• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Konsentrasi pada Lima Jenis Bahan Tanaman

Bagi penduduk Indonesia bawang putih adalah rempah-rempah yang digunakan secara luas baik untuk kepentingan bumbu masak yang memberi rasa dan aroma yang khas juga digunakan sebagai obat tradisional unuk beberapa penyakit. Menurut Sudarmo (2005), pestisida nabati bawang putih efektif untuk mengendalikan beberapa hama. Menurut Sinta (2006), tingkat repelensi tertinggi terdapat pada perlakuan bawang putih. Pemberian repelen ini efektif dalam mengusir mencit karena bawang putih mengeluarkan aroma yang khas, sehingga mempengaruhi perilaku mencit dalam memilih pakan yang dikonsumsinya.

Rata-rata konsumsi burung pada pengujian konsentrasi bawang putih menurun dengan peningkatan konsentrasi (Tabel 1). Konsentrasi 0,2 g/ml adalah yang efektif pada pemberian hari ke-3, sedangkan konsentrasi 0,25 g/ml pada hari ke-6. Baik pada pemberian hari ke-3 dan ke-6 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, begitupun dengan rata-rata pemberian bawang putih pada konsentrasi yang berbeda. Secara keseluruhan, konsentrasi 0,25 g/ml merupakan perlakuan yang paling efektif dalam menurunkan konsumsi burung terhadap gabah. Interaksi antara konsentrasi dan lama pemberian tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi burung pada gabah.

Tabel 1 Konsumsi burung pada pengujian bawang putih

Konsentrasi (g/ml) Konsumsi hari ke- (g) Rata-rata

3 6

0,1 15.44 ± 1.21a 12.17 ± 2.95a 13.81 ± 2.74a 0,15 13.41 ± 2.09a 12.44 ± 3.61a 12.93 ± 2.83a 0,2 12.80 ± 2.60a 11.69 ± 2.62a 12.25 ± 2.53a 0,25 13.24 ± 2.76a 11.22 ± 4.21a 12.23 ± 3.53a Rata-rata 13.72 ± 2.31a 11.88 ± 3.16a 12.81

a

Angka-angka pada kolom dan baris rata-rata, serta pada dua kolom interaksi yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Menurut Kemenhut (2012), lada (Piper ningrum) merupakan tanaman yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Namun, pemanfaatan bagian tanaman tersebut masih sangat terbatas karena dukungan hasil penelitian juga masih sangat terbatas. Lada hitam yang termasuk dalam tanaman obat dan aromatik juga mengandung bahan aktif yang dapat mempengaruhi aktifitas biologis bakan bersifat toksik sehinga dapat mematikan serangga hama (Grainge dan Ahmed (1988); Prakash and Rao (1997)). Dengan demikian tanaman obat dan aromatik dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati yang merupakan salah satu komponen pengendalian hama tanaman yang sejalan dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT).

Lada dengan konsentrasi 0,25 g/ml merupakan perlakuan yang efektif untuk menurunkan konsumsi burung pada bulir gabah (Tabel 2). Rata-rata konsumsi gabah pada perlakuan lada dengan konsentrasi 0,1 g/ml dan 0,15 g/ml berbeda

7

nyata dengan konsentrasi 0,25 g/ml. Pemberian lada pada hari ke-3 dan ke-6 tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada uji interaksi, konsumsi gabah pada konsentrasi 0,25 g/ml pada hari ke-3 dan ke-6 berbeda nyata dengan konsentrasi 0,15 g/ml hari ke-3 dan ke-6 serta konsentrasi 0,1 g/ml hari ke-6.

