Hasil
Kondisi Umum
Percobaan ini dilakukan di rumah kaca dengan polybag menggunakan media tanam tanah seperti pada Gambar 2. Hasil analisis tanah sebelum penelitan (lampiran 11) menunjukkan tanah tersebut tergolong tanah Latosol dan termasuk tanah masam dengan pH 4.6 dan tergolong memiliki sifat kimia tanah rendah (Hardjowigeno, 2003).
Hama yang ditemukan pada percobaan ini yaitu hama ganjur yang disebabkan oleh Pachydiplosis oryzae, wereng padi hijau (Nephotettix apicalis), wereng padi coklat (Nilaparvata lugens), walang sangit (Leptocoriza acuta) dan burung. Hama ganjur, wereng dan walang sangit hanya dilakuan pengendalian manual. Untuk hama burung dilakukan pengendalian dengan memberi sungkup pada setiap tanaman di polybag. Sedangkan gulma yang ada yaitu Poeraria javanica, Axonopus compressus, Melastoma malabathricum dan Ageratum conizoides (lampiran 14). Panen dilakukan pada bulan Mei 2009 dengan umur panen 163 hari (23 MST) karena pertumbuhannya tidak seragam dengan pertimbangan pada umur 110 dan 140 hari malai padi belum mencapai 90 % menguning untuk menentukan umur panen (Prasetyo, 2001).
Pupuk
Sebelum penanaman pada bulan Desember 2008, dilakukan penelitian pendahuluan untuk penyiapan ekstrak kompos sebagai salah satu komponen perlakuan. Melalui proses yang sudah dijelaskan sebelumnya, selanjutnya di ambil dua contoh pupuk ekstrak kompos yang mewakili ekstrak kompos tanpa mikroba (ekstrak kompos 1) dan ekstrak kompos dengan menggunakan mikroba (ekstrak kompos 2). Hasil analisis ekstrak kompos (Tabel 1) tanpa mikroba lebih tinggi kandungan unsur C dibanding mengunakan mikroba, sedangkan pada unsur N, P dan K, ekstrak kompos dengan mikroba lebih tinggi kandunganya dibanding dengan tanpa mikroba (Lab. Dep. ITSL IPB, 2009). Menurut Taslim (2006), kandungan unsur hara secara berturut-turut pada urea, SP-18 dan KCl adalah 46 % N, 18 % P2O5 dan 60 % K2O. Berdasarkan penilitian IRRI(2006) pupuk kompos mengandung unsur 1.2 % N, 0.88 % P2O5 dan 0.8 %.
Hasil analisis pupuk ekstrak kompos 1 dan 2 serta hasil tinjauan pustaka pada kompos dan pupuk kimia menunjukkan adanya perbedaan kandungan unsur hara makro ( N, P dan K) pada masing-masing pupuk (Tabel 3). Secara berurutan berdasarkan kandungan pupuk dari empat perlakuan dimulai dari yang paling tinggi yaitu untuk N adalah pupuk kimia, kompos, ekstrak kompos 2, terakhir ekstrak kompos 1. Sedangkan unsur P adalah kompos, pupuk kimia, ekstrak kompos 2 kemudian ekstrak kompos 1. Untuk unsur K adalah sama dengan unsur P urutannya.
