• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penanaman kedelai dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Darmaga, Bogor. Masa penelitian di lapang dilakukan selama tiga bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2011. Benih kedelai yang ditanam menggunakan benih kuning Varietas Anjasmoro dan benih hitam Varietas Detam 1. Perlakuan pemupukan terdiri atas perlakuan tanpa pemupukan, N, P, dan K, N dan P, N dan K, serta P dan K. Pupuk N yang digunakan adalah urea dengan dosis 50 kg urea ha-1, pupuk P menggunakan SP-36 dengan dosis 150 kg SP-36 ha-1, dan pupuk K menggunakan KCl dengan dosis 100 kg KCl ha-1, dosis ini didasarkan atas rekomendasi Balai Penelitian Tanah (2010). Musim hujan berlangsung selama penelitian, sehingga di daerah penelitian masih mendapatkan curah hujan yang tinggi. Penyiraman hanya dilakukan selama beberapa hari setelah tanam.

Pengendalian gulma di lahan penelitian dilakukan secara manual. Gulma yang banyak ditemui di lapang antara lain: (1) rumput: Axonopus compressus, (2) gulma berdaun lebar: Mimosa pudica, Ageratum conyzoides, Caladium sp, Oxalis barrelieri, dan Cleome rutidospermae. Hama yang menyerang tanaman kedelai selama penelitian antara lain belalang (terutama dari jenis Valanga sp.), kepik hijau (Nezara viridula) dan kepik polong (Riptortus linearis). Selama pertanaman ditemukan juga penyakit seperti karat daun dan virus mosaik kuning. Serangan hama cukup sedikit dan tidak mengganggu pertanaman secara luas sehingga tidak dilakukan penyemprotan hama sedangkan untuk penyakit dilakukan pencabutan pada tanaman yang terserang.

Pengamatan keadaan vegetatif tanaman di lahan dimulai saat 2 MST dan pengamatan berakhir saat tanaman memasuki masa generatif (6 MST). Tanaman kedelai mulai berbunga pada 35 HST, hal ini sesuai dengan deskripsi varietas (Balitkabi, 2005). Panen dilakukan ketika telah mencapai masak fisiologi berdasarkan kriteria tertentu (Tabel 1). Pemanenan dilakukan sebanyak dua kali karena tingkat kemasakan antar petak tidak sama, panen pertama dilakukan pada 85 HST sedangkan panen kedua dilakukan pada 91 HST. Pada Varietas Anjasmoro, hal ini sesuai dengan perkiraan umur panen berdasarkan deskripsi

20 varietas (Balitkabi, 2005), yakni 82.5 - 92.5 HST, akan tetapi pada Varietas Detam 1 hal ini melebihi umur panen yang seharusnya 82 HST. Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan vegetatif dan produksi benih serta mutu benih yang dihasilkan, termasuk kandungan antosianin yang diduga berkorelasi dengan vigor daya simpan benih.

Pertumbuhan Vegetatif dan Produksi Benih

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi benih dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan dan interaksi antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap seluruh peubah pengamatan. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (3 - 6 MST), jumlah daun (2 - 3 MST), dan bobot benih per tanaman.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Varietas Kedelai, Jenis Pemupukan, dan Interaksinya terhadap Pengamatan Vegetatif dan Produksi Benih

Peubah pengamatan Perlakuan KK (%)

V P V * P Tinggi tanaman 2 MST tn tn tn 4.67 3 MST * tn tn 5.78 4 MST * tn tn 10.63 5 MST * tn tn 10.02 6 MST * tn tn 10.78 Jumlah daun 2 MST * tn tn 15.17 3 MST ** tn tn 9.08 4 MST tn tn tn 12.21 5 MST tn tn tn 18.22 6 MST tn tn tn 17.34

Bobot benih per tanaman * tn tn 11.72

Bobot benih per petak tn tn tn 24.61

Keterangan: tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% * = nyata berdasarkan uji F pada taraf 5% ** = nyata berdasarkan uji F pada taraf 1%

