• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Gambaran Umum Sekolah

SMA X dan SMA Y merupakan satu-satunya sekolah negeri yang berada pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Bogor. SMA X terletak berhadapan dengan kantor kepala Desa sedangkan SMA Y berada di jalan utama yang dilalui oleh angkutan umum. Kedua sekolah tersebut telah memiliki akreditasi A oleh BAN-PT. Kedua sekolah ini juga memiliki siswa yang sudah terbagi berdasarkan bidang studi yaitu IPA dan IPS mulai dari kelas X.

SMA X berdiri sejak tahun 1984 dan memiliki 1019 siswa serta 341 siswa duduk di kelas XI. SMA X memiliki 27 rombongan belajar dan 51 guru yang termasuk guru tetap dan tidak tetap. Sarana yang dimiliki oleh SMA X adalah ruang BK, laboratorium Biologi, Laboratorium TIK, ruang multimedia, ruang kantor, guru dan Tata Usaha, serta ruang perpustakaan. Kondisi sarana SMA X pada umumnya dalam kondisi baik namun terdapat beberapa kerusakan terutama di Laboratorium IPA. SMA X belum memiliki laboratorium Bahasa.

SMA Y berdiri pada tahun 2002 yang dulunya bergabung dengan kecamatan lain. SMA Y memiliki 25 rombongan belajar dengan 1009 siswa yang terdiri dari 331 siswa kelas XI. SMA Y memiliki 49 guru yang termasuk diantaranya adalah kepala sekolah, staff dan tata usaha. Sarana yang dimiliki oleh SMA Y umumnya sudah lengkap dan dalam kondisi yang baik seperti perpustakaan, Laboratorium IPA dan bahasa, ruang guru, serta ruang komputer.

14

Karakteristik Remaja Perdesaan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase terbesar remaja perdesaan yang dijadikan contoh berjenis kelamin perempuan (62.1%) dan sisanya berjenis kelamin laki-laki (37.9%). Sebanyak 56.8 persen dari total keseluruhan contoh berada di jurusan IPA di sekolah dan sisanya berada di jurusan IPS (43.2%). Usia contoh tergolong dalam usia remaja akhir yaitu usia 15 hingga 20 tahun (Papalia et al. 2008). Separuh dari total contoh (51.5%) berada pada usia 17 tahun.

Karakteristik Keluarga

Tabel 3 menunjukkan sebaran usia Ayah dan Ibu berdasarkan pembagian kelompok usia menurut Santrock (2007). Persentase terbesar usia ayah berada pada kategori dewasa madya (78.8%) dengan usia maksimal 69. Sementara itu, usia Ibu menyebar pada kategori dewasa muda dan madya dengan persentase masing-masing sebesar 46.6 persen dan 53.4 persen dan tidak ada yang berada pada kategori rentang usia dewasa akhir dengan usia maksimal 59 tahun. Selain itu, 2.3 persen dari keluarga contoh memiliki ayah yang sudah tiada dan 0.8 persen keluarga memiliki ibu yang sudah tiada.

Tabel 3 Sebaran usia orang tua contoh

Usia orang tua (tahun) Ayah Ibu

n % n % Dewasa Muda (18-40) 22 16.7 61 46.6 Dewasa Madya (40-60) 104 78.8 70 53.4 Dewasa Akhir (>61) 3 2.3 0 0.0 Almarhum 3 2.3 1 0.8 Total 132 100.0 132 100.0 Min – Max 32 – 69 29 – 59 Rata – rata ± Std 47.6 ± 6.8 42.7 ± 6.9

