• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Pertumbuhan dan perkembangan stek pada awal penanaman sangat dipengaruhi oleh faktor luar seperti air, suhu, kelembaban dan tingkat pencahayaan di area penanaman stek. Curah hujan saat percobaan berkisar antara 100-500 mm/bulan. Pada kondisi curah hujan seperti ini, perkembangan stek menunjukkan kondisi yang cukup baik. Menurut Febriana (2009) suplai air sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan stek. Abidin (1982) menyatakan bahwa kekurangan air dapat menyebabkan kematian sel dan jaringan akibat

penurunan difusi CO2 serta penurunan aktifitas fotosintesis. Namun, kelebihan air

juga dapat menyebabkan bahan stek mengalami cekaman aerasi sehingga rentan terhadap serangan penyakit dan dapat menyebabkan kebusukan akibat kondisi anerobik. Kondisi stek akibat kekurangan dan kelebihan air dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Kerusakan stek akibat kekurangan air (b) Kerusakan stek akibat kelebihan air

Suhu rata-rata selama percobaan sekitar 26˚C. Menurut Saraswati (2006)

suhu optimum untuk pertumbuhan Sansevieria yaitu 21 – 27o C, sedangkan

Triharyanto dan Sutrisno (2007) menyatakan suhu optimum pertumbuhan

Sansevieria adalah 24 - 29o C. Suhu dan pencahayaan yang tinggi dapat

meningkatkan transpirasi pada stek, apabila tingkat transpirasi terlalu tinggi dapat menyebabkan kematian pada stek. Menurut Agrios (1996) umumnya tumbuhan lebih cepat rusak dan lebih cepat meluas kerusakannya apabila suhu lebih tinggi

16 dari suhu maksimum untuk pertumbuhannya dibandingkan apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum.

Percobaan ini menggunakan naungan paranet dengan intensitas cahaya yang masuk sebesar 65% dan hormon eksogen utama yang diberikan adalah NAA (Naphtalene Acetic Acid). Cahaya merupakan salah satu unsur iklim yang memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya juga berperan sebagai sumber energi primer bagi tumbuhan dalam proses fotosintesis. Namun, cahaya juga mempengaruhi kerja hormon pertumbuhan, khususnya hormon yang menstimulasi pembentukan sistem perakaran. Rochiman dan Harjadi (1973) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya degradasi hormon, baik hormon eksogen maupun hormon endogen, yaitu hormon pembentuk perakaran, seperti auksin endogen yang terdapat pada stek. Menurut Smith dan Yasman (1987), intensitas cahaya yang baik bagi stek adalah 50-70%. Stek yang diberi naungan akan berakar lebih banyak dibandingkan stek yang menerima cahaya matahari langsung.

Perkembangan tanaman pada awal penanaman stek menunjukan kondisi yang cukup baik. Hal ini dikarenakan kondisi lahan yang mendukung, meskipun pada 6 MST terdapat serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang pada saat penyetekan adalah rayap tanah (Macrotermus gulvus). Rayap tanah hanya menyerang media serbuk kayu. Rayap menyerang pada bagian bawah media serbuk kayu (Gambar 7), sehingga media menjadi menyusut. Serangan rayap disebabkan oleh tingkat curah hujan yang tinggi, yang membuat rayap tanah naik ke permukaan. Serangan tersebut terjadi pada bulan pertama penanaman.

Serangan rayap ditanggulangi dengan memberikan lapisan plastik pada bagian bawah polibag yang berfungsi agar media dalam polibag tidak bersentuhan langsung dengan tanah. Penggunaan lapisan plastik sebagai alas agar polibag tidak bersentuhan langsung dengan tanah memberikan dampak positif dan cukup efektif. Hal tersebut terbukti dengan tidak ada lagi serangan rayap pada media sebuk kayu.

Penyakit yang menyerang pada saat penyetekan yaitu cendawan dari family Moniliales (Gambar 8). Gejala serangan cendawan dapat dilihat pada stek yang terserang, yaitu banyak terdapat spora dan tubuh buah berwarna putih. Serangan cendawan kemungkinan disebabkan oleh banyaknya propagul yang terbawa bahan stek, kelembaban yang tinggi dan aerasi yang kurang pada media tanam. Serangan cendawan meliputi area di sekitar pangkal stek dan ujung stek yang menyebabkan kematian jaringan pada bagian yang diserang.

