Rekapitulasi Sidik Ragam
Berdasarkan hasil uji F menggunakan program olah data SAS 9.1, interaksi antara varietas dan perlakuan berpengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 MST. Varietas berpengaruh nyata pada tinggi tanaman pada 4 sampai 7 MST, jumlah anakan produktif, kejadian penyakit pada 8 dan 9 MST, bobot brangkasan, jumlah gabah bernas /malai, bobot gabah bernas /rumpun, bobot gabah hampa /rumpun, persentase gabah bernas /rumpun, dan persentase gabah hampa /rumpun. Perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh bibit, tinggi tanaman pada 2 dan 3 MST, jumlah anakan pada 5 MST, dan bobot gabah hampa. Secara rinci rekapitulasi sidik ragam ditampilkan pada Tabel 1.
Fase Vegetatif Persentase Tumbuh Bibit
Perlakuan benih berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh bibit (Tabel 2), sedangkan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh bibit. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta, matriconditioning + Agrept 0,2 %, dan P. diminuta meningkatkan persentase tumbuh bibit lebih tinggi dibandingkan perlakuan minyak serai wangi 1 % (80,9 %) dengan nilai berturut- turut 94,1 %, 92,6 %, dan 89,8 %. Agens biokontrol memiliki kemampuan untuk mengkolonisasi rizosfer tanaman (Callan et al., 1997), mensintesis hormon tumbuh seperti asam giberalin, melarutkan P (Rao, 2007), dan memfiksasi N (Bai et al., 2003) sehingga menghasilkan manfaat lebih pada pertumbuhan tanaman termasuk fase perkecambahan.
Perlakuan benih dengan minyak serai wangi 1 % menurunkan persentase tumbuh bibit dibandingkan dengan kontrol sedangkan perlakuan matriconditioning + minyak serai wangi 1 % cenderung menurunkan persentase tumbuh bibit. Perlakuan matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, menghasilkan persentase tumbuh bibit lebih tinggi dibanding perlakuan minyak
lebih baik dibanding perlakuan benih dengan minyak serai wangi saja. Menurut Khan et al. (1990) matriconditioning dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih melalui imbibisi terkendali.
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam dari Tabel Lampiran 5 sampai 12
Peubah Varietas Perlakuan V*T
Persentase tumbuh bibit 0.8694 tn 0.0241 * 0.0761 tn
Tinggi tanaman 2 MST 0.2311 tn 0.0083 ** 0.0144 * 3 MST 0.4231 tn 0.0288 * 0.1681 tn 4 MST 0.0027 ** 0.1782 tn 0.7384 tn 5 MST 0.0032 ** 0.1476 tn 0.9644 tn 6 MST <.0001 ** 0.5584 tn 0.3446 tn 7 MST 0.0005 ** 0.7482 tn 0.3718 tn 17 MST (Panen) 0.1004 tn 0.7209 tn 0.5892 tn Jumlah anakan 5 MST 0.7181 tn 0.0473 * 0.7080 tn 6 MST 0.8895 tn 0.0693 tn 0.3682 tn 7 MST 0.7378 tn 0.1047 tn 0.4951 tn 17 MST (Panen) 0.1101 tn 0.1366 tn 0.7240 tn Bobot brangkasan 0.0022 ** 0.1922 tn 0.5301 tn Serangan HDB Kejadian penyakit 8 MST 0.0006 ** 0.7285 tn 0.1454 tn 9 MST 0.0061 ** 0.9638 tn 0.5923 tn 13 MST 0.0010 ** 0.3146 tn 0.3460 tn 14 MST 1.0000 tn 0.8297 tn 0.4037 tn 17 MST (Panen) . . .