V = Varietas; P= Pemupukan; V*P=Interaksi antar faktor KK= Koefisien keragaman

Perbedaan yang terdapat antara Varietas Anjasmoro dan Detam 1 dalam penelitian ini terkait dengan sifat genetik antar varietas yang berbeda-beda dan memiliki karakteristik tersendiri seperti yang dijabarkan pada deskripsi

varietasnya masing-masing (Lampiran 1 dan 2). Perbedaan varietas dimaksudkan terutama untuk mengetahui faktor-faktor yang belum ada pada deskripsi terkait vigor daya simpan benih dan kandungan antosianin serta ada atau tidaknya interaksi perlakuan pemupukan dengan varietas terhadap peubah-peubah yang diamati.

Pertumbuhan tanaman terjadi karena adanya proses-proses pembelahan sel dan pemanjangan sel. Proses-proses tersebut memerlukan karbohidrat dalam jumlah besar. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa pertumbuhan dan hasil suatu tanaman dipengaruhi oleh keadaan lingkungan tumbuhnya. Salah satu faktor lingkungan tumbuh yang penting bagi pertumbuhan tanaman adalah ketersediaan unsur hara dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengaruh perlakuan pemupukan terhadap komponen pertumbuhan kedelai disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Kedelai pada Berbagai Perlakuan Pemupukan

Perlakuan pemupukan

Umur tanaman (minggu setelah tanam)

2 3 4 5 6 ---Tinggi tanaman (cm)--- Tanpa pupuk 10.63 15.28 29.65 39.91 51.75 N, P, dan K 10.89 15.44 30.77 41.89 54.46 N dan P 10.46 15.66 30.75 41.45 52.04 N dan K 10.60 15.10 28.66 38.97 51.36 P dan K 10.40 15.03 26.89 36.53 47.64

---Jumlah daun (helai)---

Tanpa pupuk 1.40 2.98 5.84 9.17 13.77

N, P, dan K 1.53 2.99 5.91 9.96 14.54

N dan P 1.54 3.08 6.12 9.88 13.65

N dan K 1.36 2.93 5.78 8.92 12.71

P dan K 1.57 2.96 5.72 8.85 13.12

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada komponen pengamatan vegetatif yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun mulai dari awal pertumbuhan sampai dengan akhir masa vegetatif secara umum meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semua perlakuan pemupukan pada petak perlakuan mampu mendukung masa vegetatif tanaman kedelai. Perlakuan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini diduga karena hara di dalam tanah telah mampu menyuplai hara sesuai kebutuhan

22 tanaman, terutama untuk mendukung pertumbuhan tinggi tanaman dan penambahan jumlah daun. Ketersediaan hara yang cukup di dalam tanah sebelum penanaman diduga menjadi penyebab tidak adanya respon yang cukup nyata pada perlakuan pemupukan yang berbeda.

Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang penting untuk proses metabolisme dan membangun struktur anatomi tanaman, Fosfor berperan mempercepat terjadinya pembelahan sel yang menyebabkan pembentukan dan perkembangan batang dan daun kecambah tanaman lebih cepat (Hardjowigeno, 2003), sedangkan kalium berperan penting dalam fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan tanaman, indeks luas daun, dan meningkatkan translokasi hasil fotosintesis keluar daun (Gardner et al., 1991).

Berdasarkan Tabel 4 bobot benih per petak Varietas Anjasmoro tidak berbeda nyata dengan Varietas Detam 1 tetapi memiliki bobot benih per tanaman yang nyata lebih tinggi dibandingkan Varietas Detam 1. Varietas Anjasmoro memiliki bobot benih per tanaman sebesar 11.42 g sedangkan Varietas Detam 1 hanya 9.09 g.

