• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum

Lokasi penelitian berada di dua sekolah negeri yang berlokasi di Kota Bogor dengan akreditasi A. Kedua Sekolah tersebut adalah SDN Panaragan 1 yang terletak di Jalan Veteran nomor 37 Bogor Tengah dan SDN Panaragan 2 yang berlokasi bersebelahan dengan SDN 1 yaitu Jalan Veteran nomor 35 Bogor Tengah. SDN Panaragan memiliki siswa sebanyak 632 dengan siswa kelas lima sebanyak 105 orang yang terbagi ke dalam tiga kelas. Sedangkan jumlah siswa di SDN Panaragan 2 sebanyak 553 siswa dengan jumlah siswa kelas lima sebanyak 98 siswa yang terbagi menjadi dua kelas. Kedua sekolah dilengkapi dengan fasilitas perpustakaan, laboratorium computer, unit kesehatan sekolah (UKS), lapangan olahraga, toilet dan sarana air bersih, akan tetapi tidak terdapat kantin.

Karakteristik Contoh

Contoh dalam penelitian ini merupakan siswa kelas lima dari dua sekolah dasar di Kota Bogor, yaitu siswa sekolah SDN Panaragan 1 dan Panaragan 2 kelas 5A. Kelas 5A SDN Panaragan 1 terpilih sebagai kelompok kontrol, sementara kelas 5A Panaragan 2 sebagai kelompok intervensi. Karakteristik contoh pada penelitian ini termasuk usia, jenis kelamin, dan uang jajan.

Usia

Kriteria pemilihan contoh dalam penelitian ini adalah anak usia sekolah dengan rentang usia 10-12 tahun. Penelitian ini menggolongkan pembagian umur contoh penelitian berdasarkan kriteria tersebut. Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan contoh penelitian berada pada usia 10-11 tahun. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk usia antara kelompok intervensi dan kontrol. Jumlah anak dengan usia 10 dan 11 tahun tersebar merata baik pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol. Menurut Gunarsa (2004) usia 10-12 tahun merupakan masa sekolah dimana anak cenderung berpikir kritis dan secara jelas menunjukkan minat dan kemampuan untuk berkembang, sehingga sangat baik untuk diberikan pengetahuan melalui belajar. Hasil penelitian oleh Graves et al. (2009) menunjukkan bahwa pendidikan gizi memberikan pengaruh yang positif terhadap pengetahuan dan sikap gizi pada anak kelas 5 dan 6 SD. Tabel 3 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan usia.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia Usia

(tahun)

Intervensi Kontrol Total

n % n % n % 10 11 Total 22 21 43 48.5 51.5 100 16 17 33 48.5 51.5 100 38 38 76 50 50 100 p = 0.818

Jenis Kelamin

Jumlah siswa dengan jenis kelamin laki-laki pada penelitian ini sebesar 43.4% dari seluruh contoh, sementara siswa dengan jenis kelamin perempuan sebesar 56.6% dari seluruh contoh. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk jenis kelamin antara kelompok kontrol dan intervensi. Hasil penelitian oleh Geralyn et al. (2012) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara anak laki-laki dan perempuan untuk peningkatan skor pengetahuan dan sikap gizi pada anak sekolah dasar sebelum dan setelah diberikan pendidikan gizi. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Intervensi Kontrol Total

n % n % n % Laki-laki Perempuan Total 21 48.8 12 36.4 33 43.4 22 51.2 21 63.6 43 56.6 43 100 33 100 76 100 p= 0.280 Uang Jajan

Uang jajan contoh dalam penelitian ini merupakan uang yang diberikan oleh orangtua contoh untuk membeli keperluan sekolah, seperti alat tulis, makanan, dan minuman, kecuali untuk transportasi. Uang jajan dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu uang jajan di atas rata-rata uang jajan contoh dan di bawah atau sama dengan rata-rata. Berikut disajikan sebaran contoh berdasarkan uang jajan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan Uang Jajan