Gambar 8. Stek yang mengalami kebusukan akibat serangan cendawan Serangan cendawan ini ditanggulangi dengan menyemprotkan fungisida dengan konsentrasi 10 g/l air. Penyemprotan dilakukan sekali pada area penanaman. Pengendalian penyakit selanjutnya dilakukan dengan mengontrol kelembaban dan aerasi media tanam. Upaya tersebut cukup efektif, hal itu dibuktikan dengan tidak muncul dan menyebarnya cendawan pada stek yang lainnya.

18

Pengaruh Media Tanam dan Panjang Stek Daun terhadap Inisiasi Tunas Muda Lidah Mertua

Setelah dilakukan analisis ragam pada hasil pengamatan 12 MST (minggu setelah tanam) pada pengaruh media dan panjang stek terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua, diperoleh bahwa tidak semua peubah yang diamati dipengaruhi oleh perlakuan. Hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap peubah yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai 10. Rekapitulasi hasil analisis ragam dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh media tanam dan panjang stek daun terhadap inisiasi tunas muda lidah mertua

Tolak Ukur Uji F

Media Panjang Stek Media# Panjang Stek KK (%)

Persentase stek hidup tn tn tn 2.13

Persentase stek berakar tn * tn 13.21

Persentase stek bertunas ** ** tn 9.56^

Panjang akar (cm) ** ** tn 20.04

Jumlah tunas ** ** tn 15.56^

Bobot basah tunas (g) ** ** * 28.87^

Bobot kering tunas (g) ** ** * 11.46^

Ket : tn=tidak nyata, *=nyata pada taraf 5 %, **=nyata pada taraf 1 %, KK = koefisien keragaman, ^ = hasil transformasi

Berdasarkan analisis ragam pada Tabel 1, diketahui bahwa tolak ukur bobot basah tunas dan bobot kering tunas dipengaruhi oleh interaksi media tanam dan panjang stek. Panjang stek mempengaruhi persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah tunas, dan bobot kering tunas. Media tanam berpengaruh terhadap persentase stek bertunas, panjang akar, jumlah tunas, bobot basah tunas, dan bobot kering tunas.

Perlakuan media tanam dan panjang stek tidak berpengaruh terhadap persentase stek hidup karena Sansevieria mampu bertahan dalam kondisi ekstrim hingga beberapa tahun (Purwanto, 2006). Oleh karena itu, meskipun Sansevieria berada pada kondisi yang tidak cocok dengan habitat idealnya, Sansevieria mampu bertahan dan menunjukkan ciri-ciri hidup sampai akhir pengamatan.

Tolak ukur stek hidup dilihat dari penampakan stek daun yang sehat atau ada bagian stek yang masih hijau dan memungkinkan terbentuknya perakaran.

Kondisi ini menunjukkan adanya proses metabolisme sel yang tetap berlangsung selama masa pengamatan.

Hasil pengamatan pada 12 MST menunjukkan bahwa persentase stek hidup berkisar antara 96% sampai 100%. Persentase stek hidup terendah, yaitu 96% terdapat pada stek dengan panjang 5 cm yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Kematian stek tersebut terjadi karena kering, busuk akibat terlalu banyak air dan busuk karena serangan cendawan. Sedangkan perlakuan lainnya memiliki persentase stek hidup sebesar 100%.

Nilai tengah persentase stek hidup pada perlakuan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing lebih rendah dibandingkan media lain, yaitu sebesar 99%. Pada dasarnya, Sansevieria mampu bertahan pada kondisi ekstrim selama beberapa tahun (Purwanto 2006), sehingga kematian stek karena kekurangan nutrisi yang terkandung dalam media relatif tidak terjadi. Kematian stek yang terjadi pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing karena kebusukan stek yang diakibatkan oleh cendawan. Hal tersebut diduga karena media campuran tanah dan pupuk kandang kambing banyak membawa propagul penyakit tanaman. Selain itu, media campuran tanah dan pupuk kandang kambing memiliki porositas yang rendah dibandingkan media arang sekam dan media serbuk kayu, sehingga terjadi kondisi anaerobik akibat kelembaban tinggi yang memicu pertumbuhan cendawan dan menyebabkan kebusukan stek.

