• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Awal Tanah

Hasil analisis sifat fisik tanah awal menunjukkan bahwa tanah latosol (T1) memiliki tekstur klei dengan kandungan pasir, debu, dan klei masing-masing sebesar 5%, 19%, dan 76% sedangkan bobot isi sebesar 0.86 g/cm3. Contoh tanah simulasi yaitu T2 dan T3 masing-masing memiliki tekstur lom klei berpasir dan lom berpasir dengan bobot isi masing-masing sebesar 1.23 g/cm3 dan 1.36 g/cm3. Menurut Hardjowigeno (2002) lapisan tanah olah mineral biasanya mempunyai bobot isi antara 1.00-1.60 g/cm3. Kisaran antara 1.20-1.80 g/cm3 dijumpai pada tanah pasir dan lom berpasir.

Tabel 1 Hasil analisis sifat fisik berbagai tekstur tanah Perlakuan Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Tekstur Bobot isi (g/cm3) T1 5 19 76 Klei 0.86

T2 62 8 30 Lom klei berpasir 1.23

T3 81 4 15 Lom berpasir 1.36

Tabel 2 Hasil analisis sifat kimia berbagai tekstur tanah

Parameter Satuan Nilai Kategori

Tekstur klei

P tersedia ppm 3.32 Sangat rendah

K me/100 g 0.31 Rendah

N total % 0.17 Rendah

C-organik % 2.68 Sedang

pH - 4.3 Masam

Tekstur lom klei berpasir

P tersedia ppm 5.51 Rendah

K tersedia me/100 g 0.06 Sangat rendah

N total % 0.06 Sangat rendah

C-organik % 0.86 Sangat rendah

pH - 6.2 Agak masam

Tekstur lom berpasir

P tersedia ppm 5.02 Rendah

K tersedia me/100 g 0.04 Sangat rendah

N total % 0.03 Sangat rendah

C-organik % 0.46 Sangat rendah

pH - 6.5 Agak masam

15 Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa bobot isi terbesar adalah tanah dengan tekstur lom berpasir sedangkan terkecil adalah tanah bertekstur klei. Bobot isi pada tanah bertekstur klei hasil analisis pada penelitian ini adalah sebesar 0.86 g/cm3. Nilai bobot isi ini sama dengan hasil penelitian Rusdi (2003), hanya berbeda sedikit pada nilai persentase pasir, debu, dan kleinya. Menurutnya, Latosol Darmaga termasuk kedalam tekstur klei dengan persentase pasir, debu, klei masing-masing sebesar 5.95%, 16.60%, 77.45%. Tanah latosol pada lapisan olah memiliki bobot isi sebesar 0.86 g/cm3 dengan kerapatan jenis zarah (KJZ) sebesar 2.70 g/cm3 dan ruang pori total sebesar 68.20%.

Tanah bertekstur klei memiliki bobot isi yang lebih kecil daripada tanah bertekstur lom klei berpasir dan lom berpasir karena memiliki ruang pori total yang lebih banyak walaupun ukurannya secara umum lebih kecil dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih kasar seperti lom klei berpasir dan lom berpasir. Sebaliknya, tanah berpasir total ruang porinya lebih sedikit sehingga bobot isinya menjadi lebih besar (Kurnia et al., 2006). Pada tanah berpasir, walaupun ruang pori totalnya lebih sedikit, gerakan udara dan air cenderung lebih cepat karena adanya dominasi pori makro. Tanah dengan banyak pori makro sulit menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Pada penentuan bobot isi jumlah ruangan dalam tanah ikut diperhitungkan, yaitu ruang yang ditempati oleh padatan, air, dan udara. Bobot isi ditentukan oleh jumlah ruang pori dan padatan tanah.