Berdasarkan data dari BKKBN (1998), besar keluarga terdiri dari keluarga kecil (<4 orang), keluarga madya (5-7 orang), dan keluarga besar (>8 orang). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah dari total keluarga contoh (47.7%) tergolong dalam keluarga madya. Rata-rata lama pendidikan ayah dan ibu berada pada skor 9.1 dan 8.4 setara dengan tingkat SMP. Data sebaran pekerjaan orang tua contoh menunjukkan bahwa 31.1 persen ayah berprofesi sebagai wiraswasta, sedangkan sisanya menyebar pada pekerjaan buruh, pedagang, serta pegawai negeri. Sementara itu, hampir keseluruhan ibu berprofesi sebagai ibu rumah tangga (78.0%). Mengacu dari garis kemiskinan Jawa Barat pada tahun 2014 yaitu sebesar 285 076, persentase terbesar keluarga contoh (62.9%) digolongkan sebagai keluarga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan perkapita per bulan

15 sebesar 548 206. Sebaran data karakteristik keluarga contoh tersaji dalam Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran data karakteristik keluarga contoh

Variabel Min-Max Rataan ± Std Besar Keluarga (orang) 2 – 11 5.7 ± 1.8 Pendidikan Ayah (tahun) 0 – 18 9.1 ± 3.7 Pendidikan Ibu (tahun) 0 – 16 8.5 ± 3.5 Pendapatan perkapita (Rp/bulan) 7 143–2 500 000 548 206.0 ± 512358.9

Teman Sebaya

Kelompok teman sebaya adalah sekelompok anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasan yang sama (Santrock 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa setengah dari persentase contoh (53.8%) memiliki teman sebaya lebih dari 10 dan satu pertiga dari total contoh (38.6%) memiliki teman sebaya kurang dari sepuluh. Namun, 7.6 persen dari persentase total contoh mengatakan tidak memiliki teman dekat. Sementara itu, persentase terbesar contoh (62.1%) mempunyai waktu lebih dari tiga jam dalam meluangkan waktu untuk mengobrol dan berinteraksi dengan teman sebayanya setiap hari.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan perilaku teman sebaya Kategori Perilaku Teman Sebaya

Interaksi Peranan Tindakan Total n % n % n % n % Rendah (<60) 80 60.6 67 50.8 23 17.4 58 43.9 Sedang (60-80) 45 34.1 65 49.2 83 62.9 73 55.3 Tinggi (>80) 7 5.3 0 0.0 26 19.7 1 0.8 Total 132 100.0 132 100.0 132 100.0 132 100.0 Min – Maks 25.0 - 86.1 44.4 – 77.8 5.6 – 66.7 28.4 – 76.5 Rata – rata ± Std 57.8 ± 11.7 60.9 ± 8.0 30.5 ± 12.5 52.7 ± 8.34

Teman sebaya mempunyai perilaku di dalam situasi sosial yang memberikan pengaruh terhadap tindakan dan pandangan mereka agar dapat diterima oleh lingkungan sosial (Santoso 1999). Penilaian terhadap variabel teman sebaya didasarkan pada pembagian dimensi teman sebaya yang meliputi interaksi, peranan, dan tindakan. Tabel 5 menunjukkan bahwa Interaksi yang terjadi antara contoh dengan teman sebaya berada pada kategori rendah (60.6%). Hal ini menunjukkan bahwa contoh tidak terlalu sering dalam meluangkan waktu berinteraksi dengan temannya di sekolah, melalui telepon atau sms, ataupun pada saat liburan. Pada dimensi peranan teman sebaya, sebagian besar contoh berada pada kategori rendah (50.8%) Hal ini menunjukkan bahwa contoh berpendapat peranan teman tidak terlalu penting dalam tugas akademik, pekerjaan kelompok, metode belajar, dan

16

pada saat mereka mengalami kesusahan seperti sakit. Selain itu, tindakan tindakan anggota kelompok tergolong dalam kategori sedang dengan persentase sebesar 62.9 persen. Hal ini menunjukkan bahwa contoh kadang-kadang mengikuti tindakan anggota kelompoknya seperti mengikuti ajakan teman, mengikuti cara berpakaian, mengikuti perkelahian, dan mengambil barang milik teman.Sementara itu, Keseluruhan total teman sebaya menunjukkan sebagian besar contoh berada pada kategori sedang (55.3%). Sebaran contoh berdasarkan dimensi teman sebaya berada pada Tabel 5.

