• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Kota Bogor Asal Nama Kota Bogor

Para ahli menyatakan empat pendapat asal nama Bogor yaitu:

1 berasal dari salah ucap orang Sunda untuk Buitenzorg, yaitu nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda;

2 berasal dari Baghar atau baqar yang berarti sapi karena di dalam Kebun Raya ada patung sapi;

3 berasal dari kata bokor, yaitu bakul logam tanpa alasan yang jelas; 4 berasal dari kata bogor, yang artinya tunggul kawung (enau atau aren). Pendapat bahwa kesalahucapan kata Buitenzorg menjadi Bogor mengira adalah kekakuan lidah masyarakat Sunda pada bahasa Belanda seperti yang terjadi pada pelafalan Batavia menjadi Betawi. Namun, berdasarkan contoh pengucapan

sikenhes untuk ziekenhuis (rumah sakit); bes untuk buis (pipa); maupun boreh

untuk boreg (jaminan), maka dapat disimpulkan bahwa pendapat kesalahucapan tersebut sudah tidak dapat diterima.

Pendapat kedua yaitu nama Bogor berasal dari Baghar atau baqar

berdasarkan kenyataan adanya pengaruh bahasa Arab di daerah sekitar Pekojan. Orang Sunda akrab dengan bahasa Arab lewat agama Islam namun belum pernah ada bunyi ba pada bahasa arab beralih bunyi menjadi bo. Selain itu, pendapat tersebut memiliki kelemahan dari segi urutan waktu. Kota Bogor diyakini telah ada sebelum Kebun Raya dibuat. Sedangkan arca sapi tersebut dipidahkan dari kolam kuno Kotabatu oleh Dr. Frideriech pada pertengahan abad 19.

Pendapat ketiga yaitu nama Bogor berasal dari bokor juga mengandung kelemahan karena bokor berasal dari bahasa Sunda asli sehingga keasliannya cukup terjamin. Meskipun demikian, perubahan bunyi k menjadi g tanpa menimbulkan perubahan arti dapat ditemui pada kata kumasep menjadi gumasep

dan kata angkeuhan menjadi anggeuhan. Sehingga masih dapat dimungkinkan terjadi perubahan bunyi dari kata bokor menjadi bogor.

Pendapat keempat yakni nama Bogor memiliki makna langsung sebagai tunggul kawung berasal dari sebuah Pantun Pa Cilong yang berjudul Ngadegna Dayeuh Pajajaran. Dalam pantun tersebut juga disebutkan suatu tempat bernama

Tunggilis yang saat ini terletak di tepi jalan antara Cileungsi dan Jonggol. Kata

tunggilis berarti tunggul atau pokok pinang yang secara kiasan diartikan sebagai menyendiri atau hidup sebatang kara.

Bogor selain berarti tunggul enau, juga berarti daging pohon kawung yang biasa dijadikan sagu di daerah Bekasi. Dalam bahasa Jawa, bogor berarti pohon enau dan kata kerja dibogor berarti disadap. Dalam bahasa Jawa Kuno,

pabogoran berarti kebun enau. Dalam bahasa Sunda umum, menurut Coolsma,

bogor berarti droogetapte kawoeng (pohon enau yang telah habis disadap) atau

bladerlooze en taklooze boom (pohon yang tak berdaun dan tak bercabang). Jadi sama dengan pengertian kata pugur atau pogor.

Hari Jadi Kota Bogor

Salah satu identitas dari Kota Bogor yang paling dikenal adalah Bogor merupakan lokasi ibukota Pajajaran (Pakuan) dan tempat Prabu Siliwangi memerintah. Prabu Siliwangi dinobatkan pada tanggal 3 Juni 1482 dalam upacara

Kuwerabhakti. Pada tanggal tersebut, pemerintah Kota Bogor menyepakati sebagai hari jadi Kota Bogor melalui sidang pleno DDPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor pada tanggal 26 Mei 1972

