• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Pada awalnya kondisi pertanaman terlihat baik namun semakin mendekati waktu panen, banyak tanaman yang terserang penyakit. Hal ini disebabkan karena curah hujan yang tinggi membuat pertanaman menjadi rusak dan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang pertanaman adalah ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius) sedangkan penyakit yang menyerang antara lain busuk hitam, bercak daun Alternaria dan penyakit kaki hitam yang menyerang polong. Penyakit kaki hitam ini disebabkan oleh cendawan Phoma Lingam (Tode ex Fr) dan dapat menginfeksi benih sehingga benih menjadi keriput. Gulma yang tumbuh yaitu Mimosa pudica, Amaranthus sp., dan sejenis rumput-rumputan.

Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan di lantai jemur Unit Pengolahan Benih dan pengeringan tetap dilakukan ketika kondisi cuaca berawan atau mendung. Suhu rata-rata saat pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Pengeringan dengan boxdryer dilakukan dengan menggunakan dua buah boxdryer yang masing- masing di dalamnya terdiri dari dua rak. Suhu selama pengeringan dengan menggunakan boxdryer pada ulangan 1 lebih rendah dibandingkan dengan ulangan 2. Suhu rata-rata saat pengeringan di dalam boxdryer dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2.

Hasil analisis ragam pengaruh lama pengeringan dan metode perontokan terhadap viabilitas benih caisim (Brassica juncea L.) pada pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3-8 dan pada pengeringan dengan boxdyer dapat dilihat pada Tabel Lampiran 9-14. Rekapitulasi hasil analisis ragam pada pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel 1 dan pada pengeringan dengan boxdyer dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lama Pengeringan dan Metode Perontokan Polong terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati pada Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Sinar Matahari

Perlakuan Tolok Ukur

Lama Pengeringan Metode Perontokan Interaksi

Daya Hantar Listrik tn tn tn Daya Berkecambah tn tn tn

Kecepatan Tumbuh tn tn tn

Keserempakan Tumbuh tn tn tn

Berat Kering Kecambah Normal tn tn tn Kecepatan Perontokan tn * tn

Keterangan : * = berpengaruh nyata pada a = 5% tn = tidak berpengaruh nyata

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Lama Pengeringan dan Metode Perontokan Polong terhadap Beberapa Tolok Ukur yang Diamati pada Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Boxdryer

Perlakuan Tolok Ukur

Lama Pengeringan Metode Perontokan Interaksi

Daya Hantar Listrik tn tn tn Daya Berkecambah tn tn *

Kecepatan Tumbuh tn tn tn

Keserempakan Tumbuh tn tn tn

Berat Kering Kecambah Normal tn tn tn Kecepatan Perontokan ** tn tn

Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata pada a = 1% * = berpengaruh nyata pada a = 5% tn = tidak berpengaruh nyata

Hasil pada pengeringan dengan sinar matahari menunjukkan bahwa perlakuan faktor tunggal metode perontokan hanya memperlihatkan pengaruh nyata terhadap tolok ukur kecepatan perontokan. Sedangkan hasil pada pengeringan dengan boxdryer, menunjukkan bahwa perlakuan faktor tunggal lama pengeringan memperlihatkan pengaruh sangat nyata terhadap tolok ukur kecepatan perontokan dan interaksinya menunjukkan pengaruh nyata pada tolok ukur Daya Berkecambah (DB). Selebihnya pada pengeringan dengan sinar matahari dan boxdryer, pengaruh faktor tunggal lama pengeringan dan metode perontokan serta interaksinya tidak berpengaruh nyata pada semua tolok ukur.

Pengaruh Lama Pengeringan dan Metode Perontokan terhadap Daya Hantar Listrik (DHL), Viabilitas Benih dan Kecepatan Perontokan

pada Pengeringan dengan Sinar Matahari

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada pengeringan dengan sinar matahari yang terlihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa metode perontokan berpengaruh nyata terhadap kecepatan perontokan. Hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 8 dan pengaruh metode perontokan terhadap nilai rata-rata kecepatan perontokan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Metode Perontokan terhadap Nilai Rata-rata Kecepatan Perontokan Polong Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Sinar Matahari

Metode Perontokan Kecepatan Perontokan (g/menit)

Dibanting-banting 37.500a Tangan 67.497b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf a = 5%

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa metode perontokan dengan tangan nyata lebih cepat dibandingkan dengan dibanting-banting di dalam kantong plastik. Pengeringan dengan sinar matahari semakin lama membuat polong menjadi kering dan remah, namun hal ini tidak berpengaruh nyata pada kecepatan perontokan. Kecepatan perontokan lebih dipengaruhi oleh metode perontokan

karena polong yang kering dan remah lebih cepat dan mudah lepas dari polongnya dengan menggunakan tangan.