Efikasi Diri

Efikasi diri diartikan sebagai suatu keadaan seseorang yang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan (Pajares 2006). Efikasi diri terbentuk melalui serangkaian tindakan yang dibentuk dalam pikiran manusia. Pemikiran ini kemudian memberikan arahan mengenai konsep diri mereka. Konsep diri akan mempengaruhi seseorang dalam menafsirkan situasi, antisipasi, dan perencanaan. Jika seseorang menilai diri sendiri mampu mengatasi situasi dan melakukan perencanaan yang baik, maka dapat dikatakan bahwa ia memiliki efikasi diri yang baik (Bandura 1997).

Pada sebaran contoh berdasarkan variabel efikasi diri (Tabel 6) menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki efikasi diri yang tergolong dalam kategori sedang (59.1%). Hal ini menunjukkan bahwa contoh sudah yakin akan kemampuannya dalam memecahkan soal yang sulit, melaksanakan niat dan tujuan, serta mengandalkan kemampuan mereka dalam menghadapi masalah. Namun, contoh masih belum yakin akan kemampuannya dalam menghadapai situasi dan tantangan yang baru serta menghadapai kejadian yang tidak terduga.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan efikasi diri Kategori Efikasi diri

n % Rendah (<60) 36 27.3 Sedang (60-80) 78 59.1 Tinggi (>80) 18 13.6 Total 132 100.0 Min – Max 43.3 - 100 65.6 ± 11.6 Rata-rata ± Std Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi adalah suatu kecenderungan menunda untuk memulai maupun menyelesaikan tugas, sehingga tugas-tugas menjadi terhambat dan tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu (Solomon & Rothblum 1984). Seseorang yang melakukan prokrastinasi biasanya memandang negatif

17 terhadap kemampuannya dalam mengerjakan tugas (Burka & Yuen 2008). Lebih lanjut Tuckman (1990) mengungkapkan beberapa aspek dari prokrastinasi, yaitu membuang waktu, menghindari tugas, dan menyalahkan orang lain.

Pada aspek membuang membuang waktu terlihat bahwa sebagian besar contoh berada pada kategori sedang (85.6%). Hal ini berarti remaja di perdesaan masih ragu dalam memulai kegiatan atau pun mengerjakan tugas sehingga mereka baru menyelesaikan tugas hingga akhir-akhir tenggat waktu. Persentase terbesar dari kedua aspek prokrastinasi akademik yaitu menghindari tugas dan menyalahkan orang lain, berada pada kategori rendah sebesar 97.0 dan 82.6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa contoh tetap mengerjakan tugas meskipun dalam keadaan yang sulit dan tidak memerlukan tenggat waktu dari orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Sementara itu, pada keseluruhan total prokrastinasi akademik, sebagian besar contoh berada pada kategori rendah (96.2). Hal ini berarti contoh sudah tepat waktu terhadap janji, meluangkan waktu dalam belajar, dan mencari cara mudah agar dapat menyelesaikan tugas. Sebaran contoh berdasarkan prokrastinasi akademik berada pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan prokrastinasi akademik

Kategori

Aspek prokrastinasi akademik Membuang waktu Menghindari tugas Menyalahkan orang lain Total n % n % n % n % Rendah (<60) 19 14.4 128 97.0 109 82.6 127 96.2 Sedang (60-80) 113 85.6 4 3.0 23 17.4 5 3.8 Tinggi (>80) 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Total 132 100. 0 132 100.0 132 100.0 132 100.0 Min – Maks 16.7 - 66.7 16.7 – 64.6 20.0 – 66.7 21.9 – 62.9 Rata – rata ± Std 44.5 ± 9.6 45.3 ± 7.9 46.5 ± 10.4 45.9 ± 7.3 Prestasi Akademik

