumlah Rongga Buah

Karakter jumlah rongga buah memiliki sebaran yang tidak normal yang merupakan ciri dari sifat kualitatif. Tetua G1-K memiliki rongga buah rata-rata 2 buah (Gambar 4b), dominan terhadap tetua Intan yang memiliki rata-rata 4 rongga buah (Gambar 4a). Keragaman jumlah rongga buah pada masing-masing populasi dapat dilihat pada (Gambar 4c). Jumlah rongga buah dipengaruhi oleh adanya dominansi resesif yang dapat dilihat pada populasi F1. Karakter bahu buah dikendalikan oleh satu gen yang ditunjukkan dengan nisbah populasi F2 3 : 1 sesuai dengan perbandingan mendel (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan nilai X2hitung pada populasi F2 = 2.09 lebih kecil dari X2tabel= 3.841 (db =1 ; α = 5%) (Tabel 4). Populasi BCP1 yang menunjukkan nisbah 1:1 serta populasi BCP2 yang 100% memiliki rongga buah <4 (Tabel 3) memperkuat dugaan bahwa karakter jumlah rongga buah dipengaruhi oleh adanya dominansi.

11

(4a) (4b)

(4c)

Gambar 4 Keragaman jumlah rongga buah pada populasi kombinasi persilangan tomat Intan x G1-K. 4a) Rongga buah ≥4 ; 4b) Rongga

buah <4; 4c) Jumlah rongga buah pada kombinasi persilangan tomat Intan x G1-K masing-masing populasi

Tabel 3 Jumlah rongga buah pada beberapa populasi hasil persilangan Intan x G1-K

Genotipe Rongga buah <4 Rongga Buah ≥4

P1 (Intan) - 13 tanaman (100%)

P2 (G1-K) 12 tanaman (100%) -

F1 10 tanaman (58%) 7 tanaman (41%)

F1R 17 tanaman (100%) -

F1 X Intan 51 tanaman (56%) 40 tanaman (43%)

F1 X G1-K 93 tanaman (100%) -

12

Hasil penelitian (Purwati 1988) menunjukkan bahwa karakter jumlah rongga buah pada tomat dikendalikan oleh gen mayor. Sifat rongga buah yang sedikit, dominan terhadap sifat rongga buah yang banyak. Didukung dengan hasil penelitian (Murti et al. 2004) yang menyatakan bahwa jumlah rongga buah termasuk sifat kualitatif.

Tabel 4 Nilai X2 hitung Jumlah rongga buah pada populasi F2 (Intan X G1-K) Genotipe Fenotipe Pengamatan (O) Harapan (E) (O-E)2 / E F1 X Intan Rongga buah <4 51 45.5 0.66

Rongga buah ≥4 40 45.5 0.66 X2hitung 1.32 F2 Rongga buah <4 148 138.75 0.62 Rongga buah ≥4 38 46.25 1.47 X2hitung 2.09 Sifat Kuantitatif Uji Normalitas

Karakter panjang buah (Lampiran 1), diameter buah (Lampiran 2), bobot per buah (Lampiran 3), bobot buah per tanaman (Lampiran 4) dan jumlah buah per tanaman (Lampiran 5) memiliki sebaran yang normal dan kontinyu yang menunjukkan bahwa karakter-karakter tersebut dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut merupakan sifat kuantitatif seperti hasil penelitian (Murti et al. 2004) bahwa karakter diameter buah merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan banyak gen. Hasil penelitian (Kurniawan dan Budiarto 2008) menyatakan bahwa berat segar tomat dikendalikan oleh banyak gen.

Karakter panjang daun (Lampiran 6), panjang kotiledon (Lampiran 7), lebar kotiledon (Lampiran 8), panjang hipokotil (Lampiran 9) dan diameter batang (Lampiran 10) memiliki sebaran yang normal dan kontinyu pada populasi F2. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh banyak gen.

Karakter yang memiliki sebaran tidak normal dan diskontinyu adalah karakter tebal daging buah (Lampiran 11), lebar daun (Lampiran 12), tinggi tanaman (Lampiran 13), umur berbunga (Lampiran 14), umur panen (Lampiran 15) dan padatan terlarut total (Lampiran 16). Hal ini mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen mayor. Hasil penelitian (Weber 1959) menunjukkan bahwa panjang hipokotil dan panjang kotiledon tanaman tomat dikendalikan 1 gen dengan 2 alel per lokus.