Menurut Rusdi (2003) tinggi rendahnya bobot isi tanah selain dipengaruhi oleh tekstur tanah dan jumlah ruang pori, juga dipengaruhi oleh bahan organik yang dikandung. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tanah dengan tekstur lom berpasir memiliki kadar C-organik yang paling rendah jika dibandingkan dengan tanah bertekstur klei dan lom klei berpasir, sedangkan tanah bertekstur klei memiliki kadar C-organik yang lebih tinggi yaitu sebesar 2.68%. Tanah dengan kandungan bahan organik yang tinggi mempunyai berat volume yang relatif lebih rendah. Bahan organik merupakan bahan yang sarang (porous) sehingga membuat tanah menjadi lebih lepas atau sarang. Tanah yang sarang per satuan isi mempunyai bobot yang lebih ringan, sedangkan tanah yang padat akan memiliki bobot yang lebih berat persatuan isi.

Analisis sifat kimia menunjukkan bahwa tanah latosol memiliki kandungan nitrogen tanah yang tergolong rendah yaitu sebesar 0.17% Kandungan P tersedia tanah tergolong sangat rendah yaitu sebesar 3.32 ppm P. Kandungan K tanah tergolong rendah yaitu sebesar 0.31 me/100 gram sedangkan kandungan C-organik tergolong sedang yaitu sebesar 2.68%. Tanah tersebut tergolong masam dengan pH 4.3. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian Djuniwati et al. (2007) yang menyatakan bahwa Latosol Darmaga merupakan tanah masam dengan kadar C-organik dan N-total yang rendah. Hal ini berhubungan dengan sifat Latosol, merupakan tanah yang sudah mengalami pelapukan lanjut dengan dominasi klei tipe 1:1 (kaolinit). Kadar K yang dianalisis tidak sejalan dengan penelitian Djuniwati et al.(2007) yang menyatakan bahwa kadar K di tanah Latosol tinggi (0.90 me/100g) karena pengaruh residu pemupukan dan pengapuran, sedangkan hasil analisis menunjukkan kadar yang rendah (0.31 me/100g). Hasil ini diduga karena lokasi pengambilan sampel sudah lama tidak dijadikan tempat budidaya tanaman dengan pemupukan yang intensif dan jauh dari tempat budidaya tanaman lain,

16

sehingga kemungkinan adanya pengaruh residu pemupukan dan pengapuran kecil. Vegetasi yang ada di lokasi pengambilan sampel adalah rumput (Lampiran 19).

Pada bahan tanah bertekstur klei pada umumnya memiliki kandungan N total, K tersedia, C-organik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tanah bertekstur lom klei berpasir dan lom berpasir, namun kandungan P tersedia pada tanah bertekstur klei lebih rendah daripada kedua tekstur lainnya. Hal ini disebabkan karena pada tanah bertekstur lom klei berpasir dan lom berpasir memiliki pH yang lebih tinggi yang mana ketersediaan P lebih tinggi daripada tanah klei yang memiliki pH lebih rendah. Menurut Leiwakabessy (2003) pH memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap retensi P. Peningkatan pH akan mengurangi retensi P. Ketersediaa P tertinggi terjadi pada selang pH 6.0-6.5. Pada pH yang lebih rendah dari nilai ini, aktivitas P berkurang karena retensi R2O3dan di atas pH ini diretensi oleh ion-ion Ca dan Mg ataupun CaCO3. Pada tanah berteksur lom berpasir memiliki pH yang lebih besar dari tanah bertekstur lom klei berpasir dan klei. Berdasarkan hasil pengukuran pH pasir kuarsa yang digunakan sebagai bahan pencampur adalah sebesar 7.45.

Pengaruh Ketebalan Pasir Kuarsa dan Tanah terhadap KAKL Metode Alhricks

Pada analisis ini dibandingkan ketebalan pasir kuarsa yang digunakan dan contoh tanah yang akan diukur kadar air kapasitas lapangnya dengan metode Alhricks. Tujuan analisis variasi ini adalah untuk mencari ketebalan pasir kuarsa dan tanah yang paling baik dalam melakukan pengukuran kadar air kapasitas lapang dengan metode Alhricks. Dilakukan pada 3 variasi ketebalan pasir kuarsa dan tanah, di antaranya:

Variasi 1 (ketebalan pasir kuasa = 2 cm; ketebalan tanah = 6 cm)

Tebal pasir kuarsa adalah 2 cm sedangkan ketebalan tanah adalah 6 cm. Kedalaman pengambilan sampel tanah adalah 3 cm dari permukaan tanah dan letak pipa adalah 1 cm dari dasar wadah. Variasi ini merupakan metode standar yang biasa digunakan pada penetapan kadar air kapasitas lapang dengan metode Alhricks. Metode ini merujuk pada buku Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor tahun 1991.