Prestasi akademik merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa untuk menerima, menolak, dan menilai informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar (Slameto 2008). Pinxten et al. (2010) mengungkapkan bahwa prestasi akademik dinilai dengan tiga cara yaitu nilai sekolah, nilai tes standar, dan peringkat guru yang biasa disebut dengan rapor. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan guru mengenai kemajuan atau hasil akademik siswa selama masa tertentu. Prestasi akademik contoh dikategorikan dalam 4 kategori berdasarkan Permendikbud (2013) yaitu sangat baik (3.50-4.00), baik (3.00-3.49), cukup (2.50-2.99), dan kurang (≤ 2.49). Nilai minimal contoh berada pada angka 2.8 sedangkan nilai maksimalnya berada pada angka 3.4 dengan nilai rata-rata yang diperoleh contoh sebesar 3.2. Tabel di bawah ini menunjukkan bahwa hampir seluruh contoh dalam penelitian (92.4%) memiliki kategori

18

prestasi akademik baik dan sisanya memiliki kategori prestasi akademik cukup (7.6%)

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik Kategori Prestasi Akademik

n % Kurang (≤2.49) 0 0.0 Cukup (2.50-2.99) 10 7.6 Baik ( 3.00-3.49) 122 92.4 Sangat baik (3.50-4.00) 0 0.0 Total 132 100.0 Min – Max 2.8 – 3.4 Rata-rata ± Std 3.2 ± 0.1

Hubungan Karakteristik Contoh, Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya, Efikasi diri dan Prokrastinasi Akademik

Hasil uji hubungan antara karakteristik contoh, keluarga, teman sebaya dan variabel independent yang diteliti dalam penelitian menunjukkan beberapa hasil penting. Pada Tabel 9 terlihat bahwa usia contoh tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan semua variabel yang diteliti yaitu efikasi diri dan prokrastinasi akademik. Pada uji hubungan karakteristik keluarga dengan variabel-variabel yang diteliti, menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara pendapatan perkapita keluarga dengan prokrastinasi akademik (r=0.206, p-value 0.05), artinya bahwa semakin bertambahnya pendapatan yang dimiliki keluarga, maka prokrastinasi contoh akan semakin tinggi.

Tabel 9 Koefisien korelasi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, teman sebaya dan efikasi diri terhadap prokrastinasi akademik

Hubungan antar variabel Efikasi diri Prokrastinasi akademik Usia contoh 0.049 0.034

Jenis kelamin -0.028 -0.138 Usia ayah 0.003 0.065 Usia ibu -0.082 -0.022 Lama pendidikan ayah 0.025 0.031 Lama pendidikan ibu 0.067 0.015 Jumlah anggota keluarga 0.078 0.128 Pendapatan perkapita 0.166 0.206* Interaksi teman sebaya 0.140 -0.000 Peranan teman sebaya 0.182* -0.050 Tindakan anggota 0.117 -0.228** Efikasi diri 1.000 0.260** Keterangan: *signifikan pada p-value<0.05; **signifikan pada p-value<0.01

19 Sementara itu, diketahui bahwa peranan teman sebaya memiliki hubungan yang positif signifikan dengan efikasi diri(r=0.182, p-value 0.05), artinya bahwa semakin besar peranan teman sebaya maka semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki contoh. Tindakan-tindakan Anggota kelompok diketahui memiliki hubungan yang negatif signifikan terhadap prokrastinasi akademik (r=-0.228, p-value 0.01) yang artinya bahwa semakin tingginya tindakan anggota kelompok terhadap contoh maka semakin rendah prokrastinasi akademik yang dimiliki contoh. Selain itu, diketahui bahwa terdapat hubungan yang negatif signifikan antara efikasi diri dengan prokrastinasi akademik (r=0.260, p-value 0.01). Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki contoh maka semakin rendah prokrastinasi akademik yang dimilikinya.

Pengaruh Karakteristik Contoh, Karakteristik Keluarga, Teman Sebaya, Efikasi diri, Prokrastinasi Akademik terhadap Prestasi

Akademik

Hasil uji regresi linier berganda pada setiap variabel menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0.273, artinya bahwa prestasi akademik dipengaruhi sebesar 27.3 persen oleh variabel yang diteliti yaitu teman sebaya, efikasi diri, dan prokrastinasi akademik. Sisanya, yaitu sebesar 72.7 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.