Pengaruh Tetua Betina

Karakter panjang buah dan diameter buah tidak berbeda nyata pada uji t yang dilakukan pada populasi F1 dan F1R (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa

13 gen pengendali karakter berada pada inti. Efek maternal terjadi apabila genotipe nukleus dari tetua betina menentukan fenotipe zuriatnya, tanpa dipengaruhi oleh tetua jantan. Sehingga apapun genotipe zuriatnya, fenotipenya akan sama dengan tetua betina. Biasanya efek ini hanya berpengaruh pada satu generasi (Yunianti dan Sujiprihati 2013). Hasil uji t pada karakter tebal daging buah menunjukkan adanya pengaruh tetua betina dalam pewarisan karakter tersebut. Uji t-student menampilkan nilai tengah dan ± standar deviasi pada populasi F1 dan F1R.

Tabel 5 Uji t-student populasi F1 dan F1R karakter panjang buah, tebal daging buah dan diameter buah

Populasi Panjang buah

(mm) Tebal daging buah (mm) Diameter buah (mm) F1 (Intan x G1-K) 32.41 ± 2.95 3.91 ± 1.04 37.63 ± 3.35 F1R (G1-K x Intan) 34.25 ± 2.81 4.81 ± 1.23 37.53 ± 3.50 t-hitung -1.81tn 2.23* 0.09tn Prob > |t| 0.079 0.033 0.929 Keterangan :

*populasi F1 dan F1R berbeda nyata tn

populasi F1 dan F1R tidak berbeda nyata

Adanya pengaruh tetua betina pada pewarisan suatu karakter akan menyebabkan keturunan persilangan resiproknya memberikan hasil yang berbeda, dimana ciri tetua betina akan lebih dominan tampak pada keturunannya. Hal ini menyebabkan tidak dapat digabungkannya analisis pewarisan sifat F1 dan F1R karena akan menghasilkan segregasi F2 yang berbeda dan tidak sesuai dengan segregasi mendel (Ritonga 2013). Uji t yang dilakukan pada populasi F1 dan F1R memberikan hasil yang tidak berbeda nyata pada karakter bobot buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen didalam inti dan tidak ada pengaruh tetua betina dalam pewarisannya. Hasil penelitian (Kurniawan dan budiarto 2008) menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh maternal dalam pewarisan bobot buah segar tomat persilangan LV 6123 x LV 5152. Hasil uji t yang dilakukan pada karakter bobot per buah memberikan hasil yang berbeda nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa pewarisan dikendalikan oleh gen yang ada diluar inti dan ada pengaruh tetua betina dalam pewarisannya.

Sifat ketahanan sering dikendalikan oleh gen-gen inti atau gen sitoplasma. Efek maternal akan muncul jika gen pengendali sifat adalah gen sitoplasma (Permadi et al. 1991). Berdasarkan uji t yang dilakukan pada populasi F1 dan F1R terhadap karakter panjang daun dan lebar daun memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 7). Hal ini menunjukkan tidak adanya pengaruh maternal terhadap pewarisan karakter panjang daun pada tanaman tomat. Tidak adanya pengaruh tetua betina merupakan indikasi bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen-gen didalam inti (Roy 2000).

14

Tabel 6 Uji t-student populasi F1 dan F1R karakter bobot per buah, bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman

Populasi Bobot per buah (gram)

Bobot buah per tanaman (gram)

Jumlah buah per tanaman F1 (Intan x G1-K) 31.58±6.77 860.67±183.73 48.00 ± 11.36 F1R(G1-KxIntan) 22.07±4.93 870.21±337.12 51.38 ± 12.44 t-hitung 3.85* -0.41tn -0.71tn Prob > |t| 0.001 0.686 0.48 Keterangan :

*populasi F1 dan F1R berbeda nyata tn

populasi F1 dan F1R tidak berbeda nyata

Tabel 7 Uji t-student populasi F1 dan F1R karakter panjang daun dan lebar daun

Populasi Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) F1 (Intan x G1-K) 22.29 ± 3.08 18.17 ± 1.68 F1R (G1-K x Intan) 23.22 ± 2.86 19.70 ± 2.74

t-hitung -0.88tn -1.91tn

Prob > |t| 0.38 0.067

Keterangan :