Tabel 4. Bobot Benih per Tanaman dan Bobot Benih per Petak pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan

Perlakuan Bobot benih per tanaman (g)

Bobot benih per petak (g) Varietas Anjasmoro 11.42a 1612.85 Detam 1 9.09b 1598.29 Pemupukan Tanpa pupuk 10.36 1537.9 N, P, dan K 10.79 1652.2 N dan P 10.82 1912.4 N dan K 10.04 1434.2 P dan K 9.29 1491.1

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Pertumbuhan organ vegetatif akan mempengaruhi hasil tanaman. Semakin besar pertumbuhan organ vegetatif yang berfungsi sebagai penghasil asimilat (source) akan meningkatkan pertumbuhan organ pemakai (sink) yang akhirnya akan memberikan hasil yang semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa keragaan agronomis pada Varietas Anjasmoro (tinggi tanaman dan jumlah daun) relatif lebih baik pertumbuhannya dibandingkan dengan Varietas Detam 1 sehingga menyebabkan produksi (bobot benih per tanaman) yang lebih baik pada Varietas Anjasmoro dibandingkan dengan Varietas Detam 1.

Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa P sangat berperan dalam pembentukan komponen produksi, seperti pembentukan bunga, buah, dan biji. Akan tetapi perlakuan pemupukan pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kedua komponen produksi, baik bobot benih per tanaman maupun bobot benih per petak (Tabel 4). Pemberian hara diduga sudah melebihi batas kritis sehingga tanaman tidak memberikan respon terhadap perlakuan pemupukan. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa pemupukan pun sudah dapat menghasilkan produksi sebesar 10.36 g tan-1 atau sebesar 2.5 ton ha-1.

Viabilitas dan Vigor Benih yang Dihasilkan Viabilitas Potensial

Pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa perlakuan varietas, pemupukan maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB. Daya berkecambah merupakan tolok ukur viabilitas benih yang memperkirakan parameter viabilitas potensial benih dari lot benih. Pada Tabel 5 terlihat bahwa secara keseluruhan viabilitas potensial benih cukup bagus karena seluruhnya memiliki nilai DB lebih dari 80%.

Vigor Kekuatan Tumbuh

Indeks vigor dan kecepatan tumbuh menggambarkan vigor kekuatan tumbuh benih. Benih yang memiliki vigor yang tinggi akan tahan terhadap deraan sehingga tetap mampu menghasilkan kecambah normal sedangkan benih yang memiliki vigor rendah tidak tahan terhadap deraan suhu dan kadar air tinggi sehingga banyak menghasilkan kecambah abnormal atau mati.

Indeks vigor merupakan nilai yang menunjukkan banyaknya jumlah kecambah normal pada hitungan pertama dalam pengujian viabilitas. Nilai indeks

24 vigor yang tinggi mengindikasikan vigor benih yang tinggi pula, sedangkan kecepatan tumbuh digunakan untuk mengetahui kekuatan tumbuh benih di lapangan yang suboptimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas maupun pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai IV dan KCT. Tidak ada pengaruh interaksi antara kedua perlakuan tersebut baik terhadap IV maupun KCT. Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan pemupukan pada benih kedelai menghasilkan variasi IV berkisar antara 67.33 - 78.67% dan variasi kecepatan tumbuh berkisar antara 27.72 - 30.30% etmal-1.

Tabel 5. Mutu Fisiologi Benih Kedelai pada Berbagai Perlakuan Varietas dan Pemupukan Perlakuan Viabilitas Potensial (VP) Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) Vigor Daya Simpan (VDS) DB (%) KCT (% etmal-1) IV (%) VPCT (%) Varietas Anjasmoro 80.00 28.64 69.07 74.13 Detam 1 86.93 28.44 77.33 72.53 Pemupukan Tanpa pupuk 85.33 27.78 78.00 61.33 b N, P, dan K 88.67 28.86 78.67 83.33 a N dan P 81.33 30.30 71.33 70.00 ab N dan K 82.00 27.72 70.67 80.00 a P dan K 80.00 28.07 67.33 72.00 ab Interaksi tn tn tn tn KK (%) 9.20 9.73 14.68 16.51

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%; tn = tidak nyata berdasarkan uji F pada taraf 5%

Vigor Daya Simpan berdasarkan Metode Pengusangan Cepat Terkontrol

Kondisi tanah tidak hanya mampu mendukung pertumbuhan vegetatif yang optimal tetapi juga produksi benih serta mutu benih saat panen, baik viabilitas potensial maupun vigor kekuatan tumbuhnya. Benih yang diproduksi tidak selalu segera ditanam tetapi seringkali harus disimpan sehingga vigor daya simpan benih menjadi hal yang penting diperhatikan dalam produksi benih.

