• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum

Pada saat penelitian berlangsung, suhu rata-rata ruangan laboratorium yang digunakan dalam pelaksanaan percobaan untuk penyimpanan benih dan pengamatan viabilitas benih adalah ±280C dengan kelembaban nisbi (RH) ruangan sebesar ± 70%. Nilai rata-rata kadar air akhir benih setelah perlakuan invigorasi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kadar Air Benih Setelah Perlakuan Invigorasi

Perlakuan Invigorasi KA (%)

Kontrol 9.71 c

Priming dengan pasir 16.98 b

Matriconditioning dengan serbuk gergaji 18.73 b Matriconditioning dengan arang sekam 24.66 a Koefisien Keragaman (KK) 17.52 Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf 5% uji lanjut DMRT.

Rekapitulasi analisis ragam pengaruh perlakuan invigorasi dan periode simpan serta interaksinya terhadap beberapa tolok ukur yang diamati disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Pengaruh Perlakuan Invigorasi dan Periode Simpan Benih terhadap Berbagai Tolok Ukur Pengamatan

Tolok Ukur Perlakuan

Inv PS Inv x PS KK Kadar Air (KA) ** ** tn 4.94 Daya Berkecambah (DB) tn ** tn 6.18 Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) tn ** tn 14.22 Indeks Vigor (IV) tn ** tn 11.00 Kecepatan Tumbuh (KCT) tn ** tn 6.90 Panjang Akar (PA) * ** tn 5.59 Panjang Hipokotil (PH) tn ** tn 7.50 Keterangan : tn : tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 %

* : berpengaruh nyata pada taraf 5 % ** : berpengaruh nyata pada taraf 1 % Inv : Perlakuan Invigorasi

PS : Perlakuan Periode simpan

18

Analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan invigorasi dengan perlakuan periode simpan pada semua tolok ukur pengamatan. Faktor tunggal invigorasi berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air benih dan berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Faktor tunggal periode simpan berpengaruh sangat nyata terhadap semua tolok ukur pengamatan yakni kadar air benih (KA), daya berkecambah benih (DB), bobot kering kecambah normal (BKKN), indeks vigor benih (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT), panjang akar kecambah (PA), dan panjang hipokotil kecambah (PH). Hasil analisis ragam untuk masing-masing tolok ukur selengkapnya disajikan pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 8.

Pengaruh Periode Simpan terhadap Viabilitas Potensial Benih

Terdapat fluktuasi nilai kadar air benih selama periode penyimpanan karena sifat benih yang higroskopis dan selalu mengadakan kesetimbangan dengan lingkungan sekitar (Tabel 3). Kadar air benih dipengaruhi oleh kelembaban (RH) dan suhu. Data suhu dan RH disajikan pada Tabel Lampiran 9.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Kadar Air Benih, Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal Periode Simpan (minggu) KA (%) DB (%) BKKN (gram)

0 10.20 a 95.00 a 1.67 a 3 10.06 a 94.00 a 1.65 a 6 10.02 a 94.33 ab 1.61 a 9 9.54 b 90.66 ab 1.55 a 12 8.99 c 89.66 b 1.35 bc 15 9.75 ab 84.66 c 1.22 c 18 9.98 a 91.66 ab 1.50 ab Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata

pada taraf 5 % uji lanjut DMRT.

KA : Kadar Air

DB : Daya Berkecambah

19

Kadar air benih pada 0 minggu simpan sebesar 10.20% sedangkan pada periode simpan 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu, 15 minggu dan 18 minggu secara berturut-turut adalah 10.06%, 10.02%, 9.54%, 8.99%, 9.75% dan 9.98% (Tabel 3). Kadar air kesetimbangan pada benih dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu disekitarnya. Nilai kadar air yang berfluktuasi selama penyimpanan diduga lebih banyak dipengaruhi oleh suhu karena benih dikemas dalam kantong alumunium foil. Menurut Justice dan Bass (2002) aluminum foil sangat sulit ditembus oleh air karena memiliki kekuatan peregangan yang besar, dan semakin meningkat dengan meningkatnya ukuran ketebalan dan semakin rendahnya suhu. Hal ini berlaku juga pada lapisan yang tipis sekalipun.

