• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian pengolahan limbah buah pisang menjadi bioetanol dilakukan sesuai dengan prosedur kerja yang tercantum dalam bab 3. Penelitian dilaksanakan di laboratorium riset Program Studi Teknik Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur menggunakan limbah buah pisang dengan kandungan glukosa dan pati berturut-turut sebesar 4.86 % dan 21,74 %. Hasil penelitian disusun dalam bentuk tabel dan grafik yang merupakan pengaruh ragi dan waktu fermentasi terhadap pembentukan alkohol.

4.1. Analisa bahan baku ( limbah buah pisang )

Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan analisa awal. Analisa awal ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi parameter penting yang tardapat pada limbah buah pisang sebagai penghasil bioetanol terutama kandungan karbohidrat (pati) dan glokosa. Proses analisa ini dilakukan dengan cara, limbah buah pisang dihaluskan dan diaduk hingga homogen, kemudian dianalisa kandungan glukosa dan karbohidratnya. Hasil analisa kandungan limbah buah pisang adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1. Kandungan limbah buah pisang.

No Parameter Hasil

1 Pati 21,74 %

2 Glukosa 4,86 %

20

4.2. Hasil Penelitian.

Penelitian pembuatan bioetanol dari limbah buah pisang ini dilakukan dengan proses hidrolisis, fermentasi, dan destilasi. Data hasil penelitian pembuatan bioetanol dari limbah buah pisang ditampilkan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Data hasil penelitian. % alkohol yang terbent uk dari proses ferment asi

berat ragi 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari

0.2 gr 0.07 % 0.2 % 0.33 % 0.33 %

0.3 gr 0.13 % 0.2 % 0.2 % 0.26 %

0.4 gr 0.19 % 0.2 % 0.2 % 0.37 %

0.5 gr 0.13 % 0.33 % 0.33 % 0.37 %

4.3.Pengaruh perubahan waktu terhadap hasil fer mentasi. Pengaruh waktu terhadap hasil fermentasi disajikan pada Gambar 4.1

Gambar 4.1. pengaruh perubahan waktu terhadap pembentukan alkohol. Dari Gambar 4.1 diatas dapat di jelaskan bahwa pembentukan alkohol mempunyai kecenderungan semakin lama fermentasi maka jumlah alkohol semakin meningakat sampai jumlah glukosa telah terurai semua menjadi alkohol. Kondisi ini sama seperti yang telah dilaporkan oleh Nopita dan Noviea

0 0,1 0,2 0,3 0,4

1 hari 2 hari 3 hari 4 hari

k on sen tr a si a lk oh ol , % Waktu 0.2 gr 0.3 gr 0.4 gr 0.5 gr

(2012),Berdasarkan hasil analisa GC didapat bahwa semakin lama variabel waktu fermentasi, kadar etanol yang terkandung juga semakin besar.

Jika dilihat dari bentuk grafiknya pembentukan alkohol bersifat fluktuatif. Hal itu terlihat pada semua Gambar 4.1. Penambahan ragi 0,2 g pada waktu 1 sampai 3 hari mengalami kenaikan yang cukup signifikan, namun pada hari ke-4 cenderung tetap. Hal yang sama juga di tunjukkan oleh grafik dengan berat ragi 0,3 g. pada hari ke 1 sampai hari ke 2 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada hari ke 3 menunjukkan pengurangan aktifitas yang di tunjukkan dengan bentuk grafik yang rata. Namun pada hari ke 4 mengalami kenaikan kembali. Hal serupa juga ditunjukkan oleh grafik dengan berat ragi 0,4 g dan 0,5 g. Hal itu disebabkan pada hari ke 1 jumlah nutrisi pada limbah buah pisang masih banyak. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan bakteri glukosa tersebut terurai menjadi alkohol yang menyebabkan nutrisi menjadi berkurang. Lama kelamaan jumlah nutrisi lebih sedikit. Pada kondisi ini bakteri mengalami hambatan dalam beraktifitas. Hambatan ini terjadi karena adanya alkohol yang terbantuk dari proses metabolisme mikroorganisme saat menguraikan glukosa. Pada dasarnya alkohol bersifat desinfeksi terhadap mikroorganisme. Namun pada proses ini alkohol dalam bentuk etanol. Etanol murni daya bunuhnya terhadap bakteri kurang (Zaifbio, 2009), maka masih ada beberapa mikroorganisme yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tersebut dan yang sebagian lagi akan mati sehingga aktifitas mikroorganisme seolah-olah berhenti. Karena bakteri mampu beradaptasi dalam waktu maksimum 30 – 72 jam, baru bakteri dapat berkembang biak secara stabil menurut (Retno Dewati, 2008). Setelah beberapa lama