Pengambilan hari jadi tersebut berdasarkan dari beberapa penelitian. Dalam lakon Ngahiyangna Pajajaran,diketahui bahwa di Ibukota Pajajaran selalu diadakan upacara Gurubumi dan Kuwerabhakti setiap tahun. Dalam upacara tersebut ittu hadir para pembesar dan raja-raja daerah. Upacara Gurubumi dimulai 49 hari setelah penutupan musim panen dan berlangsung selama 9 hari dan diakhiri oleh upacara Kuwerabhakti pada malam bulan purnama. Menurut pengamatan astronomi tradisional, musim tanam dilakukan pada musim hujan awal yang jatuh pada minggu ketiga bulan September dan musim panen terjadi rata-rata pada 5 bulan 10 hari kemudian yakni bulan Maret. Upacara Gurubumi

dilakukan selama 49 hari setelah musim panen agar raja-raja daerah berkesempatan melakukan upacara penutupan masa panen terlebih dahulu sebelum berangkat ke ibukota. Sehingga upacara Kuwerabhakti dilaksanakan pada tanggal 2 Juni, malam 3 Juni. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tahun 1482 merupakan awal tahun pemerintahan Prabu Siliwangi, oleh karena itu, disepakati bahwa penobatan Prabu Siliwangi adalah tanggal 3 Juni 1482.

Sejarah Perkembangan Kota Bogor

Wilayah Bogor berada di daerah yang diapit oleh Sungai Cisadane dan Ciliwung pada tahun 1482 dijadikan sebagai pusat kerajaan Pajajaran yang pada sebelumnya berada di Galuh. Pada tahun 1579 Maulana Hasanudin dari kerajaan Banten yang dahulu merupakan daerah kekuasaan dari Pajajaran menyerang dan menghancurkan ibu kota Pajajaran. Namun, ibu kota tersebut tidak dikuasai hingga akhirnya terbengkalai dan membentuk hutan belantara. Upaya untuk menjadikan tempat itu sebagai area kediaman dilakukan oleh Belanda seabad kemudian yaitu pada September 1687. Saat itu Gubernur Jenderal Johannes

Camphuys menugaskan seorang sersan Belanda yang bernama Scipio untuk menemui Letnan Tanuwijaya untuk mencari keberadaan ibu kota Pakuan Pajajaran. Pencarian tersebut dilakukan sekaligus dengan membuka hutan Pajajaran yang berkabut dan merupakan kediaman harimau Jawa. Kemudian mereka membangun daerah baru yang bernama Kampung Baru. Pada tahun 1690, Gubernur Jenderal Camphuys memerintahkan pembuatan Peta Kampung Baru. Meletusnya Gunung Salak pada tahun1699 mengakibatkan hutan belantara ini berubah menjadi lapangan luas dan terbuka tanpa pepohonan. Dalam kondisi tersebut, cikal bakal Kota Bogor hanya menyisakan semak belukar dan padang ilalang.

Pada tahun 1701, Letnan Tanuwijaya ditunjuk sebagai kepala Kampung Baru yang berlokasi di Parung Angsana. Pada Agustus-September 1744, Gubernur Jenderal Baron van Imhoff menaruh minat untuk mengembangkan wilayah ini sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan. Hal ini dikarenakan topografinya yang landai, iklimnya yang sejuk, dan dekat dengan pusat pemerintahan Batavia. Dia berencana membuat tempat peristirahatan yang damai dan lepas dari keruwetan sehingga disebut sebagai Buitenzorg. Rumah peristirahatan tersebut dibangun dengan halaman depan yang luas ditumbuhi rerumputan dan tanaman hias dan halaman belakang yang tertutup oleh tanaman tahunan tropis besar. Kemudian dia menggabungkan sembilan distrik menjadi wilayah pemerintahan Regentschap Buitenzorg (Kabupaten Buitenzorg) dengan menunjuk Demang Wiranata sebagi kepala wilayah. Pada tahun 1754, bupati meminta izin untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Sukahati (Empang sekarang). Pada saat itu hingga 1872, Sukahati (Empang) menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Bogor.