(Rp/hari)

Intervensi Kontrol Total

n % n % n % < Rp 9184 ≥ Rp 9184 Total 20 46.5 14 42.4 34 44.7 23 53.5 19 57.6 42 55.3 43 100 33 100 76 100 Rata-rata ± SD 8 488 ± 3 035 10 091 ± 5 002 9 184 ± 4 019 Min - Maks 4000 – 15 000 3000 – 25 000 3000 – 25 000 p= 0.280

Rata-rata uang jajan dari keseluruhan contoh adalah sebesar Rp9 184 ± 4 019. Sebagian besar contoh mendapatkan uang jajan lebih dari rata-rata baik dalam kelompok intervensi maupun kontrol. Rata-rata uang jajan contoh kelompok kontrol lebih besar dari rata-rata uang jajan kelompok intervensi, akan tetapi hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara kedua kelompok. Hasil penelitian Napsiah (2012) menunjukkan apabila semakin besar uang saku, maka semakin meningkat pula prestasi belajar anak. Akan tetapi, penelitian Fitriana (2015) menunjukkan bahwa uang jajan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengetahuan dan sikap gizi sarapan.

12

Karakteristik Keluarga Besar Keluarga

Besar keluarga merupakan jumlah seluruh keluarga yang tinggal di rumah keluarga contoh. Besar keluarga mempengaruhi pendapatan per kapita contoh. Besar keluarga terbagi menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6), dan besar (>7). Berikut ini disajikan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga Intervensi Kontrol Total

n % n % n % Kecil Sedang Besar Total 20 46.5 13 39.4 33 43.4 20 46.5 17 51.5 37 48.7 3 7.0 3 9.1 6 7.9 43 100 33 100 76 100 Rata-rata ± SD 4.8 ± 1.2 4.9 ± 1.1 4.85 ± 1.2 p= 0.620

Proporsi besar keluarga antara kedua kelompok hampir sama yaitu berukuran kecil dan sedang dengan nilai rata-rata 4.85 ± 1.2. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk besar keluarga antara kelompok intervensi dan kontrol. Hasil penelitian Nababan (2013) menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap pola konsumsi keluarga. Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi, dan sebaliknya. Pada penelitian ini besar keluarga digunakan untuk menghitung pendapatan per kapita dari keluarga contoh.

Tingkat Pendidikan Orangtua

Tingkat pendidikan orangtua contoh diketahui berdasarkan pendidikan terakhir orangtua contoh. Tingkatan pendidikan dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi keluarga contoh, dan pendidikan anak dari keluarga. Tingkat pendidikan orangtua dibagi menjadi tingkat pendidikan ayah dan ibu. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dapat dilihat pada Tabel 7.

Hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan terakhir ayah sebagian besar berada pada tingkat D1/D2/D3 baik pada kelompok intervensi maupun kontrol yaitu masing-masing sebesar 52.4% dan 45.5%. Kemudian paling sedikit berada pada tingkat SMP untuk kelompok intervensi (4.8%) sementara untuk kelompok kontrol tingkat SMA/SMK/STM dan D4/S1 berjumlah paling sedikit yaitu sebesar 9.1%. Tingkat pendidikan ibu juga menunjukkan pendidikan akhir terbanyak pada tingkatan D1/D2/D3 dan paling sedikit pada tingkat SMA/SMK/STM pada kelompok kontrol sebesar 6.1% dan pascasarjana pada kelompok intervensi sebesar 2.5%.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Tingkat Pendidikan

Orangtua

Intervensi Kontrol Total

n % n % n % Ayah SD 0 0 0 0 0 0 SMP 2 4.8 0 0 2 2.7 SMA/SMK/STM 2 4.8 3 9.1 5 6.7 D1/D2/D3 22 52.4 15 45.5 37 49.3 D4/S1 5 11.9 3 9.1 8 10.7 Pascasarjana 11 26.2 12 36.4 23 30.7 Total 42 100 33 100 75 100

Keseluruhan hasil menunjukkan bahwa tidak ada orangtua dengan status pendidikan terakhir di sekolah dasar maupun tidak bersekolah. Kelompok kontrol dan intervensi tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan untuk tingkat pendidikan ayah dan ibu. Penelitian Reskia et al. (2014) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan orangtua berpengaruh terhadap prestasi belajar anak, hal tersebut dikarenakan orangtua memiliki peran penting dalam membimbing dan membantu anak untuk belajar.