Nilai rata-rata pengaruh lama pengeringan dan metode perontokan terhadap beberapa tolok ukur pada pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Pengaruh Lama pengeringan dan Metode Perontokan Terhadap Beberapa Tolok Ukur yang diamati pada Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Sinar Matahari

Metode Perontokan Lama Pengeringan

4 jam 8 jam ...DHL (µS/cm/g)... Tangan 201.230 151.750 Dibanting-banting 167.807 158.037 ...DB (%)... Tangan 90.667 90.000 Dibanting-banting 92.667 94.000 ...KCT (%KN/etmal)... Tangan 27.673 26.523 Dibanting-banting 26.660 27.973 ...KST (%)... Tangan 46.000 43.333 Dibanting-banting 48.000 50.667 ...BKKN (gram)... Tangan 0.0245 0.0253 Dibanting-banting 0.0267 0.0240

...Kecepatan Perontokan (g/menit)...

Tangan 58.693 79.407 Dibanting-banting 32.926 43.550

Dari Tabel 4 menunjukkan bahwa pada pengeringan dengan sinar matahari menghasilkan viabilitas benih dengan tolok ukur Daya Berkecambah (DB), Kecepatan Tumbuh (KCT), Keserempakan Tumbuh (KST) dan Berat Kering

Kecambah Normal (BKKN) yang tidak berbeda dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam maupun 8 jam dan dirontokkan dengan tangan maupun dibanting- banting di dalam kantong plastik.

Uji DHL merupakan pengujian secara fisik untuk melihat tingkat kebocoran membran sel. Dalam hal ini merupakan salah satu metode untuk melihat tingkat kerusakan benih. Struktur membran yang rusak menyebabkan

kebocoran sel yang erat kaitannya dengan benih yang bervigor rendah. Pada pengeringan dengan sinar matahari, nilai DHL tidak menunjukkan perbedaan dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam maupun 8 jam dan dirontokkan dengan tangan maupun dibanting-banting di dalam kantong plastik.

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai rata-rata DHL antara 151.750-201.230 µS/cm/g untuk benih caisim masih menunjukkan viabilitas dan vigor benih yang baik. Hal ini diduga karena elektrolit yang keluar dari dalam membran masih tidak terlalu banyak sehingga cadangan makanan serta ene rgi yang diperlukan untuk sintesis sel cukup tersedia untuk pertumbuhan awal embrio.

Pada polong caisim di dalamnya terdapat selaput-selaput yang menyelimuti benih yang berfungsi untuk melindungi benih dari kerusakan. Selama pengeringan, selaput ini melindungi benih dari penguapan yang berlebihan, sehingga benih yang ada di dalam polong tidak terlalu kering meskipun kulit polong sudah terlihat kering dan remah karena penguapan. Sedangkan selama perontokan, selaput ini juga melindungi benih dari benturan dan gesekan sehingga kerusakan mekanis yang dapat ditimbulkan tidak terlalu besar. Selain itu, Bewley and Black (1986) menyatakan bahwa selama panen benih berukuran kecil cenderung lebih kecil mengalami kerusakan mekanis dan benih yang berbentuk bulat mempunyai resiko kerusakan mekanis yang lebih kecil dibandingkan benih yang berbentuk lonjong.

Kamil (1979) menyatakan bahwa pemanenan dengan kadar air benih di atas 30% tidak baik bagi benih, karena sukar dirontokkan. Benih akan mudah rapuh apabila dikeringkan sampai kadar air 20%, tetapi tergantung pada jenis (spesies) benih, ada yang baik dipanen pada kadar air 10-12%. Pada penelitian ini pengeringan dapat menurunkan kadar air benih hingga 11-19% namun rata-rata viabilitas benih masih tetap baik yang dicerminkan dari nilai DB di atas 90%. Penurunan nilai kadar air benih selama pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel Lampiran 15.

Rata-rata kecepatan perontokan pada penelitian ini tidak berbeda dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam maupun 8 jam dan dirontokkan dengan tangan maupun dibanting-banting di dalam kantong plastik.

