• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Informasi Iklim

Otomasi adalah suatu teknologi terkait dengan aplikasi mekanik, elektronik, atau pun komputer yang didasarkan pada sistem untuk beroperasi dan mengendalikan produksi secara otomatis (Burton 2004). Otomasi kerap digunakan dalam sistem informasi guna memperoleh keluaran dari suatu proses yang kompleks secara kontinu karena akan mempermudah kerja bagi para pengguna dengan waktu yang efisien. Bagian dari sistem informasi iklim yang dibentuk dalam penelitian ini adalah sebuah otomasi pembuatan prediksi iklim yang dapat dilihat dan diakses menggunakan penjelajah situs atau web browser.

Informasi yang disediakan pada sistem prediksi berbasis web yang dibuat merupakan keluaran akhir dari hasil running prediksi menggunakan software NCL yang terintegrasi pada sistem sehingga dapat ditujukan untuk end user dimana keluaran merupakan informasi yang siap pakai. Hal ini tentunya akan memudahkan para pengguna yang umumnya adalah masyarakat umum dalam memperoleh prediksi iklim yang informatif tanpa melakukan serangkaian proses yang rumit. Berikut gambar halaman utama sistem informasi iklim yang dibuat.

Gambar 3 Halaman utama web hasil otomasi prediksi curah hujan

Sistem Informasi iklim yang efektif menurut Boer (2009) ialah sistem yang mampu menyediakan informasi (prakiraan) iklim yang mudah dipahami, memenuhi kebutuhan pengguna dan sampai ke tangan pihak yang tepat pada waktu yang tepat sehingga bisa digunakan untuk membuat keputusan yang tepat. Otomasi sistem informasi ini memberikan informasi prediksi secara berkesinambungan dan historis sehingga dapat untuk analisis iklim dengan ketepatan waktu yang dapat diandalkan. Analisis tersebut membuat segala kerugian yang mungkin muncul akibat kondisi iklim yang diprakirakan kurang baik dapat ditekan atau pun keuntungan yang dapat

7

dicapai dari kondisi iklim yang diprakirakan akan baik dapat dimaksimalkan berkat adanya sistem informasi.

Prediksi iklim curah hujan yang dihasilkan merupakan hasil pengolahan dari

software NCL dengan membuat file makro yang berisi sekumpulan koding dan fungsi-fungsi sesuai dengan teknik prediksi yang digunakan. NCL adalah sebuah program open source bahasa dengan basis linux yang dirancang khusus untuk pengolahan data ilmiah dan melakukan visualisasi hasil pengolahannya tersebut. Fleischer and Bottinger (2013) mengatakan bahwa NCL merupakan bahasa program yang digunakan untuk membaca, menulis, memanipulasi, dan visualisasi data ilmiah. NCL berguna untuk merubah data hasil keluaran yang berbentuk data ASCII atau pun data grid yang berbasis matriks menjadi bentuk visual atau gambar. Pada sistem informasi yang dibuat, NCL digunakan sebagai alat untuk membuat makro model prediksi iklim curah hujan berdasarkan teknik PCR dan validasi silang serta menampilkanya dalam bentuk peta prediksi curah hujan. Halaman sistem informasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4 Hasil software otomasi PCR di web Validasi Data CHIRPS

Data CHIRPS (Climate Hazards Group InfraRed Precipitation with Station data) merupakan dataset hujan yang memiliki panjang periode hingga kini 30 tahun dengan resolusi 0.05°. Data CHIRPS menggabungkan citra satelit resolusi 0.05° dengan data stasiun in-situ untuk membuat grid curah hujan time series. Pada 12 Februari 2015, versi 2.0 dari data CHIRPS telah terbit dan tersedia untuk umum. Data inilah yang digunakan sebagai data prediktan dalam pembuatan prediksi iklim.

Contoh koreksi untuk masing-masing stasiun ditampilkan pada Gambar 5 dan Tabel 3. Pola data CHIRPS setelah dikoreksi terlihat mengikuti dengan pola data observasi BMKG terlihat dari garis yang saling berimpit. Pola CHIRPS yang tidak dikoreksi berwarna merah terlihat memiliki nilai yang lebih tinggi dari data obesrvasi sehingga data chirps koreksi dapat digunakan.