*populasi F1 dan F1R berbeda nyata tn

populasi F1 dan F1R tidak berbeda nyata

Adanya pengaruh tetua betina pada pewarisan suatu karakter akan menyebabkan keturunan persilangan resiproknya memberikan hasil yang berbeda, dimana ciri tetua betina akan lebih dominan tampak pada keturunnnya. Hal ini menyebabkan tidak dapat digabungkannya analisis pewarisan sifat F1 dan F1R karena akan menghasilkan segregasi F2 yang berbeda dan tidak sesuai dengan segregasi mendel (Ritonga 2013). Karakter panjang kotiledon, lebar kotiledon dan panjang hipokotil menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap Hasil uji t yang dilakukan pada populasi F1 dan F1R (Tabel 8). Hal ini berarti adanya pengaruh tetua betina dalam pewarisan karakter tersebut.

Untuk menganalisis adanya efek maternal dilakukan uji t terhadap populasi F1 dan resiprokalnya dengan memperhatikan kesamaan ragam. Pasangan tetua yang nilai karakternya berbeda nyata menunjukkan adanya efek maternal dalam pewarisan karakter (Stell dan Torrie 1981). Hasil uji t yang dilakukan pada karakter tinggi tanaman dan diameter batang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 9). Hal ini menunjukkan adanya pengaruh tetua betina pada pewarisan karakter tersebut. Sifat tersebut dikendalikan oleh gen-gen diluar inti. Sedangkan uji t yang dilakukan pada karakter umur berbunga dan umur panen menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel 9). Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya pengaruh tetua betina dalam pewarisan karakter tersebut dan dikendalikan oleh gen didalam inti.

15 Karakter padatan terlarut total menghasilkan hasil yang berbeda nyata terhadap uji t yang dilakukan pada populasi F1 dan F1R (Tabel 10). Hal ini mengindikasikan bahwa adanya pengaruh tetua betina dalam pewarisan karakter padatan terlarut total buah tomat yang dikendalikan oleh gen diluar inti. Hasil penelitian (Hartatik 2007) menunjukkan bahwa sifat ketahanan tanaman jagung dikendalikan oleh gen-gen didalam inti atau sitoplasma.

Tabel 8 Uji t-student populasi F1 dan F1R karakter panjang kotiledon, lebar kotiledon dan panjang hipokotil

Populasi Panjang kotiledon Lebar kotiledon Panjang hipokotil F1 (Intan x G1-K) 2.25 ± 0.18 0.76 ± 0.1 4.49 ± 0.61 F1R (G1-K x Intan) 1.92±0.28 0.64±0.08 3.72±0.44

t-hitung 4.25* 3.9* 4.46*

Prob > |t| <0.001 <0.001 <0.001 Keterangan :

*populasi F1 dan F1R berbeda nyata tn

populasi F1 dan F1R tidak berbeda nyata

Tabel 9 Uji t-student populasi F1 dan F1R karakter tinggi tanaman, diameter batang, umur berbunga dan umur panen

Populasi Tinggi

tanaman

Diameter batang

Umur

berbunga Umur panen F1 (Intan x G1-K) 93.28 ± 7.13 9.90 ± 1.12 32.30 ± 1.55 59.60 ± 1.02 F1R (G1-K x Intan) 87.63 ±7.38 11.35±1.10 31.32±2.00 59.79±1.08

t-hitung 2.2* -3.71* 1.67tn -0.46tn

Prob > |t| 0.036 0.001 0.105 0.65

Keterangan :

*populasi F1 dan F1R berbeda nyata tn

populasi F1 dan F1R tidak berbeda nyata

Tabel 10 Uji t-student populasi F1 dan F1R karakter padatan terlarut total Populasi Padatan terlarut total (Brix) F1 (Intan x G1-K) 8.55 ± 0.56 F1R (G1-K x Intan) 7.40±0.42

t-hitung 6.57*

Prob > |t| <0.001

Keterangan :