Pengaruh perlakuan periode simpan benih terhadap viabilitas potensial benih menunjukkan pengaruh yang sangat nyata, berdasarkan tolok ukur daya berkecambah benih (DB) dan bobot kering kecambah normal (BKKN) (Tabel 2). Daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal merupakan tolok ukur dari parameter viabilitas potensial benih. Pengaruh perlakuan periode simpan benih terhadap daya berkecambah benih dan bobot kering kecambah normal dapat dilihat pada Tabel 3.

Daya berkecambah benih pada 0 minggu simpan sebesar 95.00% tidak berbeda nyata dengan nilai daya berkecambah pada 3 minggu, 6 minggu dan 9 minggu setelah simpan, dengan nilai daya berkecambah berturut-turut adalah 94.00%, 94.33% dan 90.66%. Setelah 12 minggu penyimpanan, nilai daya berkecambah telah turun secara nyata dibandingkan pada awal periode penyimpanan. Daya berkecambah benih pada 15 minggu penyimpanan turun secara nyata dibandingkan pada 12 minggu penyimpanan. Nilai daya berkecambah pada 12 minggu penyimpanan dan 15 minggu penyimpanan secara berturut-turut adalah 89.66% dan 84.66%. Penurunan nilai daya berkecambah menunjukkan viabilitas potensial yang semakin rendah karena terjadinya kemunduran benih.

Selama penyimpanan 0 minggu hingga 15 minggu, benih mengalami penurunan daya berkecambah, namun nilai daya berkecambah meningkat kembali pada periode simpan 18 minggu dengan nilai sebesar 91.66%, pola yang sama juga terjadi pada tolok ukur bobot kering kecambah normal (Tabel 3).

20

Pengaruh faktor tunggal periode simpan terhadap tolok ukur bobot kering kecambah normal berpengaruh sangat nyata berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 2. Bobot kering kecambah normal (BKKN) pada 0 minggu periode simpan sebesar 1.67 g, dan tidak berbeda nyata dengan bobot kering kecambah normal pada periode simpan 3 minggu, 6 minggu dan 9 minggu dengan nilai bobot kering kecambah normal masing-masing adalah 1.65 g, 1.61 g dan 1.55 g. Pada periode penyimpanan 12 minggu dan 15 minggu, bobot kering kecambah normal mulai menurun dengan nilai masing-masing adalah 1.35 g dan 1.22 g. Pada 18 minggu penyimpanan nilai bobot kering kecambah normal (BKKN) meningkat kembali menjadi 1.50 g.

Pengaruh Periode Simpan terhadap Vigor Benih

Parameter vigor benih dapat diukur dengan tolok ukur indeks vigor benih (IV), kecepatan tumbuh benih (KCT), panjang akar kecambah (PA) dan panjang hipokotil kecambah (PH).

Pengaruh faktor tunggal periode simpan benih terhadap indeks vigor untuk periode simpan benih selama 0 minggu, 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu, 15 minggu dan 18 minggu masing-masing adalah 87.00%, 75.33%, 81.33%, 86.66%, 83.33%, 76.00% dan 79.00%. Indeks vigor benih tidak berbeda nyata antara awal penyimpanan setelah perlakuan invigorasi dengan akhir penyimpanan 18 minggu setelah proses invigorasi, tetapi terjadi fluktuasi pada rentang waktu tersebut, yaitu turunnya nilai indeks vigor pada 3 minggu dan 15 minggu setelah simpan (Tabel 4).

Tolok ukur lain dalam parameter vigor benih selain indeks vigor benih adalah kecepatan tumbuh benih. Pengaruh faktor tunggal periode simpan benih menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap tolok ukur kecepatan tumbuh benih berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 2.

Nilai rata-rata pengaruh perlakuan periode simpan benih terhadap kecepatan tumbuh benih disajikan pada Tabel 4.