Dinamika kadar air pada penetapan dengan metode Alhricks variasi 1 dapat dilihat pada Gambar 5. Pada variasi ini, kadar air pada tekstur klei mengalami penurunan dari hari pertama ke hari ke-2, yaitu dari 51.77% menjadi 51.28%, namun kadar airnya naik pada hari ke-3, yaitu sebesar 53.11%. Pada hari ke-4 kadar airnya turun menjadi 51.45% namun pada hari ke-5 naik lagi menjadi 53.61%. Begitu pula yang terjadi pada tanah bertekstur lom klei berpasir dan lom berpasir. Pada tanah bertekstur lom klei berpasir terjadi penurunan kadar air dari hari pertama sampai hari ke-3 yaitu dari 24.88% menjadi 23.06%, dan turun lagi menjadi 22.97%, namun mengalami kenaikan pada hari ke-4 dan ke-5 yaitu menjadi 23.37%, naik lagi menjadi 24.16%. Pada tekstur lom berpasir justru terjadi kenaikan kadar air dari hari pertama ke hari 2 yaitu 15.12% menjadi 16.87%, namun mengalami penurunan pada hari

ke-17 3 sampai ke-4 yaitu 15.33% menjadi 13.75% dan naik lagi pada hari ke-5 menjadi 15.18%.

Peristiwa naik turunnya kadar air ini merupakan penyimpangan yang terjadi pada penetapan kadar air kapasitas lapang, karena semestinya kadar air mengalami penurunan selama 2 sampai 3 hari lalu pada hari selanjutnya nilai kadar airnya relatif tetap. Penyimpangan ini dapat disebabkan karena adanya peristiwa kapilaritas, sehingga air yang berada pada pasir kuarsa akan membasahi tanah yang berada di atasnya yang mengakibatkan kadar airnya menjadi naik kembali. Hal ini diduga karena tebal pasir kuarsa yang digunakan terlalu tipis sehingga pada variasi-variasi lainnya dicobakan dengan tebal pasir kuarsa yang lebih tebal dari variasi ini dengan harapan dapat meminimalisir peristiwa kapilaritas.

Variasi 2 (ketebalan pasir kuarsa = 6 cm; ketebalan tanah = 3 cm)

Tebal pasir kuarsa adalah 6 cm sedangkan ketebalan tanah adalah 3 cm. Kedalaman pengambilan sampel tanah adalah 1.5 cm dari permukaan tanah dan letak pipa adalah 1 cm dari dasar wadah. Pada variasi ini tidak ada penyimpangan seperti pada variasi 1. Hasil yang diperoleh dari variasi ini cukup baik karena dari hari ke hari nilai kadar air mengalami penurunan. Pada variasi 2 ini tebal pasir kuarsa lebih besar daripada tebal tanah, sehingga air dapat terdrainase dengan baik dan tidak ada gejala kapilaritas.