*populasi F1 dan F1R berbeda nyata tn

16

Nilai Potensi Rasio

Jika nilai hp <-1 atau hp >1 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen over dominan. Jika nilai hp berada pada kisaran 0 dan 1 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen dominan positif tidak sempurna (Petr dan Frey 1966). Nilai potensi rasio untuk karakter panjang buah adalah sebesar -0.67 (Tabel 11). Karakter panjang buah dikendalikan oleh aksi gen aditif. Karakter panjang buah pada hasil penelitian (Murti et al. 2004) dipengaruhi oleh efek kuat dominan (negatif) yang menunjukkan bahwa hasil persilangan GM1xGH menghasilkan ukuran panjang buah yang jauh lebih kecil dibandingkan tetua dengan ukuran lebih pendek. Karakter tebal daging buah yang dikendalikan oleh aksi gen over dominan dengan nilai potensi rasio 3.12 (Tabel 11) menunjukkan bahwa hasil persilangan menghasilkan nilai tengah ketebalan daging yang melebihi tetua tertinggi. Karakter diameter buah dikendalikan oleh aksi gen aditif dengan nilai potensi rasio sebesar 0.20 dan 0.30 (Tabel 11). Efek dominan positif tidak sempurna pada persilangan GM3xGP terdapat pada diameter buah (Murti et al. 2004).

Tabel 11 Nilai potensi rasio dan aksi gen karakter panjang buah, tebal daging buah dan diameter buah

Populasi Panjang buah (mm) Tebal daging buah (mm) Diameter buah (mm) P1 (Intan) 40.89 ± 3.67 3.76 ± 1.12 43.27 ± 5.29 P2 (G1-K) 30.73 ± 2.89 3.62 ± 0.88 29.10 ± 3.77 F1 (Intan x G1-K) 32.41 ± 2.95 3.91 ± 1.04 37.63 ± 3.35 Potensi rasio -0.67 3.12 0.20

Aksi gen Aditif Over

dominan Aditif

Nilai potensi rasio untuk karakter bobot per buah sebesar 0.46 (Tabel 12). Karakter tersebut dipengaruhi oleh aksi gen aditif. Hasil penelitian (Murti et al. 2004) bahwa karakter bobot buah pada tomat persilangan GM1 x GH dikendalikan oleh aksi gen dominan positif tidak sempurna. Karakter bobot buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman dikendalikan oleh aksi gen aditif dengan nilai potensi rasio sebesar -0.02 (Tabel 12). Hasil penelitian (Murti et al. 2004) menunjukkan bahwa jumlah buah pada persilangan GM3 x GH dipengaruhi oleh efek dominan.

Nilai potensi rasio suatu karakter sebesar <-1 atau hp >1 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen over dominan (Petr dan Frey 1966). Karakter panjang daun dan lebar daun tomat dikendalikan oleh aksi gen over dominan dengan nilai potensi rasio masing-masing sebesar 4.10 dan 5.97 (Tabel 13). Hal ini memperlihatkan bahwa nilai tengah hasil persilangan pada kedua karakter lebih tinggi dibandingkan nilai tengah tetua tertinggi.

17 Tabel 12 Nilai potensi rasio dan aksi gen karakter bobot per buah, bobot buah per

tanaman, jumlah buah per tanaman Populasi Bobot per buah

(gram)

Bobot buah per tanaman (gram)

Jumlah buah per tanaman P1 (Intan) 38.18±5.56 973.45±365.00 35.67 ± 5.54 P2 (G1-K) 13.69±3.97 743.92±335.55 61.00± 19.10 F1 (IntanxG1-K) 31.58±6.77 860.67±183.73 48.00 ± 11.36

Potensi rasio 0.46 -0.02 -0.02

Aksi gen Aditif Aditif Aditif

Tabel 13 Nilai potensi rasio dan aksi gen karakter panjang daun dan lebar daun

Populasi Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) P1 (Intan) 20.00 ± 2.30 16.90 ± 2.84 P2 (G1-K) 18.52 ± 1.99 16.39 ± 1.54 F1 (Intan x G1-K) 22.29 ± 3.08 18.16 ± 1.68