Tabel 3. Kandungan Unsur N, P dan K pada Berbagai Sumber Pupuk
Perlakuan Kandungan pupuk per polybag (g) N P (P2O5) K (K2O) Kontrol 0 0 0 Pupuk Kimia 0.552 0.090 0.120 Kompos 0.540 0.396 0.360 Ekstrak Kompos 1 0.005 0.002 0.063 Ekstrak Kompos 2 0.015 0.005 0.098
(Sumber : Lab. Dep. Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, 2008 dan IRRI, 2008)
Perbedaan kandungan unsur makro (N, P dan K) pada empat perlakuan pupuk diduga dapat berpengaruh terhadap beberapa peubah pertumbuhan dan
produksi padi gogo. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil analisis ragam pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi gogo adalah seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Rekapitulasi F-Hitung, dan Koefisien Keragaman Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo
Peubah Waktu Pengamatan (MST) F-Hitung KK(%)
Tinggi Tanaman 4 5.69* 3.24 5 3.64tn 4.67 6 2.42tn 7.68 7 4.75* 8.94 8 7.17** 8.06 Jumlah Anakan 4 0.54tn 16.45 5 0.29tn 14.97 6 0.25tn 14.78 7 0.19tn 14.37 8 0.27tn 15.95 20 4.34* 16.14
Bagan Warna Daun 6 2.19tn 6.22
7 1.13tn 5.73
8 0.69tn 7.96
Jumlah Anakan Produktif Saat panen 1.50tn 12.62
Panjang Malai Saat panen 10.96** 4.45
Jumlah Gabah Permalai Saat panen 5.95* 9.78
Persen Gabah Hampa Saat panen 1.33tn 31.09
Bobot Gabah Saat Panen Saat panen 11.10** 15.46
Bobot 1000 Butir Saat panen 0.44tn 6.53
Persen Hijau Mengapur Saat panen 1.05tn 15.58
Keterangan: * = berbeda nyata pada taraf 5%, **=berbeda sangat nyata pada taraf 1% tn = tidak berbeda nyata
Tinggi Tanaman
Sumber pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 4 dan 7 MST, serta sangat nyata pada 8 MST (Tabel 3). Pupuk kompos (P2) secara nyata menghasilkan tinggi tanaman padi gogo yang paling tinggi mulai dari awal pertumbuhan (4 MST) hingga akhir pertumbuhan (7 dan 8 MST). Namun pada akhir pertumbuhan (7 dan 8 MST) perlakuan pupuk kimia (P1) menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda dengan kompos, dan lebih tinggi dari pupuk
yang lainnya. Tinggi tanaman tanpa pupuk (P0) dan yang dipupuk ekstrak kompos 1 dan ekstrak kompos 2 adalah lebih rendah dari perlakuan pupuk kompos dan pupuk kimia (Tabel 5). Tinggi tanaman mengalami peningkatan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.
Tabel 5. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Padi Gogo di Rumah Kaca
Perlakuan Minggu Setelah Tanam (MST)
4 5 6 7 8
...cm...
Kontrol (P0) 39.7b 44.0 45.6 50.1b 55.2b
Pupuk kimia (P1) 40.8b 45.4 51.2 59.8a 66.8a Pupuk kompos (P2) 44.0a 49.6 51.6 61.5a 69.4a Ekstrak kompos 1 (P3) 41.0b 44.7 46.1 50.5b 57.2b Ekstrak kompos 2 (P4) 39.4b 43.8 44.7 48.4b 52.3b
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %
Gambar 3. Grafik Pertumbuhan Tinggi Tanaman
Jumlah Anakan
Perlakuan pupuk berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada umur 20 MST, sedangkan sebelumnya tidak nyata pengaruhnya. Pupuk kompos memiliki jumlah anakan paling banyak pada umur 20 MST. Begitu juga pupuk kimia sama dengan pupuk kompos dan lebih banyak dari perlakuan yang lainnya.
Jumlah anakan yang dipupuk kimia (11.7) dan pupuk kompos (11.5) lebih banyak dari perlakuan yang dipupuk ekstrak kompos 1 dan ekstrak kompos 2 (Tabel 6).
Tabel 6. Jumlah Anakan Tanaman Padi Gogo pada Umur 4 – 8 MST dan 20 MST
Perlakuan Minggu Setelah Tanam (MST)
4 5 6 7 8 20
...anak...