21

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan Periode Simpan Benih terhadap Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipoktil

Periode Simpan (minggu) IV (%) KCT (%/etmal) PA (cm) PH (cm)

0 87.00 a 30.14 cd 13.42 d 12.94 a 3 75.33 b 28.50 d 15.39 b 13.10 a 6 81.33 ab 33.50 a 14.33 c 11.97 b 9 86.66 a 32.59 a 15.63 b 12.60 ab 12 83.33 ab 30.43 bc 16.41 a 12.29 ab 15 76.00 b 33.51 a 16.12 ab 11.93 b 18 79.00 ab 32.04 ab 15.44 b 11.08 c

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji lanjut DMRT.

Perubahan nilai tolok ukur kecepatan tumbuh benih selama periode simpan menunjukkan pola yang berbeda dengan tolok ukur indeks vigor. Kecepatan tumbuh benih mengalami peningkatan pada benih yang telah disimpan selama 6 minggu. Kecepatan tumbuh benih tidak berbeda antara benih yang telah disimpan selama 6 minggu hingga akhir penyimpanan 18 minggu, meskipun nilai kecepatan tumbuh benih sempat mengalami penurunan pada 12 minggu penyimpanan. Penurunan nilai kecepatan tumbuh benih pada periode simpan 12 minggu ini menunjukkan adanya proses kemunduran benih, sehingga nilai kecepatan benih untuk tumbuh menjadi lebih lambat. Pada periode simpan benih 0 minggu nilai kecepatan tumbuh benih sebesar 30.14%/etmal dan pada periode simpan 3 minggu sebesar 28.50%/etmal. Nilai kecepatan tumbuh benih yang dicapai pada periode simpan benih 6 minggu sebesar 33.50%/etmal dan tidak berbeda nyata dengan nilai kecepatan tumbuh benih pada 9 minggu penyimpanan, 15 minggu penyimpanan dan 18 minggu penyimpanan, dengan nilai kecepatan tumbuh benih untuk masing-masing periode simpan tersebut adalah 32.59%/etmal, 33.51%/etmal dan 32.04%/etmal. Pada periode simpan 12 minggu nilai kecepatan tumbuh benih sebesar 30.43%/etmal, tidak berbeda nyata dengan kecepatan tumbuh pada awal penyimpanan.

Tolok ukur lain dalam parameter vigor benih adalah panjang akar. Nilai rata-rata panjang akar kecambah kacang panjang pada periode simpan 0 minggu sebesar 13.42 cm dan berbeda sangat nyata dengan nilai panjang akar kecambah

22

pada periode simpan 3 minggu, 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu, 15 minggu hingga 18 minggu dengan nilai panjang akar kecambah untuk masing-masing periode simpan benih tersebut adalah 15.39 cm, 14.33 cm, 15.63 cm, 16.41 cm, 16.12 cm dan 15.44 cm. Pada tolok ukur panjang akar, pengaruh faktor tunggal periode simpan benih menunjukkan nilai yang berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan, seperti disajikan pada Tabel 4.

Perkecambahan benih tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal, seperti vigor benih tetapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti suhu dan kelembaban nisbi (RH). Menurut Copeland dan McDonald (2001) ada beberapa syarat perkecambahan benih diantaranya adalah kemasakan benih dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan perkecambahan meliputi ketersediaan air sebagai syarat penting untuk perkecambahan, udara (oksigen dan karbondioksida) dan suhu. Pada kisaran suhu yang optimum untuk perkecambahan, laju perkecambahan akan semakin cepat bila suhu lingkungan meningkat, demikian pula halnya dengan kelembaban nisbi (RH) lingkungan. Data suhu dan kelembaban nisbi udara (RH) ditampilkan pada Tabel Lampiran 9. Tolok ukur kecepatan tumbuh benih dan panjang akar kecambah yang cenderung mengalami peningkatan tidak menjelaskan adanya proses deterirorasi atau kemunduran benih yang menyebabkan menurunnya vigor benih selama penyimpanan, dan diduga karena faktor eksternal yang lebih dominan. Kecepatan tumbuh benih tertinggi dicapai pada 15 minggu setelah penyimpanan, sedangkan panjang akar tertinggi dicapai pada 12 minggu setelah penyimpanan (Tabel 4).