Persentase stek hidup juga tidak dipengaruhi oleh perlakuan panjang stek. Namun, terjadi kematian pada stek dengan panjang 5 cm dengan persentase stek hidup sebesar 99%. Stek dengan panjang 5 cm memiliki persentase stek hidup lebih kecil dibandingkan panjang stek lainnya. Hal tersebut diduga karena cadangan makanan pada stek dengan panjang 5 cm lebih sedikit untuk menunjang keberlangsungan proses metabolisme stek dibandingkan cadangan makanan pada stek dengan panjang 10 cm maupun 15 cm, sehingga ancaman kematian stek dengan panjang 5 cm lebih besar.

Perlakuan media tanam juga tidak berpengaruh terhadap stek berakar. Hal ini diduga karena seluruh media memenuhi syarat minimal untuk memicu perakaran, sehingga pertumbuhan akar pada semua perlakuan media tidak berbeda nyata.

20

Pengaruh Interaksi antara Media Tanam dan Panjang Stek terhadap Bobot Basah dan Bobot Kering Tunas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi media tanam dan panjang stek nyata berpengaruh terhadap bobot basah dan bobot kering tunas (Tabel 1). Oleh karena itu dilakukan uji lanjut pada kedua peubah tersebut. Nilai tengah bobot basah dan kering tunas semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh interaksi antara media tanam dan panjang stek terhadap bobot basah dan bobot kering tunas

Media Panjang Stek

5 cm 10 cm 15 cm

--- bobot basah tunas (g) ---

Tanah dan pupuk kandang kambing 0.91c 13.01b 36.08a

Arang sekam 0.00c 0.00c 1.02c

Serbuk kayu 0.00c 0.45c 6.09b

--- bobot kering tunas (g) ---

Ttanah dan pupuk kandang kambing 0.08c 1.06b 2.47a

Arang sekam 0.00c 0.00c 0.14c

Serbuk kayu 0.00c 0.05c 0.63bc

Ket : angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Interaksi perlakuan media tanam dan panjang stek nyata terhadap tolak ukur bobot basah dan bobot kering tunas. Perlakuan stek dengan panjang 15 cm yang ditanam pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing menghasilkan bobot basah dan kering tunas nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yaitu bobot basah tunas sebesar 36.08 g dan bobot kering tunas sebesar 2.47 g. Perlakuan media arang sekam dengan tiga macam panjang stek menghasilkan bobot basah dan kering tunas terendah dan tidak berbeda nyata diantara perlakuan tersebut. Bobot basah dan kering tunas dari stek dengan panjang 10 cm pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan stek dengan panjang 15 cm pada media serbuk kayu cukup tinggi dan tidak berbeda nyata antara kedua perlakuan tersebut.

Media tanah dan pupuk kandang kambing merupakan media yang paling bagus diantara ketiga media yang digunakan, karena media tanah dan pupuk kandang kambing mengandung unsur nitrogen, fosfat dan kalium yang diperlukan

dalam proses pembentukan tunas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sulianti (1999) yang menunjukkan bahwa tanaman daun dewa yang dipupuk dengan pupuk kandang kambing memiliki ukuran daun terbesar, produktivitas tunas tertinggi dan jumlah daun terbanyak. Menurut Kusumawardana (2008) penggunaan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing pada stek panili menghasilkan nilai yang tinggi pada panjang tunas, jumlah daun dan berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tanaman.

Panjang stek terbaik untuk menstimulasi pertumbuhan tunas muda Sansevieria adalah 15 cm dan 10 cm. Hal ini diduga berkaitan dengan ketersediaan cadangan makanan, air dan hormon dalam stek untuk memicu pertumbuhan tunas muda. Perlakuan yang baik untuk stimulasi tunas muda adalah media tanah dan pupuk kandang kambing dengan panjang stek 15 cm, media tanah dan pupuk kandang kambing dengan panjang stek 10 cm dan media serbuk kayu dengan panjang stek 15 cm.