Kontrol (P0) 5.0 5.0 4.9 4.7 4.8 7.8b
Pupuk kimia (P1) 4.6 4.7 4.7 4.7 4.6 11.7a
Pupuk kompos (P2) 4.7 4.7 4.9 4.7 4.7 11.5a
Ekstrak kompos 1 (P3) 4.6 4.7 4.5 4.5 4.4 8.4b Ekstrak kompos 2 (P4) 5.4 5.1 4.9 5.0 5.0 8.5b
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %
Bagan Warna Daun
Bagan warna daun (BWD) tidak dipengaruhi oleh sumber pupuk karena secara analisis statistik tidak nyata dari 6 sampai 8 MST. Seperti halnya tinggi tanaman dan jumlah anakan pada BWD juga, pupuk kimia dan pupuk kompos memilliki nilai BWD yang lebih tinggi dari 6 sampai 8 MST dibanding ekstrak kompos 1 dan ekstrak kompos 2, walaupun tidak nyata perbedaanya. Bahkan pada 8 MST tanaman yang dipupuk kompos memilki nilai BWD paling tinggi dan yang dipupuk ekstrak kompos 2 memilki nilai paling rendah (Tabel 7).
Tabel 7. Nilai Bagan Warna Daun Tanaman Padi Gogo di Rumah Kaca
PERLAKUAN Minggu Setelah Tanam (MST)
6 7 8 Kontrol (P0) 3.1 3.1 3.1 Pupuk kimia (P1) 3.4 3.3 3.2 Pupuk kompos (P2) 3.3 3.3 3.3 Ekstrak kompos 1 (P3) 3.0 3.1 3.1 Ekstrak kompos 2 (P4) 3.1 3.1 3.0
Jumlah Anakan Produktif
Anakan produktif adalah anakan yang menghasilkan malai. Jumlah anakan produktif tidak dipengaruhi secara nyata sumber pupuk. Dari segi jumlah perlakuan pupuk kompos yang memiliki jumlah anakan produktif paling banyak (7.6) sedangkan yang paling sedikit adalah tanaman yang dipupuk ekstrak kompos 2 ( 6.1 ) walaupun tidak nyata.
Berdasarkan persentase anakan produktif dari jumlah anakan keseluruhan, perlakuan ekstrak kompos 1 memiliki persentase paling tinggi (86.25 %) walaupun dari jumlah anakan paling sedikit. Sedangkan paling kecil persentase anakan produktifnya pada perlakuan pupuk kimia (63.73 %) padahal jumlah anakan paling banyak (Tabel 8).
Tabel 8. Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi Gogo pada Saat Panen
Perlakuan Jumlah anakan Jumlah Anakan Produktif Persentase ....anakan... ...%... Kontrol (P0) 8.3 6.3 75.60 Pupuk kimia (P1) 10.2 6.5 63.73 Pupuk kompos (P2) 10.1 7.6 75.50 Ekstrak kompos 1 (P3) 8.0 6.9 86.25 Ekstrak kompos 2 (P4) 9.3 6.1 65.83
Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai
Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok tanam. Dari sumbu utama pada ruas buku yang terakhir inilah biasanya panjang malai (rangkaian bunga) di ukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi tiga ukuran : malai pendek <20 cm, malai sedang antara 20-30 cm dan malai panjang >30 cm (AAK, 1990). Varietas Situ Bagendit termasuk malai yang pendek karena panjang malai kurang dari 20 cm (Tabel 9).
Sumber pupuk organik berpengaruh sangat nyata terhadap panjang malai. Perlakuan pupuk kimia menghasilkan tanaman dengan panjang malai yang paling panjang pada saat panen yang tidak berbeda dengan perlakuan pupuk kimia.
Perlakuan ekstrak kompos 1 dan ekstrak kompos 2 menghasilkan panjang malai lebih pendek dari pupuk kompos dan pupuk kimia dan sama dengan kontrol.
Tabel 9. Panjang Malai dan Jumlah Gabah per Malai
Perlakuan Panjang malai Jumlah gabah per Malai
...cm... ...butir...
Kontrol (P0) 15.10b 19.5c
Pupuk kimia (P1) 17.63a 25.8a
Pupuk kompos (P2) 16.43a 24.1ab
Ekstrak kompos 1 (P3) 14.74b 21.5bc
Ekstrak kompos 2 (P4) 14.44b 16.6c
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %
Berdasakan analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah per malai berbeda nyata. Perlakuan pupuk kimia memiliki jumlah malai paling banyak (25.8) sedangkan paling rendah perlakuan ekstrak kompos 2 (16.6) tidak berbeda dengan perlakuan kontrol (19.5) dan perlakuan ekstrak kompos 1 (21.5). Perlakuan pupuk kompos tidak berbeda nyata dengan perlakuan kimia dan perlakuan ekstrak kompos 1.