Pengaruh faktor tunggal perlakuan periode simpan benih terhadap panjang hipokotil kecambah kacang panjang menunjukkan nilai yang berbeda sangat nyata. Nilai rata-rata pengaruh perlakuan periode simpan benih secara umum mengalami penurunan dengan sedikit fluktuasi. Pada awal periode simpan 0 minggu, nilai panjang hipokotil kecambah adalah 12.94 cm dan tidak berbeda dengan nilai panjang hipokotil kecambah pada periode simpan 3 minggu yakni sebesar 13.10 cm. Pada periode simpan 6 minggu, 9 minggu, 12 minggu dan 15 minggu nilai panjang hipokotil kecambah tidak berbeda nyata, dengan nilai untuk masing-masing periode simpan tersebut adalah 11.97 cm, 12.60 cm, 12.29 cm dan 11.93 cm. Pada akhir penyimpanan 18 minggu, panjang hipokotil kecambah

23

kacang panjang mencapai 11.08 cm dan turun secara nyata. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. Panjang hipokotil secara umum menunjukkan nilai yang semakin turun selama periode simpan benih (Tabel 4) yang menunjukkan bahwa vigor benih semakin rendah karena adanya proses kemunduran benih pada saat benih disimpan.

Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Potensial Benih

Berdasarkan sidik ragam, perlakuan invigorasi benih tidak berpengaruh terhadap parameter viabilitas potensial baik pada tolok ukur daya berkecambah (DB) maupun bobot kering kecambah normal (BKKN), meskipun menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air benih (Tabel 2). Pengaruh perlakuan invigorasi terhadap kadar air benih, daya berkecambah dan bobot kering kecambah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Kadar Air Benih, Daya Berkecambah dan Bobot Kering Kecambah Normal

Invigorasi KA (%) DB (%) BKKN (gram)

Kontrol 8.67 d 95.04 1.49

Priming dengan pasir 10.07 b 91.42 1.56

Matriconditioning dengan serbuk gergaji 9.70 c 90.28 1.45

Matriconditioning dengan arang sekam 10.73 a 89.33 1.53

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji lanjut DMRT.

Pengaruh faktor tunggal invigorasi terhadap kadar air benih menunjukkan nilai rata-rata yang sangat berbeda nyata, nilai kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dengan arang sekam yakni sebesar 10.73%, sedangkan nilai kadar air terendah didapat pada benih tanpa perlakuan invigorasi (kontrol) yakni 8.67%. Nilai kadar air untuk perlakuan invigorasi menggunakan priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji masing-masing memiliki nilai sebesar 10.07% dan 9.70%. Secara keseluruhan, nilai kadar air benih yang diberi perlakuan invigorasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan benih yang tidak diberi perlakuan invigorasi, meskipun

24

sebenarnya telah diupayakan pengeringan kembali selama 48 jam kering angin yang kemudian dilanjutkan dengan penjemuran selama ±5 jam segera setelah selesai proses invigorasi. Kadar air yang lebih tinggi dikhawatirkan mengakibatkan proses kemunduran benih akan semakin cepat terjadi, karena benih kacang panjang merupakan jenis benih ortodoks, dimana jenis benih ini menghendaki kadar air yang rendah agar dapat memperlambat terjadinya proses kemunduran atau deteriorasi benih.

Kadar air benih setelah perlakuan invigorasi sudah cukup aman untuk penyimpanan, tetapi penurunan kadar air benih lebih lanjut hingga kadar air ±8% setelah proses invigorasi sangat dianjurkan. Menurut Justice dan Bass (2002) faktor yang paling mempengaruhi umur benih adalah kadar air yang terkandung dalam benih tersebut. Harrington dalam Justice dan Bass (2002) mengemukakan salah satu kaidahnya yang menghubungkan antara kadar air benih, suhu dan masa hidup benih, yakni setiap kenaikan suhu sebesar 50C dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka daya simpan atau masa hidup benih akan diperpendek setengahnya, hal ini berlaku untuk kadar air pada kisaran 5% - 14% dengan suhu penyimpanan antara 00C – 500C.