Tabel 10 Koefisien uji regresi faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan

Variabel Prestasi Akademik

β Sig Konstanta - 0.000 Usia Jenis kelamin 0.027 0.075 0.151 0.004** Usia ibu -0.002 0.255

Lama pendidikan ibu 0.001 0.767 Jumlah anggota keluarga 0.003 0.697 Pendapatan perkapita -0.338 0.324 Interaksi teman sebaya 0.000 0.719 Peranan teman sebaya 0.004 0.018* Tindakan-tindakan angggota 0.004 0.001** Efikasi diri 0.000 0.658 Prokrastinasi Akademik -0.005 0.007** R2 0.341 R2 Adjusted 0.273 F 4.992 Sig. 0.000**

20

Prestasi akademik remaja pada umumnya dipengaruhi oleh kemampuan intelektual ibu, karena kemampuan kognitif remaja berkembang melalui pengasuhan ibu melalui penerapan metode pembelajaran di rumah (Goleman 1999). Maka dari itu, kemampuan intelektual ibu yang dilihat melalui lama pendidikan ibu digunakan untuk menguji model faktor yang mempengaruhi prestasi akademik. Tabel 10 menunjukkan bahwa jenis kelamin contoh berpengaruh secara signifikan positif terhadap prestasi akademik (r=-0.075, p-value 0.004). Hal ini dapat diartikan bahwa contoh yang berjenis kelamin perempuan memiliki prestasi akademik yang lebih tinggi dibandingkan dengan contoh yang berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, ditemukan bahwa pendapatan perkapita tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi akademik. Hasil uji pengaruh perilaku teman sebaya diketahui bahwa peranan teman sebaya berpengaruh secara positif signifikan terhadap prestasi akademik contoh (β=0.004, p-value 0.018), hal ini dapat diartikan bahwa setiap kenaikan 1 skor tindakan peranan teman sebaya, maka akan meningkatkan prestasi akademik contoh sebesar 0.004. Tindakan-tindakan anggota diketahui juga berpengaruh secara signifikan positif terhadap prestasi akademik (β=0.004,

p-value 0.001), artinya bahwa setiap kenaikan 1 skor tindakan-tindakan anggota teman sebaya, maka akan meningkatkan prestasi akademik contoh sebesar 0.004

Hasil lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik berpengaruh secara negatif signifikan terhadap prestasi akademik contoh (β=-0.005, p-value 0.007), artinya bahwa setiap kenaikan 1 skor prokrastinasi akademik akan menurunkan prestasi akademik contoh sebesar 0.005. Namun, penelitian ini tidak menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara efikasi diri terhadap prestasi akademik.

PEMBAHASAN

Prokrastinasi akademik ditandai dengan penundaan dalam mengerjakan tugas akademik (Schouwenburg et al. 2004). Tingkat penundaan seseorang cenderung berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi yang dimiliki oleh keluarga. Dalam penelitian ini, pendapatan keluarga di perdesaan dapat memberikan efek meningkatnya prokrastinasi pada remaja. Weinsten (2010) menjelaskan bahwa seseorang yang berasal dari latar ekonomi yang lebih baik dari individu lain akan cenderung menangguhkan penyelesaian tugas dan memanfaatkan kemampuannya untuk hal yang lebih menyenangkan daripada menyelesaikan tugas akademik. Perilaku tersebut dapat mengakibatkan meningkatnya perilaku beresiko seperti prokrastinasi akademik. Namun, meskipun remaja perdesaan dalam penelitian ini berasal dari keluarga yang tidak miskin, akan tetapi tingkat penundaan yang dimiliki mereka cenderung rendah. Hal ini menunjukkan bahwa remaja di perdesaan memiliki motivasi yang baik dalam menyelesaikan tugas-tugas akademiknya

Pada masa remaja, keselarasan identitas diri dengan peran sosial menjadi salah satu tugas untuk mencapai perkembangannya (Santrock 2007).