Bobot Gabah Panen dan Bobot 1000 Butir
Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan pada bobot gabah saat panen dari 10 polybag berbeda sangat nyata. Perlakuan pupuk kimia memiliki bobot paling berat (37.104 gram), sedangkan perlakuan ekstrak kompos 1 memiliki bobot paling rendah (17.838 gram) dan secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan ekstrak kompos. Bobot gabah perlakuan pupuk kompos lebih rendah dari pupuk kimia, tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol dan ekstrak kompos 2 . Perlakuan ekstrak kompos 2 dan kontrol tidak berbeda nyata dengan ekstrak kompos , tetapi berbeda dengan pupuk kompos.
Perlakuan pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir. Bobot 1000 butir perlakuan pupuk kimia menghasilkan bobot paling tinggi (22.36 g), paling rendah perlakuan ekstrak kompos 1 (21.06 g) walaupun tidak berbeda nyata.
Tabel 10. Bobot Gabah dan Bobot 1000 butir Perlakuan
Bobot Gabah panen / 10 rumpun
Bobot 1000 butir
...gram...
Kontrol (P0) 23.65cb 21.61
Pupuk kimia (P1) 37.10a 22.36
Pupuk kompos (P2) 25.65b 21.17
Ekstrak kompos 1 (P3) 17.84c 21.06
Ekstrak kompos 2 (P4) 20.50cb 21.16
Rata-rata 24.9 21.5
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %
Persen Gabah Hampa dan Persen Hijau Mengapur
Persentase gabah hampa tidak berbeda nyata dari pengaruh perlakuan. Tanaman dengan perlakuan pupuk kimia menghasilkan gabah hampa yang lebih tinggi (34.58%) dari perlakuan yang lain. Persentase gabah hampa terendah diperoleh dari tanaman dengan perlakuan ekstrak kompos 1 (19.62%), walaupun tidak berbeda nyata.
Persen butir mengapur tidak berbeda nyata antar perlakuan pupuk. Perlakuan pupuk kompos memiliki persentase butir hijau mengapur paling tinggi (9.77%) di banding dengan perlakuan yang lain sedangkan perlakuan ekstrak kompos 1 paling kecil (7.77%) walaupun tidak berbeda nyata.
Tabel 11. Persen Gabah Hampa dan Persen Butir Hijau Mengapur Perlakuan
Persen Gabah Hampa
Persen Butir Hijau Mengapur ...%... Kontrol (P0) 27.40 9.57 Pupuk kimia (P1) 34.58 9.53 Pupuk kompos (P2) 32.22 9.77 Ekstrak kompos 1 (P3) 19.62 7.77 Ekstrak kompos 2 (P4) 26.21 8.70 Rata –rata 28.00 9.10
Keterangan : angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %
Pembahasan
Penelitian ini hanya menggunkan media tanam tanah yaitu tanah latosol, tanpa menggunkan bahan organik maupun pupuk kimia sebagai pupuk dasar. Tanah latosol yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut: lebih dari 60% liat, kejenuhan basa kurang dari 50%, remah sampai gumpal, gembur dan warna tanah seragam dengan batas-batas horizon yang kabur (Hardjowigeno, 2003). Kondisi liat yang tinggi pada tanah latosol menjadikan tanah tersebut mengerut dalam keadaan kering. Dengan demikian perlu dilakukan penggemburan tanah dengan memukul-mukul bagian luar polybag dengan tangan kanan dan kiri agar udara dapat masuk ke dalam pori-pori tanah agar proses penyerapan hara oleh akar dapat berjalan dengan baik.
Walangsangit menyerang tanaman padi pada fase reproduktif ketika padi dalam kondisi masak susu sampai masak penuh. Pada masak penuh ditambah dengan burung. Pada masak penuh dilakukan penyungkupan seperti pada lampiran 15 yaitu dengan menggunakan kain kasa setiap rumpun tanaman. Proses penyungkupan ini mempersempit daun dalam menerima cahaya matahari sehingga keadaan tanaman menjadi lembab dan perkembangan hama semakin meningkat. Hal ini juga yang akan berpengaruh terhadap hasil gabah padi gogo.