Pada tahun 1808, Gubernur Jenderal Hermann Williem Daendels memerintahkan pembuatan De Groote Postweg melewati Jalan Raya Cibinong menuju Jalan Ahmad Yani, Sudirman, Ir. H. Djuanda (atau dikenal sebagai Groote Weg) kemudian menuju Jalan Surya Kencana (Handels Straats), hingga Tajur dan Cipanas. Perubahan besar terjadi di Buitenzorg seiring dengan hadirnya Gubernur Jenderal Thomas Stanford Raffles pada 1811. Raffles menjadikan rumah peristirahatan menjadi istana resmi namun pemerintahan tetap berada di Batavia. Ketika itu, Buitenzorg ditetapkan menjadi pusat administrasi keresidenan Kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Pada tanggal 6 Juli 1835, diberlakukan

wijkenstelsel yaitu pembagian zona permukiman Buitenzorg ke dalam tiga wilayah (Gambar 4), yaitu:

1 wilayah sebelah barat Jalan Raya Pos, dari Pilar Pabaton sampai selatan Kebun Raya dan daerah Paledang sebagai tempat tinggal orang-orang Eropa serta orang-orang yang dipersamakan haknya dengan orang-orang Eropa.

2 wilayah sepanjang jalan Suryakencana hingga tanjakan Empang merupakan pemukiman orang-orang China.

3 wilayah sekitar Jasinga, Semplak, Depok, dan Jonggol sebagai pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan.

Gambar 4 Sub Kawasan Kota Bogor

Sumber: Adaptasi dari Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (PKP) Kota Bogor Tahun 2013

Setelah Pemerintahan kembali kepada Hindia Belanda pada tahun 1903, Undang-undang Desentralisasi disahkan untuk menghapus sistem pemerintahan tradisional menjadi sistem administrasi pemerintahan modern sebagai realisasinya dibentuk Staads Gemeente (Kotapraja),yaitu :

1 Gemeente Batavia ( Staatsblad 1903 No.204 )

2 Gemeente Meester Cornelis (Staatsblad 1905 No.206 ) 3 Gemeente Buitenzoorg (Staatsblad 1905 No.208 ) 4 Gemeente Bandoeng (Staatsblad 1906 No.121 ) 5 Gemeente Cirebon (Staatsblad 1905 No.122 ) 6 Gemeente Soekabumi (Staatsblad 1914 No.310 )

Pada tahun 1922 sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap peran desentralisasi yang ada, maka terbentuklah Undang-undang perubahan tata Pemerintahan Negeri Hindia Belanda atau Bestuursher Voorings Ordonantie

(Staatsblad 1922 No. 216), sehingga pada tahun 1922 terbentuklah Regentschaps Ordonantie (Ordonantie Kabupaten) yang membuat ketentuan-ketentuan daerah Otonomi Kabupaten (Staatsblad 1925 No. 79). Propinsi Jawa Barat dibentuk pada tahun 1925 (Staatsblad 1924 No. 378 bij Propince West Java) yang terdiri dari 5 keresidenan, 18 Kabupaten (Regentscape) dan Kotapraja (Staads Gemeente) dengan Buitenzorg merupakan salah satu Staads Gemeente di Propinsi Jawa Barat yang dibentuk berdasarkan Staatsblad 1905 No. 208 jo. Staatsblad 1926 No. 368. Pada masa setelah kemerdekaan kembali diubah namanya nama menjadi Kota Besar Bogor berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1950. Selanjutnya

pada tahun 1957, berubah kembali menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957. Kemudian berdasarkan Undang-Undang No. 18 Tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974, berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Tanggal 26 Mei 1972, sidang pleno DPRD DT II menyatakan bahwa Hari Jadi Kota Bogor adalah 3 Juni 1482 ketika Prabu Siliwangi dinobatkan sebagai raja di upacara Kuwerabhakti. Kemudian, dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Kota Bogor.

Identifikasi Benda Cagar Budaya

Sebagai kota yang memiliki rangkaian panjang peradaban, hal ini menjadikan Bogor sebagai kota yang bernilai sejarah. Oleh karena itu, dalam upaya pelestarian peninggalan-peninggalan sejarah Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, Banten dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor telah berhasil mendata sebanyak 78 benda cagar budaya (BCB) yang termasuk dalam kategori BCB tidak bergerak Kota Bogor yang terbagi dalam enam kecamatan, yaitu:

1 kecamatan Bogor Tengah memiliki 44 buah BCB; 2 kecamatan Tanah Sareal memiliki tiga buah BCB; 3 kecamatan Bogor Utara memiliki tiga buah BCB; 4 kecamatan Bogor Timur memiliki lima buah BCB; 5 kecamatan Bogor Selatan memiliki 17 buah BCB; 6 kecamatan Bogor Barat memiliki enam buah BCB.

