• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai pH Daging

Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata pH daging sapi Bali disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rata-Rata pH Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan

Level Tepung Asap ( % )

Lama Penyimpanan (hari) Rata-Rata 0 7 14 21 0 6,23 6,19 6,41 6,46 6,32b 1 5,93 6,13 6,11 6,32 6,12a 2 5,97 6,07 6,15 6,07 6,07a Rata – Rata 6,04 6,12 6,22 6,29

Keterangan : ab Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap pH Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH daging sapi Bali. Hasil uji BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan bahwa pemberian tepung asap 1 dan 2% nyata menghasilkan pH lebih rendah dari kontrol. Hal ini dikarenakan tepung asap mengandung senyawa kimia utama antara lain asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat sehingga mampu menurunkan pH daging. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Arizona dkk., (2011) yang menyatakan pH daging pada berbagai konsentrasi asap cair cenderung menurun karena komponen asap yang melekat pada daging mempunyai sifat asam diantaranya asam karboksilat yang meliputi asam formiat, asetat dan butirat.

Hal ini mendukung pendapat Prananta (2008), asap cair mengandung berbagai senyawa asam formiat, asetat, butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat. Senyawa asam tersebut dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan. Karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan.

b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap pH Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pH daging sapi Bali walaupun pH cenderung mengalami peningkatan. Pada penyimpanan hari pertama rata-rata semua sampel mengalami peningkatan pH sampai pada hari ke 7 tetapi menjelang hari ke-14 sampel dengan level pemberian tepung asap mengalami penurunan yakni dari pH 6,13 menjadi 6,11.

c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap pH daging sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pH daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.

Daya Ikat Air (DIA/WHC/Water Holding Capacity)

Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata Daya Ikat Air (DIA) daging sapi Bali disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan

Level Tepung Asap ( % )

Lama Penyimpanan (hari) Rata-Rata 0 7 14 21 0 34,14 31,13 28,91 30,74 31,23 1 28,35 30,67 27,80 29,50 29,08 2 31,28 28,62 27,83 25,95 28,42 Rata – Rata 31,25 30,14 28,18 28,73

a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 3 nilai daya ikat air meskipun terdapat kecenderungan penurunan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian tepung asap. Hal ini disebabkan karena asap cair mengandung senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa fenol merupakan reduktor hidrogen sehingga dapat menghambat proses oksidasi pada daging selama penyimpanan, sehingga air dalam daging tidak mengalami eksudasi sehingga kemampuan daging mengikat air dapat dipertahankan dengan adanya penambahan tepung asap.

b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali. Melihat rata-rata data yang disajikan dapat dilihat bahwa semakin lama penyimpanan daya ikat air (DIA) yang dihasilkan semakin menurun walaupun terjadi peningkatan yang relatif sedikit pada penyimpanan hari ke – 21 tidak nyata

perubahan ion-ion yang diikat oleh protein daging. Ditambahkan pula oleh pendapat Soeparno (2005) bahwa adanya penurunan daya ikat air disebabkan karena adanya denaturasi protein otot yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur protein daging sehingga air bebas diantara molekul protein menurun. c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan

terhadap daya ikat air (DIA) daging sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.

Nilai TBA (Thiobarbituric acid)

Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata TBA daging sapi Bali disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Nilai TBA (mg malonaldehida/kg) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap

( % )

Lama Penyimpanan (hari) Rata-Rata 0 7 14 21 0 0,31 0,44 0,51 0,33 0,40 1 0,73 0,10 0,60 0,37 0,45 2 0,47 0,63 0,82 0,80 0,68 Rata – Rata 0,50 0,39 0,64 0,50

a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Nilai TBA Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai TBA daging sapi

kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian tepung asap tidak nyata secara statistik. Hal ini menandakan bahwa pemberian tepung asap belum mampu menekan tingkat oksidasi namun pada tingkat pemberian tepung asap 1% menghasilkan nilai 0,10 (mg malonaldehida/kg) lebih kecil daripada tanpa pemberian tepung asap dengan pemberian tepung asap 2%. b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai TBA Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap TBA daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata tabel 4 dari lama penyimpanan dapat dilihat bahwa penyimpanan 0 hari menghasilkan nilai TBA 0,50 (mg malonaldehida/kg). Pada penyimpanan 7 hari nilai TBA menurun menjadi 0,39 (mg malonaldehida/kg) tetapi pada penyimpanan 14 hari nilai TBA meningkat menjadi 0,64 (mg malonaldehida/kg) sedangkan pada penyimpanan 21 hari nilai TBA menurun menjadi 0,50 (mg malonaldehida/kg). Nilai yang dihasilkan sama dengan nilai pada penyimpanan 0 hari. Terdapat kecenderungan nilai TBA yang bervariasi seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hal ini menandakan bahwa tepung asap pada tingkat pemberian dan lama penyimpanan yang berbeda mampu berperan sebagai antioksidan sehingga perubahan nilai TBA tidak signifikatif. Perlakuan pengasapan cair dapat menekan tingkat oksidasi selama penyimpanan. (Ernawati dkk., 2012).

c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap nilai TBA daging sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05)

terhadap nilai TBA daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap penyimpanan.

Susut Masak (Cooking Loss)

Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata susut masak daging sapi Bali disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rata-Rata Susut Masak Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan

Level Tepung Asap ( % )

Lama Penyimpanan (hari) Rata-Rata 0 7 14 21 0 15,65 16,98 15,60 17,04 16,32 1 18,91 19,83 27,63 17,86 21,06 2 18,89 18,59 26,13 22,80 21,60 Rata – Rata 17,82 18,47 23,12 19,23

a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Susut Masak Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 5 susut masak meskipun terdapat kecenderungan peningkatan seiring dengan bertambahnya tingkat pemberian tepung asap tidak nyata secara statistik. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat pemberian tepung asap 1% dan 2% belum mampu menurunkan nilai susut masak. Susut masak berkaitan erat dengan DIA, di mana DIA rendah maka susut masak tinggi. Pada tabel 4 nilai rata-rata tingkat pemberian tepung asap menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai DIA, maka nilai susut masak semakin rendah

dipengaruhi oleh daya ikat air dan kadar air. Semakin tinggi daya ikat air, maka semakin rendah kadar air daging sapi. Hal ini diikuti oleh turunnya persentase susut masak daging sapi.

b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Susut Masak Daging Sapi Bali Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Melihat nilai rata-rata pada tabel 5 susut masak mengalami peningkatan pada penyimpanan 0-14 hari dan mengalami penurunan pada penyimpanan 21 hari. Pemberian tepung asap 1% dapat menurunkan nilai susut masak pada penyimpanan 21 hari (17,86%) meskipun nilai tersebut masih lebih tinggi dari pada tanpa pemberian tepung asap meskipun tidak nyata secara statistik.

c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap susut masak daging sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap susut masak daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.

Daya Putus Daging (DPD) Segar

Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya putus daging segar daging sapi Bali disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Segar (kg/cm2) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap

( % )

Lama Penyimpanan (hari) Rata-Rata 0 7 14 21 0 1,77 0,96 1,07 1,27 1,27 1 1,13 0,76 0,87 1,00 0,94 2 0,83 0,68 0,81 1,09 0,85 Rata – Rata 1,24 0,80 0,92 1,12

a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Daya Putus Daging Segar Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali. Melihat rata-rata pada tabel 6 nilai daya putus daging segar yang dihasilkan mengalami penurunan walaupun nilai tersebut tidak signifikan. Pemberian tepung asap 1 dan 2% menghasilkan nilai daya putus daging segar lebih rendah dari kontrol namun nilai tersebut tidak signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa tepung asap selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga berperan sebagai bahan pengempuk. Ma’arif (2009) menyatakan bahwa dengan penambahan asap cair akan menurunkan nilai daya putus daging, dan mengakibatkan daging menjadi empuk. Abustam dan Ali (2010) menyatakan bahwa dengan penambahan asap cair akan memperbaiki keempukan daging sebesar 18,40% pada level 2%.

b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Segar Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi

terdapat penurunan yang sangat nyata dari penyimpanan 0 hari (1,24 kg/cm2) ke penyimpanan 7 hari (0,80 kg/cm2), tidak terjadi perbedaan nyata antara penyimpanan 7 hari (0,80 kg/cm2) dengan penyimpanan 14 hari (0,92 kg/cm2) dan penyimpanan 21 hari (1,12 kg/cm2). Pada rentang penyimpanan 7 hari mampu peningkatan keempukan daging yang menandakan bahwa tepung asap efektif dalam meningkatkan keempukan daging karena adanya kandungan fenol, karbonil dan asam sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Hal ini sesuai dengan pendapat Abustam dan Ali (2010) yang menyatakan bahwa perbaikan keempukan daging segar selama maturasi (2-50C) umumnya diakibatkan oleh enzim proteolitik, khususnya enzim catepsin. Hal ini menandakan bahwa asap cair selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengempuk.

c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging segar daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.