Masa panen yang panjang 163 hari (23MST) diduga disebabkan perbedaan pada fase vegetatif. Lama stadia vegetatif dapat memepengaruhi masa stadia reproduktif dan setiap tanaman bisa berbeda pada stadia vegetatif akan tetapi masa waktu reproduktif akan tetap sama (Basyir at al, 1995). Salah satu faktor yang kemungkinan kuat juga berpengaruh pada keterlambatan ini adalah karena padi ditanam di rumah kaca dengan intensitas penyinaran yang agak rendah akibat kaca yang sedikit berlumut.
Ekstrak Kompos
Ekstrak kompos dengan metode yang seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya menghasilkan kandungan hara makro (N, P dan K) lebih rendah dibandingkan dengan kompos dan pupuk kimia (Tabel 3) . Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengimbangi kandungan kompos dan pupuk kimia yaitu dengan menambah dosis dan atau frekuensi pemberian pupuk. Ekstrak
kompos 1 membutuhkan penambahan dosis 100 kali lipat yaitu 3.5 liter/tanaman, ekstrak kompos 2 yaitu 33 kali lipat 1.2 liter/tanamam untuk mencapai kandungan N yang setara dengan pupuk kimia. Salah satu perinsip pemupukan adalah tepat waktu sehingga dengan 3.5 liter/tanaman untuk ekstrak kompos 1 kurang tepat apabila diaplikasikan dalam satu waktu tapi dengan 10 kali pemberian misalkan dari 0 MST-10 MST. Dengan kandungan hara yang rendah maka dapat juga diaplikasikan pada system budidaya hidroponik dengan pemberian hara yang terus menerus dalam jumlah yang sedikit.
Alternatif lain selain penambahan dosis dan frekuensi yaitu dengan membuat kombinasi atau formulasi bahan organik. Bahan organik yang digunakan dalam pembuatan ekstrak kompos ini adalah jerami dan kotoran sapi. Menurut Sutanto (2002) berdasarkan analisis laboratorium ilmu tanah UGM bahwa jerami padi mengandung 0.8 % nitrogen, 0.2 fosfor. Kotoran sapi 0.5-1.6 % nitrogen, 2.4-2.9 % fosfor dan 0.5 % kalium. Dengan kombinasi tersebut maka suatu hal yang wajar apabila kandungan unsur makro ekstrak kompos rendah. Untuk pemenuhan kebutuhan hara terhadap tanaman maka dibutuhkan kombinasi yang tepat dan banyak. Contoh kombinasi yang direkomendasikan adalah daun lamtoro (4% N, 0.3% P dan 2.5% K), kotoran sapi (0.5% N, 2.5% P dan 0.5% K), kotoran ayam (1% N, 9.5% P dan 0.3 % K), guano (0.5% N, 27.5% P dan 0.2 K) dan azolla (3.5% N, 1.2% P dan 2.5% K). Kombinasi bahan organik tersebut apabila dijumlahkan menghasilkan 9.5% nitrogen, 41% fosfor dan 6 % kalium.
Ektrak kompos 2 dengan menggunakan mikroba penambat nitrogen dan pelarut fosfat menghasilkan kandungan hara makro lebih tinggi dibanding ekstrak kompos 1 dengan tanpa mikroba (Tabel 1). Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh mikroba pada ekstrak kompos 2. Menurut Simanungkalit dan Suriadikarta (2006) bahwa bakteri Azotobacter sp. dan Azospirillium sp. dapat menambat N di udara dan Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat melarutkan fosfat dalam tanah. Penggunaan bakteri penambat N dan pelarut fosfat dalam pembuatan kompos jarang digunakan. Untuk pembuatan kompos biasa digunakan mikroorganisme dekomposer atau fermentasi.