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua akan mempengaruhi pendapatan yang juga akan mempengaruhi kemampuan orangtua untuk memenuhi kebutuhan anak. Tabel 8 menunjukkan bahwa pekerjaan orangtua contoh cukup bervariasi terutama pekerjaan ayah. Hasil menunjukkan bahwa sebesar 45.5% ayah berprofesi sebagai PNS/ABRI/Polisi dan hanya 6.1% saja yang tidak bekerja pada kelompok kontrol. Sementara pada kelompok intervensi, profesi terbanyak terdapat pada pegawai swasta sebesar 35.7% dan 4.8% ayah yang tidak bekerja. Secara keseluruhan sebagian besar ayah contoh berprofesi sebagai pegawai swasta dengan persentase 33.3%.

Sebagian besar ibu contoh adalah ibu rumah tangga baik pada kelompok intervensi maupun kontrol dengan persentase total sebesar 82.2%. Selain itu terdapat juga ibu contoh yang berprofesi sebagai wiraswasta, buruh tani, pegawai swasta dan pegawai negri. Pekerjaan berpengaruh terhadap tingkat ekonomi keluarga. Jika anak hidup dalam keluarga yang memiliki tingkat ekonomi rendah maka kebutuhan anak akan konsumsi menjadi kurang terpenuhi, akibatnya kesehatan anak terganggu sehingga belajarnya juga akan terganggu (Sabatina 2014). Ibu SD 0 0 0 0 0 0 SMP 3 7.5 0 0 3 4.1 SMA/SMK/STM 2 5 2 6.1 4 5.5 D1/D2/D3 28 70 21 63.6 49 67.1 D4/S1 6 15 4 12.1 10 13.7 Pascasarjana 1 2.5 6 18.2 7 9.6 Total 40 100 33 100 73 100

14

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua

Pekerjaan ortu Intervensi Kontrol Total

n % n % n % Ayah Tidak bekerja 2 4.8 2 6.1 4 5.5 PNS/ABRI/Polisi 10 23.8 15 45.5 25 33.3 Pegawai swasta 15 35.7 8 24.2 23 30.7 Wiraswasta 3 7.1 5 15.2 8 10.7 Buruh/petani 10 23.8 0 0 10 13.3 Lainnya 2 4.8 3 9.1 5 6.7 Total 42 100 33 100 75 100 Ibu Tidak bekerja 0 0 0 0 0 0 PNS/ABRI/Polisi 1 2.5 2 6.1 3 4.1 Pegawai swasta 0 0 1 3.0 1 1.4 Wiraswasta 0 0 4 12.1 4 5.5 Buruh/petani 4 10 0 0 4 5.5

Ibu rumah tangga 35 87.5 25 75.8 60 82.2

Lainnya 0 0 1 3.0 1 1.4

Total 40 100 33 100 73 100

Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita diketahui dari jumlah pendapatan ayah dan ibu dibagi dengan besar keluarga contoh. Pendapatan per kapita dikategorikan menjadi miskin dan tidak miskin berdasarkan pendapatan per kapita/bulan. Contoh akan termasuk ke dalam kategori miskin jika pendapatan per kapita/bulan < Rp318 602 (BPS 2015). Tabel 9 menyajikan sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orangtua

Tabel 9 menunjukkan sebagian besar sebaran contoh tergolong dalam kategori tidak miskin, 97% pada kelompok kontrol dan sebesar 90.7% pada kelompok intervensi. Akan tetapi rata-rata pendapatan per kapita kelompok intervensi lebih besar daripada kelompok kontrol. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara kedua kelompok. Fu et al (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga maka semakin meningkat pula kepedulian orangtua terhadap pendidikan dan perilaku anak di sekolah.