Tabel 2 Konsumsi burung pada pengujian lada

Konsentrasi (g/ml) Konsumsi hari ke- (g) Rata-rata

3 6

0,1 11.02 ± 2.43ab 14.98 ± 1.27a 13.00 ± 2.77a 0,15 14.42 ± 1.91a 15.19 ± 3.71a 14.81 ± 2.81a 0,2 12.49 ± 4.66ab 11.28 ± 4.28ab 11.89 ± 4.27ab 0,25 9.27 ± 2.48b 8.67 ± 3.89b 8.97 ± 3.09b Rata-rata 11.80 ± 3.42a 12.53 ± 4.25a 12.17

a

Angka-angka pada kolom dan baris rata-rata, serta pada dua kolom interaksi yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Menurut Widyamanda et al. (2013), tanaman bangle (Zingiber cassumunar) merupakan salah satu tanaman obat yang secara tradisional telah dikenal lama oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini. adalah asli Pulau Jawa. Bangle dikenal mampu menghangatkan badan, menghilangkan rasa sakit kepala (sedativum), obat memar, obat nyeri sendi (rematik), obat sembelit, obat sakit perut (kolik), obat sakit kuning, memperkuat kontraksi rahim, serta pelangsing perut pasca persalinan.

Dari hasil penelitian Purwanto (2009), bangle memiliki tingkat repelensi yang baik terhadap tikus dilihat dari penurunan konsumsi gabah. Menurut Rusli (2010), rimpang bangle dapat membasmi kecoa, nyamuk, dan lalat. Pada pengujian repelen terhadap burung, bangle dengan konsentrasi 0,25 g/ml merupakan konsentrasi yang efektif untuk menurunkan konsumsi gabah pada burung (Tabel 3).

Tabel 3 Konsumsi burung pada pengujian bangle

Konsentrasi (g/ml) Konsumsi hari ke- (g) Rata-rata

3 6

0,1 10.92 ± 2.50bc 15.54 ± 2.25a 13.24 ± 3.31a 0,15 10.85 ± 3.25bc 14.22 ± 1.70ab 12.54 ± 3.02ab 0,2 13.00 ± 2.76abc 13.10 ± 1.94abc 13.05 ± 2.25a 0,25 10.57 ± 3.36bc 9.87 ± 3.05c 10.22 ± 3.05b Rata-rata 11.34 ± 2.92b 13.18 ± 3.01a 12.26

a

Angka-angka pada kolom dan baris rata-rata, serta pada dua kolom interaksi yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Terdapat pengaruh interaksi yang nyata antara pemberian konsentrasi dan lama pemberian (Gambar 1). Semakin lama hari pemberian maka semakin banyak gabah yang dikonsumsi oleh burung. Burung tidak memiliki efek jera terhadap bahan repelen, pada hari ke-6 burung sudah mengenali bahan repelen sehingga

8

mengakibatkan peningkatan konsumsi terhadap gabah. Bangle dengan konsentrasi 0,25 g/ml pada hari ke-3 dan ke-6 merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk menurunkan konsumsi burung. Namun, pada pengujian ini tidak dapat dibuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi yang diberikan, maka semakin sedikit pula konsumsi burung terhadap gabah. Hal ini disebabkan kondisi hewan uji yang berbeda-beda pada setiap individu.

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi dan lama hari pada pengujian bangle

Pada pengujian cabai rawit sebagai repelen terhadap burung, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada pengujian konsentrasi dan lama pemberian (Tabel 4). Pengujian konsentrasi pada hari ke-3 tidak berbeda nyata, sedangkan pada hari ke-6 konsentrasi 0,25 g/ml merupakan konsentrasi yang efektif untuk menurunkan konsumsi burung terhadap gabah.

Tabel 4 Konsumsi burung pada pengujian cabai rawit

Konsentrasi (g/ml) Konsumsi hari ke- (g) Rata-rata

3 6

0,1 13.58 ± 2.40a 13.82 ± 2.10a 13.70 ± 2.65a 0,15 13.80 ± 2.10a 14.44 ± 1.93a 14.12 ± 1.93a 0,2 14.46 ± 3.33a 11.52 ± 3.03ab 12.99 ± 3.38a 0,25 13.96 ± 3.32a 9.75 ± 2.20b 11.86 ± 3.47a Rata-rata 13.95 ± 2.67a 12.38 ± 3.09a 13.17

a

Angka-angka pada kolom dan baris rata-rata, serta pada dua kolom interaksi yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Simanjutak (2011) menyatakan bahwa Tanaman buah cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan tanaman obat yang memiliki berbagai macam kegunaan. Menurut Hudliyah (2007), cabai rawit memiliki tingkat repelensi yang

bc bc abc bc a ab abc c 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0,1 0,15 0,2 0,25 R ata -ra ta konsumsi ( g ) Konsentrasi (g/ml) Hari ke-3 Hari ke-6