22

Waktu Ragi

kemudian, mikroorganisme yang mampu bertahan dan telah beradaptasi akan tumbuh dan berkembang untuk melakukan aktifitasnya kembali. Hal ini yang menyebabkan perolehan alkohol meningkat kembali.

Dari Gambar 4.1 diatas didapat hasil terbaik dengan menggunakan penambahan ragi 0,5 g. dilihat dari tren garis pembentukan alkoholnya mengalami peningkatan yang signifikan disbanding dengan tren garis yang lain. Dengan penambahan ragi 0,5 g, didapat hasil alkohol pada hari ke-2 mencapai 0,33%. Selanjutnya pada hari ke-3 grafik menunjukkan nilai yang tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa bakteri melakukan adaptasi terhadap lingkungaannya yang mengandung alkohol. Proses adaptasi ini berlangsung cukup cepat disebabkan sebanding dengan penambahan ragi 0,2 g; 0,3 g; dan 0,4 g. pada hari ke-4 menunjukkan bakteri talah melakukan aktifitasnya kembali yang ditunjukkan penambahan perolehan alkohol dari 33% menjadi 37%. Dari waktu fermentasi tersebut waktu yang optimal dari penelitian ini yaitu 4 hari dengan konsentrasi alkohol 0,37 %.

4.4. Pengaruh penambahan ragi terhadap pembentukan alkohol.

Pengaruh penambahan berat ragi terhadap pembentukan alkohol dapat dilihat berdasarkan Tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Pengaruh variasi berat ragi terhadap pembentukan alkohol. 0,2 g 0,3 g 0,4 g 0,5 g

1 hari 0.07 % 0.13 % 0.19 % 0.13 % 2 hari 0.20 % 0.20 % 0.20 % 0.33 % 3 hari 0.33 % 0.20 % 0.20 % 0.33 % 4 hari 0.33 % 0.26 % 0.37 % 0.37 %

Gambar 4.2. Pengaruh variasi berat ragi terhadap pembentukan alkohol Berdasarkan Gambar 4.2 diatas dapat dilihat bahwa secara umum semakin banyak ragi maka semakin cepat konsentrasi alkohol yang dihasilkan. Hal itu dapat dilihat dari alkohol yang terbentuk pada masing-masing variasi berat ragi. Pada hari ke 1 dengan variasi berat ragi berturut-turut adalah 0,2 g; 0,3 g; 0,4 g; dan 0,5 g menghasilkan konsentrasi alkohol berturut-turut sebesar 0,07 %; 0,13 %; 0,19%; dan 0,13 g. Pada hari ke-2 dihasilkan konsentrasi alkohol berturut-turut sebesar 0,20%; 0,20%%; 0,20%; dan 0,5%. Pada hari ke-3 dihasilkan konsentrasi alkohol sebesar 0,33%; 0,20%; 0,20%; dan 0,33%. Begitu pula pada hari ke-4 dihasilkan konsentrasi alkohol sebesar 0,33%; 0,26%; 0,37%; dan 0,37%. Di lihat secara keseluruhan alkohol yang terbentuk berbanding lurus dengan berat ragi dan laju fermentasi. Maksudnya, semakin banyak jumlah ragi yang ditambahkan maka alkohol yang terbentuk juga semakin banyak, dan waktu fermentasi berlangsung dengan cepat. Seperti yang dilaporkan (Retno Dewati, 2008) dengan penambahan ragi dapat mempercepat proses fermentasi.