Daya Putus Daging (DPD) Masak

Hasil penelitian mengenai pengaruh tingkat pemberian tepung asap hasil pengeringan beku (freeze drying) dan lama penyimpanan terhadap rata-rata daya putus daging masak daging sapi Bali disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-Rata Daya Putus Daging Masak (kg/cm2) Daging Sapi Bali dengan Tingkat Pemberian Tepung Asap serta Lama Penyimpanan Level Tepung Asap

( % )

Lama Penyimpanan (hari) Rata-Rata 0 7 14 21 0 2,23 1,85 1,88 2,11 2,02 1 2,02 1,69 1,77 1,95 1,86 2 2,17 1,77 1,91 1,84 1,92 Rata – Rata 2,14 1,77 1,85 1,97

a. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap terhadap Daya Putus Daging Masak Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Melihat rata-rata pada tabel 7 menunjukkan bahwa nilai DPD daging masak terjadi penurunan dari tingkat pemberian 0% (2,02 kg/cm2) ke tingkat pemberian 1% (1,86 kg/cm2) dan terjadi peningkatan pada tingkat pemberian 2% (1,92 kg/cm2) tetapi nilai tersebut tidak lebih tinggi dari pada tanpa pemberian tepung asap. Hal ini menandakan bahwa pemberian tepung asap 1% mampu memperbaiki keempukan pada daging sejalan dengan hasil nilai rata-rata susut masak pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa semakin tinggi nilai susut masak maka semakin tinggi pula nilai DPD begitupun sebaliknya.

Menurut Abustam dkk., (2009) menyatakan bahwa asap cair selain sebagai antioksidan dan antimikroba juga dapat berperan sebagai bahan pengikat dan pengempuk. Dimana diduga mekanisme kerjanya dalam mengempukkan daging sama seperti pada saat proses maturasi daging dimana terjadi celah-celah diantara serat otot yang memungkinkan air setengah bebas dan bebas bisa mengisi ruang

b. Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Daya Putus Daging Masak Daging Sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Melihat nilai yang dihasilkan pada lama penyimpanan menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan maka nilai daya putus daging masak semakin menurun. Terjadi penurunan yang sangat nyata dari penyimpanan 0 hari (2,14 kg/cm2) ke penyimpanan 7 hari (1,77 kg/cm2), tidak terjadi perbedaan nyata antara penyimpanan 7 hari (1,77 kg/cm2) dengan penyimpanan 14 hari (1,85 kg/cm2) dan penyimpanan 21 hari (1,97 kg/cm2). Pada rentang penyimpanan 7 hari mampu peningkatan keempukan daging yang menandakan bahwa tepung asap efektif dalam meningkatkan keempukan daging karena adanya kandungan fenol, karbonil dan asam sebagai antioksidan yang menghambat terjadinya oksidasi protein. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Lordbroken (2010), bahwa dalam asap cair mengandung senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat kerusakan pangan dengan cara mendonorkan hidrogen sehingga efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan karena oksidasi lemak oleh oksigen. Dan kandungan asam pada asap cair juga sangat efektif dalam mematikan dan menghambat pertumbuhan mikroba pada produk makanan yaitu dengan cara senyawa asam ini menembus dinding sel mikroorganisme yang menyebabkan sel mikroorganisme menjadi lisis kemudian mati, dengan menurunnya jumlah bakteri dalam produk makanan maka kerusakan pangan oleh

mikroorganisme dapat dihambat sehingga meningkatkan umur simpan produk pangan.

c. Interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali

Analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara tingkat pemberian tepung asap dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya putus daging masak daging sapi Bali. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemberian tepung asap terdapat respon yang sama pada tiap waktu penyimpanan.

Dokumen terkait