9

tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. kecenderungan cabai rawit untuk menjadi repelen disebabkan oleh aroma dan rasa pedas yang menimbulkan kondisi sekeliling pakan menjadi tidak nyaman bagi wirok dan wirok merasa enggan mendekati pakan tersebut.

Cabai mengandung minyak atsiri, piperin, dan piperidin yang berfungsi sebagai repellen dan mengganggu preferensi makan hama (Harysaksono et al. 2008). Lama pemberian pada pengujian konsentrasi cabai rawit tidak menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata pada konsumsi burung (Tabel 4). Konsumsi burung menurun pada hari ke-6, karena adanya penggantian burung yang mati mempengaruhi konsumsi burung. Penggantian burung yang mati dengan burung yang baru membutuhkan waktu untuk beradaptasi pada aroma khas yang dikeluarkan oleh bahan repelen. Burung belum mengenali adanya repelen yang bisa mempengaruhi aktivitas hidupnya (makan, minum, reproduksi), sehingga tetap mengonsumsi dalam jumlah yang tidak berbeda pada gabah dengan beberapa perlakuan konsentrasi.

Menurut Dinata (2008), para petani Ciwidey pernah menggunakan ekstrak air biji jengkol menghadapi seranan hama wereng coklat. Menurut Hudliyah (2007), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa tanaman jengkol mengandung zat, antara lain adalah sebagai berikut: protein, kalsium, fosfor, asam jengkolat, vitamin A dan B1, karbohidrat, minyak atsiri, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid, tannin, dan glikosida.

Pada pengujian konsentrasi jengkol tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 5). Baik pada hari ke-3 dan hari ke-6 pengujian konsentrasi tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pada hari ketiga konsentrasi 0,2 g/ml merupakan konsentrasi yang paling efektif untuk menurunkan jumlah konsumsi burung terhadap gabah, sedangkan konsentrasi 0,25 g/ml merupakan konsentrasi yang paling efektif pada hari ke-6. Konsumsi rata-rata pada pengujian konsentrasi jengkol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Tabel 5 Konsumsi burung pada pengujian jengkol

Konsentrasi (g/ml) Konsumsi hari ke- (g) Rata-rata

3 6

0,1 12.82 ± 3.61a 12.80 ± 1.89a 12.81 ± 2.72a 0,15 12.25 ± 2.50a 12.82 ± 3.98a 12.53 ± 3.15a 0,2 10.03 ± 3.80a 11.73 ± 3.07a 10.88 ± 3.37a 0,25 11.47 ± 2.15a 11.09 ± 2.14a 11.28 ± 2.03a Rata-rata 11.64 ± 3.04a 12.11 ± 2.76a 11.89

a

Angka-angka pada kolom dan baris rata-rata, serta pada dua kolom interaksi yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Berdasarkan Tabel 5, interaksi antara pengaruh konsentrasi dan lama pemberian jengkol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Konsumsi burung pada hari ke-6 cenderung naik dibandingkan hari ke-3. Hal ini dikarenakan burung sudah mulai mengenali aroma menyengat yang dihasilkan oleh jengkol membuat burung mulai terbiasa dengan keadaan sekitar dan konsumsi gabah meningkat dibandingkan pada hari ke-3. Menurut Prakoso (2003), kemampuan daya bertahan burung dipengaruhi oleh kesesuaian

10

lingkungan tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap perubahan lingkungan, kompetisi, dan seleksi alam. Dalam pengujian ini, perubahan lingkungan akibat adanya aroma bahan tanaman yang menyengat menjadi faktor yang menyebabkan perubahan konsumsi burung pada gabah.