Tingkat keparahan penyakit
8 MST 0.0003 ** 0.6138 tn 0.3229 tn 9 MST 0.0018 ** 0.8102 tn 0.4980 tn 13 MST 0.2687 tn 0.6969 tn 0.9121 tn 14 MST 0.3404 tn 0.6590 tn 0.6512 tn 17 MST (Panen) 0.7161 tn 0.3420 tn 0.5376 tn Komponen hasil Anaka produktif 0.0001 ** 0.0782 tn 0.5987 tn
Jumlah malai /rumpun 0.0646 tn 0.6802 tn 0.6074 tn Jumlah gabah bernas /malai 0.3595 tn 0.8772 tn 0.2271 tn Jumlah gabah hampa /malai 0.8435 tn 0.6446 tn 0.7314 tn Persen gabah bernas /malai 0.6932 tn 0.7795 tn 0.4429 tn Persen gabah hampa /malai 0.6932 tn 0.7795 tn 0.4429 tn Bobot gabah bernas /rumpun 0.0071 ** 0.2381 tn 0.6706 tn Bobot gabah hampa / rumpun 0.0233 * 0.0424 * 0.5947 tn Persen gabah bernas / rumpun 0.0037 ** 0.2061 tn 0.4822 tn Persen gabah hampa / rumpun 0.0037 ** 0.2061 tn 0.4822 tn
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Persentase Tumbuh Bibit
Perlakuan Persentase tumbuh bibit (%)
P0: kontrol (tanpa perlakuan) 88.3 ab
P1: Agrept 0,2 % 88.2 ab
P2: minyak serai wangi 1 % 80.9 b
P3: P. diminuta 89.8 a
P4: matriconditioning + Agrept 0,2 % 92.6 a
P5: matriconditioning + minyak serai wangi 1 % 85.8 ab
P6: matriconditioning + P. diminuta 94.1 a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Tinggi Tanaman
Tabel 3 menunjukkan, perlakuan matriconditioning + Agrept 0,2 % pada 2 MST meningkatkan tinggi tanaman dan berbeda nyata dengan kontrol dan perlakuan minyak serai wangi 1 %. Pada 3 MSTperlakuan matriconditioning + Agrept 0,2 % dan matriconditioning + P. diminuta meningkatkan tinggi tanaman dan nyata lebih tinggi dibandingkan kontrol dan P. diminuta saja. Matriconditioning + Agrept 0,2 % menghasilkan tinggi tanaman 28,8 cm (2 MST) dan 42,6 cm (3 MST), sedangkan matriconditioning + P. diminuta 28 cm (2 MST) dan 42,6 cm (3 MST). Pada 4 MST sampai saat panen (17 MST) tinggi tanaman tidak berbeda nyata secara statistik.
Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Tinggi Tanaman
Perlakuan Minggu ke-
2 3 4 5 6 7 17 - - - cm - - - P0 25.4 c 39.4 b 49.4 61.8 71.5 80.4 98.9 P1 27.8 ab 41.0 ab 51.4 64.5 73.4 79.5 98.5 P2 26.6 bc 40.3 ab 50.3 61.8 70.6 78.5 98.3 P3 27.0 abc 39.5 b 49.9 63.3 73.0 79.0 98.1 P4 28.8 a 42.6 a 52.4 65.6 75. 0 81.3 97.8 P5 27.2 abc 41.2 ab 50.9 63.6 74.7 81.0 99.0 P6 28.0 ab 42.6 a 52.3 65.1 75.4 79.1 100.0
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %. P0 = kontrol, P1 = Agrept 0,2 %, P2 = minyak serai wangi 1 %, P3 = P. diminuta, P4 = matriconditioning + Agrept 0,2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, dan P6 = matriconditioning + P.
Pseudomonas diminuta sebagai agens biokontrol diduga mampu memacu petumbuhan dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dari beberapa hasil penelitian diketahui bahwa agens biokontrol memiliki kemampuan mensintesis hormon tumbuh seperti asam indol asetat, asam indol butirat, dan asam giberalin, melarutkan P (Rao, 2007), dan memfiksasi N (Bai et al., 2003) sehingga memberikan manfaat lebih bagi tanaman.