Gambar 5 Plot lokasi stasiun BMKG dan nilai korelasi Table 3 Nilai Korelasi setelah koreksi pada delapan sampel stasiun

Stasiun Faktor Koreksi Nilai Korelasi

Sampali-Medan 0.95 0.72 AhmadYani_Semarang 0.91 0.82 Frans Kaiseipo_Biak 0.88 0.67 HajiAsan_Sampit 0.99 0.99 KaranPloso_Malang 1.24 0.80 Kasiguncu_Posoo 0.99 0.53 Sumbawa_NTB 1.07 0.88 Supadio_Pontianakk 0.99 0.81

Untuk keseluruhan wilayah Indonesia, digunakan satu nilai faktor koreksi dari gabungan 24 stasiun yang tersebar di seluruh Indonesia. Setelah digabung, hasil persamaan regresi kedua data tersebut pada minitab adalah Obs = 0.87 CHIRPS sehingga nilai faktor koreksi (FK) adalah 0.87 yang akan digunakan pada sistem. Adapun pola data CHIRPS hasil koreksi dan sebelum koreksi ditunjukkan oleh Gambar 6.

9

Gambar 6 Perbandingan rataan curah hujan bulanan observasi dengan data CHIRPS sebelum dan sesudah koreksi. Data menggunankan 24 stasiun dengan periode tahun 1981-2010.

Jumlah stasiun yang digunakan untuk melakukan koreksi data adalah sebanyak 24 stasiun yang tersebar diseluruh Indonesia. Seluruh data stasiun observasi tersebut diregresikan dengan data CHIRPS dengan koordinat yang sama dengan lokasi stasiun. Hasil regresi selurah data menunjukkan bahwa nilai faktor koreksi FK untuk data CHIRPS sebesar 0.87 yang artinya data CHIRPS perlu dikali nilai FK tersebut sebelum digunakan sebagai data prediktan. Nilai FK yang digunakan hanya satu nilai FK saja sehingga terdapat kekurangan yakni kurang mewakili karakteristik wilayah Indonesia yang begitu luas dan hanya menurunkan nilai sekian persen agar semakin mendekati nilai observasi. Penggunaan satu nilai tersebut bertujuan untuk mempermudah dalam pembuatan file makro untuk mengkoreksi tiap grid pada data CHIRPS. Adapun nilai koreksi ini digunakan karena memiliki delapan sampel stasiun memiliki nilai korelasi yang cukup tinggi yakni rata-rata sekitar 0.8. Nilai korelasi yang tinggi ini juga menggambarkan nilai koefisien determinasi (r2) yang tinggi. Nilai R-square merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit

dari sebuah model regresi (Irianto 2010).

Model Prediksi Curah Hujan Nilai PC Score

Prediksi pada sistem yang dibuat menggunakan jumlah nilai komponen utama atau principal component (PC) sebanyak tiga buah nilai pada setiap model. Nilai PC tersebut diperoleh dari pasangan nilai eigen-vektor, eigen matriks kovarian atau matriks korelasi. Nilai PC pertama merupakan nilai komponen utama yang mempunyai varian terbesar, sedangkan PC kedua memiliki varian terbesar kedua dan begitu seterusnya. Nilai PC digambarkan dalam bentuk grafik scree plot (Tabel 4) dan menujukkan bahwa ketiga model memiliki jumlah varians dari tiga nilai PC sekitar 80% dengan model CMC1-CanCM3 memiliki nilai terbesar. Dengan demikian, tiga nilai PC tersebut telah mewakili 80% dari keragaman data. Hal ini sesuai dengan pernyataan Draper and Smith (1981) yang menyatakan bahwa bahwa proporsi kumulatif keragaman data asal yang dijelaskan oleh jumlah komponen utama adalah minimum sebesar 80%.