Perlakuan invigorasi tidak berpengaruh terhadap daya berkecambah benih. Nilai daya berkecambah benih pada perlakuan invigorasi dengan menggunakan priming dengan pasir adalah 91.42%, matriconditioning dengan serbuk gergaji adalah 90.28% dan matriconditioning dengan arang sekam adalah 89.33%, sedangkan untuk benih tanpa invigorasi (kontrol) nilai daya berkecambahnya adalah 95.04% (Tabel 5).

Tolok ukur bobot kering kecambah normal (BKKN) tidak dipengaruhi oleh perlakuan invigorasi. Benih tanpa invigorasi (kontrol) memiliki nilai bobot kering kecambah normal sebesar 1.49 g, benih dengan perlakuan invigorasi menggunakan priming dengan pasir memiliki bobot kering kecambah normal (BKKN) sebesar 1.56 g, benih dengan perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dengan serbuk gergaji dan matriconditioning dengan arang sekam masing-masing memiliki bobot kering kecambah normal (BKKN) sebesar 1.45 g dan 1.53 g (Tabel 5).

25

Hasil penelitian Erinnovita et al. (2008) menunjukkan bahwa perlakuan perendaman dengan air (soaking) dan matriconditioning dengan pasir mampu meningkatkan bobot kering kecambah normal sebesar 0.19 g dan 0.20 g lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Menurut Ilyas et al. (2002) perlakuan matriconditioning benih dengan menggunakan serbuk gergaji, GA3 dan serbuk gergaji + GA3 mampu meningkatkan persentase daya berkecambah, indeks vigor dan kecepatan tumbuh serta mampu mengurangi kebocoran elektrolit pada benih cabai, khususnya pada benih vigor sedang. Pada penelitian ini hal tersebut tidak dicapai, diduga karena benih yang digunakan memiliki viabilitas potensial yang masih tinggi dengan nilai daya berkecambah sebesar 95.00% (Tabel 3), meskipun diambil dari benih yang telah melampaui masa kadaluarsa berdasarkan data pada label kemasan benih. Benih yang bervigor tinggi kurang tanggap terhadap perlakuan invigorasi. Perlakuan invigorasi efektif pada benih dengan vigor sedang (Ilyas et al., 2002). Hasil penelitian Widajati et al. (1990) juga menyatakan bahwa pengaruh priming lebih terlihat pada benih kacang tanah yang memiliki vigor medium yang terlihat pada tolok ukur berat kering tajuk, jumlah daun dan daya tumbuh di lapang (field emergence).

Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Vigor Benih

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan invigorasi tidak nyata terhadap sebagian besar tolok ukur vigor benih yang meliputi indeks vigor benih, kecepatan tumbuh benih dan panjang hipokotil kecambah. Berdasarkan tolok ukur vigor, perlakuan invigorasi hanya berpengaruh nyata terhadap panjang akar (Tabel 2).

Pengaruh invigorasi terhadap indeks vigor benih tidak berbeda nyata. Nilai indeks vigor pada benih tanpa invigorasi (kontrol) sebesar 86.47%. Pada perlakuan priming dengan pasir nilai indeks vigor sebesar 81.14%, perlakuan invigorasi dengan menggunakan matriconditioning dengan serbuk gergaji sebesar 80.00% dan matriconditioning dengan arang sekam sebesar 77.33% (Tabel 6).

26

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Indeks Vigor, Kecepatan Tumbuh, Panjang Akar dan Panjang Hipokotil

Invigorasi IV (%) KCT

(%/etmal) PA (cm) PH (cm)

Kontrol 86.47 33.03 15.49 a 12.23

Priming dengan Pasir 81.14 31.44 15.57 a 12.47

Matriconditioning dengan serbuk gegaji 80.00 31.09 15.05 ab 11.97

Matriconditioning dengan arang sekam 77.33 30.56 14.91 b 12.41

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji lanjut DMRT.