Tinggi tanaman varietas IR64 lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Ciherang pada 4 – 7 MST (Tabel 4). Hal ini lebih disebabkan faktor genetis tanaman, menurut Suprihatno et al. (2007), varietas IR64 memiliki tinggi tanaman 115-126 cm, sedangkan varietas Ciherang 107-115 cm. Kedua varietas memiliki tinggi tanaman yang lebih pendek daripada deskripsi varietas, hal ini disebabkan kondis lingkungan yang kurang optimum untuk perkembangan tanaman padi.
Tabel 4. Pengaruh Varietas terhadap Tinggi Tanaman
Varietas Minggu ke-
2 3 4 5 6 7 17
- - - cm - - -
IR 64 27.5 41.1 52.1 a 65.0 a 80.8 a 82.0 a 99. 3 Ciherang 27.0 40.7 49.8 b 62.3 b 68.8 b 77.7 b 98.1
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Pada 2 MST terdapat interaksi yang nyata antara varietas dan perlakuan benih (Tabel 5). Varietas IR64 dengan perlakuan matriconditioning + P. diminuta menghasilkan tinggi tanaman 29,4 cm, berbeda nyata dengan IR64 tanpa perlakuan (23,6 cm) dan Ciherang dengan perlakuan minyak serai wangi 1 % (26,2 cnm), P. diminuta (26 cm), dan matriconditioning + P. diminuta (26,6 cm). Varietas IR64 dapat dikatakan responsif terhadap seluruh perlakuan, karena pengaruh seluruh perlakuan berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan varietas IR64 tanpa perlakuan memiliki tinggi tanaman terendah (23,6 cm).
Tabel 5. Pengaruh Interaksi Varietas dan Perlakuan Benih terhadap Tinggi Tanaman pada 2 MST
Perlakuan IR64 Ciherang
- - - cm - - -
P0: kontrol (tanpa perlakuan) 23.6 d 27.2 abc
P1: Agrept 0,2 % 28.5 abc 27.2 abc
P2: minyak serai wangi 1 % 27.0 abc 26.2 c
P3: P. diminuta 27.9 abc 26.0 c
P4: matriconditioning + Agrept 0,2 % 28.7 abc 28.9 ab P5: matriconditioning + minyak serai wangi 1 % 27.6 abc 26.8 abc P6: matriconditioning + P. diminuta 29.4 a 26.6 bc
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Jumlah Anakan
Pada umur 5 MST, perlakuan matriconditioning + Agrept 0,2% memiliki jumlah anakan 6,78 yang berbeda secara nyata dengan kontrol (4,86), P. diminuta (4,94), dan minyak serai wangi 1 % (5,01), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan matriconditioning + minyak serai wangi 1 % (6,08), Agrept 0,2 % saja (6,11), dan matriconditioning + P. diminuta (5,88). Pada 6 MST sampai panen perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Jumlah Anakan
Perlakuan Minggu ke-
5 6 7 17 P0 4.86 b 5.45 5.62 11.45 P1 6.11 ab 6.51 6.39 11.88 P2 5.01 b 5.41 5.56 10.17 P3 4.94 b 5.27 5.25 10.21 P4 6.78 a 7.11 6.99 12.47 P5 6.08 ab 6.56 6.64 11.90 P6 5.88 ab 6.61 6.61 10.85
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %. P0 = kontrol, P1 = Agrept 0,2 %, P2 = minyak serai wangi 1 %, P3 = P. diminuta, P4 = matriconditioning + Agrept 0,2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, dan P6 = matriconditioning + P. diminuta.
jarak tanam yang terlalu rapat, pada ember berdiameter 30 cm ditanam tiga tanaman dalam bentuk segitiga dengan jarak antar tanaman 10 cm. Menurut Purwono dan Purnamawati (2007), jarak tanam yang dianjurkan untuk padi adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 15 cm atau tanam jajar legowo 40 cm x 20 cm x 20 cm.