Pendapatan per kapita

Intervensi Kontrol Total

n % n % n % Miskin Tidak miskin Total 4 9.3 1 3.0 5 6.6 39 90.7 32 97.0 71 93.4 43 100 33 100 76 100 Rata-rata ± SD 975 296 ± 746 855 945 186 ± 555 049 960 241 ± 650 952 Min - Maks 125 000 – 4 000 000 300 000 – 3 215 667 125 000 – 4 000 000 p = 0.648

Sumber dan Akses Informasi Gizi

Sumber informasi pada penelitian ini diantaranya adalah buku teks/pelajaran, majalah/koran, televisi (TV), radio, Internet/handphone (HP), orangtua, guru, dan teman, dan saudara (Lampiran 2). Secara umum, sebagian besar contoh memilih guru sebagai sumber informasi tentang gizi yaitu sebesar 67.1%, diikuti buku teks/pelajaran dan orangtua masing-masing sebesar 60.5% dan 56.6% (Tabel 10).

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi gizi

Sumber Informasi Intervensi n = 43 Kontrol n = 33 Total n = 76 n % n % n % Buku teks/pelajaran 22 51.2 24 72.7 46 60.5 Majalah/Koran 8 18.6 2 6.1 10 13.2 TV 16 37.2 15 45.5 31 40.8 Radio 8 18.6 0 0.0 8 10.5 Internet/HP 15 34.9 16 48.5 31 40.8 Orangtua 24 55.8 18 54.5 43 56.6 Guru 26 60.5 26 78.8 51 67.1 Teman 4 9.3 0 0.0 4 5.3 Saudara 1 2.3 0 0.0 1 1.3

Pendidikan gizi di sekolah dasar memiliki peran yang penting dalam membentuk kebiasaan anak dalam memilih makanan, kesehatan dan gaya hidup (Contento et al. 2011). Penelitian Perera et al. (2015) mengenai tantangan dan kesempatan untuk meningkatkan pendidikan gizi di sekolah dasar menunjukkan bahwa peran guru dalam pendidikan gizi sangat besar. Selain guru, buku teks/ pelajaran dan orangtua juga mendominasi sumber informasi gizi pada contoh. Buku teks/ pelajaran didapatkan contoh dari pelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) yang diajarkan di sekolah. Menurut Kostanjevec et al. (2011) pengetahuan gizi dapat ditingkatkan apabila didukung dengan sumber pengetahuan dari mata pelajaran terkait seperti ilmu pengetahuan alam atau sains.

Peran orangtua dalam membimbing dan membantu anak dalam belajar sangatlah besar. Sebagian besar orangtua contoh memiliki pendidikan akhir perguruan tinggi (D1/D2/D3), baik pada kelompok intervensi maupun kontrol. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang berhubungan dengan makanan yang baik untuk kesehatan (Alvira et al. 2012). Oleh karena itu, orangtua yang memiliki pengetahuan dan informasi gizi dapat menjadi salah satu sumber informasi gizi untuk anak. Hasil penelitian Lytle et al. (2000) menyimpulkan bahwa keluarga menjadi salah satu yang berpengaruh terhadap pengetahuan, keterampilan dan sikap anak, sehingga sangat dibutuhkan dalam rangka mempromosikan pola makan yang sehat dan pemilihan makan dan pola makan yang sehat. Sebaran contoh berdasarkan akses terhadap informasi gizi dapat dilihat pada Tabel 11.