Nilai rata-rata tertinggi DB, KCT dan KST diperoleh pada interaksi

perlakuan lama pengeringan 8 jam dan metode perontokan dengan dibanting- banting di dalam kantong plastik. Hal ini diduga karena penurunan kadar air polong dan benih setelah dikeringkan selama 8 jam telah mencapai level yang aman untuk dirontokkan. Perontokan dengan cara dibanting-banting di dalam kantong plastik dengan kecepatan 70 bantingan per menit lebih aman dilakukan. Hal ini diduga karena benturan yang dialami benih saat dibanting pada kecepatan 70 bantingan per menit kemudian dengan tingkat kadar air benih antara 11-19% tidak menimbulkan kerusakan mekanik yang terlalu besar bagi benih caisim. Selain itu, perontokan polong dengan menggunakan tangan menghasilkan viabilitas yang lebih rendah karena gesekan yang terjadi antara benih dengan kulit polong diduga dapat mengakibatkan kulit benih menjadi lecet atau rusak.

Indeks efektifitas pengolahan adalah perkalian antara rendemen benih dengan tolok ukur viabilitas yaitu daya berkecambah (DB). Nilai rata-rata Indeks efektifitas pengolahan selama pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rata-rata Indeks Efektifitas Pengo lahan Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Sinar Matahari

Metode Perontokan Lama Pengeringan

4 jam 8 jam

Tangan 0.0692 0.0807

Dibanting-banting 0.0650 0.0542

Dari Tabel 5 terlihat bahwa nilai rata-rata indeks efektifitas pengola han tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan lama pengeringan 8 jam dan metode perontokan dengan tangan. Hal ini menandakan bahwa dengan kombinasi perlakuan tersebut pengolahan benih dapat berjalan dengan efektif dan viabilitas benih yang dihasilkan masih tetap baik.

Pengaruh Lama Pengeringan dan Metode Perontokan terhadap Daya Hantar Listrik (DHL), Viabilitas Benih dan Kecepatan Perontokan

pada Pengeringan dengan Boxdryer

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada pengeringan dengan boxdyer yang terlihat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa lama pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kecepatan perontokan. Hasil analisis ragamnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 14 dan pengaruh lama pengeringan terhadap nilai rata-rata kecepatan perontokan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Nilai Rata-rata Kecepatan Perontokan Polong Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Boxdyer

Lama Pengeringan Kecepatan Perontokan (g/menit)

4 jam 53.333a 8 jam 110.345b

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf a = 5%

Dari Tabel 6 menunjukkan bahwa polong yang dikeringkan selama 8 jam lebih cepat dirontokkan secara nyata dibandingkan dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam. Hal ini disebabkan karena polong yang dikeringkan dengan boxdryer selama 4 jam terlihat kering namun kurang remah sehingga benih yang ada di dalamnya cenderung masih lengket dengan kulit polong dan benih sulit untuk dilepaskan. Pengeringan 8 jam mudah untuk melepaskan benih dari polongnya karena kulit polong terlihat kering dan remah serta benih yang ada di dalamnya tidak menempel dengan kulit polong.

Nilai persentase Daya Berkecambah (DB) dipengaruhi oleh interaksi antara lama pengeringan dan metode perontokan. Pengaruh interaksi antara lama pengeringan dan metode perontokan terhadap persentase DB pada pengeringan dengan boxdyer dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai persentase DB tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan lama pengeringan 8 jam dan dibanting-banting di dalam kantong plastik. Hal ini disebabkan karena pengeringan selama 8 jam membuat polong terlihat kering dan remah sehingga benih yang ada di dalamnya mudah

dilepaskan dari polongnya. Disamping itu, metode perontokan dengan cara dibanting-banting tidak menimbulkan kerusakan yang berat pada benih, karena ukuran benih yang kecil cenderung bebas dari kerusakan mekanis.

