• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Penelitian dilaksanakan pada musim hujan dengan rata-rata curah hujan sebesar 177 mm/bulan (Lampiran 4). Curah hujan tersebut cukup baik untuk pertumbuhan tanaman jagung. Menurut Dinas Pertanian Majalengka (2011) curah hujan optimal untuk tanaman jagung sekitar 100-300 mm/bulan. Tanah yang berada di lokasi percobaan termasuk ke dalam jenis tanah Latosol dengan warna coklat kemerahan. Tanal Latosol dicirikan antara lain solum tanahnya tebal (1.3-5.0 m), warna tanah merah, coklat hingga kekuningan, tekstur tanah liat, struktur remah, dan derajat keasaman tanah berkisar antara pH 4.5-6.6. Umumnya tanah Latosol relatif memiliki kandungan bahan organik rendah (Rukmana, 2004). Secara umum pertumbuhan tanaman jagung di lapang cukup baik. Daya tumbuh benih di lapangan rata-rata sebesar 93.29 %. Penyulaman dilakukan pada 1 MST agar tercapai populasi tanaman yang optimal. Pertumbuhan tanaman jagung cukup baik meskipun terdapat beberapa organisme pangganggu. Gulma bersaing dengan tanaman dalam memperoleh air, hara, dan cahaya. Menurut Fadhly dan Tabri (2007) antara stadia V3 (jumlah daun terbuka sempurna 3 helai) dan V8 (jumlah daun terbuka sempurna 8 helai), tanaman jagung membutuhkan periode yang tidak tertekan oleh gulma. Gulma dominan yang ditemukan pada lahan penelitian berupa Cyperus rotundus, Cynodon dactylon, dan Mimosa pudica. Pengendalian gulma dilakukan melalui secara manual setiap 2 minggu sekali yaitu pada saat tanaman berumur 2 MST dan 4 MST, yang mana pada 2 MST tanaman jagung memasuki stadia V3 dan 4 MST memasuki stadia V8.

Hama yang ditemukan selama penelitian ini antara lain: belalang, penggerek batang (Ostrinia furnacalis), penggerek tongkol (Helicoverpa armigera), ulat pemakan daun (Spodoptera litura), dan kutu daun (Aphis sp.). Penyakit yang ditemukan antara lain karat daun dan bulai.

Fase reproduktif tanaman jagung diawali dengan munculnya bunga jantan (tassel) pada umur 65 HST dan bunga betina (silk) pada umur 69 HST. Panen dilakukan sebulan setelah tanaman berbunga yaitu pada umur 98 HST yang

ditandai dengan terbentuknya black layer serta kelobot, dan rambut jagung yang mengering.

Berdasarkan analisis statistik (ANOVA taraf 5 %) dosis pupuk kandang ayam memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jagung sedangkan secara umum perlakuan CMA serta interaksi antara pupuk kandang ayam dan CMA tidak menunjukkan pengaruh nyata. Walaupun demikian perlakuan dengan CMA rata-rata memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan perlakuan tanpa CMA. Rekapitulasi sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 5.

Derajat Infeksi Akar

Hasil analisis infeksi akar yang dilakukan pada masa vegetatif akhir (7 MST) menunjukkan bahwa perlakuan CMA berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi akar. Perlakuan dengan CMA memberikan derajat infeksi yang lebih besar (51.31 %) dibandingkan perlakuan tanpa CMA (16.89 %).

Perlakuan dengan CMA memberikan derajat infeksi akar lebih tinggi dibandingkan tanpa CMA. Terdapatnya infeksi akar pada perlakuan tanpa CMA (16.89 %) mengindikasikan bahwa terdapat CMA indigenus di lahan pertanaman jagung. Terdapatnya cendawan indegenus pada lahan penelitian dapat memungkinkan terjadinya persaingan antara cendawan mikoriza indigenus dengan CMA yang diinokulasikan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Wachjar et al. (2002) pada bibit kelapa sawit ditemukan bahwa lebih tingginya serapan P-tajuk pada bibit tanaman kontrol dibandingkan dengan bibit-bibit yang diberi perlakuan inokulasi CMA diduga karena bibit tersebut diinfeksi oleh cendawan mikoriza indigenus sehingga ada kemungkinan terjadi persaingan antara cendawan mikoriza indigenus dengan CMA yang diinokulasikan.