16

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan akses terhadap informasi gizi

Akses Informasi Intervensi n = 43 Kontrol n = 33 Total n = 76 n % n % n % Jarang (<4 kali/minggu) 10 23.3 12 36.4 22 28.9 Sering (≥4 kali/minggu) 33 76.7 21 63.6 54 71.1 Total 43 100 33 100 76 100

Akses terhadap informasi gizi dalam penelitian ini menunjukkan seberapa banyak contoh menerima paparan informasi terkait gizi terutama terkait pedoman gizi seimbang. Apabila contoh menerima informasi gizi <4 kali/minggu termasuk dalam kategori jarang, sedangkan jika contoh menerima informasi gizi 4 kali/minggu atau lebih termasuk dalam kategori sering (Fitriana 2015). Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh sering mendapatkan informasi mengenai gizi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk akses terhadap informasi antara kelompok intervensi dan kontrol.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa keterpaparan akses terhadap informasi gizi contoh pada dua kelompok relatif sama. Keterpaparan seseorang terhadap informasi akan mempengaruhi pengetahuan dan sikap seseorang, karena informasi adalah sumber pengetahuan dan pembentuk sikap (Maulana 2009). Akses terhadap informasi gizi yang sama antar kelompok, didukung oleh status sosial ekonomi yang tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok. Noh et al. (2014) menyatakan bahwa status sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi akses anak terhadap pemenuhan kebutuhan untuk mendapatkan gaya hidup yang sehat.

Tabel 12 menunjukkan kesediaann contoh untuk memberikan informasi gizi yang dimiliki. Sebelumnya contoh diberikan pertanyaan kesediaan untuk member informasi gizi dan 100% contoh menjawab ya, yang menunjukkan bahwa contoh bersedia untuk berbagi informasi gizi kepada orang lain. Hasil data menunjukkan bahwa 28.5% contoh bersedia untuk membagikan informasi kepada teman. Menurut Yu et al. (2011) menyatakan bahwa belajar bersama dengan teman dan bertukar informasi dengan teman memiliki pengaruh yang positif terhadap pengetahuan dan sikap kritis.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kesediaan memberi informasi gizi Kesediaan memberi informasi gizi Intervensi n = 43 Kontrol n = 33 Total n = 76 n % n % n % Orangtua 23 19.2 18 18.9 41 19.1 Kakak/adik 27 22.5 20 21.1 47 21.9 Teman 34 28.3 25 26.3 59 28.5 Guru 9 7.5 6 6.3 15 7.0 Saudara 27 22.5 23 24.2 50 22.2 Lainnya 0 0.0 3 3.2 3 1.4

Pengetahuan Gizi Contoh

Pengetahuan gizi contoh diketahui dari skor hasil pengisian kuesioner sebelum intervensi (pre test) dan setelah intervensi (post test 1 dan post test 2). Pengetahuan gizi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku gizi individu, keluarga, dan masyarakat (Demirozu et al. 2012). Pertanyaan mengenai pengetahuan gizi terkait pedoman gizi seimbang terdiri dari 20 pertanyaan dan terbagi menjadi empat konten. Keempat konten tersebut sesuai dengan pilar PGS yaitu makan makanan beragam, hidup bersih dan sehat, aktivitas fisik, dan menimbang berat badan. Pada kelompok intervensi sebagian besar contoh tidak dapat menjawab benar (<70%) pada pertanyaan tentang frekuensi makan sehari, frekuensi melakukan aktifitas fisik, manfaat menimbang berat badan dan cara yang benar menurunkan berat badan pada pre test. Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan kelompok intervensi terhadap pernyataan gizi seimbang dapat dilihat pada Tabel 13