Potensi rasio 4.10 5.97

Aksi gen Over dominan Over dominan

Nilai potensi rasio suatu karakter berada pada kisaran 0 dan 1 menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen dominan positif tidak sempurna (Petr dan Frey 1966). Nilai potensi rasio panjang kotiledon adalah 1.02 (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa karakter panjang kotiledon dikendalikan oleh gen dominan. Nilai potensi rasio lebar kotiledon adalah 2.11 (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa karakter lebar kotiledon dikendalikan oleh gen over dominan. Populasi F1 pada karakter panjang kotiledon dan lebar kotiledon memiliki nilai tengah yang lebih tinggi dibanding nilai tengah kedua tetuanya. Nilai potensi rasio panjang hipokotil adalah 0.94 (Tabel 14). Hal ini menunjukkan bahwa karakter panjang hipokotil dikendalikan oleh gen dominan. Hal ini memperlihatkan bahwa keturunan (F1) memiliki nilai tengah yang lebih besar dari tetua, namun nilainya tidak melebihi nilai tengah tetua tertinggi. Hasil penelitian (Ritonga 2013) menyatakan bahwa karakter panjang hipokotil, panjang kotiledon dan lebar kotiledon pada tanaman cabai persilangan IPB C2 x IPB C20 memiliki nilai potensi rasio yang berada pada kisaran 0 dan -1. Hal ini mengindikasikan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen dominan negatif tidak sempurna.

18

Tabel 14 Nilai potensi rasio dan aksi gen karakter panjang kotiledon, lebar kotiledon dan panjang hipokotil

Populasi Panjang kotiledon (cm) Lebar kotiledon (cm) Panjang hipokotil (cm) P1 (Intan) 1.60 ± 0.15 0.65 ± 0.05 3.31 ± 0.52 P2 (G1-K) 1.40 ± 0.28 0.72 ± 0.06 4.52 ± 0.53 F1 (Intan x G1-K) 2.25 ± 0.18 0.76 ± 0.1 4.49 ± 0.61 Potensi rasio 1.02 2.11 0.94

Aksi gen Dominan Over dominan Dominan

Nilai Potensi rasio pada karakter tinggi tanaman adalah 7.71 (Tabel 15). Karakter tersebut dikendalikan oleh aksi gen over dominan. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tengah hasil persilangan lebih besar dibandingkan dengan nilai tengah tetua tertinggi. Karakter diameter batang dikendalikan oleh aksi gen dominan negatif tidak sempurna dengan nilai potensi rasio sebesar -0.75(Tabel 15). Nilai F1 lebih dekat pada nilai tetua terendah yang artinya bahwa sebenarnya pada karakter diameter batang lebih dekat pada gen aditif. Karakter umur berbunga dikendalikan oleh aksi gen over dominan dengan nilai potensi rasio 1.72. Umur panen dikendalikan oleh aksi gen aditif dengan nilai potensi rasio 0.35 (Tabel 15). Tabel 15 Nilai potensi rasio dan aksi gen karakter tinggi tanaman, diameter

batang, umur berbunga dan umur panen

Populasi Tinggi tanaman (cm) Diameter batang (mm) Umur berbunga (hst) Umur panen (hst) P1 (Intan) 86.56 ± 12.13 11.71±1.19 31.94 ± 1.80 60.50 ± 1.36 P2 (G1-K) 88.11± 14.08 9.63 ±1.50 30.95± 1.00 56.88 ± 2.37 F1 (Intan x G1-K) 93.28 ± 7.13 9.90 ± 1.12 32.30 ± 1.55 59.60 ± 1.02 Potensi rasio 7.71 -0.75 1.72 0.35

Aksi gen Over

dominan Dominan negatif tidak sempurna Over dominan Aditif

Karakter padatan terlarut total dikendalikan oleh aksi gen over dominan dengan nilai potensi rasio sebesar 4.02 (Tabel 16). Aksi gen over dominan menunjukkan nilai tengah hasil persilangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai tengah tetua tertingginya.