Dosis pupuk kandang ayam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap derajat infeksi akar tanaman jagung. Meskipun demikian, perlakuan dengan pemberian CMA menunjukkan adanya infeksi akar yang cukup tinggi. Hal ini membuktikan bahwa CMA yang digunakan dapat tumbuh baik pada kondisi percobaan. Zuhry dan Puspita (2008) menyatakan bahwa peningkatan pemberian CMA yang diikuti dengan meningkatnya infeksi akar akan memproduksi jalinan

hifa secara intensif sehingga akan meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara. Semakin banyak akar yang terinfeksi maka semakin besar pula tingkat penyerapan hara.

Dosis pupuk kandang ayam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap derajat infeksi akar. Walaupun demikian, rata-rata derajat infeksi CMA cenderung meningkat pada pemberian pupuk kandang ayam dibandingkan tanpa penggunaan pupuk kandang ayam (dosis 0 ton/ha) (Gambar 2).

Gambar 2. Histogram Persentase Infeksi Akar CMA pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang Ayam

Infeksi akar oleh CMA pada akar tanaman jagung tersebut dapat disebabkan oleh kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang ayam. Kandungan unsur hara N, P, dan K yang cukup tinggi pada pupuk kandang ayam memungkinkan semakin banyak pupuk kandang yang diberikan maka jumlah unsur-unsur tersebut semakin banyak. Hal ini diduga dapat mempengaruhi infeksi CMA terhadap akar tanaman jagung. Yusnaini (2009) menyatakan bahwa peningkatan kolonisasi CMA pada akar tanaman akibat pemberian kandang ayam, selain disebabkan oleh peningkatan bahan organik tanah dan pH, juga kemungkinan disebabkan oleh tingginya kandungan fosfor dan kalsium pada kandang ayam. Dengan demikian, kebutuhan tanaman akan unsur hara untuk

memenuhi proses fotosintesis dapat terpenuhi. Hasil fotosintesis yang berupa gula tereduksi (karbohidrat) digunakan selain bagi tanaman inang juga bagi CMA. Hal ini menyebabkan CMA dapat tumbuh dengan baik mengingat kebutuhan CMA akan karbohidrat sebagai hasil fotosintat dapat terpenuhi dari akar tanaman inang yang banyak menghasilkan gula tereduksi (karbohidrat).

Pertumbuhan Vegetatif

Parameter pertumbuhan vegetatif yang diamati pada 9 MST meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang. Pemberian CMA memberikan pengaruh nyata pada tinggi tanaman jagung umur 9 MST. Perlakuan dengan CMA menunjukkan tinggi tanaman yang lebih tinggi (228.08 cm) dibandingkan tanpa CMA (216.01 cm). Perlakuan CMA tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter jumlah daun maupun diameter batang.

Dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha menghasilkan tinggi tanaman paling tinggi (239.49 cm) dan berbeda nyata dengan semua perlakuan. Tinggi tanaman terendah diperoleh pada perlakuan kontrol (0 ton/ha) yaitu 205.83 cm. Pengaruh dosis pupuk kandang ayam terhadap parameter pertumbuhan vegetatif tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung umur 9 MST pada Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai) Diameter batang (cm) 0 205.83 d 13.02 b 2.04 b 5 214.60 c 13.25 b 2.05 b 10 221.98 bc 13.43 ab 2.20 a 15 228.33 b 13.77 a 2.27 a 20 239.49 a 13.83 a 2.28 a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %.

Tinggi tanaman jagung pada 9 MST memberikan respon linear terhadap dosis pupuk kandang ayam dengan persamaan y = 205.8 + 1.6x (R2 = 0.87) yang dicapai hingga dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha. Hal ini berarti setiap penambahan dosis pupuk kandang ayam akan menyebabkan peningkatan

terhadap tinggi tanaman jagung. Hubungan antara dosis pupuk kandang ayam dengan tinggi tanaman jagung ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Dosis Pupuk Kandang Ayam dengan Tinggi Tanaman Jagung

Dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha menghasilkan jumlah daun paling banyak (13.83 helai), namun tidak berbeda nyata dengan dosis 15 ton/ha. Dosis pupuk kandang ayam sebanyak 0 ton/ha menghasilkan jumlah daun paling sedikit (13.02 helai) namun tidak berbeda nyata dengan dosis 5 ton/ha. Dosis 10 ton/ha menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan.

Dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha menghasilkan ukuran diameter batang paling besar (2.28 cm) namun tidak berbeda nyata dengan dosis 10 dan 15 ton/ha. Dosis 0 ton/ha menghasilkan diameter batang yang paling kecil (2.04 cm) tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 5 ton/ha.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam berpengaruh terhadap penambahan tinggi, jumlah daun, dan diameter tanaman jagung. Semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang diberikan maka semakin baik pula pertumbuhan vegetatif tanaman jagung. Hal tersebut dapat disebabkan kandungan unsur hara N, P, dan K yang cukup tinggi pada pupuk kandang ayam memungkinkan semakin banyak pupuk kandang yang diberikan maka jumlah

unsur-unsur tersebut semakin banyak pula. Susanti et al. (2007) menyatakan bahwa tersedianya N, P, dan K pada pupuk kandang ayam meningkat sejalan dengan peningkatan dosis pupuk kandang ayam tersebut. Unsur hara yang terkandung dalam pupuk kandang ayam terutama unsur hara makro yang berupa N, P, dan K berguna bagi pertumbuhan tanaman. Yuwono (2007) menyatakan bahwa unsur N dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, unsur K dapat memperkuat tubuh tanaman sehingga batang lebih kokoh dan kuat, dan unsur P digunakan untuk merangsang pembungaan dan pembuahan, pertumbuhan akar, dan pembentukan biji. Hartatik dan Widowati (2006) menyatakan bahwa aplikasi pemberian pupuk kandang ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik.

Komponen Hasil

Dosis pupuk kandang ayam tidak berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol tetapi berpengaruh nyata terhadap lingkar tongkol. Tabel 2 berikut ini merupakan rata-rata ukuran tongkol jagung pada perlakuan dosis pupuk kandang ayam.

Tabel 2. Rata-rata Ukuran Tongkol Jagung pada Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) Panjang tongkol (cm) Lingkar tongkol (cm) 0 15.86 a 15.04 a 5 14.78 a 14.24 b 10 14.17 a 14.83 a 15 14.62 a 14.99 a 20 16.25 a 14.84 a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %.

Lingkar tongkol pada dosis 5 ton/ha merupakan lingkar tongkol yang paling kecil (14.24 cm) dan berbeda nyata dengan semua perlakuan. Dosis pupuk kandang ayam sebanyak 0 ton/ha menghasilkan lingkar tongkol yang paling besar (15.04 cm) namun tidak berbeda nyata dengan dosis 10, 15, dan 20 ton/ha. Dosis pupuk kandang ayam sebanyak 5 ton/ha menghasilkan lingkar tongkol paling kecil, hal ini diduga karena kandungan unsur hara pada dosis tersebut belum mencukupi kebutuhan tanaman terutama dalam penyediaan unsur P. Amin (2008)

menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang baik dibutuhkan unsur P yang cukup, karena kekurangan unsur P terutama pada saat berbunga (perkembangan generatif) dapat menyebabkan pembentukan tongkol dan biji terganggu. Apabila tanaman menyerap hara dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhannya maka hasil fotosintat yang dihasilkan dan ditranslokasikan ke bagian tongkol semakin besar. Semakin panjang ukuran tongkol dan semakin besar lingkar tongkol maka bobot tongkol dan pipilan yang dihasilkan pun semakin besar.

Bobot Brangkasan dan Produksi

Dosis pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap bobot brangkasan per tanaman dan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot brangkasan per ubin. Rata-rata bobot brangkasan pada perlakuan dosis pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Bobot Brangkasan Jagung pada Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) Bobot brangkasan (g/tanaman) (kg/ubin) 0 215.42 b 5.77 c 5 253.19 ab 6.48 bc 10 267.25 ab 7.29 bc 15 303.92 a 8.05 b 20 321.75 a 9.84 a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %.

Tabel 3 menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot brangkasan per tanaman yang paling tinggi sedangkan dosis 0 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot brangkasan yang paling rendah. Bobot brangkasan per ubin pada dosis pupuk kandang ayam sebanyak 5 dan 10 ton/ha tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada bobot brangkasan per ubin, dosis pupuk kandang ayam 20 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot brangkasan yang paling tinggi dan dosis 0 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot brangkasan paling rendah, selanjutnya dosis 5, 10, dan 15 ton/ha menunjukkan bobot brangkasan per ubin yang tidak berbeda nyata.

Baik pada bobot brangkasan per tanaman maupun per ubin, dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha menghasilkan bobot brangkasan yang paling tinggi dan dosis 0 ton/ha menghasilkan bobot brangkasan paling rendah. Bobot brangkasan berbanding lurus dengan pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang). Semakin baik pertumbuhan vegetatif tanaman jagung maka semakin besar bobot brangkasan yang dihasilkan. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa semakin tinggi penggunaan dosis pupuk kandang ayam maka pertumbuhan tanaman jagung semakin meningkat (Gambar 3).