Gambar 7 Nilai principal component (PC) pada tiga model dalam bentuk grafik scree plot hasil makro NCL

Hasil PCR

Tabel 4 merupakan nilai korelasi Pearson rata-rata antara data model dengan data curah hujan. Nilai korelasi tersebut menggambarkan seberapa besar hubungan antara model dengan observasi. Pada hasil curah hujan bulanan yang terbentuk, korelasi model CMC1-CanCM3 dan model CMC2-CanCM4 memiliki nilai korelasi yang tidak jauh berbeda dan terbesar pada lead time 1 bulan kedepan. Nilai korelasi terbesar terdapat pada model CMC1-CanCM3 baik issued month Januari maupun Juli. Pada ketiga model, semakin jauh lead time nilai korelasi cenderung semakin kecil. Hal ini dapat terjadi karena waktu yang semakin jauh dari issued month

sehingga akurasi model menjadi berkurang.

Table 4 Nilai korelasi Model CMC1-CanCM3, Model CMC2-CanCM4 dan Model NCEP-CFSv2 dengan data curah hujan bulanan CHIRPS

Model Lead Month

Nilai Korelasi (issued month: Januari)

Nilai korelasi (issued month: Juli)

Pearson Pearson CMC1-CanCM3 1 Bulan kedepan 0.206 0.215 2 Bulan kedepan 0.152 0.169 3 Bulan kedepan 0.147 0.201 CMC2-CanCM4 1 Bulan kedepan 0.185 0.197 2 Bulan kedepan 0.147 0.154 3 Bulan kedepan 0.164 0.185 NCEP-CFSv2 1 Bulan kedepan 0.183 0.191 2 Bulan kedepan 0.164 0.132 3 Bulan kedepan 0.164 0.183

Nilai korelasi yang ditampilkan merupakan gambaran nilai rata-rata korelasi dari keseluruhan grid (Tabel 4). Korelasi Pearson ini merupakan salah satu ukuran korelasi yang digunakan untuk mengukur kekuatan dan arah hubungan linier dari dua variabel atau lebih. Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa hasil prediksi yang terbentuk tergolong baik dilihat dari keseluruhan grid. Walaupun mungkin saja terdapat korelasi yang negatif pada suatu grid namun setelah dirata-rata masih menunjukkan nilai korelasi yang positif.

11

Peta Skill Forecast

Skill forecast adalah representasi skala kesalahan perkiraan yang berhubungan akurasi perkiraan model perkiraan khusus untuk beberapa model referensi (Roebber dan Paul 1998). Peta skill forecast ini dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keandalan suatu sistem prakiraan musim dan memantau kualitas dari hasil prakiraan atau sejauh mana ketepatan prakiraan yang dibuat. Sistem prakiraan musim yang baik menurut Boer (2009) ialah suatu sistem yang secara konsisten mampu memberikan kualitas prakiraan yang baik dan dapat digunakan oleh pengguna untuk meningkatkan keuntungan ekonomi atau keuntungan lainnya.

Peta skill untuk bulan Januari yang terbentuk pada ketiga model jika dilihat secara keseluruhan memiliki nilai korelasi yang tinggi pada lead time 1 bulan dan cenderung turun pada lead time 3 bulan (Gambar 8). Model CMC1-CanCM3 dan CMC2-CanCM4 memiliki pola nilai korelasi yang cenderung sama yakni tinggi diwilayah Kalimantan, sebagian Sumatra dan Jawa, begitu pula untuk model NCEP-CFSv2 namun sebaran nilai korelasinya rendah pada lead time 3 bulan. Nilai yang rendah pada model NCEP-CFSv2 ini juga terlihat dari nilai forecast yang berlebih dibanding nilai model lain dan melampaui jauh dari nilai observasi.