Pertumbuhan dan Produksi Padi Gogo
Keberhasilan budidaya tanaman ditentukan oleh pertumbuhannya. Jika pertumbuhan tanaman baik, maka hasil panen akan tinggi. Sebaliknya, apabila pertumbuhannya kurang baik maka hasilnya akan rendah. Dalam budidaya padi, pertumbuhan ditunjukan oleh beberapa indikator tumbuh seperti tinggi tanaman, anakan, warna dan luas daun, dan bobot kering tanaman. Dengan memperhatikan indikator-indikator tumbuh tersebut maka kondisi tanaman padi di lapangan dapat diperkirakan. Walaupun masing-masing indikator tumbuh sangat tergantung pada sifat genetik.
Pertumbuhan padi dipengaruhi oleh kandungan hara, air dan energi (Fagi dan Las, 1988). Pada kondisi pertumbuhan tanaman yang tidak dibatasi oleh suplai air, masalah gulma, serta infestasi hama dan penyakit, produksi biomassa padi sangat ditentukan oleh suplai unsur hara N. Kebutuhan hara makro lainnya (P dan K) sangat bergantung pada suplai unsur hara N. Pupuk N telah diteliti dan nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, produksi gabah, panjang malai (Sugiyanta, 2007), ukuran daun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan kandungan protein gabah (Aryantha, 2002, Doberman dan Fairhurst dalam Sugiyanta, 2007). Syamsiyah (2008), menambahkan bahwa peningkatan hara P meningkatkan pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah daun dan indeks luas daun (ILD).
Hasil pengamatan menunjukan bahwa tinggi tanaman (4, 7 dan 8 MST), jumlah anakan (20 MST), jumlah gabah per malai, dan bobot gabah saat panen dipengaruhi sumber pupuk. Tinggi tanaman dan bobot gabah saat panen dipengaruhi sangat nyata dan yang lainnya nyata. Hasil yang nyata pada beberapa peubah yang diamati diatas menunjukkan bahwa adanya peran unsur makro (N, P dan K) pada sumber pupuk. Hasil analisis pupuk pada Tabel 11, pupuk kimia memiliki kandungan N paling tinggi (0.552 g/polybag) diikuti oleh pupuk kompos dengan kandungan unsur N (0.54 g/polybag). Walaupun N kompos lebih rendah dari pupuk kimia akan tetapi kandungan P kompos (0.396 g/polybag) lebih tinggi dari pupuk kimia (0.090 g/polybag). Kandungan unsur N inilah yang mempengaruhi pupuk kompos memiliki hasil yang tinggi pada tinggi tanaman
(4,7 dan 8 MST), jumlah anakan (20 MST), panjang malai dan jumlah gabah per malai saat panen. Hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan pupuk kimia kecuali pada tinggi tanaman 4 MST (Tabel 5).
Tingginya bobot gabah saat panen pada pupuk kimia diduga disebabkan pupuk kimia mengandung N lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kompos dan ektrak kompos. Walaupun P dan K dalam kompos lebih tinggi dari pupuk kimia, peran N terhadap produksi lebih tampak. Diduga kandungannya P dan K pada pupuk kimia sudah mencukupi. Untuk membuktikan tingkat kecukupan hara sebaiknya diadakan analisis hara tanah setelah percobaan.
Ekasrak kompos 2 dan ekstrak kompos 1 secara kandungan hara makro (N, P dan K) lebih rendah dibanding kompos dan pupuk kimia. Dengan kandungan seperti itu maka hasil dari tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah per malai dan bobot gabah saat panen lebih rendah dari pupuk kompos dan pupuk kimia. Begitu juga pada beberapa peubah yang tidak berbeda nyata seperti nilai BWD, jumlah anakan produktif, bobot 1000 butir, persen gabah hampa dan persen butir hijau mengapur ekstrak kompos 1 dan 2 menghasilkan lebih rendah dari pupuk kimia dan kompos.