21 Pada tahap ini, remaja sudah mulai keluar dari lingkungan keluarga dan memasuki lingkungan pergaulan sosial dalam masyarakat dan membentuk kelompok-kelompok (Gunarsa 2008). Untuk itu, remaja cenderung mencari tokoh identifikasi melalui lingkungan sosialnya terutama teman sebaya. Hurlock (1993) mengemukakan bahwa remaja memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok dan melakukan interaksi bersama teman-temannya, dan terlibat dalam dunia kelompok sebaya seperti bertindak sesuai dengan tindakan dan perilaku anggota kelompok yang lain seperti berpakaian dan berbicara dengan gaya yang sama dengan teman (Dumas et al. 2012). Penelitian ini menunjukkan bahwa tindakan anggota dalam kelompok teman sebaya memberikan dampak terhadap penurunan prokrastinasi pada remaja di wilayah perdesaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Sears et al. (2000) yang menunjukkan bahwa tindakan anggota kelompok menjadi positif ketika sudah memberikan efek positif kepada remaja seperti dukungan sosial. Dengan adanya dukungan sosial berupa perhatian emosional dari teman, remaja akan lebih memiliki kemantapan diri yang baik, mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian, dan mempunyai kemampuan untuk mencapai segala sesuatu yang diinginkan (Fibriana 2009). Sehingga, tingkat prokrastinasi yang dimiliki remaja akan rendah.

Remaja di perdesaan dalam penelitian ini cenderung jarang mengikuti tindakan-tindakan anggota kelompoknya seperti mengikuti gaya pakaian, metode belajar dan sebagainya. Hal ini membuktikan bahwa lingkungan tidak selalu menjadi faktor utama dalam perilaku penundaan dalam remaja. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat prokrastinasi akademik remaja salah satunya adalah efikasi diri (Ellis & Knaus 2002). Efikasi diri sangat mempengaruhi pilihan, tingkat usaha, ketekunan, dan ketahanan dalam mengerjakan tugas (Azar 2013). Efikasi diri positif pada remaja dibentuk melalui proses modelling baik di rumah melalui gaya pengasuhan dan di sekolah melalui peranan teman sebaya dan guru (Schulze & John 2007). Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keyakinan positif yang terdapat di dalam diri remaja akan menurunkan perilaku prokrastinasi akademik yang dimilikinya. Hal ini sejalan dengan Waschle (2013) yang mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki efikasi diri tinggi akan membuatnya yakin mengenai kemampuan yang dimiliki untuk menyelesaikan tugas. Namun, seseorang yang memiliki efikasi diri rendah akan cenderung menghindari dan menunda tugas. Remaja yang yang menunda-nunda memiliki pemikiran atau perilaku yang menghambat kemampuan mereka untuk mengatur diri sendiri, dan menyita waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar yang dapat diartikan memiliki efikasi diri rendah (Schouwenburg et al. 2004).

Selain berpengaruh terhadap penurunan prokrastinasi, keyakinan diri seseorang biasanya dipengaruhi oleh peranan teman sebaya di dalam kehidupan remaja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa peranan teman sebaya dapat membuat seseorang yakin akan kemampuannya dalam mengerjakan sesuatu. Endress et al. (2007) menyebutkan bahwa peranan teman dalam jaringan sosial dan organisasi seseorang dapat menjadi faktor pembentukan efikasi diri.

22

Bandura (1986) menyebutkan bahwa faktor personal seperti efikasi diri mempunyai hubungan timbal balik dengan faktor lingkungan sosial remaja yaitu teman sebaya, dan perilaku prokrastinasi akademik. Hubungan timbal balik dari ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi pencapaian prestasi akademik seseorang (Bandura 1986). Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian dari Jackson (2012) yang menyatakan bahwa perilaku prokrastinasi akademik yang dimiliki siswa biasanya ditandai dengan rendahnya efikasi diri lalu dikombinasikan dengan lingkungan yang mendukung sehingga terjadi penurunan prestasi akademik. Beberapa studi telah menemukan bahwa siswa yang memiliki efikasi diri tinggi akan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada siswa dengan efikasi diri rendah (Bong 2001; Caprara et al. 2010). Namun pendapat tersebut tidak sejalan dengan hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa efikasi diri tidak terlalu berperan penting terhadap tingkat pencapaian prestasi akademik remaja di wilayah perdesaan. Peneitian ini sejalan dengan hasil penelitian Theresya (2013) yang menyebutkan bahwa faktor personal seperti efikasi diri bukan satu-satunya yang mempengaruhi prestasi akademik dan bukan juga satu satunya faktor yang paling penting.