Tabel 7. Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Anakan
Varietas Minggu ke-
5 6 7 17
IR 64 5.6 6.1 6.1 10.9
Ciherang 5.7 6.2 6.2 11.7
Bobot Kering Brangkasan
Walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya ataupun kontrol, matriconditioning + Agrept 0,2 % merupakan perlakuan terbaik dalam meningkatkan bobot kering brangkasan yang dihasilkan (Tabel 8). Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah anakan) yang lebih baik pada perlakuan matriconditioning + Agrept 0,2 % (Tabel 5 dan 6) menghasilkan bobot kering brangkasan yang tertinggi.
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kering Brangkasan
Perlakuan Bobot kering brangkasan
/rumpun (g)
P0: kontrol (tanpa perlakuan) 39.89
P1: Agrept 0,2 % 44.08
P2: minyak serai wangi 1 % 39.18
P3: P. diminuta 40.66
P4: matriconditioning + Agrept 0,2 % 50.44
P5: matriconditioning + minyak serai wangi 1 % 42.12
P6: matriconditioning + P. diminuta 45.61
Tabel 9. Pengaruh Varietas terhadap Bobot Kering Brangkasan
Varietas Bobot kering brangkasan /rumpun (g)
IR 64 39.100 b
Ciherang 47.179 a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering brangkasan yang dihasilkan. Varietas Ciherang dapat menghasilkan bobot kering brangkasan 47,2 g /rumpun, sedangkan IR64 hanya 39,1 g /rumpun (Tabel 9). Hal ini beralasan karena jumlah anakan (Tabel 7), dan jumlah malai /rumpun varietas Ciherang lebih banyak dibanding varietas IR64 (Tabel 12).
Fase Generatif Anakan Produktif
Walaupun tidak berbeda nyata, perlakuan yang dapat meningkatkan jumlah anakan produktif adalah matriconditioning + Agrept 0,2 %, sedangkan perlakuan P. diminuta, minyak serai wangi 1 %, dan matriconditioning + P. diminuta menurunkan jumlah anakan produktif dibandingkan kontrol (Tabel 10).
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Anakan Produktif
Perlakuan Jumlah anakan produktif
P0: kontrol (tanpa perlakuan) 10.54
P1: Agrept 0,2 % 10.53
P2: minyak serai wangi 1 % 8.97
P3: P. diminuta 8.94
P4: matriconditioning + Agrept 0,2 % 11.10
P5: matriconditioning + minyak serai wangi 1 % 10.49
P6: matriconditioning + P. diminuta 9.44
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan produktif, varietas Ciherang dapat membentuk anakan produktif yang lebih banyak di bandingkan varietas IR64 (Tabel 11). Menurut Suprihatno et al. (2007), varietas IR64 berpotensi membentuk anakan produktif 20-35 batang, sedangkan varietas Ciherang 14-17 batang. Pada penelitian ini varietas Ciherang hanya membentuk 11 anakan dan varietas IR64 hanya 9 anakan (Tabel 7). Rendahnya jumlah anakan yang dihasilkan menyebabkan rendahnya jumlah anakan produktif yang terbentuk. Hal ini disebabkan varietas Ciherang lebih tahan terhadap serangan HDB sehingga pertumbuhan tanaman dapat lebih baik dibanding varietas IR64 (Tabel 15 dan 17). Menurut Semangun (2004), HDB dapat hanya menyerang beberapa
Tabel 11. Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Anakan Produktif
Varietas Jumlah anakan produktif
IR 64 9 b
Ciherang 11 a
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Komponen Hasil
Varietas Ciherang memiliki bobot dan persentase gabah bernas /rumpun lebih tinggi dengan bobot dan persentase gabah hampa lebih rendah dibanding varietas IR64. Walaupun tidak berbeda nyata, varietas Ciherang juga memiliki jumlah malai /rumpun dan jumlah gabah bernas dan hampa /malai lebih tinggi dibanding varietas IR64 (Tabel 12). Menurut Suprihatno et al. (2007), varietas Ciherang lebih produktif dengan potensi hasil 8 t/ha dan rata-rata hasil 6 t/ha, sedangkan varietas IR64 hanya memiliki potensi hasil 6 t/ha dan rata-rata hasil 5 t/ha.
