• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Lemak Total, Low Density Lipoprotein (LDL) dan High Density Lipoprotein (HDL) Daging Domba

Sifat kimia daging domba yang diamati pada bagian Longissimus dorsi et lumbarum yang telah diberi sabun kalsium 0%, 1,5%, 3% dan 4,5% dalam ransum adalah pengamatan kadar lemak total, LDL dan HDL. Hasil analisis sifat kimia daging domba bagian Longissimus dorsi et lumbarum sesuai peubah yang diamati disajikan pada tabel berikut:

Tabel 6. Kadar Lemak Total, LDL, HDL Daging Domba dalam Ransum Perlakuan Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 Lemak Total (%) 14,300±0,427d 13,650±0,527c 13,087±0,393b 12,430±0,289a HDL (mg%) 0,043±0,010d 0,032±0,003c 0,022±0,003b 0,014±0,002a LDL (mg%) 0,057±0,008c 0,039±0,006b 0,029±0,005a 0,022±0,001a Rasio HDL:LDL 0,738±0,068 0,823±0,123 0,769±0,134 0,612±0,068 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01).

R0 (ransum basal), R1(ransum basal + 1,5% sabun kalsium), R2 (ransum basal + 3% sabun kalsium), dan R3 (ransum basal + 4,5% sabun kalsium).

Kadar Lemak Total

Penambahan sabun kalsium dalam ransum nyata (P<0,01) mempengaruhi kadar lemak total daging domba. Persentase kadar lemak total menurun dengan meningkatnya sabun kalsium yang diberikan sampai level 4,5 % dalam ransum (Tabel 6). Hubungan level penambahan sabun kalsium dalam ransum terhadap kadar lemak total daging domba mengikuti persamaan linear: Y= -0,4116X+14,291 dengan R2 = 0,9991 (Gambar 4). Penurunan lemak tersebut mengindikasikan pemberian sabun kalsium dapat menurunkan kandungan lemak daging.

14,300 13,087 13,650 12,430 y = -0,4116x + 14,293 R2 = 0,9991 12,0 12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 0 1,5 3 4,5

Perlakuan (% Sabun Kalsium)

Ka d a r L e m a k T o ta l (% )

Gambar 4. Hubungan Level Penambahan Sabun Kalsium terhadap Kadar Lemak Total Daging Domba

Tinggi rendahnya kadar lemak daging domba dipengaruhi juga oleh konsumsi energi. Konsumsi energi pada domba dengan penambahan sabun kalsium 4,5% paling rendah (0,76 Mkal/ekor/hari) dibandingkan dengan domba yang diberi sabun kalsium 0%; 1,5% dan 3%, secara berurutan 1,03; 0,94; 0,87 Mkal/ekor/hari (Markhamah, 2005). Penurunan kadar lemak total daging dipengaruhi oleh tingkat konsumsi energi (Solomon et al.,1992). Sehingga diduga penurunan konsumsi energi merupakan penyebab utama deposit lemak pada jaringan adiposa menjadi lebih rendah.

High Density Lipoprotein (HDL)

High density lipoprotein (HDL) berfungsi mentransfer kolesterol dari jaringan ke hati dengan cara mengikatnya. Selanjutnya kolesterol yang telah terikat ini mengalami perombakan menghasilkan cadangan kolesterol hati. Jumlah HDL yang tinggi akan mempercepat proses pengangkutan kolesterol dari sel jaringan, yang berarti mengurangi kemungkinan terjadinya penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah (Wirahadikusumah, 1985). Deposit yang tebal dari akumulasi lemak, terutama gumpalan-gumpalan kolesterol dan esternya di dalam pembuluh darah merupakan faktor penting penyebab aterosklerosis yaitu penyumbatan pembuluh darah sehingga dapat mengganggu aliran darah, yang selanjutnya dapat menimbulkan kelumpuhan dan jantung koroner (Lehninger, 1997).

Pemberian sabun kalsium selama 5 bulan berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan HDL daging domba. Semakin meningkatnya sabun kalsium yang diberikan ke ternak, semakin rendah kadar HDL yang terkandung dalam daging. Hubungan level penambahan sabun kalsium dalam ransum terhadap kadar HDL daging domba mengikuti persamaan linear: Y=-0,0065X+0,0421 dengan R2 = 0,997 (Gambar 5). Nilai kadar HDL daging domba dalam penelitian ini, secara berurutan mulai dari yang terbesar adalah R0, R1, R2 dan R3. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian Epinoza et al. (1995), bahwa pemberian sabun kalsium pada sapi meningkatkan kadar HDL dan LDL. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh bedanya bahan sabun dan ternak yang dipakai dalam penelitian. Bahan sabun yang yang dipakai oleh Epinoza et al. (1995) adalah megalac yang berbahan dasar minyak kelapa sawit. Cybermed (2003) menambahkan bahwa Omega-3 yang merupakan asam lemak utama dari asam lemak tak jenuh mampu menurunkan HDL dan LDL.