Pada tekstur klei, penurunan kadar air dari hari pertama hingga hari ke-2 cukup drastis dibandingkan pada hari-hari selanjutnya yaitu dari 59.97% menjadi 57.20%, sedangkan penurunan kadar air pada hari selanjutnya relaif kecil yaitu 56.70% menjadi 56.24% lalu turun lagi menjadi 55.87%. Pada tanah bertekstur lom klei berpasir penurunan kadar air yang cukup drastis terjadi pada hari pertama hingga hari kedua yaitu dari 30.77% menjadi 26.54%, sedangkan pada hari-hari selanjutnya penurunan kadar airnya kecil bahkan relatif stabil. Kadar air pada hari ke-3, 4, dan 5 masing-masing sebesar 25.69%, 24.91%, dan 24.45%. Begitu pula yang terjadi pada tanah bertekstur lom berpasir, penurunan kadar air yang drastis terjadi pada hari pertama hingga ke-2, sedangkan pada hari ke-3 hingga ke-5 penurunan kadar air sangat kecil bahkan relatif stabil. Penurunan kadar air pada hari pertama hingga ke-5 masing-masing adalah sebagai berikut 18.85%, 15.30%, 12.99%, 12.27%, dan 12.11%.

Variasi 3 (ketebalan pasir kuarsa = 10 cm; ketebalan tanah = 10 cm)

Tebal pasir kuarsa adalah 10 cm sedangkan ketebalan tanah adalah 10 cm. Kedalaman pengambilan sampel tanah adalah 5 cm dari permukaan tanah dan letak pipa adalah 2 cm dari dasar wadah. Hasil kadar air dengan variasi ini tidak sebaik pada varias 2 karena terdapat penyimpangan seperti yang dialami pada variasi 1. Pada variasi ini tebal pasir kuarsa dan tanah yang digunakan adalah sama yaitu 10 cm. Pada variasi ini diduga masih terdapat gejala kapilaritas.

Pada tanah bertekstur klei, terdapat penurunan kadar air dari hari pertama hingga hari ke-4 namun terjadi peningkatan kadar air pada hari ke-5. Kadar air pada tanah bertekstur klei dari hari pertama hingga hari ke-4 berturut-turut sebagai berikut 56.82%, 53.62%, 53.11%, 51.22%, kemudian kadar airnya naik pada hari ke-5 menjadi 52.36%. Pada tanah bertekstur lom klei berpasir, kadar air pada hari pertama ke hari ke-2 mengalami penurunan yaitu dari 24.82%

18

menjadi 21.08% namun meningkat lagi pada hari ke-3 yaitu menjadi 24.08%. Pada hari ke-4 kadar airnya turun lagi menjadi 22.77% dan pada hari ke-5 kadar airnya meningkat lagi menjadi 23.19%. Hal serupa juga terjadi pada tanah dengan tekstur lom berpasir, terjadi peningkatan dan penurunan selama 5 hari pengukuran. Berikut kadar air pada tekstur lom berpasir dari hari pertama hingga hari ke-5 secara berturut-turut 9.72%, 12.82%, 10.75%, 11.10%, dan 10.63%. Adanya penyimpangan tersebut selain disebabkan karena gejala kapilaritas juga diduga karena kesalahan dalam teknik penyemprotan atau pemberian air yang tidak merata serta teknik pengambilan sampel yang salah.

Gambar 5 Kadar air kapasitas lapang metode Alhricks pada berbagai ketebalan pasir kuarsa dan tanah

Grafik di atas merupakan grafik polinomial yang dibuat untuk menghitung nilai kadar air kapasitas lapang. Data pada grafik tersebut merupakan nilai kadar air dari hari ke hari pada penetapan KAKL dengan metode Alhricks pada masing-masing variasi. Kadar air kapasitas lapang dapat dicari dari turunan pertama persamaan polinomial (Tabel 3) sehingga dapat diketahui nilai kadar air kapasitas lapangnya dan pada hari ke berapa kapasitas lapang tersebut tercapai. Nilai kadar air kapasitas lapang dan hari dapat dilihat melalui nilai ordinat dan absisnya.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan adanya penurunan kadar air dari hari ke hari. Pada aliran jenuh, semua ruang pori terisi penuh oleh air, air tersebut bergerak dengan cepat melalui pori yang lebih besar. Potensi matrik mendekati nol dan potensi gravitasi merupakan gaya utama yang mengakibatkan aliran (Foth, 1990). Pada hari pertama sampai ke dua penurunan kadar air sangat tajam setelah itu mulai landai atau datar. Menurut Supriyanto (1996), hal ini disebabkan karena mulai hari pertama sampai kedua air yang mengisi pori-pori makro terdrainase ke lapisan bawah dengan sangat cepat karena pengaruh gaya gravitasi bumi. Setelah itu drainase berjalan sangat lambat karena air yang tersisa di dalam tanah adalah yang mengisi pori-pori mikro. Tanah berpasir yang memiliki tekstur kasar memiliki waktu drainase yang lebih pendek. Tanah