Berdasarkan pertimbangan pada lima pengujian pertama, maka digunakan empat jenis bahan tanaman beserta konsentrasinya yaitu bangle 0,25 g/ml, jengkol 0,25 g/ml, cabai rawit 0,25 g/ml, dan lada 0,25 g/ml. Priyambodo (2003) menyatakan penggunaan repelen dapat mengurangi daya bertahan tikus karena aktivitas makan, minum, mencari pasangan, serta reproduksi diganggu, maka konsumsi yang paling sedikit adalah repelen yang efektif. Pada pengujian multiple choice dari lima bahan tanaman yang diuji, hanya digunakan empat jenis bahan tanaman dengan maksud untuk mempermudah pemilihan bahan repelen yang efektif. Dalam pengujian multiple choice, lima konsumsi terendah berturut-turut dari konsumsi rendah ke tinggi adalah lada 0,25 g/ml, bangle 0,25 g/ml, jengkol 0,2 g/ml, jengkol 0,25 g/ml, cabai rawit 0,25 g/ml (Tabel 6). Jengkol 0,2 g/ml dan jengkol 0,25 g/ml tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Oleh karena itu pada pengujian multiple choice digunakan jengkol 0,25 g/ml untuk menyeragamkan dengan konsentrasi bahan tanaman lainnya. Dalam pengujian multiple choice, jenis bahan tanaman yang digunakan adalah lada 0,25 g/ml, bangle 0,25 g/ml, jengkol 0,25 g/ml, dan cabai rawit 0,25 g/ml. Bawang putih tidak digunakan dalam pengujian multiple choice karena repelensinya terhadap burung lebih rendah dibandingkan dengan empat jenis bahan tanaman lainnya.

Tabel 6 Konsumsi burung pada pengujian konsentrasi dari lima jenis bahan repelen Perlakuan Konsentrasi (g/ml) 0,1 0,15 0,2 0,25 Rata-rata konsumsi (g)a Bawang putih

13.81 ± 2.74abc 12.93 ± 2.83abcd 12.25 ± 2.53abcd 12.23 ± 3.52abcd

Lada 13.00 ± 2.77abcd 14.81 ± 2.81a 11.89 ± 4.27abcd 8.97 ± 3.09e Bangle 13.24 ± 3.31abcd 12.54 ± 3.02abcd 13.05 ± 2.25abcd 10.22 ± 3.05de Cabai

rawit

13.70 ± 2.65abc 14.12 ± 1.93ab 12.99 ± 3.38abcd 11.86 ± 3.47abcd

Jengkol 12.81 ± 2.72abcd 12.53 ± 3.15abcd 10.88 ± 3.37cde 11.28 ± 2.03bcde

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Berdasarkan Tabel 7, hari pertama pengujian tidak terdapat burung yang mati pada semua perlakuan. Kematian burung tertinggi terjadi pada hari ke-2 setelah pengujian. Penggantian gabah pada hari ke-3 juga menyebabkan kematian burung yang tinggi pada hari ke-4. Setelah hari pertama pengujian, terdapat beberapa burung yang mati yang diduga dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang dapat mengganggu daya bertahan burung.

Hewan bertingkah laku dalam usahanya untuk beradaptasi dengan lingkungannya, dimana faktor genetik dan lingkungan terlibat di dalamnya. Lingkungan sekitar mendorong hewan bertingkah laku untuk menyesuaikan diri dan bahkan terjadi pula penyesuaian hereditas. Beberapa spesies hewan dapat

11

bereaksi dalam beradaptasi dengan lingkungannya. Tingkah laku hewan adalah reaksi seluruh organisme pada rangsangan tertentu atau cara bereaksi terhadap lingkungannya. Tingkah laku merupakan hal yang penting dalam proses domestikasi hewan oleh manusia. Domestikasi dapat dimaksudkan untuk tujuan ekonomis dan sarana konversi biologis. Masalah tingkah laku meningkat karena perkembangan pada hewan yang diadaptasikan tidak sesuai dengan lingkungan yang dibuat oleh manusia. Manusia harus memberikan perhatian lebih kepada tingkah laku dan pengontrolan lingkungan, termasuk syarat ruang, cahaya, temperatur udara, kelembaban relatif, dan kecepatan aliran udara (Sunarti 2004). Pada penelitian ini lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat asli burung menyebabkan burung tidak mampu bertahan sehingga menyebabkan kematian.