0,043 0,032 0,022 0,014 y = -0,0065x + 0,0421 R2 = 0,997 0,000 0,005 0,010 0,015 0,020 0,025 0,030 0,035 0,040 0,045 0 1,5 3 4,5

Perlakuan (% Sabun Kalsium)

Ka d a r HD L ( m g % )

Gambar 5. Hubungan Level Penambahan Sabun Kalsium terhadap Kadar HDL Daging Domba

Low Density Lipoprotein (LDL)

Low density lipoprotein (LDL) merupakan salah satu fraksi lipoprotein yang sangat berperan dalam pengerasan pembuluh darah. Kelebihan LDL akan melayang- layang dalam darah dengan resiko penumpukan atau pengendapan kolesterol pada dinding pembuluh darah arteri yang diikuti dengan terjadinya aterosklerosis

Pemberian sabun kalsium berpengaruh nyata (P<0,01) terhadap kadar LDL daging. Pemberian sabun kalsium sampai dengan 3% nyata menurunkan LDL, sedangkan pemberian 4,5% tidak berbeda nyata dengan pemberian 3%. Rataan kandungan LDL dengan penambahan sabun kalsium level 4,5 % (R3) nyata (P<0,01) menurunkan kandungan LDL daging domba. Tetapi antara pemberian sabun kalsium 3% (R2) dan 4,5% (R3) tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hubungan level penambahan sabun kalsium dalam ransum terhadap kadar LDL daging domba mengikuti persamaan linear: Y=-0,0077+0,0543 dengan R2 = 0,9528 (Gambar 6).

0,057 0,039 0,029 0,022 y = -0,0077x + 0,0543 R2 = 0,9528 0,000 0,010 0,020 0,030 0,040 0,050 0,060 0,070 0 1,5 3 4,5

Perlakuan (% sabun kalsium)

K a d a r LD L(m g % )

Gambar 6. Hubungan Level Penambahan Sabun Kalsium terhadap Kadar LDL Daging Domba

Asam lemak tidak jenuh khususnya asam lemak linolenat dapat menghambat sintesa VLDL yang menyebabkan produksi LDL berkurang (Wirahadikusumah, 1985). EPA (eicosa pentaenoic acid) dan DHA (docosa heksaenoic acid) yang terkandung dalam asam linolenat minyak ikan lemuru diduga yang menyebabkan berkurangnya LDL daging domba tersebut. Stewart et al. (2001) berpendapat asam lemak tak jenuh yang tinggi dalam makanan dapat menekan reseptor asam lemak jenuh yang menyebabkan konsentrasi LDL dalam plasma berkurang. Mekanisme terjadinya penurunan kadar LDL secara rinci belum diketahui (Brody, 1998; Khan- Merchant et al., 2002). Khan-Merchant et al. (2002) hanya menduga terjadinya

penurunan LDL karena adanya metabolisme kolesterol endogenus dan sekresi VLDL.

Penurunan kandungan LDL menyebabkan kandungan kolesterol cenderung menurun. Hal ini dikarenakan LDL berfungsi menstransfer kolesterol dari hati menuju ke jaringan otot. Kandungan LDL berbanding lurus terhadap kandungan kolesterol. Dengan rendahnya kadar LDL maka proses transpor kolesterol kejaringan pun berkurang. Sehingga diduga dengan terjadinya penurunan kedua lipoprotein tersebut (HDL dan LDL) menunjukkan minyak ikan lemuru efektif dalam memperbaiki profil lipoprotein dalam daging.

Rasio HDL terhadap LDL

Penambahan sabun kalsium tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap rasio HDL dengan LDL (Tabel 6). Hasil penelitian ini mempunyai nilai rasio HDL terhadap LDL mulai dari R0, R1, R2 R3 secara berurutan adalah 0,738; 0,823; 0,769 dan 0,612. Hasil penelitian Epinoza et al. (1995) menunjukkan bahwa sapi yang diberi sabun kalsium yang berasal dari megalac memiliki rasio HDL terhadap LDL adalah 0,626 dan kontrol sebesar 0,698. Menurut Alais dan Linden (1991) bahwa resiko aterosklerosis akan tinggi jika rasio HDL dan LDL dalam jaringan kurang dari 0,25. Berdasarkan pernyataan tersebut berarti daging domba dari semua perlakuan aman untuk kesehatan manusia.