Tabel 7. Pengaruh Interaksi Lama Pengeringan dan Metode Perontokan terhadap Nilai Rata-rata Daya Berkecambah Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Boxdyer

Lama Metode Perontokan

Pengeringan Tangan Dibanting-banting

...%... 4 jam 76.00b 62.00b 8 jam 63.00b 85.00a

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji DMRT pada taraf a = 5%

Nilai rata-rata perlakuan lama pengeringan dan metode perontokan terhadap beberapa tolok ukur pada pengeringan dengan boxdyer dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rata-rata Interaksi Pengaruh Lama pengeringan dan Metode Perontokan Terhadap Beberapa Tolok Ukur yang diamati pada Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Boxdyer

Metode Perontokan Lama Pengeringan

4 jam 8 jam ...DHL (µS/cm/g)... Tangan 286.800 297.565 Dibanting-banting 343.735 176.915 ...DB (%)... Tangan 76.000 63.000 Dibanting-banting 62.000 85.000 ...KCT (%KN/etmal)... Tangan 22.050 18.560 Dibanting-banting 14.660 23.385 ...KST (%)... Tangan 42.000 25.000 Dibanting-banting 42.000 46.000 ...BKKN (gram)... Tangan 0.0198 0.0206 Dibanting-banting 0.0203 0.0244

...Kecepatan Perontokan (g/menit)...

Tangan 64.000 106.667 Dibanting-banting 45.714 114.286

Dari Tabel 8 menunjukkan bahwa pada pengeringan dengan boxdryer, nilai DHL tidak menunjukkan perbedaan dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam maupun 8 jam dan dirontokkan dengan tangan maupun dibanting-banting di dalam kantong plastik.

Pada pengeringan dengan boxdyer, nilai rata-rata DHL antara 286.800- 343.735 µS/cm/g telah menunjukkan penurunan viabilitas. Hal ini diduga karena metabolit yang keluar dari dalam benih sudah sangat banyak sehingga terjadi perubahan fisiologis dalam protoplasma dari sel-sel dalam benih dan mengakibatkan hilangnya persediaan makanan untuk embrio.

Nilai rata-rata DHL yang tinggi akan mengakibatkan nilai viabilitas yang rendah pada pengeringan dengan boxdryer, yang dicerminkan dari nilai rata-rata DB antara 62-85%. Hal ini disebabkan karena suhu boxdryer yang digunakan pada ulangan 2 lebih tinggi dibandingkan dengan ula ngan 1 yaitu sebesar 39- 44oC. Diduga suhu yang terlalu tinggi ini dapat mengakibatkan benih menjadi retak-retak di dalamnya karena terlampau kering dan kerusakan seperti ini tidak terlihat di permukaannya. Timbulnya retak-retak pada benih akan mengakibatkan kebocoran sel dan nilai DHL akan bertambah besar.

Owen (1987) menyatakan bahwa suhu yang digunakan untuk mengeringkan benih sebaiknya berkisar antar 32-43oC (90-110oF). Bila pada pengeringan benih suhu udara tinggi, maka pengeringan akan berlangsung cepat. Pengeringan yang terlalu cepat mengakibatkan timbulnya retak-retak.

Selain itu, selama masa perkecambahan banyak dijumpai benih keras maupun benih segar namun tidak mampu berkecambah. Hal ini diduga karena pengeringan yang terlalu cepat dapat menyebabkan impermeabilitas kulit benih melalui struktur pada testa. Bagian luar benih menjadi keras tetapi bagian dalamnya masih basah. Ini akan menjadi suatu bentuk dormansi yang dipaksakan dan dikenal sebagai case hardening (Owen, 1987). Selain itu, dari hasil penelitian Sarwono (1993), diketahui bahwa semakin lama dikeringkan persentase benih keras pada kedelai cenderung bertambah, dan kadar airnya berkurang. Pengeringan yang terlalu berlebihan dapat menurunkan daya simpan benih dan juga dapat menimbulkan kerusakan pada sel-sel benih sehingga menurunkan daya berkecambah. Nilai persentase benih keras maupun benih segar tidak

berkecambah pada pengeringan dengan boxdyer dapat dilihat pada Tabel Lampiran 16.

Menurut Boswell dalam Owen (1987) benih berukuran kecil seperti kubis, wortel, bayam dan tomat dengan kadar air rendah, dapat dikeringkan tanpa merusak benih dengan menggunakan pengeringan buatan pada suhu 120o-130oF (48.9o-54.4oC), jika penurunan kadar air hanya sampai level 4-5% dari bobot basahnya. Pada pengeringan dengan boxdryer, suhu tinggi dapat menurunkan kadar air sampai level 45-53% dari bobot basahnya sehingga mengakibatkan penurunan viabilitas. Penurunan nilai kadar air benih selama pengeringan dengan boxdryer dapat dilihat pada Tabel Lampiran 17.