Monthly Prec. (Issued month: Januari)

CMC1-CanCM3 CMC2-CanCM4 NCEP-CFSv2

Lead Ti

me

1 Month

2 Month

3 Month

Legenda Skill Correlation

Gambar 8 Peta Skill forecast bulan Januari keluaran system pada tiga model. Nilai Skill diperoleh dari korelasi antara 30 nilai persamaan member dan historis observasi CHIRPS 1981-2010 bulan Januari

Sama halnya dengan bulan Januari, peta skill untuk bulan Juli yang terbentuk pada ketiga model memiliki nilai korelasi yang tinggi pada lead time 1 bulan dan cenderung turun pada lead time 2 dan lead time 3 terutama model CMC2-CanCM4 terlihat dari warna biru yang semakin banyak atau menandakan berkorelasi negatif (Gambar 9). Model CMC1-CanCM3 dan CMC2-CanCM4 memiliki pola nilai korelasi yang cenderung sama yakni tinggi diwilayah Kalimantan, sebagian Sumatra dan sebagian besar Jawa, sedangkan model NCEP-CFSv2 cenderung memiliki sebaran nilai korelasi yang lebih baik pada lead time 2 bulan dan rendah di lead time

3 bulan. Nilai yang rendah pada model NCEP-CFSv2 ini juga terlihat dari nilai anomali yang berlebih dibanding nilai model lain dan melampaui dari nilai observasi CHIRPS.

Monthly Prec. (Issued month: Juli)

CMC1-CanCM3 CMC2-CanCM4 NCEP-CFSv2

Lead Ti

me

1 Month

2 Month

3 Month

Legenda Skill Correlation

Gambar 9 Peta Skill forecast Juli keluaran sistem pada tiga model. Nilai Skill

diperoleh dari korelasi antara 30 nilai persamaan member dan historis observasi CHIRPS 1981-2010 bulan Juli

13

Peta Forecast Curah Hujan

Peta prediksi curah hujan issued month Januari hasil keluaran sistem yang

di-running dengan NCL menggunakan sekumpulan script makro yang telah dibuat ditampilkan pada Gambar 10. Lead time 1 merupakan forecast untuk bulan Februari,

lead time 2 untuk Maret dan lead time 3 untuk bulan April. Hasil peta forecast

menunjukkan bahwa prediksi curah hujan semakin tinggi pada lead time 2 dan 3 terutama pada wilayah Jawa, Kalimantan, dan Selawesi terlihat dari warna yang semakin biru dimana wilayah yang semakin basah. Hasil rataan tiga model memiliki nilai forecast yang lebih baik terlihat dari pola grid yang mirip dengan nilai observasi.

Jika dibandingkan dengan data observasi CHIRPS yang telah rilis dan divalidasi dengan data BMKG yakni bulan Februari hingga April terlihat pola yang paling mirip untuk lead time 1 bulan. Sedangkan lead time 2 dan 3 memiliki nilai prediksi yang lebih tinggi terutama model CMC1-CanCM3 dan CMC2-CanCM4. Secara umum, hasil forecast sesuai dengan observasi, hanya saja pada lead time 3 wilayah Kalimantan memiliki nilai estimasi yang berlebih.

Hasil peta prediksi curah hujan issued month April dengan Lead time 1 merupakan forecast untuk bulan Mei, lead time 2 untuk Juni dan lead time 3 untuk bulan Juli (Gambar 11). Hasil peta forecast tersebut menunjukkan sebagian besar wilayah memiliki potensi hujan yang lebih rendah dibanding forecast bulan Januari terlihat dari banyaknya wilayah yang kering. Pola hasil forecast pada tiga model sedikit berbeda, dimana model CMC1-CanCM2 memiliki nilai estimasi yang lebih tinggi. Setelah dirata-rata nilai ketiga model, nilai forecast bagus pada lead time 1 namun lead time dua dan tiga nilai observasi memiliki nilai curah hujan yang lebih kering dengan pola yang tidak begitu jauh berbeda. Pada bulan Juli ini, semakin jauh

lead time hasil forecast dari issued month semakin berbeda dengan observasi yang menunjukkan bahwa nilai error semakin tinggi.

Hasil peta prediksi curah hujan issued month Juli dengan lead time 1 merupakan forecast untuk bulan Agustus, lead time 2 untuk September dan lead time

3 untuk bulan Oktober (Gambar 12). Peta forecast tersebut menunjukkan bahwa prediksi curah hujan Indonesia cenderung kering terutama pada wilayah Jawa dan Sumatra terlihat dari warna yang semakin coklat dimana nilai CH semakin rendah. Curah hujan yang sedikit tinggi terlihat berada di wilayah utara Kalimantan sedangkan wilayah Jawa, Papua dan bagian selatan Sumatra cenderung kering. Hasil prediksi dari tiga model umumnya memiliki pola yang tidak jauh berbeda dengan nilai rata-rata ketiga model terlihat dari miripnya pola dengan data observasi.