19 bertekstur kasar mempunyai pori makro (pori drainase) yang dominan sehingga pada kondisi kadar air tinggi proses drainasenya jauh lebih cepat. Oleh karena itu, untuk tanah dengan tekstur lom berpasir diperlukan pengukuran yang lebih sering atau pada rentang waktu yang lebih rapat, misalnya diukur setiap jam.

Menurut hasil penelitian Baskoro dan Tarigan (2007), waktu drainase berhenti/hampir berhenti bervariasi untuk berbagai jenis tanah. Tanah bertekstur lom berpasir memiliki waktu drainase yang lebih pendek daripada tanah bertekstur liat. Secara umum dari ketiga variasi di atas, tanah dengan tekstur yang berbeda memiliki kadar air kapasitas lapang yang berbeda pula. Tanah bertekstur klei memiliki kadar air yang lebih besar daripada tanah bertekstur lom klei berpasir dan lom berpasir. Tanah bertekstur lom berpasir sangat mudah kering dibandingkan tanah bertekstur klei. Tanah dengan tekstur lebih halus sangat mudah menahan air tersedia lebih banyak (Foth, 1990).

Berdasarkan data pada Tabel 3, nilai R2 pada grafik variasi 1 tergolong rendah yaitu pada tekstur klei sebesar 0.390 dan pada tekstur lom berpasir tergolong sangat rendah yaitu sebesar 0.190, sedangkan pada tekstur lom klei berpasir, R2 yang dihasilkan tergolong sangat tinggi yaitu sebesar 0.925. Pada grafik variasi 3, Nilai R2 yang dihasilkan tidak begitu baik, hanya pada tanah dengan tekstur klei saja yang nilai R2 tergolong sangat tinggi yaitu 0.941, sedangkan kedua tekstur lainnya yaitu lom klei berpasir dan lom berpasir berturut-turut sebesar 0.178 dan 0.308. Nilai R2 yang dihasilkan dari grafik pada variasi 2 tergolong sangat tinggi, yaitu sebesar 0.948 untuk tekstur klei, 0.956 untuk tekstur lom klei berpasir, dan 0.997 untuk tekstur lom berpasir. Berdasarkan turunan persamaan polinomial tersebut dapat dicari nilai kadar air

Tabel 3 Persamaan polinomial, koefisien determinasi (R2), dan nilai kadar air kapasitas lapang pada tiap variasi dan tekstur tanah

Jenis tekstur tanah

Variasi Persamaan polinomial

Koefisien determinasi (R2) Kadar air kapasitas lapang (%-bobot) Klei 1 y = 0.129x2– 0.390x + 51.99 0.390 51.70 2 y = 0.344x2– 2.981x + 62.35 0.948 55.89 3 y = 0.521x2– 4.260x + 60.47 0.941 51.76 Lom klei berpasir 1 y = 0.407x2– 2.560 + 26.88 0.925 22.85 2 y = 0.544x2– 4.691x + 34.55 0.956 24.44 3 y = 0.290x2– 1.901x + 25.68 0.178 22.56 Lom berpasir 1 y = -0.048x2– 0.008x + 15.81 0.190 15.81 2 y = 0.597x2– 5.238x + 23.44 0.997 11.95 3 y = -0.337x2 + 2.032x + 8.614 0.308 11.67 Keterangan:

Y: Kadar air (%-Bobot) X: Waktu (hari)