Pada penelitian ini untuk menggambarkan vigor daya simpan benih dilakukan dengan menggunakan metode Controlled Deterioration sehingga hal ini dapat menduga perbedaan viabilitas benih setelah melewati suatu periode

penyimpanan. Pengusangan cepat terkontrol atau Controlled Deterioration dilakukan dengan menggunakan waterbath dengan menggunakan suhu 41oC selama 48 jam pada benih yang telah ditingkatkan kadar airnya hingga 22%. Nilai pengukuran kadar air selama penderaan selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Harrington (1972) menyatakan bahwa suhu dan kadar air tinggi merupakan faktor penyebab menurunnya daya berkecambah dan vigor. Benih yang memiliki vigor daya simpan yang tinggi akan tetap memiliki peformansi yang baik dibandingkan benih yang bervigor rendah meskipun didera pada suhu dan kadar air yang tinggi. Metode pengusangan cepat terkontrol sudah banyak digunakan pada berbagai penelitian dan terbukti mampu membedakan benih yang memiliki vigor tinggi dengan benih yang bervigor rendah. Penelitian Wahyuni (2011) membuktikan bahwa metode ini dapat menunjukkan adanya variasi ketahanan terhadap pengusangan cepat diantara lot benih yang diuji baik berdasarkan tolok ukur DB, IV maupun KCT. Pengujian setelah pengusangan menunjukkan bahwa lot yang satu mempunyai ketahanan lebih tinggi dibandingkan lot yang lain.

Hanafiah (2005) menyatakan bahwa saat tanaman berkecambah dan mulai membentuk perakaran, semua hara yang dibutuhkan untuk aktivitas disuplai oleh biji, kemudian begitu akar mulai berpenetrasi ke dalam tanah, sebagian hara yang dibutuhkan diserap dari tanah dan sekeliling akar (rhizosfer). Persentase penyerapan hara ini makin meningkat selaras dengan habisnya cadangan hara di biji. Selanjutnya tanaman bergantung pada unsur hara tanah dan udara. Pada tahap ini dan selanjutnya maka pengaruh pemupukan dapat dilihat.

Mutu benih tidak berpengaruh nyata dalam hal viabilitas potensial yang ditunjukkan dengan tolok ukur DB, maupun vigor kekuatan tumbuh yang ditunjukkan dengan tolok ukur KCT dan IV, walaupun demikian pemupukan ternyata berpengaruh nyata terhadap VPCT yang mengindikasikan vigor daya simpan benih (VDS). Berdasarkan Tabel 5, pemupukan lengkap N, P, dan K (83.33%) serta N dan K (80.00%) menghasilkan benih dengan vigor daya simpan yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk (61.33%), sedangkan pemupukan N dan P serta P dan K tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan.

26 Tercukupinya kebutuhan hara di dalam tanah untuk mendukung pertumbuhan vegetatif bahkan produksi benih hingga viabilitas potensial dan vigor kekuatan tumbuh benih, belum cukup untuk menghasilkan benih yang tahan terhadap deraan, khususnya deraan terhadap pengusangan cepat terkontrol. Penambahan hara N dan K dapat meningkatkan VPCT secara nyata. N dan K adalah unsur yang paling perlu ditambahkan pada tanah. Pada penelitian ini ketersediaan P pada tanah diduga sudah cukup dan mampu menyuplai kebutuhan hara P bagi tanaman, karena penambahan N dan K (tanpa P) (VPCT = 80.00%) sudah mampu memberikan peningkatan yang nyata dibandingkan dengan kontrol (VPCT = 61.33%) dan tidak berbeda nyata dengan pemupukan N, P, dan K (VPCT = 83.33%).