Aplikasi ekstrak kompos pada penelitian ini dengan cara dikocor atau disiram langsung pada tanaman. Terdapat cara lain selain disiram yaitu disemprot. Menurut Marsono dan Sigit (2002) bahwa aplikasi pupuk cair lebih tepat dengan disemprot adapun aplikasi dengan cara disiram adalah untuk tanaman yang besar atau tanaman tahunan. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Rizqiani (2007) pada tanaman kedelai bahwa dengan aplikasi pupuk cair dengan disemprot dapat meningkatkan jumlah daun, jumlah cabang, luas daun, indeks luas daun, panjang akar, volume akar, Jumlah polong, bobot seger polong per tanaman dan bobot polong per hektar. Aplikasi pupuk cair melalui daun dapat mempercepat efek dari pupuk tersebut.
Ekstrak kompos 2 dengan aplikasi mikroba penambat nitrogen Azotobacter sp. dan Azospirillium sp. dan pelarut posfat Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. menghasilkan pertumbuhan dan produksi padi gogo lebih rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini, diduga bahwa efektifitas mikroba tersebut rendah saat ekstraksi akibat pemanfaatannya didalam cairan sehingga
bersifat anaerob. Sementra itu bakteri-bakteri tersebut adalah bakteri aerob (Krieg dan Holt, 1984). Selain itu bakteri tersebut mungkin tidak dapat berperan sebagai dekomposer dengan ketersediaan hara yang rendah.
Tinggi tanaman dan jumlah anakan dipengaruhi oleh pupuk N sedangkan untuk panjang malai, jumlah gabah permalai dan bobot gabah panen selain N juga dipengaruhi oleh pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman dan jumlah anakan. Pertumbuhan vegetatif tinggi maka akan menghasilkan produksi yang tinggi pula (Mezuan, 2002).
Bagan warna daun menunjukkan indentifikasi kandungan N melalui penilain warna hijau pada daun. Apabila mengacu pada Tabel 2 dengan perbedaan kandungan N yang beragam seharusnya terdapat perbedaan dalam nilai BWD. Akan tetapi dalam uji statistik tidak berbeda nyata. Hal tersebut terjadi karena BWD tidak dapat menunjukkan perbedaan hijau daun yang terlalu kecil (Gani, 2006). Dengan demikain diduga perbedaan hijau daun antara empat perlakuan tersebut kecil.
Yoshida (1975) dalam Syamsiyah (2008) mengatakan bahwa bobot 1000 butir merupakan ciri varietas. Dengan hasil tidak berbeda nyata pada bobot 1000 butir karena dalam percobaan ini menggunakan satu varietas. Hal tersebut dikuatkan dalam penelitan Iqbal (2008) dan Sugiyanta (2007) bahwa perlakuan dan penambahan unsur N tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir.
Persen gabah hampa merupakan kebalikan dari gabah isi. Faktor yang mempengaruhi gabah isi adalah kelembaban, temperatur, unsur N pada saat bunting serta hama dan penyakit (AAK, 1990). Persen gabah hampa tidak dipengaruhi oleh perlakuan pupuk diduga karena faktor yang lain seperti, temperatur dan hama. Temperatur rata-rata rumah kaca pada bulan Februari sampai bulan Maret yaitu 46oC sedangkan menurut Basyir at al (1995) temperatur maksimum untuk tanaman padi 35oC dan pada stadia pemasakan biji temperatur maksimum 30oC. Untuk hama yang mempengaruhi terhadap kehampaan yaitu walangsangit yang menyerang pada masa masak penuh.
Pada tiap peubah pengamatan ada yang dipengaruhi oleh pupuk dan ada yang tidak dipengaruhi oleh pupuk tetapi oleh faktor lain. Salah satunya adalah peubah bobot 1000 butir. Peubah ini lebih dipengaruhi oleh varietas karena
merupakan bentuk ciri khas (Yoshida dalam Syamsiyah, 2008). Akan tetapi pengaruh pupuk sangat penting dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Semakin tepat kandungan unsur hara untuk tanaman maka pertumbuhan dan produksi akan semakin baik. Kebalikannya jika kandungan hara tidak dapat mensuplai kebutuhan hara tanaman maka pertumbuhan akan terhambat dan produksi akan akan jelek. Dengan demikian pupuk merupakan komponen penting dalam pertumbuhan tanaman (Marsono dan Sigit, 2002)