20

kapasitas lapang untuk masing-masing tekstur. Pada tanah bertekstur klei, nilai kadar air kapasitas lapangnya paling besar yaitu sebesar 55.89%, pada tekstur lom klei berpasir kadar air kapasitas lapangnya sebesar 24.44%, dan pada tekstur lom berpasir kadar air kapasitas lapangnya sebesar 11.95%. Dari ketiga tekstur tanah tersebut kadar air kapasitas lapangnya dicapai pada hari ke-4 sampai ke-5. Berdasarkan ketiga variasi tersebut maka variasi 2 adalah yang paling baik daripada variasi lainnya karena menghasilkan persamaan dengan nilai R2 yang paling tinggi sedangkan variasi lainnya menghasilkan nilai R2 yang rendah, sehingga persamaan yang dihasilkan dari grafik tersebut tidak dapat digunakan. Pada ketebalan pasir kuarsa yang lebih besar seperti pada variasi 2, air akan terdrainase bebas ke lapisan pasir karena pengaruh gaya gravitasi dan kemungkinan terjadinya kapilaritas lebih kecil karena jarak tempuh air gravitasi semakin jauh. Jika ketebalan pasir kuarsa kecil maka air akan lebih cepat mengisi pori makro sehingga pasir kuarsa menjadi jenuh.

Pengaruh Tekstur dan Metode Pengukuran terhadap Nilai Kadar Air Kapasitas Lapang

Hasil sidik ragam (Tabel lampiran 2) menunjukkan bahwa faktor tekstur tanah, metode pengukuran kadar air kapasitas lapang serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap nilai kadar air kapasitas lapang. Hasil analisis kadar air kapasitas lapang berdasarkan uji lanjut Duncan tersaji pada Tabel 4.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat nilai kadar air kapasitas lapang antara ketiga tekstur berbeda nyata. Kadar air kapasitas lapang pada T1 lebih besar daripada T2 dan T3. Kadar air kapasitas lapang pada T1, T2, dan T3

masing-Tabel 4 Nilai kadar air kapasitas lapang (%-bobot) pada berbagai tekstur tanah yang diukur dengan metode berbeda

Metode pengukuran KAKL Tekstur Rata-Rata Klei (T1) Lom klei berpasir (T2) Lom berpasir (T3) (metode) Alhricks (M1) 55.89 b 24.44 c 11.95 e 30.76 b Drainase bebas (M2) 54.13 b 17.97 d 11.72 e 27.94 c Pressure plate (M3) 76.53 a 18.81 d 9.09 ef 34.81 a Rata-Rata (tekstur) 62.18 a 20.42 b 10.92 c

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang diarsis menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom rata-rata (metode) menunjukkan berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%, angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris rata-rata (tekstur)

21 masing sebesar 62.18%, 20.42%, dan 10.92%. Hal ini disebabkan karena water holding capacity tanah bertekstur klei lebih besar daripada tanah bertekstur lom klei berpasir dan lom berpasir. Nilai kadar air kapasitas lapang antar ketiga metode berbeda nyata. Kadar air kapasitas lapang pada M3nilainya paling besar yaitu 34.81%, sedangkan kadar air kapsitas lapang pada M1 dan M2 nilainya berturut-turut sebesar 30.76% dan 27.94%. Menurut Sulaeman (2011) hal ini diduga karena terjadi penyumbatan pori kapiler pada pengukuran kadar air dengan menggunakan metode Pressure plate, akibatnya saat contoh tanah ditekan dengan tekanan 1/3 atm di dalam pressure plate apparatus air tidak sepenuhnya bergerak ke bawah. Hal ini menyebabkan kandungan air yang terukur lebih besar.