Sesuai dengan mekanisme dan proses pertumbuhan tanaman, secara fisiologis tumbuhnya benih memiliki keeratan hubungan dengan aspek tersedianya hara di dalam tanah. Sumarna (2008) menjelaskan bahwa pada awal pertumbuhan tersedianya hara untuk tumbuhnya benih didukung oleh kandungan hara pada keping lembaga (cotyledone) yang sangat terbatas hingga benih menghasilkan organ tanaman dan anakan tingkat semai, pertumbuhan selanjutnya akan sangat ditentukan oleh tersedianya energi hara dari lahan.

Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung terbentuknya benih yang bermutu baik. Ketersediaan P berperan dalam pembelahan inti sel untuk membentuk sel-sel baru dan memperbesar sel itu sendiri (Yamin, 1986), sedangkan menurut Sirappa (2002), nitrogen juga merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun komponen inti sel. Unsur kalium sendiri menurut Havlin et al. (1999) dapat meningkatkan produksi adenosine triphosphate (ATP). Menurut Akil (2009), kandungan ATP dalam benih berkaitan dengan vigor benih, apabila kandungan ATP menurun, maka vigor juga semakin menurun. ATP diperlukan untuk biosintesis sel-sel baru, berkurangnya ATP ditunjukkan oleh daya berkecambah dan vigor rendah.

Vigor Daya Simpan berdasarkan Nilai Daya Hantar Listrik (DHL)

Sifat genetik benih antara lain tampak pada permeabilitas dan warna kulit benih yang berpengaruh terhadap daya simpan benih kedelai. Daya simpan

merupakan perkiraan waktu benih mampu untuk disimpan. Benih yang mempunyai daya simpan lama berarti mampu melampaui periode simpan yang panjang dan benih yang setelah penyimpanan masih memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dikatakan memiliki vigor daya simpan (VDS) yang tinggi (Sadjad et al.

1999). Pengujian DHL merupakan salah satu parameter yang dapat

mengindikasikan vigor daya simpan benih. Menurut ISTA (2007) semakin tinggi nilai daya hantar listriknya maka viabilitas benih semakin menurun, hal ini diakibatkan karena makin besar pula kebocoran elektrolit pada benih.

Masing-masing unsur N, P, dan K memiliki peran dalam mendukung permeabilitas benih. Rosmarkam dan Yuwono (2002) mengemukakan pentingnya unsur K dalam meningkatkan kadar lignin. Dalam hal ini Marwanto (2003) menyatakan bahwa benih kedelai yang memiliki kandungan lignin lebih tinggi mempunyai vigor daya simpan yang lebih baik. Menurut Hartawan et al. (2011) kandungan protein berkorelasi negatif dengan nilai DHL. Kandungan protein yang tinggi pada membran sel akan meningkatkan integritas membran sel sehingga tidak banyak mengalami kebocoran. Peningkatan protein pada benih kedelai dipengaruhi oleh serapan nitrogen oleh bakteri rhizobium dan fiksasi nitrogen. Dalam hal ini, unsur P berperan penting sebagai komponen ATP yang merupakan sumber energi dalam fiksasi nitrogen dan sebagai komponen penyusun protein.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa varietas maupun pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap DHL akan tetapi terdapat interaksi antara varietas dengan pemupukan yang berpengaruh nyata terhadap DHL. Tabel 6 menunjukkan adanya interaksi antara varietas dan perlakuan pemupukan. Berdasarkan nilai rataan yang diperoleh, Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL yang tidak berbeda nyata dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro. Perbedaan nyata antara kedua varietas terlihat pada perlakuan pemupukan N dan P yang menunjukkan bahwa Varietas Detam 1 memiliki nilai DHL yang lebih rendah dengan 108.68 μmhos cm-1 g-1 berbeda nyata dengan Varietas Anjasmoro yang memiliki nilai DHL 172.88 μmhos cm-1

g-1. Hal ini menunjukkan bahwa Varietas Detam 1 (kedelai hitam) cenderung memiliki nilai DHL yang lebih rendah dibandingkan dengan Varietas Anjasmoro (kedelai kuning), artinya permeabilitas

28 membran dan vigor daya simpan pada kedelai hitam khususnya pada perlakuan N dan P lebih baik dibandingkan dengan kedelai kuning.