Menurut Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, benda cagar budaya Kota Bogor terbagi dalam tiga periode zaman (Gambar 5), yaitu:

1 periode pra-sejarah, yaitu benda cagar budaya yang diperkirakan berasal dari masa sebelum adanya tulisan (pra-sejarah) dimana benda-benda tersebut digunakan sebagai alat-alat persembahan atau alat-alat kebutuhan sehari-hari. Contohnya adalah punden berundak dan batu dakon;

2 periode klasik, yaitu benda cagar budaya yang berupa situs-situs yang diperkirakan berasal dari masa-masa kerajaan-kerajaan terdahulu sebelum masuknya kolonialisme ke Kota Bogor. BCB pada periode ini terdapat di Jalan Batu Tulis dan Lawang Gintung.

3 periode kolonial, yaitu benda cagar budaya yang berasal dari masa pendudukan Belanda di Indonesia hingga awal abad 20 (1900-an). perkebunan. BCB yang berasal dari periode kolonial ini paling banyak ditemukan di Kota Bogor terutama di kecamatan Bogor Tengah sebab menurut Keputusan Pemerintah tanggal 6 Juli 1845 No. 20 wilayah kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat pemerintahan Kota Bogor yang diawasi langsung oleh pejabat Belanda. Fungsi bangunan yang dimiliki pun bermacam-macam seperti bangunan pemerintah, pemakaman, bangunan ibadah, bangunan militer, stasiun, permukiman.

Sedangkan jika berdasarkan fungsi bangunan, lanskap sejarah Kota Bogor terbagi ke dalam empat jenis fungsi yaitu:

1 Kantor pemerintahan dan Kantor Dinas yang termasuk ke dalam BCB Kota Bogor berasal dari periode sejarah kolonial terletak di kecamatan Bogor Tengah. Jumlah obyek tersebut adalah 11 buah yaitu Gedung KNKL, Korem 061 Suryakencana, Lapas Paledang, Kantor DKP, Kantor POLWIL, Istana Bogor, Balai Kota Bogor, Gedung Karesidenan, Kantor Polisi Militer, Markas Kodim 0606, dan Gedung Pertanahan Nasional/Gedung Blenong.

(a) (b)

Gambar 6 Kantor Pemerintahan (a) Balai Kota Bogor dan (b) Istana Bogor

(a) (b)

Gambar 7 Kantor Dinas Militer dan Kepolisian (a) Korem 061/Suryakencanadan (b) POLWIL

2 Bangunan fasilitas umum terdapat beberapa jenis yaitu stasiun, bangunan fasilitas hiburan, bangunan fasilitas kesehatan yaitu rumah sakit, bangunan fasilitas pendidikan, bangunan fasilitas perbankan, dan bangunan ibadah. Bangunan fasilitas hiburan terdiri dari satu stasiun radio dan tiga museum, yaitu Museum PETA, Museum Zoologi dan Museum Perjoeangan. Sedangkan jumlah BCB rumah sakit ada dua buah yaitu RS Marzoeki Mardi yang terletak di kecamatan Bogor Barat dan RS Salak yang terletak di kecamatan Bogor Tengah. Bangunan Fasilitas Pendidikan terdiri dari sekolah, bangunan IPB, dan balai penelitian. Terdapat lima buah bangunan sekolah, tiga buah bangunan IPB, dan tiga buah balai penelitian. Bangunan perbankan adalah Gedung Bank Mandiri yang terletak di Jalan Suryakencana. Selanjutnya adalah bangunan ibadah. Terdapat tiga buah bangunan ibadah untuk umat Kristiani yang terletak di Jalan Juanda, dua buah bangunan ibadah untuk umat Buddha di sub-kawasan Pecinan, dan dua buah masjid di kelurahan Empang dan kelurahan Bantarjati.