Media arang sekam pada tiga panjang stek yang berbeda memiliki bobot basah dan kering tunas terendah. Hal ini diduga karena sedikitnya kandungan hara serta tingkat drainase yang tinggi dalam media arang sekam, sehingga tidak

mampu menginisiasi pembentukan tunas dengan optimal. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian Husniati (2010) bahwa media arang sekam pada stek daun mahkota tanaman nenas memberikan nilai rataan terendah pada tolak ukur persentase stek hidup, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, panjang akar, tinggi tunas, lebar daun, jumlan daun dan panjang akar.

Pertumbuhan Akar

Munculnya akar pada stek merupakan penentu tingkat keberhasilan pada proses penyetekan. Hal ini karena akar merupakan suatu organ tanaman yang memiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup tanaman. Akar berfungsi sebagai penyerap air dan mineral terlarut, pengokoh batang, konduksi (penghubung jaringan dengan tanah) dan penyimpan cadangan makanan.

Berdasarkan fisiologinya, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam tanaman, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan zat penghambat. Faktor lain yang

22 berpengaruh pada pertumbuhan akar adalah kofaktor perakaran yang berasal dari daun dan tunas (Hartman dan Kester, 1983).

Akar yang tumbuh pada proses penyetekan adalah akar yang terbentuk akibat aktivitas kalus yang terinduksi dari adanya hormon tanaman, baik hormon endogen yang terdapat pada bahan stek maupun hormon eksogen yang diberikan. Hormon eksogen yang mempengaruhi perakaran adalah hormon auksin. Menurut Gunawan (1992) auksin digunakan dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ. Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dichloro Fenoxyacetic (2,4-D), Indol Acetic Acid (IAA) dan

Naphtalene Acetic Acid (NAA), atau Indol Butyric Acid (IBA). Hormon yang

digunakan pada penelitian ini adalah ZPT yang mengandung Naphtalene acetic

acid (NAA) 0,067%, metil 1 Naphthalene acetamida (m-NAD) 0.013 %. Metil 1 Napthalene Acetic Acid (MNAA) 0.003%, Indol Butyric Acid (IBA) 0,057% dan thyram 4 %.

Persentase Stek Berakar

Akar merupakan syarat awal pertumbuhan stek sebagai tanaman baru. Menurut Meilawati (2008) Sansevieria dapat membentuk akar tanpa tergantung kepada tunas, perakaran pada stek Sansevieria akan tumbuh terlebih dahulu dibanding tunas. Persentase stek berakar diamati berdasarkan panjang akar yang tumbuh minimal 0.3 cm. Persentase perakaran dari semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap persentase stek berakar

Media Panjang Stek Rata-rata

5 cm 10 cm 15 cm

--- persentase stek berakar

(%)---Tanah dan pupuk kandang kambing 77 98 87 87

Arang sekam 74 68 91 78

Serbuk kayu 75 83 98 85

Rata-rata 75b 83ab 92a

Ket: angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Media tanam tidak berpengaruh pada persentase stek berakar. Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase stek berakar pada ketiga media tanam tidak berbeda nyata, namun persentase stek berakar terbanyak cenderung terjadi pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing. Hal ini diduga karena seluruh media memenuhi syarat minimal untuk memicu perakaran. Namun, pada media campuran tanah dan pupuk kandang kambing memenuhi syarat optimum untuk memicu perakaran.

Berdasarkan data Tabel 3, diketahui bahwa panjang stek memberikan pengaruh nyata terhadap persentase stek berakar pada taraf 5%. Persentase stek berakar pada stek 15 cm berbeda nyata terhadap panjang stek 5 cm, namun tidak berbeda nyata terhadap panjang stek 10 cm. Berdasarkan variasi panjang stek, panjang stek 15 cm memiliki persentase stek berakar paling besar, yaitu sebesar 92% dan panjang stek 5 cm memiliki persentase stek berakar paling rendah, yaitu sebesar 75%. Hal ini menunjukkan bahwa panjang stek 10 cm dan 15 cm merupakan panjang stek yang efektif dalam proses inisiasi akar.