Sementara itu, ditemukan bahwa tingkat prokrastinasi yang tinggi berperan terhadap penurunan prestasi akademik remaja perdesaan. Prokrastinasi akademik terjadi dikarenakan adanya tingkat regulasi diri yang rendah, dikombinasikan dengan efikasi diri rendah sehingga dapat menyebabkan prestasi akademik yang lebih rendah (Judge & Bono 2001). Selain itu, Prestasi akademik juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial remaja yaitu teman sebaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan-tindakan anggota teman sebaya dan peranan teman sebaya memiliki dampak positif terhadap peningkatan prestasi akademik remaja. Michael dan Teresha (2009) menjelaskan bahwa peranan teman dalam kehidupan remaja akan memiliki efek positif terhadap prestasi remaja. Sears et al. (2000) juga menjelaskan bahwa tindakan anggota yang positif seperti rasa dihargai dan diterima oleh teman akan membuat rasa percaya diri seorang remaja lebih baik, emosi yang lebih stabil sehingga mampu menyelesaikan segala persoalan termasuk dalam hal pelajaran sehingga hasil belajar yang mereka dapatkan pun menjadi lebih baik (Ernawati et al. 2014).

Jika kemampuan efikasi diri dan prokrastinasi akademik dapat mempengaruhi prestasi akademik baik secara langsung maupun tidak langsung, faktor biologis remaja bisa jadi memiliki kontribusi yang sama terhadap pencapaian prestasi akademik (Theresya 2013). Hal ini sejalan dengan pendapat Azar (2013) yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang memainkan peranan penting untuk menaikkan atau menurunkan prestasi akademik seperti efikasi diri, motivasi berprestasi, prokrastinasi akademik dan gender. Penelitian ini mengungkapkan bahwa remaja perempuan di perdesaan cenderung memiliki tingkat prestasi akademik yang lebih tinggi dari pada remaja laki-laki. Perempuan cenderung mempunyai kepribadian rapi dalam belajar dan mempunyai motivasi belajar yang lebih tinggi, sedangkan laki-laki cenderung agak malas belajar dan bersikap acuh terhadap motivasi belajar (Zahroh 2008). Pertumbuhan yang berbeda pada remaja laki-laki dan perempuan baik fisik maupun psikis juga akan

23 mempengaruhi keseluruhan pola perilaku, tidak terkecuali dalam pencapaian prestasi akademik (Goleman 1999). Namun, dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya pengaruh antara usia dengan prestasi Hal ini dikarenakan remaja perdesaan dalam penelitian ini berada pada rentang umur yang sama yaitu remaja akhir, sehingga data yang dikumpulkan relatif homogen.

Pada umumnya, pencapaian prestasi akademik yang dimiliki oleh remaja perdesaan menunjukkan hasil yang baik. Hal ini ini menjelaskan bahwa remaja di perdesaan memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi dan ketekunan belajar yang tinggi, hal ini juga dapat terlihat dari tingkat penundaan dalam mengerjakan tugas akademik yang juga rendah. Remaja perdesaan umumnya sudah cukup memiliki tingkat keyakinan dalam melaksanakan tugas dan tujuan. Semua ini menunjukkan bahwa remaja yang tinggal di wilayah perdesaan berpotensi untuk memiliki prestasi akademik yang setara dengan remaja yang berada di wilayah perkotaan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti sarana dan prasarana serta lingkungan sekolah yang tidak berbeda dengan sekolah yang berada di perkotaan.

Dokumen terkait