Tabel 12. Pengaruh Varietas terhadap Jumlah Malai /Rumpun, Jumlah Gabah Bernas /Malai, Jumlah Gabah Hampa /Malai, Bobot Gabah Bernas /Rumpun, Bobot Gabah Hampa /Rumpun, Persentase Gabah Bernas /Rumpun, dan Persentase Gabah Hampa /Rumpun
Varietas IR64 Ciherang
Jumlah malai /rumpun 19.14 21.72
Jumlah gabah bernas /malai 113.11 122.96
Jumlah gabah hampa /malai 4.80 4.93
Bobot gabah bernas /rumpun (g) 12.09 b 13.71 a
Bobot gabah hampa /rumpun (g) 0.35 a 0.28 b
Persentase gabah bernas /rumpun (%) 97.11 b 97.94 a
Persentase gabah hampa /rumpun (%) 2.89 a 2.07 b
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Perlakuan benih hanya berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa /rumpun, sedangkan terhadap komponen hasil yang lainnya tidak berbeda nyata (Tabel 13). Walaupun tidak bebeda nyata secara statistik, perlakuan matriconditioning + Agrept 0,2 % dan matriconditioning + P. diminuta meningkatkan jumlah malai per rumpun, perlakuan minyak serai wangi 1 % dan P. diminuta dapat meningkatkan jumlah gabah bernas per malai, dan perlakuan
matriconditioning + P. diminuta, minyak serai wangi 1 %, dan matriconditioning + minyak serai wangi 1 % dapat meningkatkan bobot gabah bernas per rumpun. Perlakuan matriconditioning + P. diminuta berpotensi meningkatkan hasil tanaman karena dapat meningkatkan jumlah malai per rumpun dan bobot gabah bernas per rumpun.
Tabel 13. Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Jumlah Malai /Rumpun, Jumlah Gabah Bernas /Malai, Jumlah Gabah Hampa /Malai, Bobot Gabah Bernas /Rumpun, Bobot Gabah Hampa /Rumpun, Persentase Gabah Bernas /Rumpun, dan Persentase Gabah Hampa /Rumpun
Varietas JMR JGBM JGHM BGBR (g) BGHR (g) PGBR (%) PGHR (%) P0 13.3 120.7 4.5 12.70 0.28 bc 97.9 2.2 P1 14.7 115.6 4.8 12.13 0.32 abc 97.4 2.6 P2 13.1 123.0 6.1 13.78 0.30 abc 97.7 2.3 P3 13.6 121.1 4.9 11.53 0.24 c 98.0 2.1 P4 16.8 116.7 3.8 12.78 0.40 ab 97.0 3.0 P5 14.0 115.8 5.3 13.40 0.41 a 96.9 3.1 P6 15.2 113.4 4.7 13.90 0.30 bc 97.9 2.1
Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %. P0 = kontrol, P1 = Agrept 0,2 %, P2 = minyak serai wangi 1 %, P3 = P. diminuta, P4 = matriconditioning + Agrept 0,2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, dan P6 = matriconditioning + P. diminuta. JMR = jumlah malai /rumpun, JGBM = jumlah gabah bernas /malai, JGHM = jumlah gabah hampa /malai, BGBR = bobot gabah bernas /rumpun, BGHR = bobot gabah hampa /rumpun, PGBR = persentase gabah bernas /rumpun, dan PGHR = persentase gabah hampa /rumpun,.