Pada Tabel 6 juga dapat dilihat bahwa Varietas Anjasmoro pada perlakuan pemupukan N dan P memiliki nilai DHL paling tinggi (172.88 μmhos cm-1 g-1) dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada Varietas Anjasmoro, kurangnya unsur K dalam pemupukan menyebabkan tingginya nilai DHL yang menunjukkan tingginya tingkat kebocoran elektrolit pada benih dan mengindikasikan vigor daya simpan benih yang rendah. Hal ini diduga sebab makin banyak kandungan K pada benih makin banyak pula kandungan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel yang berfungsi melindungi cadangan makanan dan embrio sehingga vigor daya simpan semakin baik.

Tabel 6. Interaksi Perlakuan Pemupukan dan Varietas pada Daya Hantar Listrik Benih Kedelai

Perlakuan Daya Hantar Listrik (μmhos cm-1 g-1) Rataan Anjasmoro Detam 1 Tanpa pupuk 139.34 b 127.93 b 133.64 ab N, P, dan K 134.28 b 139.51 b 136.90 a N dan P 172.88 a 108.68 b 140.78 a N dan K 107.57 b 118.01 b 112.79 b P dan K 126.44 b 125.31 b 125.88 ab Rataan 136.10 a 123.89 a

Keterangan: Angka pada kolom dan baris yang berbeda dan diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT

Kandungan Antosianin

Antosianin merupakan salah satu antioksidan. Antioksidan diduga berguna untuk mempertahankan viabilitas benih karena memiliki kemampuan untuk mengurangi efek radikal bebas yang terbentuk selama penyimpanan. Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kandungan antosianin berbeda sangat nyata pada varietas yang diuji. Kandungan antosianin pada varietas kedelai hitam yaitu Detam 1 (1.308 μmol 100g-1 ) nyata lebih tinggi dibandingkan pada kedelai kuning yaitu Anjasmoro (0.418 μmol 100g-1). Hal ini sesuai dengan pernyataan Futura et al. (2002) yang menyatakan bahwa kedelai hitam mengandung banyak antosianin. Adanya perbedaan kandungan antosianin benih diakibatkan karena faktor genetik

pada benih kedelai oleh warna kulit benihnya. Hasil tersebut juga sejalan dengan hasil penelitian Agustin (2010) yang menyatakan bahwa kandungan antosianin pada kedelai hitam Varietas Detam 1 nyata lebih tinggi dibandingkan kedelai kuning Varietas Anjasmoro.

Tabel 7. Kandungan Antosianin Benih Kedelai

Perlakuan Kandungan antosianin (μmol 100g-1 ) Rata-rata ± standar deviasi Uji DMRT Anjasmoro Tanpa pupuk 0.519 ± 0.0963 0.418b N, P, dan K 0.566 ± 0.5658 N dan P 0.371 ± 0.1380 N dan K 0.282 ± 0.0992 P dan K 0.354 ± 0.1014 Rata-rata 0.418 ± 0.1196 Detam 1 Tanpa pupuk 1.151 ± 0.4110 1.308a N, P, dan K 1.373 ± 0.1656 N dan P 1.225 ± 0.2106 N dan K 1.779 ± 0.6979 P dan K 1.011 ± 0.1138 Rata-rata 1.308 ± 0.2939