19 Tabel 16 Nilai potensi rasio dan aksi gen padatan terlarut total

Populasi Padatan terlarut total (Brix)

P1 (Intan) 6.27±1.42

P2 (G1-K) 4.76 ±0.38

F1 (Intan x G1-K) 8.55 ± 0.56

Potensi rasio 4.02

Aksi gen Over dominan

Heritabilitas

Nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20%, cukup tinggi pada 20-50%, tinggi jika lebih dari 50% (Sujiprihati et al. 2003). Nilai heritabilitas arti luas dan arti sempit karakter panjang buah berada pada kisaran sedang yaitu 46.85% dan 42.77%. Karakter tebal daging buah dan diameter buah memiliki nilai heritabilitas arti luas pada kisaran rendah yaitu 10.24% dan 4.87%. Sedangkan nilai heritabilitas arti sempit karakter tebal daging buah dan diameter buah adalah 0% (Tabel 17), berada pada kisaran rendah. Hasil penelitian (Rostini et al. 2006) menyatakan bahwa nilai duga heritabilitas rendah pada nenas adalah lebar daun ke-2, berarti penampilan pada karakter tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor genetik sehingga akan sulit diwariskan pada generasi selanjutnya.

Hasil penelitian (Arif 2010) menyatakan bahwa nilai heritabilitas arti sempit bernilai nol diduga karena ragam BCP1 atau BCP2 bernilai lebih besar dibandingkan ragam keturunan kedua (F2). Nilai heritabilitas dalam arti sempit berada pada kisaran rendah diduga disebabkan oleh kontribusi gen-gen dominan lebih tinggi dibandingkan gen-gen aditif.

Tabel 17 Komponen ragam dan heritabilitas karakter panjang buah, tebal daging buah dan diameter buah

Komponen Panjang buah Tebal daging

buah Diameter buah Ragam P1 (Intan) 13.46 1.25 27.97 Ragam P2 (G1-K) 8.36 0.77 14.24 Ragam F1 (Intan x G1-K) 8.69 1.09 11.20 Ragam BCP1 (F1 x Intan) 17.40 5.03 25.82 Ragam BCP2 (F1 x G1-K) 12.68 0.83 16.53 Ragam F2 19.13 1.15 18.72 h2bs (%) 46.85 10.24 4.87 h2ns (%) 42.77 0 0

Heritabilitas dikatakan rendah jika kurang dari 20%, cukup tinggi pada 20-50%, dan tinggi jika nilainya lebih dari 50% (Syukur et al. 2012). Nilai heritabilitas arti luas dan arti sempit karakter bobot per buah berada pada kisaran tinggi yaitu 64.37% dan 60.79% (Tabel 18). Hasil penelitian (Arif 2010)

20

menunjukkan bahwa nilai heritabilitas arti sempit pada karakter bobot per buah berada pada kisaran rendah yaitu 0% pada persilangan cabai IPB C9 x IPBC10. Nilai h2ns yang sama dengan nol menunjukkan bahwa ragam aditif yang diduga dari ragam backcross, nilainya lebih besar dibandingkan dengan ragam fenotipik. Jika nilai ragam aditif lebih besar dari ragam fenotipik maka nilai h2ns akan bernilai negatif dan dianggap nol. Nilai h2ns yang rendah menyebabkan karakter-karakter tersebut dapat diseleksi pada generasi lanjut.

Nilai heritabilitas arti luas karakter bobot buah per tanaman berada pada kisaran sedang yaitu 26.77% dan h2ns sebesar 17.96 (Tabel 18). Sedangkan karakter jumlah buah per tanaman memiliki nilai heritabilitas arti luas pada kisaran sedang yaitu 45.16%, heritabiitas arti sempit bernilai 11.22% (Tabel 18). Hasil penelitian (Syukur et al. 2007) bahwa nilai heritabilitas arti luas pada karakter ketahanan terhadap penyakit antraknosa cabai tergolong tinggi, sedangkan heritabilitas arti sempit tergolong sedang, sehingga seleksi untuk perakitan cabai unggul tahan C. acutatum disarankan dilakukan pada generasi lanjut. Nilai tengah dan simpangan baku populasi P1, P2, F1, F1R, BCP1, BCP2 dan F2 dapat dilihat pada (Tabel 19). Menurut hasil penelitian (Ritonga 2013) menyatakan bahwa populasi F2 pada karakter hipokotil dan kotiledon memiliki jangkauan terlebar dibandingkan populasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa populasi

Tabel 18 Komponen ragam dan heritabilitas karakter bobot per buah, bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman

Komponen Bobot per

buah

Bobot buah per tanaman

Jumlah buah per tanaman Ragam P1 (Intan) 30.91 133 225 30.67 Ragam P2 (G1-K) 15.75 112 593 364.50 Ragam F1 (Intan x G1-K) 45.84 33 754.70 129.14 Ragam BCP1 (F1 x Intan) 70.22 145 772 171.54 Ragam BCP2 (F1 x G1-K) 50.24 85 883.50 430.08 Ragam F2 86.53 127 259 318.69 h2bs (%) 64.37 26.77 45.16 h2ns (%) 60.79 17.96 11.22

Tabel 19 Nilai tengah dan simpangan baku populasi P1, P2, F1, F1R, BCP1, BCP2 dan F2

Populasi/

Karakter Bobot per buah Bobot per tanaman Jumlah buah per tanaman P1 38.18±6.01 973.5±384.7 35.67± 5.87 P2 13.69±4.21 743.9±355.9 61.00±20.41 F1 31.58±7.10 860.7±190.2 48.00±11.79 F1R 22.07±5.09 870.2±346.9 51.38±12.95 BCP1 32.02±8.44 878.9±384.5 39.44±13.17 BCP2 18.44±7.17 867.7±294.8 60.67±20.84 F2 27.99±9.32 795.6±356.5 41.83±17.90

21 . Kurva respon karakter bobot per buah, bobot buah per tanaman dan jumlah buah per tanaman pada populasi P1, P2, F1, F1R, BCP1, BCP2 dan F2 dapat dilihat pada (Gambar 5, 6 dan 7). Populasi F2 memiliki keragaman yang tertinggi dibandingkan populasi lainnya. Keragaman F2 terjadi karena adanya segregasi maksimal pada populasi tersebut. Bobot buah per tanaman pada kedua tetua memiliki nilai tengah yang hampir sama karena jumlah buah pada P1 sedikit sedangkan bobotnya besar. Jumlah buah pada P2 banyak sedangkan bobotnya kecil. Hal ini mengakibatkan bobot buah per tanaman pada populasi P1 dan P1 mendekati angka yang sama, sehingga nilai tengahnya tidak menunjukkan perbedaan yang jauh.

(Gambar 5)

Gambar 5 Kurva respon populasi P1, P2, F1, F1R, BCP1, BCP2 dan F2 karakter bobot per buah

(Gambar 6)

Gambar 6 Kurva respon populasi P1, P2, F1, F1R, BCP1, BCP2 dan F2 karakter bobot per tanaman

22

(Gambar 7)

Gambar 7 Kurva respon populasi P1, P2, F1, F1R, BCP1, BCP2 dan F2 karakter jumlah buah per tanaman

Nilai heritabilitas arti luas pada karakter panjang daun memiliki nilai pada kisaran tinggi yaitu sebesar 66.30% (Tabel 20). Nilai heritabilitas arti sempit juga memiliki nilai pada kisaran tinggi yaitu 62.13% (Tabel 20). Pada karakter lebar daun, nilai h2bs sebesar 74.33% dan h2ns 61.79% yang juga berada pada kisaran tinggi. Kedua karakter banyak dipengaruhi oleh gen aditif daripada dominan, sehingga sifat tersebut akan diwariskan pada keturunan hasil persilangannya. Menurut (Pinaria et al.1995) bahwa nilai heritabilitas yang tinggi pada suatu karakter menunjukkan bahwa pada karakter tersebut faktor genetik lebih berperan dibanding faktor lingkungan. Umumnya seleksi dapat dilakukan pada generasi awal pada kondisi heritabilitas yang tinggi.

Tabel 20 Komponen ragam dan heritabilitas karakter panjang daun dan lebar daun

Komponen Panjang daun Lebar daun

Ragam P1 (Intan) 5.27 8.04 Ragam P2 (G1-K) 3.97 2.38 Ragam F1 (Intan x G1-K) 9.50 2.83 Ragam BCP1 (F1 x Intan) 13.62 12.89 Ragam BCP2 (F1 x G1-K) 11.94 10.91 Ragam F2 18.54 17.21 h2bs (%) 66.30 74.33 h2ns (%) 62.13 61.79

23 Nilai heritabilitas dikatakan rendah apabila kurang dari 20%, cukup tinggi pada 20-50%, tinggi jika lebih dari 50% (Sujiprihati et al. 2003). Nilai heritabilitas arti luas pada karakter panjang kotiledon dan panjang hipokotil

Dokumen terkait