Serangan Penyakit Hawar Daun Bakteri Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit di rumah kaca sangat tinggi (> 75 % tanaman terserang), bahkan pada saat panen (17 MST) seluruh tanaman sudah terserang HDB (Tabel 14). Kondisi tanaman di rumah kaca rapat, dengan jarak antar satu satuan percobaan yang terdiri atas empat ember 20 cm, sehingga menimbulkan luka pada daun saat dilakukan pengamatan. Menurut Kardinan (2004), bakteri X. oryzae pv. oryzae dapat menginfeksi melalui luka-luka yang terjadi karena daun yang bergesekan. Infeksi X. oryzae pv. oryzae lebih mudah terjadi pada suhu
Tabel 14. Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Kejadian Hawar Daun Bakteri
Perlakuan Minggu ke-
8 9 13 14 17 - - - % - - - P0 90.3 91. 7 93.1 98.6 100.0 P1 81.9 87.5 88.9 100.0 100.0 P2 79.2 86.1 85.4 98.6 100.0 P3 77.8 86.1 84.7 98.6 100.0 P4 81.9 91. 7 88.9 100.0 100.0 P5 86.1 91.7 95.8 100.0 100.0 P6 81.3 87.5 91.7 98.6 100.0
Keterangan : P0 = kontrol, P1 = Agrept 0,2 %, P2 = minyak serai wangi 1 %, P3 = P. diminuta, P4 = matriconditioning + Agrept 0,2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, dan P6 = matriconditioning + P. diminuta.
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap kejadian penyakit HDB pada 8, 9, dan 13 MST dimana varietas Ciherang lebih tahan dibandingkan varietas IR64. Kejadian penyakit varietas Ciherang 74,4 % (8 MST), 82,5 % (9 MST), dan 84,3 % (13 MST) sedangkan varietas IR64 90,9 % (8 MST), 94,8 % (9 MST), dan 95,2 % (13 MST), tetapi pada umur 14 MST dan saat panen kedua varietas memiliki kejadian penyakit yang sama yaitu 99,2 % (14 MST) dan 100 % (17 MST / panen) (Tabel 15). Perlakuan benih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat keparahan penyakit HDB.
Tabel 15. Pengaruh Varietas terhadap Kejadian Penyakit Hawar Daun Bakteri
Varietas Minggu ke-
8 9 13 14 17
- - - % - - -
IR 64 90.9 a 94.8 a 95.2 a 99.2 100
Ciherang 74.4 b 82.5b 84.3 b 99.2 100
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Tingkat Keparahan Penyakit
Perlakuan P. diminuta dan minyak serai wangi 1 % cenderung menghambat penyebaran X. oryzae pv. oryzae pada 8 sampai 14 MST (kejadian penyakit) walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 14). Perlakuan P. diminuta, Agrept 0,2 %, dan minyak serai wangi 1 % dapat menghambat pertumbuhan X. oryzae pv. oryzae pada 8 dan 9 MST (keparahan
penyakit) (Tabel 16). Minyak cengkeh dan minyak serai wangi 0,5 – 2 % dapat menghambat pertumbuhan koloni X. oryzae pv. oryzae tanpa menimbulkan fitotoksik terhadap padi (Ilyas et al. 2007), P. diminuta juga dapat menghambat pertumbuhan koloni X. oryzae pv. oryzae secara in vitro (Ilyas et al. 2008b).
Gejala serangan HDB yang terjadi pada tanaman muda disebut kresek dan bila terjadi pada tanaman tua disebut hawar daun (IRRI, 1996). Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah anakan) yang cepat sebagai akibat dari perlakuan matriconditioning + Agrept 0,2 %, matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, dan matriconditioning + P. diminuta menyebabkan gejala serangan HDB lebih terlihat, terutama pada minggu ke-14 sehingga kejadian penyakit menjadi tinggi (Tabel 14), karena gejala HDB lebih mudah terlihat pada daun tua (Semangun, 2004).