Semakin banyak ragi yang digunakan maka pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme pengurai semakin cepat. Sehingga glukosa yang

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0,4 0,2 g 0,3 g 0,4 g 0,5 g k o n se n tr as i al k o h o l, % ragi 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari

24

ada akan lebih cepat terurai dibanding dengan penambahan ragi yang sedikit. Dari hasil penelitian bahwa berat ragi juga sangat berpengaruh dalam pembentukan alkohol. Pada Gambar 4.2 dapat di lihat semakin banyak ragi maka semakin cepat proses fermentasinya.

Jika dilihat dari Gambar 4.2 hari ke 1 dengan berat ragi 0,2 g sampai 0,4 g mengalami kenaikan hasil alkohol yang sangat signifikan, akan tetapi pada berat ragi 0,5 g mengalami penurunan alkohol, dikarenakan pada awal sudah terjadi pembentukan alkohol yang signifikan sehingga pada berat ragi 0,5 g sacharomises mengalami fase kematian karena alkohol sendiri mempunyai sifat desinfeksi yang bisa membunuh bakteri tersebut. Dan pada hari ke 2 dengan berat ragi 0,2 g sampai 0,4 g cenderung menghasilkan alkohol yang sama, tetapi pada berat ragi 0,5 g mengalami kenaikan hasil alkohol dikarenakan glukosa pada proses fermentasi telah terurai sehingga bakteri bisa beraktivitas mengubah glukosa menjadi alkohol dengan bantuan nutrisi pada limbah buah pisang yang sangat banyak. Pada hari ke 3 dengan berat ragi 0,2 g mengalami kenaikan alkohol dan pada berat ragi 0,3 g dan 0,4 g alkohol yang dihasilkan sama karena bakteri mengalami pertumbuhan sedangkan nutrisi yang dihasilkan oleh limbah buah pisang seimbang dengan jumlah bakteri sacharomyses sehingga sebagian bakteri menguraikan pati menjadi glukosa untuk dirombak lagi menjadi alkohol, dan pada berat ragi 0,5 g menghasilkan alkohol lebih banyak dari pada ragi 0,4 g, akan tetapi ragi 0,5 g menghasilkan alkohol yang sama pada hari ke 3. Dan pada hari ke 4 berat ragi 0,2 g menghasilkan alkohol sama dengan hari ke 3, dikarenakan nutrisi dan jumlah bakteri sacharomyses seimbang sehingga Pada kondisi ini

bakteri lebih banyak menggunakan nutrisi tersebut untuk bertahan hidup dari pada merombak gula manjadi alkohol. Tetapi berat ragi 0,2 g menghasilkan alkohol lebih banyak dari pada berat ragi 0,3 g. Berat ragi 0,4 g dan 0,5 g menghasilkan jumlah alkohol yang sama. Adapun peningkatan hasil alkohol pada berat ragi 0,5 g adalah berat ragi yang optimal dalam menghasilkan alkohol.

4.5. Hasil distilasi

Sebelum proses distilasi, dilakukan pengambilan sampel pada hasil fermentasi, alkohol yang paling baik pada hari 1, 2, 3, 4. Setelah itu dilakukan proses distilasi agar memperoleh alkohol murni, kemudian alkohol hasil distilasi dengan menggunakan suhu 850c. setalah itu cairan hasil distilasi dianalisa dengan menggunakan gas chromatoghrapy (GC) diperoleh hasil pada Tabel 4.5 ;

Tabel 4.4. Hasil alkohol tertinggi dar i fermentasi % alkohol yang terbentuk dari proses fermentasi