Gambar 8 Stasiun Bogor

(a) (b)

Gambar 9 Bangunan Fasilitas Hiburan (a) Museum PETA dan (b) Museum Perjoeangan

(a) (b)

Gambar 10 Bangunan Fasilitas Kesehatan (a) RS Marzoeki Mahdi dan (b) RS Salak

(a) (b) (c)

Gambar 11 Bangunan Fasilitas Pendidikan

Gambar 12 Gedung Bank Mandiri Suryakencana

(a) (b) (c)

Gambar 13 Bangunan Ibadah

(a) Gereja Katedral (b) Klenteng Hoe Tek Bio dan (c) Masjid Empang 3 Bangunan rumah tinggal dan hotel terdiri dari rumah tinggal, panti

asuhan, asrama dan Hotel Salak. BCB rumah tinggal terletak di area permukiman yang terletak di Sub-Kawasan permukiman Eropa, Pecinan, dan Plan Karsten. Rumah tinggal yang terletak di sub kawasan permukiman Eropa ada dua buah di Jalan A. Yani. Rumah tinggal yang terletak di sub kawasan Pecinan terdapat di sepanjang Jalan Suryakencana-Siliwangi. Sedangkan di sub kawasan Plan Karsten terdapat dua buah di jalan Sempur dan empat buah di Jalan Salak. Sedangkan untuk makam-makam tokoh, Makam-makam tokoh ini berasal dari zaman kolonial dan tersebar di kecamatan Bogor Utara dan Bogor Selatan. Tokoh-tokoh tersebut terkenal atas perannya masing-masing dalam perjuangan melawan Belanda.

(a) (b) (c)

Gambar 14 BCB Rumah Tinggal di

(a) (b)

Gambar 15 (a) Hotel Salak dan (b) Panti Asuhan Bina Harapan

Gambar 16 Makam Raden Saleh

4 Situs sejarah yang dimiliki oleh Kota Bogor berada di kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat. Situs sejarah Periode klasik sebagian besar berada di sekitar kelurahan Batu Tulis, yaitu situs dalam masa kerajaan Pajajaran dengan ikon utama Prasasti Batu Tulis. Sedangkan periode pra-sejarah ada dua buah di kecamatan Bogor Barat dan satu buah di kecamatan Bogor Selatan yaitu di kelurahan Empang. Sedangkan benda sejarah lain berupa bungker yang terletak di kelurahan Lawang Gintung. Bungker ini berasal dari periode kolonial tepatnya Masa Pendudukan Jepang.

(a) (b)

Gambar 17 Situs Sejarah (a) Kerajaan Pajajaran Batu Tulis dan (b) Prasejarah Punden Berundak

Evaluasi Lanskap Sejarah Kondisi Keaslian Benda Cagar Budaya

Kondisi keaslian BCB terdiri atas dua kriteria yaitu pola penggunaan lahan dan perubahan bangunan. Pola penggunaan lahan adalah tingkatan perubahan penggunaan lahan. Sedangkan perubahan bangunan adalah tingkatan perubahan elemen dan struktur serta perubahan gaya arsitektur.

Obyek Bangunan Kantor Pemerintahan dan Kantor Dinas

Tabel 5 Kondisi Keaslian Obyek Kantor Pemerintahan dan Kantor Dinas

No. Nama BCB Penggunaan Lahan Perubahan Bangunan Total

1 Gedung KNKL 2 1 3 2 Lapas Paledang 3 2 5 3 Kantor DKP 2 2 4 4 Balai Kota 3 3 6 5 Istana Bogor 3 3 6 6 Gedung Keresidenan 3 3 6 7 Gedung Blenong 2 3 5 8 Korem 061/Suryakencana 2 2 4 9 POLWIL 2 2 4 10 Kantor Polisi Militer 2 2 4 11 Markas Kodim 0606 3 3 6 Keterangan:

Kategori Tinggi = 5-6 ; Kategori Sedang = 4; Kategori Rendah= 1-3

Berdasarkan hasil di atas, terdapat dua bangunan yang memiliki keaslian rendah yaitu Gedung KNKL dan Kantor POS. Tujuh bangunan berkategori keaslian sedang dan enam bangunan berkategori keaslian tinggi.