Panjang Akar

Pertumbuhan akar diawali dengan pembentukan kalus yang terdiferesiasi. Akar memanjang bila kondisi tanaman membutuhkan air untuk metabolismenya. Pemanjangan akar dipengaruhi oleh kondisi media tanam, yaitu tingkat porositas dan tersedianya unsur hara dalam media tersebut. Nilai tengah panjang akar dari semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap panjang akar

Media Panjang Stek Rata-rata

5 cm 10 cm 15 cm

--- (cm) ---

Ttanah dan pupuk kandang kambing 3.81 8.39 7.84 6.68a

Arang sekam 3.33 4.35 6.67 4.78b

Serbuk kayu 4.79 8.24 9.73 7.59a

Rata-rata 3.98b 6.99a 8.08a

Ket : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan Tabel 4, ditunjukkan bahwa panjang akar dari media arang sekam berbeda nyata lebih pendek dibandingkan dengan panjang akar media

24 campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan media serbuk kayu. Akar terpanjang dihasilkan media serbuk kayu dengan panjang akar rata-rata adalah 7.59 cm dan tidak berbeda nyata dengan panjang akar dari media campuran tanah dan pupuk kandang kambing, yaitu 6.68 cm. Hal ini diduga karena kandungan hara dalam media campuran tanah dan pupuk kandang kambing dan media serbuk kayu memicu akar untuk terus tumbuh dan menyerap hara. Berbeda dengan persentase stek berakar, pertumbuhan atau pemanjangan akar tidak hanya dipengaruhi oleh hara, namun juga dipengaruhi oleh porositas media, air dan oksigen. Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa aerasi air dan udara atau oksigen yang cukup dapat menghasilkan perakaran yang sangat baik. Serbuk kayu memiliki akar yang lebih panjang karena porositasnya yang lebih baik dibandingkan tanah, sehingga memudahkan akar baru untuk menembus media dan mendapatkan aerasi yang cukup. Akar terpendek dihasilkan oleh media arang sekam, yaitu 4.78 cm akibat sedikitnya kandungan hara dalam media tersebut.

Tabel 4 menunjukkan bahwa stek dengan panjang 15 cm memiliki panjang akar dengan rataan terpanjang, yaitu sebesar 8.08 cm dan berbeda nyata terhadap stek dengan panjang 5 cm, namun tidak berbeda nyata dengan panjang stek 10 cm. Kecukupan cadangan makanan dalam stek diduga tidak hanya berpengaruh pada proses awal pembentukan akar saja, namun juga pada proses pemanjangan akar sebagai upaya tumbuhan untuk menyerap hara dari media tanam. Selain itu, pertumbuhan akar dipengaruhi oleh keseimbangan zat pengatur tumbuh yang terkandung dalam tanaman, yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen dan zat penghambat. Faktor lain yang berpengaruh pada pertumbuhan akar adalah kofaktor perakaran yang berasal dari daun dan tunas (Hartman dan Kester, 1983). Hal ini menunjukkan bahwa stek dengan panjang 10 cm dan 15 cm merupakan panjang stek yang efektif dalam proses inisiasi akar, berkaitan dengan kecukupan cadangan makanan dan air yang mendukung untuk pembentukan sel-sel baru serta keseimbangan hormon dalam stek.