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Berdasarkan analisis statistik perlakuan pemupukan maupun interaksi antara varietas dengan pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan antosianin benih. Penelitian lain pada tanaman Aglaonema menyebutkan bahwa perlakuan pemberian nutrien memberikan hasil bahwa peningkatan konsentrasi nitrogen atau fosfor dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan kadar klorofil daun, tetapi menurunkan kadar antosianin pada daun (Widiatningrum, 2008). Antosianin merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang banyak dihasilkan pada tanaman dan biosintesisnya diinduksi oleh berbagai cekaman biotik dan abiotik. Salah satu jenis cekaman abiotik adalah cekaman hara, misalnya dengan cara pengaturan pemupukan. Pada beberapa penelitian lainnya dilaporkan bahwa unsur N dan atau P yang terbatas diketahui dapat menginduksi akumulasi antosianin (Gould, 2004).

Perbedaan hasil yang terjadi pada penelitian ini diduga karena tanah telah menyediakan kandungan hara yang cukup bagi pertumbuhan kedelai, sehingga

30 baik unsur N, P, maupun K tidak menjadi faktor pembatas pembentukan antosianin. Menurut Delgado et al. (2006) aplikasi K dalam dosis yang tinggi bahkan dapat menurunkan kandungan antosianin. Hal ini juga menunjukkan bahwa dalam pembentukan antosianin tanaman kedelai kurang respon terhadap pemupukan.

Hubungan antara Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih

Tingginya kandungan antosianin dan permeabilitas benih yang lebih baik (nilai DHL rendah) pada kedelai hitam seharusnya mengindikasikan vigor daya simpan yang baik pula. Menurut Purwanti (2004), kebocoran membran sel akibat deteriorasi menyebabkan penurunan vigor dipercepat. Semakin lama benih disimpan semakin bertambah tua sel-sel dalam benih. Proses penuaan pada kedelai kuning yang disimpan pada suhu tinggi nampak dipercepat dibanding kedelai hitam, sehingga kebocoran membran sel-sel benih semakin tinggi dan permeabilitas sel juga meningkat. Heatherly et al. (1995) juga menyatakan bahwa benih yang memiliki kulit yang kurang permeabel lebih mampu mempertahankan viabilitas dan vigor benih, namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa VPCT Anjasmoro yang tidak berbeda nyata dengan VPCT Detam 1. Hal ini diduga bahwa VPCT yang digunakan tidak cukup peka untuk membedakan vigor daya simpan antar varietas tetapi lebih peka dalam membedakan vigor daya simpan antar perlakuan pemupukan. Berdasarkan hasil ini maka uji korelasi dilakukan pada masing-masing varietas secara terpisah. Hasil korelasi antara kandungan antosianin benih dengan vigor daya simpan benih melalui pengusangan cepat terkontrol dan uji DHL dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Korelasi Kandungan Antosianin dengan Vigor Daya Simpan Benih

Tolok ukur Varietas

Anjasmoro Detam 1

---Koefisien Korelasi (r)---

Pengusangan Cepat Terkontrol (%) 0.035tn 0.273tn Daya Hantar Listrik (μmhos cm-1

g-1) 0.102tn 0.090tn

Aktivitas antioksidan yang dimiliki antosianin diduga dapat meningkatkan vigor daya simpan benih, namun hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa kandungan antosianin tidak berkolerasi dengan vigor daya simpan benih baik melalui pengusangan cepat terkontrol pada Varietas Anjasmoro (r = 0.035tn) dan Varietas Detam 1 (r = 0.273tn) maupun melalui uji DHL pada Varietas Anjasmoro (r = 0.102tn) dan Varietas Detam 1 (r = 0.090tn) (Tabel 8). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan antosianin pada Varietas Anjasmoro maupun Detam 1 tidak bisa menduga vigor daya simpan benih kedelai yang dipengaruhi perlakuan pemupukan (mutu fisiologis) baik melalui uji pengusangan cepat terkontrol maupun melalui uji DHL.

Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 dapat dilihat indikasi bahwa kandungan antosianin Varietas Anjasmoro dan Detam 1 berbanding terbalik dengan nilai daya hantar listriknya. Varietas Detam 1 memiliki kandungan antosianin yang

Dokumen terkait