Pengaruh faktor tunggal invigorasi terhadap kecepatan tumbuh benih disajikan pada Tabel 6. Nilai kecepatan tumbuh benih pada perlakuan benih tanpa invigorasi (control) sebesar 33.03%/etmal. Nilai kecepatan tumbuh benih pada perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dengan arang sekam sebesar 30.56%/etmal. Kecepatan tumbuh yang diperoleh pada perlakuan benih dengan menggunakan priming dengan pasir memiliki nilai sebesar 31.44%/etmal, sedangkan nilai kecepatan tumbuh untuk matriconditioning dengan serbuk gergaji sebesar 31.09%/etmal.

Pengaruh faktor tunggal invigorasi terhadap panjang hipokotil kecambah menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai rata-rata panjang hipokotil kecambah disajikan pada Tabel 6. Pengaruh perlakuan invigorasi menggunakan priming dengan pasir, memiliki panjang hipokotil kecambah sebesar 12.47 cm. Panjang hipokotil kecambah pada benih tanpa perlakuan invigorasi (kontrol) adalah 12.23 cm, sedangkan panjang hipokotil kecambah pada perlakuan matriconditioning dengan serbuk gergaji dan perlakuan matriconditioning dengan arang sekam memiliki panjang hipokotil dengan nilai masing-masing sebesar 11.97 cm dan 12.41 cm.

Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Perlakuan priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji memiliki panjang akar masing-masing sebesar 15.57 cm dan 15.01 cm, yang tidak berbeda nyata dengan kontrol yaitu sebesar 15.49 cm (Tabel 6), meskipun kadar air penyimpanan benih yang di-invigorasi nyata lebih tinggi, dengan nilai kadar air masing-masing 10.07% pada benih yang telah di-priming dengan pasir dan 9.70% pada benih yang telah di-matriconditioning dengan serbuk gergaji

27

dibandingkan kontrol 8.67% (Tabel 3). Hasil ini mengindikasikan kemungkinan perlakuan priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji dapat meningkatkan daya simpan benih bila kadar air penyimpanan pada benih yang telah di-invigorasi diturunkan kembali hingga kadar air yang sama dengan benih tanpa invigorasi (kontrol). Harrington dalam Justice dan Bass (2002) mengemukakan salah satu kaidahnya yang menghubungkan antara kadar air benih, suhu dan masa hidup benih, yakni setiap kenaikan suhu sebesar 50C dan setiap kenaikan 1% kadar air benih, maka daya simpan (masa hidup benih) akan diperpendek setengahnya hal ini berlaku untuk kadar air pada kisaran 5% - 14% dengan suhu penyimpanan antara 00C – 500C.

Perlakuan matriconditioning dengan arang sekam menghasilkan panjang akar kecambah dengan nilai paling rendah dan juga berbeda nyata dengan kontrol dan priming dengan pasir yakni sebesar 14.91 cm (Tabel 6).

Rendahnya vigor benih pada perlakuan matriconditioning dengan arang sekam diduga berkaitan dengan tingginya nilai kadar air akhir yang dicapai pada perlakuan invigorasi yakni 24.66% jika dibandingkan dengan nilai kadar air kontrol yakni 9.71% dan priming dengan pasir (16.98%) (Tabel 1). Penelitian terhadap benih kedelai dan kapri menunjukkan bahwa perbedaan waktu imbibisi benih yang diikuti pengeringan kembali hingga kadar air awal berpengaruh terhadap viabilitas benih. Imbibisi selama 12 jam pada benih kedelai dan 18 jam pada benih kapri yang diikuti pengeringan kembali mampu meningkatkan perkecambahan (pemunculan akar dan pucuk), tetapi imbibisi yang lebih lama yang diikuti pengeringan kembali berpengaruh terhadap turunnya viabilitas benih (Koster dan Leopold, 1988). Hal ini diduga karena perbedaan banyaknya air yang telah diimbibisi oleh benih. Menurut Chiu dalam Chiu et al., (2002) bila kadar air benih terlalu tinggi pada saat invigorasi dan melewati ambang batas yang dapat ditolerir terjadi kerusakan membran pada benih yang tidak dapat diperbaiki, meskipun benih dikeringkan kembali dengan cepat. Hal ini juga terjadi pada perlakuan priming dengan suhu yang berbeda, Chiu et al. (2002) mengemukakan bahwa benih jagung manis yang di-priming pada suhu suhu 200C memiliki viabilitas lebih rendah daripada benih tanpa priming setelah disimpan selama 12 bulan, sebaliknya dengan periode simpan yang sama, benih yang di-priming pada