Dosis pupuk kandang ayam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot tongkol per ubin, namun tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tongkol per tanaman. Rata-rata bobot tongkol jagung pada perlakuan dosis pupuk kandang ayam disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Bobot Tongkol Jagung pada Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) Bobot tongkol (g/tanaman) (kg/ubin) 0 142.00 a 5.38 c 5 142.04 a 5.66 bc 10 154.19 a 6.00 ab 15 156.75 a 6.29 a 20 166.47 a 6.49 a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %.

Tabel 4 menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang ayam rata-rata menghasilkan bobot tongkol per ubin paling tinggi pada dosis 20 ton/ha namun tidak berbeda nyata dengan dosis 10 dan 15 ton/ha. Dosis 0 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot tongkol per ubin yang paling rendah tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 5 ton/ha. Semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang diberikan maka semakin besar bobot tongkol yang dihasilkan. Hal ini diduga berhubungan erat dengan besarnya fotosintat yang ditranslokasikan ke bagian tongkol. Semakin besar fotosintat yang ditranslokasikan ke tongkol maka semakin meningkat pula berat tongkol.

Tabel 5. Rata-rata Bobot Pipilan Jagung pada Perlakuan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) Bobot pipilan (g/tanaman) (kg/ubin) 0 92.82 a 4.00 bc 5 91.78 a 3.89 c 10 99.02 a 4.23 b 15 106.63 a 4.47 a 20 107.97 a 4.60 a

Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5 %.

Tabel 5 menunjukkan bahwa dosis pupuk kandang ayam tidak berpengaruh nyata terhadap bobot pipilan per tanaman sedangkan pada bobot pipilan per ubin menunjukkan pengaruh sangat nyata. Dosis pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot pipilan per ubin yang paling tinggi yaitu sebesar 4.60 kg namun tidak berbeda nyata dengan dosis 15 ton/ha (4.47 kg). Dosis 5 ton/ha menghasilkan rata-rata bobot pipilan per ubin paling rendah namun tidak berbeda nyata dengan dosis 0 ton/ha.

Gambar 4. Hubungan Dosis Pupuk Kandang Ayam dengan Hasil Pipilan Kering Jagung per Hektar

Hubungan antara dosis pupuk kandang ayam dengan hasil pipilan kering jagung per hektar menunjukkan persamaan linear y = 5.86 + 0.08x (R2 = 0.66) yang dicapai hingga dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha. Hal ini berarti hingga dosis pupuk kandang ayam sebanyak 20 ton/ha, semakin tinggi dosis pupuk kandang ayam yang diberikan maka produksi pipilan jagung per

hektar pun semakin meningkat. Hubungan dosis pupuk kandang ayam terhadap hasil pipilan kering jagung per hektar dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Histogram Rata-rata Bobot Pipilan Jagung per Hektar pada Perlakuan CMA dan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Perlakuan CMA cenderung menghasilkan rata-rata bobot pipilan jagung/ha lebih tinggi dibandingkan tanpa penggunaan CMA (Gambar 5). Selanjutnya terlihat bahwa semakin tinggi penggunaan dosis pupuk kandang ayam maka bobot pipilan jagung semakin besar, tetapi pada dosis 5 ton/ha terlihat bahwa rata-rata bobot pipilan jagung yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya.

Bobot pipilan jagung per hektar pada perlakuan CMA dan dosis pupuk kandang ayam merupakan hasil konversi dari bobot pipilan per ubin. Bobot pipilan jagung per ubin pada perlakuan CMA dan dosis pupuk kandang ayam dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 6. Rata-rata Bobot Pipilan Jagung per Hektar pada Perlakuan CMA dan Dosis Pupuk Kandang Ayam

Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) Tanpa CMA (ton/ha) Dengan CMA (ton/ha) Rata-rata 0 6.26 6.55 6.41 5 6.08 6.39 6.24 10 6.63 6.89 6.76 15 7.15 7.17 7.16 20 7.36 7.36 7.36 Rata-rata 6.69 6.87

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada dosis 20 ton/ha rata-rata menghasilkan bobot pipilan jagung per hektar yang paling tinggi yaitu sebesar 7.36 ton/ha dan dosis 5 ton/ha menghasilkan bobot pipilan jagung kering per hektar paling rendah (6.24 ton/ha). Penggunaan pupuk kandang ayam dapat meningkatkan rata-rata hasil pipilan jagung kering per hektar sebanyak 8.33 % pada dosis 10 ton/ha, 14.74 % pada dosis 15 ton/ha, dan 17.95 % pada dosis 20 ton/ha.