Benih keras disebabkan gangguan terhadap proses imbibisi pada benih. Jika proses imbibisi pada benih terhambat maka akan menghambat proses reaktivasi enzim, proses sintesis pada embrio dan respirasi benih sehingga akan menghambat kecepatan dan keserempakan tumbuh. Namun pada pengeringan dengan boxdryer nilai Kecepatan Tumbuh (KCT), Keserempakan Tumbuh (KST)

dan Berat Kering Kecambah Normal (BKKN) tidak menunjukkan perbedaan dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam maupun 8 jam dan dirontokkan dengan tangan maupun dibanting-banting di dalam kantong plastik.

Rata-rata kecepatan perontokan pada penelitian ini tidak berbeda dengan polong yang dikeringkan selama 4 jam maupun 8 jam dan dirontokkan dengan tangan maupun dibanting-banting di dalam kantong plastik.

Indeks efektifitas pengolahan adalah perkalian antara rendemen benih dengan tolok ukur viabilitas yaitu daya berkecambah (DB). Nilai rata-rata Indeks efektifitas pengolahan selama pengeringan dengan sinar matahari dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rata-rata Indeks Efektifitas Pengolahan Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada Pengeringan dengan Boxdryer

Metode Perontokan Lama Pengeringan

4 jam 8 jam

Tangan 0.0346 0.0304

Dari Tabel 9 terlihat bahwa nilai rata-rata indeks efektifitas pengolahan tertinggi diperoleh pada interaksi perlakuan lama pengeringan 4 jam dan metode perontokan dengan tangan. Hal ini menandakan bahwa dengan kombinasi perlakuan tersebut pengolahan benih dapat berjalan dengan efektif dan viabilitas benih yang dihasilkan tetap baik.

Hubungan antara Daya Hantar Listrik (DHL) dengan Viabilitas Benih pada Pengeringan dengan Sinar Matahari dan Boxdryer

Uji DHL merupakan pengujian secara fisik untuk melihat tingkat kebocoran membran sel. Dalam hal ini merupakan salah satu metode untuk melihat tingkat kerusakan benih. Struktur membran yang rusak menyebabkan kebocoran sel yang erat kaitannya dengan benih yang bervigor rendah.

Hubungan antara DHL dengan Daya Berkecambah (DB), Kecepatan Tumbuh (KCT), Keserempakan Tumbuh (KST) dan Berat Kering Kecambah

Normal (BKKN) pada pengeringan dengan sinar matahari dan boxdryer menghasilkan garis regresi seperti pada Gambar 1, 2, 3, dan 4. Hasil analisis regresi dan korelasi dapat dilihat pada Tabel Lampiran 18-22.

y = -6.8388x + 784.73 R2 = 0.835 0 100 200 300 400 500 600 0 20 40 60 80 100 120 DB DHL

Gambar 1. Grafik Persamaan Regresi antara DHL dan DB Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada pengeringan dengan sinar matahari dan boxdryer

y = -18.132x + 650.95 R2 = 0.7656 0 100 200 300 400 500 600 0 5 10 15 20 25 30 35 KCT DHL

Gambar 2. Grafik Persamaan Regresi antara DHL dan KCT Benih Caisim

(Brassica juncea L.) pada pengeringan dengan sinar matahari dan boxdryer y = -8.4197x + 580.27 R2 = 0.4894 0 100 200 300 400 500 600 0 10 20 30 40 50 60 KST DHL

Gambar 3. Grafik Persamaan Regresi antara DHL dan KST Benih Caisim

(Brassica juncea L.) pada pengeringan dengan sinar matahari dan boxdryer

y = -20810x + 702.61 R2 = 0.757 0 100 200 300 400 500 600 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0.035 BKKN DHL

Gambar 4. Grafik Persamaan Regresi antara DHL dan BKKN Benih Caisim (Brassica juncea L.) pada pengeringan dengan sinar matahari dan boxdryer

DHL memiliki korelasi negatif dengan DB, KCT, KST, dan BKKN dengan

nilai koefisien korelasi (r) berturut-turut adalah 0.9138, 0.8750, 0.6996 dan 0.8701. Berdasarkan nilai koefisien korelasi tersebut, menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang erat antara DHL sebagai tolok ukur kerusakan mekanis dengan tolok ukur viabilitas pada benih caisim (Brassica juncea L.).

Dokumen terkait