Gambar 20 Gedung KNKL berdasarkan signage merupakan bekas asrama TKR

(a) (b)

Gambar 21 Istana Bogor (a) tahun 1855 dan (b) saat ini Obyek Bangunan Fasilitas Umum

Tabel 6 Kondisi Keaslian Obyek Bangunan Fasilitas Umum

No. Nama BCB Penggunaan

Lahan Perubahan Bangunan Total 1 Stasiun Bogor 2 2 4 2 Museum Perjoeangan 2 2 4 3 Museum Zoologi 2 1 3 4 Museum PETA 3 3 6 5 RRI Regional II Bogor 2 2 4 6 Rumah Potong Hewan 2 2 4 7 Puslitpang 3 2 5 8 SMA/SMP Negeri 1 2 1 3 9 SMP Negeri 2 2 1 3 11 Gedung Anatomi Kecil 2 3 5

12 Kantor IPB Taman

Kencana 2 3 5 13 Puslitbun 2 3 5 14 Sekolah Pasca Sarjana IPB Baranang Siang 2 3 5 15 ST Perikanan Cikaret 2 2 4 16 Sekolah Mardi Waluya 2 2 4 17 Puslithut 2 2 4 18 STPP Cibalagung 2 2 4 19 SMA YZA 2 3 1 4 20 Gedung Bank Mandiri 2 2 4 21 Kantor POS 1 2 3 22 Gereja Katedral 2 3 5

23 Kapel Regina Pacis 2 3 5

24 Gereja Zebaoth 3 3 6

25 Klenteng Hoetekbio 3 2 5

26 Vihara Maha Brahma 3 2 5

27 Masjid Al-Mustofa 3 3 6

28 Mesjid Empang 3 3 6

29 Rumah Sakit Salak 2 2 4

30 RS Marzoeki Mahdi 2 2 4

Keterangan:

Berdasarkan hasil di atas sebagian besar BCB bangunan fasilitas masih berkategori keaslian tinggi yaitu sebanyak 14 buah obyek. Sedangkan BCB yang berkategori rendah hanya tiga buah dan berkategori keaslian sedang ada tujuh buah.

Gambar 22 Klenteng Hoe Tek Bio dibangun sejak 1672

(a) (b)

Gambar 23 SMP-SMA Negeri 1 Bogor (a) 2007 (b) saat ini Obyek Rumah Tinggal, Hotel, dan Makam Tokoh

Tabel 7 Kondisi Keaslian Obyek Rumah Tinggal, Hotel dan Makam Tokoh

No. Nama BCB Penggunaan Lahan Perubahan

Bangunan Total

1 Hotel Salak 2 2 4

2 Panti Bina Harapan 2 2 4

3 Rumah (Jalan Suryakencana) 3 2 4 4 Rumah (Jalan Suryakencana) 3 3 5 5 Rumah (Jalan Suryakencana) 3 2 4 6 Rumah (Jalan Suryakencana) 3 3 5 7 Rumah (Jalan Suryakencana) 3 3 5 8 Rumah (Jalan Sempur) 2 2 4 9 Rumah (Jalan Sempur) 2 2 4

10 Rumah (Jalan Salak) 3 3 5

11 Rumah (Jalan Salak) 3 2 5

Tabel 7 Kondisi Keaslian Obyek Rumah Tinggal, Hotel dan Makam Tokoh (lanjutan)

No. Nama BCB Penggunaan Lahan Perubahan

Bangunan Total

13 Rumah (Jalan Salak) 3 2 6

14 Rumah (Jalan A. Yani) 3 3 6 15 Rumah (Jalan A. Yani) 3 3 6 16 Rumah (Jalan Siliwangi) 3 3 6 17 Rumah (Jalan Siliwangi) 3 3 6 18 Rumah (Jalan Siliwangi) 2 3 5 19 Rumah (Jalan Siliwangi) 3 2 5

20 Asrama IPB Sukasari 2 3 5

21 Makam Mbah Khaer 3 2 5

22 Makam Mbah Kan'an 3 2 5

23 Makam Mbah Jonet 3 2 5

24 Makam Putra

Pangeran Jonet 3 2 5

25 Makam Raden

Sholeh 3 2 5

Keterangan:

Kategori Tinggi = 5-6 ; Kategori Sedang = 4; Kategori Rendah= 1-3 Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa sebagian besar dari area rumah tinggal dan makam tokoh masih berkategori tinggi dan hanya empat buah obyek yang memiliki perubahan pada bangunannya.