Untuk hasil prediksi curah hujan issued month Oktober dengan lead time 1 merupakan forecast untuk bulan November, lead time 2 untuk Desember dan lead time 3 untuk bulan Januari ditunjukkan pada Gambar 13. Hasil peta forecast prediksi curah hujan tersebut memiliki pola yang cenderung berbeda pada ketiga model. Nilai prediksi untuk lead time 1 lebih kering dibanding lead time lain. Setelah dirata-rata, nilai prediksi menjadi lebih baik terlihat pola yang menjadi lebih mirip dengan observasi. Pola hujan yang dihasilkan dari ketiga model terdapat perbedaan di sebagian wilayah. Adapun perbandingan dengan data observasi CHIRPS dilakukan untuk mengetahui apakah kualitas (quality) nilai prakiraan yang terbentuk baik atau tidak dan sejauh mana ketepatan prakiraan serta apakah ada perbaikan dari waktu ke waktu (skill meningkat).

Monthly Prec. (Issued month: Januari)

Lead time 1 Lead time 2 Lead time 3

CMC 1 -Can CM3 CMC 2 -Can CM4 NC EP_CFSv2 Rat a -rata Observasi Legenda CH Forecast (mm)

Gambar 10 Peta Forecast curah hujan Indonesia Issued month bulan Januari keluaran sistem dan observation map (data curah hujan: CHRIPS)

15

Monthly Prec. (Issued month: April)

Lead time 1 Lead time 2 Lead time 3

CMC 1 -Can CM3 CMC 2 -Can CM4 NC EP_CFSv2 Rat a -rata Observasi

Gambar 11 Peta Forecast curah hujan Indonesia Issued month bulan April keluaran sistem dan observation map (data curah hujan: CHRIPS)

Monthly Prec. (Issued month: Juli)

Lead time 1 Lead time 2 Lead time 3

CMC 1 -Can CM3 CMC 2 -Can CM4 NC EP -C FSv2 Rat a -rata Observasi Legenda

Gambar 12 Peta Forecast curah hujan Indonesia Issued month: Juli keluaran sistem dan observation map (data curah hujan: CHRIPS)

17

Monthly Prec. (Issued month: Oktober)

Lead time 1 Lead time 2 Lead time 3

CMC 1 -Can CM3 CMC 2 -Can CM4 NC EP -C FSv2 Rat a -rata Observasi Legenda CH Forecast (mm)

Gambar 13 Peta Forecast curah hujan Indonesia Issued month bulan Oktober keluaran sistem dan observation map (data curah hujan: CHRIPS)

Peta Anomali Curah Hujan Prediksi

Peta anomali merepresentasikan selisih hasil nilai prediksi dengan nilai observasi yang telah divalidasi (Gambar 14). Nilai anomali negatif menunjukkan bahwa nilai prediksi berada dibawah nilai observasi yang digambarkan oleh warna yang semakin ungu sedangkan anomali positif berada diatas nilai observasi dengan warna yang semakin hijau. Prediksi bulan Januari dimana musim hujan terlihat nilai anomali yang cukup besar baik anomali positif atau pun negatif terutama model CMC1-CanCM2 dan CMC2-CanCM4. Sebaliknya, pada prediksi bulan Juli nilai anomali cenderung lebih kecil terlihat dari warna putih yang banyak tersebar di seluruh wilayah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai prediksi pada bulan Juli atau saat bulan kering menghasilkan nilai prediksi yang lebih baik.

Model

CMC1-CanCM3 CMC2-CanCM4 NCEP-CFSv2

Janu ari Le ad t im e 1 Le ad ti me 2 Le ad ti me 3 Juli Le ad t im e 1 Le ad t im e 2 Le ad ti me 3 Legenda Nilai Anomali (mm)

19

Dokumen terkait