Hasil pre test kelompok intervensi menunjukkan pertanyaan jenis makanan beragam, contoh makanan beragam, zat gizi dalam buah dan sayur, frekuensi melakukan aktifitas fisik, menimbang berat badan saja sudah memenuhi pilar PGS, dan manfaat menimbang berat badan (<70%), dan terutama pernyataan frekuensi makan dalam sehari tidak dapat dijawab dengan benar oleh sebagian besar contoh. Sebagian besar contoh memilih jawaban 3 kali makan utama dan 3 kali makan selingan. Menurut Kemenkes (2014) frekuensi makan dalam sehari adalah 3 kali makan utama dan 2 kali selingan. Diduga hal ini disebabkan oleh kebiasaan makan cemilan atau minum susu di malam hari sebelum tidur. Sejalan dengan penelitian oleh Barba et al (2006) yang menyatakan bahwa 54.6% anak berusia 6-11 tahun mengkonsumsi makanan ≥5 kali per hari termasuk mengonsumsi susu sebelum tidur.

Hasil post test 1 menunjukkan sebagian besar pernyataan dapat dijawab dengan benar dan mengalami peningkatan dari pre test. Hasil post test 2 menunjukkan penurunan pada sebagian besar pertanyaan, terutama pada pertanyaan frekuensi melakukan aktivitas fisik. Hasil post test 2 juga menunjukkan peningkatan pada pernyataan dampak mengonsumsi makanan kadaluarsa, cara mengukur berat badan, dan dampak dari kegemukan. Hal ini dapat terjadi mengingat sebagian besar contoh pada kelompok intervensi sering mengakses informasi tentang gizi. Hasil pengetahuan gizi kelompok intervensi berdasarkan konten pilar PGS dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengetahuan gizi kelompok intervensi berdasarkan pilar PGS pada pre

test ( ), post test 1 ( ), dan post test 2 ( )

0 20 40 60 80 100 120

Makanan beragam Hidup bersih dan

sehat

Aktifitas fisik Menimbang Berat

Badan C o n to h (%)

18

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi seimbang

No Pernyataan

Intervensi Kontrol

Pre test Post test 1 Post test 2 Pre test Post test 1 Post test 2

n % n % n % n % n % n %

1 Jenis makanan beragam 26 60.5 26 60.5 26 60.5 22 66.7 21 63.6 20 60.6

2 Contoh makanan beragam 29 67.4 31 72.1 29 67.4 22 66.7 20 60.6 25 75.8

3 Zat gizi dalam buah dan sayur 26 60.5 34 79.1 32 74.4 20 60.6 29 87.9 27 81.8 4 Frekuensi makan dalam sehari 13 30.2 35 81.4 31 72.1 12 36.4 19 57.6 21 63.6

5 Manfaat sarapan 38 88.4 41 95.3 35 81.4 24 72.7 31 93.9 31 93.9

6 Waktu untuk sarapan 31 72.1 42 97.7 40 93.0 26 78.8 31 93.9 29 87.9

7 Dampak apabila tidak mencuci tangan 37 86.0 42 97.7 41 95.3 31 93.9 31 93.9 29 87.9 8 Ciri-ciri makanan yang aman 39 90.7 38 88.4 39 90.7 28 84.8 30 90.9 28 84.8 9 Dampak mengonsumsi makanan kadaluarsa 41 95.3 42 97.7 43 100 32 97.0 30 90.9 30 90.9 10 Perilaku hidup bersih dan sehat 41 95.3 43 100 38 88.4 32 97.0 28 84.8 30 90.9

11 Tempat membuang sampah 43 100 43 100 42 97.7 32 97.0 32 97.0 32 97.0

12 Manfaat beraktifitas fisik 34 79.1 37 86.0 37 86.0 26 78.8 25 75.8 27 81.8 13 Menentukan kegiatan aktifitas fisik 41 95.3 40 93.0 33 76.7 23 69.7 26 78.8 26 78.8 14 Frekuensi melakukan aktifitas fisik 20 46.5 38 88.4 28 65.1 16 48.5 22 66.7 19 57.6 15 Sasaran pelaku aktifitas fisik 42 97.7 43 100 43 100 31 93.9 30 90.9 32 97.0