(a) (b) (c)

Gambar 24 Hotel Salak (a) tahun 1856 (b) 1948 dan (c) Hotel Salak The Heritage Obyek Situs Sejarah dan Bungker

Tabel 8 Kondisi Keaslian Obyek Situs Sejarah dan Bungker

No. Nama BCB Penggunaan Lahan Perubahan

Bangunan Total

1 Batu Dakon Empang 3 3 6

2 Prasasti Batu Tulis 2 3 5

3 Situs Purwakalih 2 3 5

Tabel 8 Kondisi Keaslian Obyek Situs Sejarah dan Bungker (lanjutan)

No. Nama BCB Penggunaan Lahan Perubahan

Bangunan Total 5 Batu Disolit 2 3 5 6 Batu Congkrang 2 3 5 7 Situs Kutadani 2 3 5 8 Situs Ranggagading 2 3 5 9 Punden Berundak 2 2 4

10 Batu Dakon Al-Ihya 2 3 5

11 Bungker Puri 1 dan 2 2 2 4

12 Bungker Mandiri 1 dan 2 2 2 4

13 Bungker Gumati 1 1 2

Keterangan:

Kategori Tinggi = 5-6 ; Kategori Sedang = 4; Kategori Rendah= 1-3

Berdasarkan analisis di atas, ada satu buah bungker yang berkategori keaslian rendah hal itu karena bungker tersebut berada dalam tanah sebuah tempat makan, sehingga dari tiga bungker dalam kompleks tersebut hanya tersisa satu buah. Sedangkan yang lain ada yang berkategori rendah karena berada dalam tanah milik warga. Walaupun sedikit hancur, namun warga masih ada bagian yang terawat. Untungnya, situs yang sebagian besar berada di kelurahan Batu Tulis masih terjaga keasliannya. Situs tersebut diyakini berasal dari kerajaan Pajajaran dan lokasinya disebut sebagai ibu kota (dayeuh) dari kerajaan Pajajaran.

(a) (b)

Gambar 25 (a) Batu Pertemuan di Punden Berundak dan (b) Batu Dakon

(a) (b)

Daya Tarik Wisata Sejarah

Daya tarik wisata merupakan bentuk-bentuk potensi yang dimiliki berupa keunikan dari obyek sejarah yang dapat menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata sejarah seperti asosiasi sejarah, integritas, kelangkaan, dan kualitas estetik. Asosiasi Kesejarahan merupakan keterhubungan lanskap dengan kesejarahan. Integritas adalah kesatuan karakter, struktur, dan fungsi elemen dengan lingkungan sekitar. Kelangkaan adalah adalah kekhasan yang dimiliki oleh obyek tersebut yang mencirikan jarangnya ditemukan di obyek lanskap sejarah lain. Sedangkan kualitas esktetik adalah karakter dan struktur elemen yang mewakili suatu periode sejarah tertentu.

Obyek Kantor Pemerintahan dan Kantor Dinas

Tabel 9 Daya Tarik Wisata Sejarah Obyek Kantor Pemerintahan dan Kantor Dinas

No. Nama BCB Asosiasi

kesejarahan Integritas Kelangkaan

Kualitas Estetik Total 1 Gedung KNKL 2 1 1 2 6 2 Lapas Paledang 2 2 2 2 8 3 Kantor DKP 2 2 2 2 8 4 Balai Kota 3 3 3 3 12 5 Istana Bogor 3 3 3 3 12 6 Gedung Keresidenan 3 3 3 3 12 7 Gedung Blenong 3 2 3 3 11 8 Korem 061/Suryakencana 3 2 2 3 10 9 POLWIL 3 2 1 3 9 10 Kantor Polisi Militer 2 1 2 2 7 11 Markas Kodim 0606 3 3 2 3 11 Keterangan:

Kategori Tinggi = 9-12 ; Kategori Sedang = 7-8; Kategori Rendah= 4-6 Berdasarkan hasil analisis di atas terdapat tujuh obyek sejarah bangunan publik yang menarik, yaitu Balai Kota, Istana Bogor, Gedung Karasidenan, Gedung Blenong, Korem 061/Suryakencana, POLWIL, dan Kodim 0606. Selain itu terdapat tiga obyek sejarah yang cukup menarik yaitu Lapas Paledang, Kantor DKP, dan Kantor Polisi Militer serta satu buah obyek yang kurang menarik yaitu Gedung KNKL karena kehilangan integritas dan kelangkaannya.

Obyek Bangunan Fasilitas Umum

Tabel 10 Daya Tarik Wisata Sejarah Obyek Bangunan Fasilitas Umum

No. Nama BCB Asosiasi

kesejarahan Integritas Kelangkaan

Kualitas Estetik Total 1 Stasiun Bogor 3 3 3 3 12 2 Kantor POS 3 2 2 2 9 3 Gedung Bank Mandiri 1 2 2 2 7

Tabel 10 Daya Tarik Wisata Sejarah Obyek Bangunan Fasilitas Umum (lanjutan)

No. Nama BCB Asosiasi

kesejarahan Integritas Kelangkaan

Kualitas Estetik Total 4 Rumah Potong Hewan 1 2 2 2 7 5 Museum Perjoeangan 3 2 2 2 9 6 Museum Zoologi 2 2 2 3 9 7 Museum PETA 3 3 3 3 12 8 RRI Regional II Bogor 2 2 2 3 9 9 Puslitpang 2 3 2 2 9 10 SMA/SMP Negeri 1 2 1 1 2 6 11 SMP Negeri 2 2 1 1 2 6 12 Gedung Anatomi Kecil 2 2 1 2 7

13 Kantor IPB Taman

Kencana 3 3 3 3 12 14 Puslitbun 3 3 3 3 12 15 Sekolah Pasca Sarjana IPB Baranang Siang 2 3 2 3 10 16 ST Perikanan Cikaret 2 2 2 2 8 17 Sekolah Mardi Waluya 2 2 2 2 8 18 Puslithut 2 3 2 2 9 19 STPP Cibalagung 2 2 2 2 8 20 SMA YZA 2 2 3 2 2 9 21 Gereja Katedral 3 3 3 3 12

22 Kapel Regina Pacis 3 3 3 3 12

23 Gereja Zebaoth 3 2 3 3 11

24 Klenteng Hoetekbio 3 3 3 3 12

25 Vihara Maha Brahma 3 3 3 3 12

26 Masjid

Al-Mustofa 2 3 2 2 9

27 Mesjid Empang 3 3 3 3 12

28 Rumah Sakit Salak 2 1 2 3 8

29 RS Marzoeki Mahdi 2 3 2 2 9

Keterangan:

Kategori Tinggi = 9-12 ; Kategori Sedang = 7-8; Kategori Rendah= 4-6 Dari 29 buah obyek bangunan fasilitas terdapat 20 obyek sejarah menarik, yaitu Stasiun Bogor, Kantor POS, Museum PETA, Museum Perjoeangan, Museum Zoologi, RRI, Puslitpang, Kantor IPB Taman Kencana, Puslitbun, IPB Baranang Siang Pasca Sarjana, Puslithut, SMA YZA 2, Gereja Katedral, Kapel Regina Pacis, Gereja Zebaoth, Masjid Al-Mustofa Bantarjati, Masjid Ath Thohiriyah Empang, dan RS Marzoeki Mahdi. Obyek yang cukup menarik ada tujuh yaitu Gedung Bank Mandiri, Rumah Potong Hewan, Gedung Anatomi Kecil, ST Perikanan Cikaret, Sekolah Mardi Waluya, STTP Cibalagung, dan RS Salak.

Dokumen terkait