Berat ragi 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 0.2 g 0.07 % 0.20 % 0.33 % 0.33 % 0.3 g 0.13 % 0.20 % 0.20 % 0.26 % 0.4 g 0.19 % 0.20 % 0.20 % 0.37 % 0.5 g 0.13 % 0.33 % 0.33 % 0.37 %

Tabel 4.5. Hasil alkohol setelah distilasi. % alkohol yang terbent uk setelah dist ilasi

Berat ragi (gr) 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari

0.2 g - - 3.32 % -

0.3 g - - - -

0.4 g 7.3 % - - 13.34 %

26

Gambar 4.3. Konsentrasi alkohol setelah distilasi.

Dari Gambar 4.3 di atas didapatkan konsentrasi alkohol terbaik setelah destilasi adalah 13,34 % dari larutan fermentasi dengan konsentrasi alkohol 0.37 %. Dalam ini bisa didapat konsentrasi alkohol yang lebih tinggi bila dengan menggunakan cara distilasi yang lebih baik. Pada saat proses distilasi air masih belum terpisah sempurna dengan alkohol karena ketidak stabilan suhu pada saat prosesnya. Dengan masih bercampurnya air dengan alkohol maka konsentrasi alkohol yang didapat juga sedikit. Proses destilasi sangat sensitif terhadap suhu sehingga pada saat proses suhu destilasi harus benar-benar diperhatikan agar didapatkan konsentrasi alkohol yang semurni mungkin. Penurunan konsentrasi alkohol juga disebabkan oleh pengambilan alkohol yang secara manual yaitu menggunakan tabung erlenmeyer sebagai penampung alkohol. Karena sifat alkohol yang mudah menguap maka pada saat pengambilan alkohol kondisi tempat penampung harus benar - benar tertutup rapat agar alkohol tidak mudah menguap. Dan hasil distilasi tersebut dianalisa dengan menggunakan GC (Gas

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 hari 2 hari 3 hari 4 hari

k o n se n tr as i al k o h o l, % Wakt u 0.2 g 0.3 g 0.4 g 0.5 g

Chromathography), yaitu dimana hasil lebih akurat dibandingkan dengan metode yang laen. Pada ragi 0,5 g waktu 4 hari analisis dilakukan dengan menggunakan GC dengan cara dilakukan pengambilan sampel 3 ml kemudian dimasukkan kedalam kolom GC dengan temperatur 3000 C dan dialirkan dengan bantuan nitrogen pada injekkan 1 pada 885 mv waktu 1,837 menit air yang terdeteksi dengan konsentrasi 92,367 %, dan pada injekkan ke 2, 850mv waktu 4,349 menit ethanol terdeteksi dengan konsentrasi 7,63 %

28 BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dan pengamatan dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Limbah buah pisang berpotensi sebagai bahan baku alternatif pembuatan bioetanol dengan kandungan pati dan glukosa sebesar 21,74 dan 4,86 %, karena konsentrasi parameter paling penting dalam pembuatan bioetanol yaitu kandungan pati.

2. Alkohol yang terbaik diperoleh pada proses fermentasi hari ke 4 dengan berat bahan baku 1 kg dan berat ragi 0,4 dan 0,5 gram menghasilkan alkohol dengan konsentrasi 0.37%.

3. Semakin banyak penambahan ragi maka semakin cepat alkohol yang

dihasilkanya.

4. Lama waktu fermentasi juga mempengaruhi pembentukan alkohol.

5. Untuk meningkatkan kadar alkohol dilakukan destilasi dengan temperatur 850 C dan didapat kadar alkohol optimal yaitu sebesar 13,34 % dari larutan hasil fermentasi dengan kadar alkohol 0,37 %.

5.2. Sara n

1. Pada penelitian ini konsentrasi alkohol yang dihasilkan kurang optimal, sebaiknya menggunakan termostat agar suhu pada proses distilasi stabil, sehingga didapat konsentrasi alkohol yang lebih tinggi.

2. Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan mencoba untuk

30

Dokumen terkait