Sifat Fisik (pH, Daya Mengikat Air, Keempukan dan Susut Masak) Daging Domba

Daging hewan setelah proses posmortem akan mengalami serangkaian perubahan biokimia dan fisikokimia. Beberapa perubahan sifat fisik daging diantaranya perubahan derajat keasaman (pH), daya mengikat air, keempukan, maupun susut masak daging.

Sifat fisik daging domba yang diamati pada bagian Longissimus dorsi et lumbarum yang telah diberi sabun kalsium 0%, 1,5%, 3% dan 4,5% dalam ransum adalah pengamatan pH akhir, daya mengikat air, keempukan dan susut masak. Hasil analisis sifat fisik daging domba bagian Longissimus dorsi et lumbarum sesuai peubah yang diamati disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Kadar pH, Daya Mengikat Air, Keempukan dan Susut Masak Daging Domba bagian Longissimus dorsi et lumbarum

Peubah Perlakuan R0 R1 R2 R3 pH 5,737±0,081 5,737±0,023 5,783±0,086 5,757±0,045 DMA (%) 32,863±0,730 32,940±0,820 32,637±2,330 32,410±1,641 Keempukan (kg/cm2) 1,690±0,259 1,477±0,133 1,310±0,106 1,737±0,190 Susut masak (%) 28,653±5,345 31,120±4,564 33,153±4,048 33,237±2,376 Keterangan: R0 (ransum basal), R1(ransum basal + 1,5% sabun kalsium), R2 (ransum basal + 3% sabun

kalsium), dan R3 (ransum basal + 4,5% sabun kalsium).

Derajat Keasaman (pH) Daging

Perlakuan tidak berpengaruh terhadap derajat keasaman (pH) daging domba. Derajat keasaman (pH) daging domba pada perlakuan dengan sabun kalsium yang berbeda. Jika hasil penelitian ini dihubungkan dengan penanganan saat dan setelah dilakukan pemotongan maka nilai derajat keasaman tersebut masih dalam kisaran normal.

Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan pH daging setelah pemotongan (postmortem). Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pH daging yaitu stress saat pemotongan, konsumsi pakan, pemberian hormon atau obat-obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, dan aktivitas glikolisis (Soeparno, 1994).

Menurut Forrest et al. (1975), nilai pH akhir antara 5,3-5,7 yang dicapai kurang lebih selama 24 jam setelah proses kematian. Soeparno (1994) menambahkan bahwa pH daging normalnya adalah antara 5,4-5,8. SNI (1995) menetapkan, derajat keasaman daging domba yang normal adalah pada kisaran 5,3-5,8. Berarti domba saat dipotong tidak mengalami cekaman atau stress yang signifikan. Sehingga pH daging yang dihasilkan setelah pemotongan tidak menunjukkan variasi yang tinggi.

Dalam penelitian ini derajat keasaman (pH) daging berlawanan terhadap konsumsi energi ternak yang menunjukkan perbedaan. Konsumsi energi domba R0, R1, R3 dan R4 secara berurutan adalah 1,03; 0,94; 0,87 dan 0,76 (Mkal/ekor/hari) (Markhamah, 2005). Konsumsi energi yang lebih tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan glikogen daging dan berakibat derajat keasaman (pH) daging menjadi lebih rendah (Haryoko et al., 2005).

Nilai pH daging merupakan faktor kualitas yang akan berpengaruh terhadap daya mengikat air (DMA), keempukan dan susut masak, juga berhubungan dengan warna dan sifat mekanik daging. Kenaikan pH daging akan meningkatkan daya mengikat air dan menurunkan susut masak daging domba secara linier (Soeparno,1994; Diaz et al., 2002).

Daya Mengikat Air (DMA) Daging

Nilai rataan persentase daya mengikat air pada daging domba yang mendapat perlakuan pemberian sabun kalsium 0%; 1,5%; 3% dan 4,5% dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 7.

Daya mengikat air tiap perlakuan tidak ada perbedaan yang nyata setelah diberi sabun kalsium dalam ransum. Hal ini dapat dipahami karena berkaitan dengan derajat keasaman daging domba yang juga berbeda tidak nyata. Daya megikat air daging akan berbeda jika terdapat perbedan pH daging tersebut (Lawrie, 2003). Selain itu diduga disebabkan oleh tidak ada perbedaan antara spesies, umur, dan sampel yang digunakan dalam pengujian.