16 Cara mengukur berat badan 39 90.7 42 97.7 43 100 32 97.0 29 87.9 30 90.9

17 Dampak dari kegemukan 39 90.7 41 95.3 43 100 29 87.9 29 87.9 27 81.8

18 Menimbang berat badan saja sudah memenuhi pilar PGS 18 41.9 22 51.2 22 51.2 12 36.4 15 45.5 12 36.4 19 Cara menurunkan berat badan 19 44.2 33 76.7 32 74.4 24 72.7 28 84.8 26 78.8 20 Manfaat menimbang berat badan 21 48.8 36 83.7 35 81.4 19 57.6 26 78.8 23 69.7

Hasil pada kelompok kontrol menunjukkan sebagian besar contoh pada hasil pre test tidak dapat menjawab benar pada beberapa pertanyaan. Pertanyaan tersebut diantaranya tentang jenis makanan beragam, contoh makanan beragam, zat gizi dalam buah dan sayur, frekuensi makan dalam sehari, frekuensi melakukan aktifitas fisik, menimbang berat badan saja sudah memenuhi pilar PGS, dan manfaat menimbang berat badan (<70%). Sebaran contoh berdasarkan jawaban benar terhadap pertanyaan pengetahuan gizi seimbang terdapat pada Tabel 13.

Hasil post test 1 menunjukkan peningkatan kecuali pada pertanyaan nomor 2 tentang contoh makanan beragam. Hasil post test 2 menunjukkan penurunan apabila dibandingkan dengan post test 1, diantaranya tentang jenis makanan beragam, contoh makanan beragam, menimbang berat badan saja sudah memenuhi pilar PGS, dan terutama pada frekuensi melakukan aktivitas fisik. Berdasarkan Kemenkes (2014) tentang PGS, aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 3-5 kali dalam seminggu. Akan tetapi sebagian besar contoh menjawab 2 kali seminggu, diduga karena di sekolah mata pelajaran olahraga tidak dilakukan 3 kali dalam seminggu. Menurut Suparno (2002) pendidikan di sekolah membentuk pemahaman anak terhadap hal baru dan membentuknya menjadi pengetahuan, sikap, dan kebiasaan. Oleh karena itu, kebiasaan contoh baik kelompok intervensi maupun kontrol mendapatkan pelajaran olahraga di sekolah berpengaruh terhadap pengetahuan contoh mengenai frekuensi aktivitas fisik. Berikut disajikan hasil pengetahuan gizi kelompok kontrol berdasarkan keempat pilar PGS.

Gambar 4 Pengetahuan gizi kelompok kontrol berdasarkan pilar PGS pada pre

test ( ), post test 1 ( ), dan post test 2 ( )

Pengetahuan gizi contoh dikelompokkan menjadi tiga kategori yang didapatkan dari jumlah jawaban benar dan dibuat dalam bentuk skor. Berdasarkan Khomsan (2000), skor pengetahuan gizi contoh dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu kategori baik (≥80%), sedang (60% - 80%), dan rendah (<60%). Pendidikan gizi dengan metode ceramah dan media video pada kelompok intervensi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pengetahuan gizi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Nilai rata-rata pengetahuan gizi pada kelompok intervensi memiliki selisih yang berbeda dengan kelompok kontrol. Pengetahuan gizi tentang pedoman gizi seimbang pada kedua kelompok masuk ke dalam kategori yang sama yaitu sedang. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk nilai pengetahuan hasil pre test antara

0 20 40 60 80 100

Makanan beragam Hidup bersih dan

sehat

Aktifitas fisik Menimbang Berat

Badan C o n to h ( % )

20

kelompok intervensi dan kontrol. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kedua kelompok memiliki tingkat pengetahuan gizi yang sama. Berikut ini disajikan sebaran contoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi contoh