Nilai kadar air kapasitas lapang pada tanah bertekstur klei yang diukur dengan metode Pressure plate (T1M3) lebih besar daripada yang diukur dengan metode Alhricks (T1M1) dan Drainase bebas (T1M2), yaitu berturut-turut sebesar 76.53%, 55.89%, dan 54.13%. Pada tekstur lom klei berpasir, kadar air kapasitas lapang yang diukur dengan metode Alhricks (T2M1) nilainya lebih besar daripada metode Pressure plate (T2M3) dan metode Drainase bebas (T2M2), yaitu berturut-turut sebesar 24.44%, 18.81%, dan 17.97%. Pada tekstur lom berpasir, kadar air kapasitas lapang yang diukur dengan metode Alhricks (T3M1) nilainya lebih besar daripada kadar air kapasitas lapang yang diukur dengan metode Drainase bebas (T3M2) dan Pressure plate (T3M3), yaitu berturut-turut sebesar 11.95%, 11.72%, dan 9.09%.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran, kadar air kapasitas lapang pada tekstur klei yang diukur dengan metode Pressure plate

menghasilkan nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 76.53%. Hal ini terjadi karena pada penetapan KAKL dengan metode Pressure plate, sebelum diberikan tekanan terlebih dahulu dilakukan penjenuhan menggunakan contoh tanah utuh. Pada saat proses penjenuhan terjadi gangguan, yang mana terdapat perpecahan agregat tanah menjadi butir-butir tanah yang berukuran lebih kecil. Perpecahan ini terjadi terutaman akibat proses slaking. Menurut USDA (2008) slaking ini dapat terjadi karena agregat tanah tidak kuat menahan internal stress yang diakibatkan oleh air pada saat perendaman sehingga terjadi perpecahan agregat tanah yang berukuran besar menjadi mikroagregat yang berukuran lebih kecil. Selain itu slaking juga dapat terjadi akibat agregat tidak cukup kuat atau stabil bertahan terhadap tekanan yang dihasilkan oleh swelling (pembengkan), udara terjerap, pelapasan panas secara cepat selama pembasahan, dan tindakan mekanik pergerakan air (Lado et al., 2004). Akibatnya pada saat contoh tanah dijenuhkan menjadi over jenuh kemudian saat ditekan dengan tekanan 1/3 atmosfir air menjadi terjebak karena inkontinuitas pori, sehingga kadar air yang terukur menjadi lebih besar.

Berdasarkan perbedaan metode, nilai KAKL pada tanah bertekstur klei yang diukur dengan metode Alhricks dan Drainase bebas berbeda nyata dengan metode Pressure plate, namun metode Alhricks dan Drainase bebas tidak berbeda nyata. Kadar air kapasitas lapang pada tekstur klei yang diukur dengan

Pressure plate hasilnya jauh lebih besar daripada yang diukur dengan metode Alhricks dan Drainase bebas. Sejalan dengan penelitian Hasugian (1994) yang menyatakan bahwa tanah dengan tekstur klei mencapai kapasitas lapang pada pF 3.50 sedangkan tanah dengan tekstur lom klei berpasir mencapai kapasitas

22

lapang pada pF 2.50. Menurut Supriyanto (1996) tanah bertekstur lom dan pasir nilai kapasitas lapang mendekati tegangan air pada pF 2.

Pada tanah bertekstur kasar, KAKL yang diukur dengan metode Pressure plate nilainya relatif kecil, yaitu 18.81% pada tekstur lom klei berpasir dan 9.09% pada tektur lom berpasir, hal ini disebabkan karena bahan tanah yang digunakan merupakan tanah terganggu hasil percampuran antara tanah dan pasir kuarsa. Bahan tanah tersebut memiliki partikel yang masih sangat lepas, tidak memiliki struktur dan tidak teragregasi. Cara pengukuran KAKL dengan metode

Pressure plate yang seharusnya menggunakan contoh tanah utuh (tidak terganggu) juga dapat mempengaruhi nilai KAKL yang dihasilkan.

Pada tekstur lom berpasir pengukuran kadar air kapasitas lapang dengan metode Pressure plate menghasilkan nilai yang paling kecil jika dibandingkan dengan metode Alhricks dan Drainase bebas. Hal ini dapat terjadi karena contoh tanah yang digunakan pada penetapan kadar air kapasitas lapang dengan metode

Pressure plate hanya setebal kurang lebih 2 cm. Air yang ada pada contoh tanah

Dokumen terkait