Rata-rata produksi pipilan jagung pada kondisi penelitian lebih tinggi dibandingkan rata-rata produksi jagung nasional (4.41 ton/ha), akan tetapi masih dibawah potensi hasil jagung varietas Bisma (7.5 ton/ha). Penggunaan dosis pupuk kandang ayam sebanyak 5 dan 10 ton/ha dengan 50 % dosis pupuk rekomendasi belum mampu mengimbangi hasil pada penggunaan 100 % dosis pupuk rekomendasi (0 ton/ha). Yusnaini (2009) menyatakan bahwa sebagai akibat dari perbaikan kualitas tanah melalui penambahan bahan organik, terutama kandang ayam, produksi tanaman jagung mengalami peningkatan dan tidak berbeda jika dibandingkan dengan penggunaan pupuk anorganik 100%. Pemberian pupuk anorganik seperti urea, SP-36, dan KCl perlu dilengkapi dengan pemberian pupuk organik (Juliardi, 2009) dan hayati. Kedua jenis pupuk tersebut dapat saling melengkapi kekurangan masing-masing. Juliardi (2009) menyatakan bahwa kelemahan pupuk anorganik antara lain dapat menyebabkan kerusakan struktur tanah seperti tanah menjadi lebih keras dan pH tanah menjadi lebih masam namun kelebihannya mempunyai kandungan hara yang tinggi dan segera tersedia bagi tanaman. Sementara itu kekurangan pupuk organik seperti kandungan hara yang rendah dan tidak segera tersedia bagi tanaman namun kelebihannya yaitu dapat memperbaiki kualitas tanah. Menurut Suprapto dan Aribawa (2002), pupuk organik merupakan pupuk alam dan melepaskan unsur hara secara perlahan-lahan sehingga mempunyai efek residu dalam tanah dan bermanfaat bagi tanaman berikutnya. Pupuk kandang ayam memiliki efek residu dalam tanah sehingga perlu diketahui pula efek residu pada musim tanam berikutnya.

Penggunaan CMA meningkatkan bobot pipilan jagung per hektar sebanyak 2.63 % dibandingkan tanpa penggunaan CMA. Apabila dilihat dari hasil infeksi akar menunjukkan bahwa tingkat infeksi akar pada perlakuan dengan CMA jauh

lebih besar dibandingkan tanpa CMA. Terdapatnya infeksi inokulum cendawan pada akar tanaman dan terdapatnya ketidaksesuaian dengan respon pertumbuhan ataupun produksi tanaman jagung diduga disebabkan adanya persaingan dalam mendapatkan hasil fotosintat terutama karbohidrat antara tanaman inang dan CMA. Menurut Wachjar et al. (1998) tingkat infeksi mikoriza yang tinggi dapat mengganggu peningkatan proses pertumbuhan tanaman inang, diduga karena persaingan mendapatkan karbohidrat. Karbohidrat dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan tanaman menjadi terbatas ketersediaannya akibat pengambilan karbohidrat yang dilakukan oleh mikoriza tersebut. Pada pembentukan karbohidrat oleh tanaman melalui proses fotosintesis, hasil fotosintat akan di transfer ke seluruh bagian tanaman termasuk akar dan biji. Jika pada satu bagian tanaman kekurangan hasil fotosintat tersebut maka tanaman akan mengkonsentrasikan pembentukan karbohidrat pada bagian yang kekurangan tersebut. Pada kasus simbiosis dengan CMA, organisme CMA akan mentransfer unsur hara ke tanaman inang melalui akar dan akan menyerap karbohidrat dari tanaman inang melalui akar, sehingga bagian akar akan terus mengalami kekurangan karbohidrat. Dengan demikian diduga semakin besar jumlah CMA yang diberikan menyebabkan semakin besar jumlah fotosintat yang ditransfer ke bagian akar dibandingkan ke bagian biji sehingga produksi biji akan mengalami penurunan. Menurut Delvian (2005) bahwa adakalanya inokulasi CMA dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikolonisasi. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa jika jumlah biomass CMA lebih dari 17% dari berat kering akar, menyebabkan akar bermikoriza memerlukan energi lebih banyak dibandingkan dengan akar yang tidak bermikoriza.

Terjadinya infeksi yang cukup tinggi ini berkaitan dengan dosis inokulum CMA yang diberikan. Wachjar et al. (1998) menyatakan bahwa terjadinya infeksi yang maksimum pada akar tanaman karena pengaruh dari peningkatan kepadatan inokulum dapat meningkatkan laju perkembangan infeksi. Dengan demikian perlu penggunaan dosis inokulum yang tepat untuk diaplikasikan pada tanaman jagung.

Dokumen terkait