Tabel 14 Sebaran cotoh berdasarkan kategori pengetahuan gizi Pengetahuan gizi Pre test Post test 1 Post test 2

n % n % n % Intervensi Kurang 5 11.6 1 2.3 3 7.0 Sedang 26 60.5 10 23.3 17 39.5 Baik 12 27.9 32 74.4 23 53.5 Total 43 100 43 100 43 100 Rata-rata 74.5 ± 13.6 86.9 ± 11.0 82.7 ± 15.0

Kategori Sedang Baik Baik

Kontrol Kurang 7 21.2 4 12.1 3 9.1 Sedang 14 42.4 11 33.3 14 42.4 Baik 12 36.4 18 54.5 16 48.5 Total 33 100 33 100 33 100 Rata-rata 74.1 ± 13.8 79.7 ± 13.9 79.4 ± 13.8

Kategori Sedang Sedang Sedang

Tabel 14 menunjukkan jumlah contoh yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar, rata-rata nilai dari masing-masing tahapan uji dan kategori dari nilai rata-rata dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil pre test pada kelompok intervensi menunjukkan jika sebagian besar contoh termasuk ke dalam kategori sedang yaitu 60.5%, sedangkan hasil post test 1 dan 2 mengalami peningkatan nilai rata-rata dan sebagian besar contoh pada kelompok intervensi termasuk ke dalam kategori baik. Akan tetapi nilai rata-rata pada post test 2 lebih kecil dibandingkan dengan nilai rata-rata pada post test 1. Walaupun terjadi penurunan pada post test 2, kelompok intervensi tetap termasuk dalam kategori baik untuk pengetahuan gizi, sementara kelompok kontrol tetap termasuk dalam kategori sedang padapre test, post test 1 maupun post test 2.

Hasil pre test pada kelompok kontrol menunjukkan jika sebagian besar contoh termasuk dalam kategori sedang, dan mengalami peningkatan nilai rata-rata pada post test 1 dan post test 2. Akan tetapi berdasarkan nilai rata-rata-rata-rata kelompok kontrol tetap termasuk ke dalam kategori sedang pada post test 1 dan 2. Peningkatan nilai dari pre test ke post test 1 dan 2 tidak mencapai nilai minimal untuk kategori pengetahuan gizi baik (≥80%). Selisih nilai rata-rata dan uji beda dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 15 Selisih nilai rata-rata dan uji beda pengetahuan gizi

Pengetahuan Gizi Intervensi Kontrol

Selisih (∆) p Selisih (∆) p

Pre Test – Post Test 1 12.4 0.000*

5.6 0.001*

Pre Test – Post Test 2 8.2 0.001* 5.3 0.004*

Post Test 1 – Post Test 2 -4.2 0.033* -0.3 0.825

Selisih nilai rata-rata antara pre test dengan post test 1 pada kelompok intervensi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Terjadi peningkatan nilai rata-rata yang tinggi pada post test 1 dibandingkan dari pre test. Hasil uji beda juga menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan untuk peningkatan nilai rata-rata antara pre test dengan post test 2. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan gizi melalui metode ceramah dengan media audiovisual dapat meningkatkan pengetahuan gizi contoh. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa pendidikan gizi dengan media audiovisual dapat memberikan dampak berkelanjutan terhadap pengetahuan gizi contoh. Sejalan dengan penelitian Nuryanto et al (2014) yang menunjukkan bahwa pendidikan gizi dengan menggunakan media dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap gizi pada siswa sekolah dasar. Hasil uji beda selisih nilai rata-rata antara post test 1 dengan post

test 2 menunjukkan perbedaan yang signifikan, akan tetapi selisih bernilai negatif.

Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan nilai yang signifikan pada post test 2 dibandingkan dengan post test 1.

Penurunan nilai rata-rata pada post test 2 dibandingkan dengan post test 1 menunjukkan bahwa penggunaan media audiovisual pada pendidikan gizi yang hanya diberikan satu kali kurang dapat mempertahankan pengetahuan gizi dalam

Dokumen terkait