28

suhu 100C dan 150C memiliki viabilitas lebih tinggi dibandingkan benih tanpa priming. Kondisi tersebut juga disebabkan karena kadar air yang dicapai pada akhir perlakuan priming pada suhu 200C lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang di-priming pada suhu 100C dan 150C. Berdasarkan hasil penelitian dan informasi dari berbagai penelitian terdahulu, maka pemilihan metode yang tepat untuk invigorasi benih sangat penting, baik waktu (Koster dan Leopold, 1988), suhu (Chiu et al.,2002), maupun media invigorasi agar pengaruh positif invigorasi dapat dipertahankan selama penyimpanan benih.

Banyak hasil penelitian menunjukkan invigorasi hanya meningkatkan vigor benih sesaat setelah perlakuan, tetapi justru mengalami penurunan vigor lebih cepat selama penyimpanan. Menurut Alvarado and Bradford dalam Copeland dan McDonald (2001) lamanya penyimpanan benih (waktu penyimpanan yang lama) pada benih yang diberi perlakuan dapat mengakibatkan hilangnya vigor dan viabilitas benih dibandingkan dengan benih tanpa perlakuan. Hasil penelitian Rosliany (1998) menunjukkan bahwa perlakuan matriconditioning pada benih kacang panjang dengan serbuk gergaji mampu meningkatkan daya berkecambah benih kacang panjang secara nyata, dengan nilai daya berkecambah sebesar 90% dibandingkan benih kacang panjang tanpa matriconditioning dengan nilai daya berkecambah sebesar 79%, tetapi hanya mampu disimpan dalam waktu yang relatif pendek (2 bulan). Benih yang diberi perlakuan matriconditioning dengan serbuk gergaji mengalami penurunan daya berkecambah lebih cepat daripada benih tanpa invigorasi yang dimulai pada saat periode simpan 3 bulan. Hasil penelitian Yullianida (2004) terhadap bunga matahari juga menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dengan air maupun larutan antioksidan hanya efektif pada periode simpan 0 bulan, sebaliknya hasil penelitian Lumbanraja (2006) menunjukkan bahwa manfaat invigorasi masih dapat dipertahankan hingga minggu ke-9. Perendaman benih papaya dengan asam askorbat mampu mempertahankan nilai kecepatan tumbuh sebesar 5.65%/etmal lebih tinggi dari kontrol (2.69%/etmal) pada minggu ke-9, sedangkan pemberian curcuma mampu memberikan nilai first count yang lebih stabil sampai masa simpan 9 minggu (42.67%).

29

Pada percobaan kali ini tidak terdapat interaksi antara perlakuan invigorasi dengan periode simpan, yang menunjukkan bahwa laju kemunduran yang terjadi pada semua benih dengan berbagai perlakuan invigorasi termasuk kontrol adalah sama hingga 18 minggu penyimpanan. Priming dengan pasir dan matriconditioning dengan serbuk gergaji yang dilakukan pada suhu 150C, dan pada tekanan -12.5 Bar selama 20 jam dan diikuti dengan pengeringan kembali tidak mengurangi daya simpan benih hingga 18 minggu penyimpanan setelah invigorasi, meskipun belum terbukti mampu meningkatkan daya simpan benih sebagaimana diharapkan. Pada percobaan ini kadar air simpan benih yang di-

Dokumen terkait