Kadar lemak total daging sebanding dengan daya mengikat air. Daya mengikat air akan semakin meningkat dengan meningkatnya kadar lemak daging. Daya mengikat air yang rendah menyebabkan daging tersebut mengeluarkan air, yang menyebabkan daging menjadi lembek, basah dan memperlihatkan warna pucat (Natasasmita et al., 1987). Kondisi yang basah akan mengurangi persentase kadar lemak yang terdapat pada daging tersebut.

Penurunan pH otot postmortem akan menurunkan daya mengikat air daging. Pada titik isoelektrik protein miofibril, filamen miosin dan filamen aktin akan saling mendekat, sehingga ruang diantara filamen-filamen ini menjadi lebih kecil. Pemecahan dan habisnya ATP serta pembentukan ikatan diantara filamen tersebut saat rigormortis menyebabkan penurunan daya mengikat air.

Daging dengan DMA lebih tinggi mempunyai kualitas relatif lebih baik dibandingkan daging dengan DMA yang rendah. Tingginya DMA pada daging menyebabkan (a) keempukan daging meningkat dan (b) menurunkan susut masak daging sehingga kehilangan nutrisi lebih rendah (Arnim, 1996). Menurut Natasasmita et al. (1987) bahwa penurunan mutu atau rendahnya daya mengikat air akan menyebabkan pengeluaran air.

Keempukan Daging

Nilai rataan keempukan (kg/cm2) daging domba yang mendapat perlakuan pemberian sabun kalsium 0%; 1,5%; 3% dan 4,5% dalam ransum dapat dilihat pada Tabel 7.

Keempukan merupakan salah satu faktor kualitas daging yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen. Pemberian sabun kalsium tidak berbeda nyata terhadap keempukan daging. Nilai rataan keempukan daging domba penelitian dikategorikan empuk yaitu antara 1,31 sampai 1,74 Tabel 7. Nilai rataan keempukan daging domba dari semua perlakuan adalah 1,55.

Keempukan daging mempunyai hubungan dengan daya mengikat air daging. Nilai keempukan meningkat dengan semakin menurunnya nilai daya mengikat air pada daging. Hal ini sesuai pernyataan Soeparno (1994) bahwa otot yang berkontraksi atau memendek menjelang rigormortis akan menghasilkan daging dengan panjang sarkormer yang pendek, lebih banyak mengandung kompleks aktomiosin atau ikatan antar filamen, sehingga daging menjadi kurang empuk dan mempunyai daya mengikat air yang rendah.

Nilai keempukan daging pada R1 dan R2 mengalami penurunan dan pada R3 terjadi peningkatan (Tabel 7). Hal ini diduga ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya penurunan tersebut. Faktor tersebut yaitu metode memasaknya dan aktivitas ternak selama masih hidup (Judge et al., 1989). Bagian otot daging yang melakukan aktivitas selama ternak masih hidup memiliki tekstur yang kasar dan kurang empuk. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam jaringan ikat yang ikut dalam aktivitas otot.

Nilai keempukan daging dibagi kedalam empat kategori yaitu empuk (skala 0-3), cukup (skala 3-6), alot (skala 6-11) dan diatas 11 yang merupakan daging yang tidak layak untuk dikonsumsi (Pearson, 1963). Nilai empuk yang dihasilkan dalam penelitian ini selain sampel yang digunakan dan nilai pH daging yang mempengaruhi, diduga juga karena hewan yang masih muda. Hewan yang masih muda memiliki jaringan ikat yang masih muda pula yang mudah dipecah atau dirusak selama proses pemasakan.

Susut Masak Daging

Nilai rataan persentase susut masak pada daging domba yang mendapat perlakuan pemberian sabun kalsium dapat dilihat pada Tabel 7. Pemberian sabun kalsium tidak berpengaruh nyata terhadap susut masak daging domba. Rataan nilai susut masak daging yaitu 31,54% dengan kisaran antara 28,65% sampai 33, 24%. Menurut Soeparno (1994), umumnya susut masak bervariasi antara 1,5%-54,5% dengan kisaran 15%-40%.

Susut masak dipengaruhi oleh panjang sarkomer, serabut otot, panjang potongan serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging dan penampang lintang daging (Bouton et al., 1973). Daging yang mempunyai pH yang lebih rendah akan menghasilkan nilai susut masak yang lebih tinggi, karena semakin rendah pH maka daya mengikat air daging akan semakin rendah, sehingga banyak air yang keluar.

Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai kualitas yang relatif baik daripada daging dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit (Soeparno, 1994). Susut masak yang tinggi menunjukkan daya mengikat air oleh protein daging rendah sehingga berat yang hilang pada saat pemasakan akan lebih banyak dan akan meyebabkan penurunan keempukan (Soeparno, 1994).

Dokumen terkait