Tabel 16. Pengaruh Perlakuan Benih terhadap Tingkat Keparahan Hawar Daun Bakteri
Perlakuan Minggu ke-
8 9 13 14 17 - - - % - - - P0 10,7 10,7 14,9 14,9 28,0 P1 8,3 10,0 11,3 12,4 22,2 P2 9,2 9,7 11,8 13,8 23,3 P3 8,2 9,6 10,3 13,2 24,5 P4 10,3 11,9 13,5 13,6 18,3 P5 10,1 10,6 13,2 13,9 22,2 P6 10,5 11,5 12,5 13,9 22,2
Keterangan : P0 = kontrol, P1 = Agrept 0,2 %, P2 = minyak serai wangi 1 %, P3 = P. diminuta, P4 = matriconditioning + Agrept 0,2 %, P5 = matriconditioning + minyak serai wangi 1 %, dan P6 = matriconditioning + P. diminuta.
Xathomonas oryzae pv. oryzae terutama menginfeksi melalui luka-luka pada daun saat pemotongan bibit sebelum tanam, luka-luka pada akar sebagai akibat pencabutan, pori air yang terdapat pada daun, luka yang terjadi karena daun yang bergesekan, dan melalui luka-luka yang terjadi karena serangga (Semangun, 2004). Kondisi pertanaman yang rapat di rumah kaca menyebabkan banyaknya luka-luka yang terjadi karena daun yang bergesekan terutama pada saat
larutan gutasi yang keluar pada malam hari dan masuk kedalam tanaman, atau secara pasif ke dalam daun pada pagi hari.
Tabel 17. Pengaruh Varietas terhadap Tingkat Keparahan Hawar Daun Bakteri
Varietas Minggu ke-
8 9 13 14 17
- - - % - - -
IR 64 11,5 a 12,3 a 11,6 14,0 22,6
Ciherang 7,7 b 8,8 b 13,3 13,3 23,3
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5 %.
Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tingkat keparahan penyakit HDB pada 8 dan 9 MST. Varietas Ciherang lebih tahan terhadap serangan HDB dibanding varietas IR64 kecuali pada saat panen (Tabel 17). Menurut Suprihatno et al. (2007) IR64 agak tahan terhadap HDB strain IV, dan Ciherang tahan terhadap HDB strain III dan IV.
Jenis atau golongan padi mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadap HDB. Padi golongan cere seperti Bengawan, Cina dan Mas rentan terhadap HDB, padi golongan gundil lebih tahan, dan padi golongan bulu paling tahan (Semangun, 2004). Ciherang dan IR64 termasuk golongan cere (Suprihatno et al., 2007), namun Ciherang lebih tanah terhadap IR64. Hal ini dapat dilihat dari tingkat keparahan dan kejadian penyakit pada Ciherang lebih rendah dibanding IR64. Menurut Suprihatno (2007) Ciherang tahan terhadap HDB strain III dan IV, sedangkan IR64 agak tahan terhadap HDB strain IV.
Berdasarkan tingkat keparahan penyakit saat panen varietas Ciherang (23,3 %) dan IR64 (22,6 %), kedua varietas dikategorikan memiliki tingkat ketahanan agak rentan. Menurut Suprihatno et al. (2007) varietas di kategorikan tahan jika tingkat serangan 1-5 %, agak tahan 6-12%, agak rentan 13-25 %, rentan 26-50 %, dan sangat rentan 51-100 %.
Serangan Hama
Serangan hama dari wereng coklat (Nilaparvata lugens) dengan cara menusuk dan menghisap bulir padi saat matang susu sehingga bulir padi menjadi kehitaman. Selain itu didalam rumah kaca juga ditemukan belalang yang memakan daun tanaman, namun dampak serangannya tidak terlalu besar. Usaha yang dilakukan untuk mengendalikan wereng coklat dan belalang ini yaitu dengan menangkap secara manual.