Pertumbuhan Tunas

Tunas terbentuk akibat adanya proses morfogenesis yang menyangkut interaksi pertumbuhan dan diferensiasi oleh beberapa sel yang memacu

terbentukn perbanyak Pe primordia sebagai te pada pang tumbuh b bergaris. H terdapat p Persentas Tu memperta sehingga tunas baru tumbuh le dapat dilih Tabel 5. Tanah dan Arang sek Serbuk ka Rata-rata Ket : angka uji DM nya organ. kan sansevie embentukan l daun yang empat terjad gkal stek d berwarna pu Hal itu men ada Gamba Gambar 9 se Stek Ber umbuhan m ahankan jeni dalam peng u. Stek dik ebih dari 0 hat pada Tab

Pengaruh bertunas Media n pupuk kand kam ayu rata-rata yang MRT pada tara Tunas adal eria yang ba n tunas sang g merupaka dinya proses daun yang utih, seiring nggambarka ar 9. 9. Tahapan p rtunas menghasilka isnya. Kece gamatan pa katakan bert 0.5 cm. Per bel 5. media tana a dang kambin g diikuti oleh af 5 %. lah ciri mu anyak melal gatlah pent an organ tan s fotosintesi tertutup m g perkemb an tingkat p perkembang an tunas se epatan stek ada 12 MS tunas apabil rsentase ste am dan pa 5 cm ---ng 34 0 0 11b huruf yang s unculnya ind lui perkemb ting sebaga naman deng is. Tunas pa media tanam angannya w perkembang gan tunas m ebagai pro dalam men T tidak sem la saat peng ek bertunas anjang stek Panjang S m 10 cm ---4 ---48 0 19 b 22b ama menunju dividu baru bangbiakan ai tahap aw gan jumlah ada stek San m. Warna t warna tuna gan jaringa muda Sansev ses regene nghasilkan tu mua stek b gamatan per s dari komb k terhadap Stek m 15 cm -- (%) 73 2 35 b 43a ukkan tidak be u, terutama vegetatif. wal pembent klorofil ter nsevieria mu tunas yang as menjadi an tanaman vieria erasi agar unas tidak s berakar mem rtumbuhan binasi perla persentase Rata-ra m ---52a 7b 18b erbeda nyata d pada tukan rbesar uncul baru hijau yang dapat sama, miliki tunas akuan stek ata --- dengan

26 Berdasarkan data Tabel 5, pengaruh media tanam terhadap stek bertunas menunjukan bahwa perlakuan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing berbeda nyata terhadap media arang sekam dan media serbuk kayu dengan rata-rata stek bertunas sebesar 52%. Hal ini diduga karena media campuran tanah dan pupuk kandang kambing memiliki kandungan hara yang lebih baik dibandingkan media arang sekam dan media serbuk kayu. Media campuran tanah dan pupuk kandang kambing mengandung unsur nitrogen, fosfat dan kalium yang diperlukan dalam proses pembentukan tunas. Hasil percobaan yang dilakukan, rata-rata jumlah tunas yang muncul dari stek daun Sansevieria adalah 2-3 tunas.

Panjang stek juga memberikan pengaruh nyata terhadap persentase stek bertunas. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase stek bertunas dari stek dengan panjang 15 cm berbeda nyata dengan stek 5 cm dan 10 cm. Stek dengan panjang 15 cm memiliki persentase bertunas paling besar, yaitu sebesar 43%. Hartman dan Kester (1983) menyatakan bahwa stek yang lebih panjang memiliki cadangan makanan yang lebih banyak (karbohidrat dan nitrogen) untuk memacu pertumbuhan tunas. Oleh karena itu, stek dengan panjang 15 cm memiliki kecukupan nutrisi dalam memacu pertumbuhan tunas dibandingkan stek dengan panjang 10 cm dan 5 cm.

Jumlah Tunas

Jumlah tunas dari setiap stek bervariasi bergantung pada kecepatan diferensiasi kalus. Nilai tengah jumlah tunas dari semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh media tanam dan panjang stek terhadap jumlah tunas

Media Panjang Stek Rata-rata

5 cm 10 cm 15 cm

--- (tunas) ---

Tanah dan pupuk kandang kambing 0.29 0.96 1.68 0.98a

Arang sekam 0.00 0.00 0.26 0.09b

Serbuk kayu 0.00 0.23 0.43 0.22b

Rata-rata 0.09b 0.039b 0.79a

Ket : angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 %.

Media tanam berpengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan stek. Pada Tabel 6 ditunjukkan bahwa perlakuan media campuran tanah dan pupuk kandang kambing berbeda nyata terhadap media arang sekam dan media serbuk

Dokumen terkait