Tabel 7 Jumlah burung yang mati pada beberapa perlakuan Jenis perlakuan Jumlah burung yang mati pada hari ke-

Jumlah

1 2 3 4 5 6

Burung yang mati (ekor) Kontrol Bawang putih 0 0 3 4 2 0 1 3 0 0 0 0 6 7 Lada 0 2 1 2 0 1 6 Bangle 0 1 1 2 0 0 4 Cabai rawit 0 3 1 1 0 1 6 Jengkol 0 1 1 2 0 1 5 Multiple choice 0 1 2 1 2 0 6 Bi-choice 0 2 1 1 1 0 5 Jumlah 0 14 7 12 3 3 39

Pengujian Multiple Choice dengan Empat Jenis Bahan Tanaman

Tanaman obat dan aromatik telah diketahui juga mengandung bahan aktif yang dapat mempengaruhi aktifitas biologis bakan bersifat toksik sehingga dapat mematikan serangga hama (Grainge dan Ahmed (1988); Prakash dan Rao (1997)). Rempah-rempah diketahui mempunyai beragam bioefikasi, seperti ovicidal, repelen, antifidan, dan aktifias biocidal terhadap berbagai hama arthropoda (Kim et al. 2004).

Pada pengujian multiple choice dengan menggunakan empat jenis bahan tanaman sebagai repelen terhadap burung menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Demikian juga dengan lama pemberian (Tabel 8). Lada merupakan bahan repelen yang paling efektif untuk menurunkan konsumsi burung terhadap gabah. Lada 0,25 g/ml digunakan dalam pengujian bi-choice dengan kontrol (gabah).

12

Tabel 8 Konsumsi burung pada pengujian multiple choice Jenis

rempah-rempah

Lama pemberian (hari) Rata-rata

3 6

Bangle 12.44 ± 2.81ab 16.42 ± 5.32a 14.43 ± 4.53a Jengkol 13.89 ± 1.38ab 14.31 ± 1.97ab 14.10 ± 1.62a Cabai rawit 13.16 ± 2.98ab 13.67 ± 2.14ab 13.42 ± 2.45a Lada 12.29 ± 4.14ab 10.95 ± 3.99b 11.62 ± 3.90a Rata-rata 12.95 ± 2.82a 13.84 ± 3.89a 13.40

a

Angka-angka pada kolom dan baris rata-rata, serta pada dua kolom interaksi yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Pada pengujian multiple choice interaksi antara jenis bahan tanaman dengan lama hari perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Bangle pada pemberian hari ke-6 berbeda nyata dengan lada pemberian hari ke-3 (Tabel 8). Konsumsi pada hari ke-6 menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan konsumsi pada hari ke-3. Peningkatan konsumsi ini terjadi karena hewan uji sudah mengenali bahan repelen dari aroma yang dihasilkan, sehingga konsumsinya juga meningkat.

Pengujian Bi-choice dengan Perlakuan Lada 0,25 g/ml dan Kontrol

Salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai pestisida nabati yaitu lada. Pada pengujian lada sebagai repelen burung menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 2).

b a 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Lada 0,25 g/ml Kontrol

Gambar 5 Konsumsi rata-rata burung terhadap perlakuan lada 0,25 g/ml dan kontrol

13

Pada pengujian bi-choice, lama hari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Gambar 3). Berdasarkan Gambar 2, lada 0,25 g/ml dapat menurunkan konsumsi burung terhadap bulir gabah sebanyak 69,91% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Meskipun lada 0,25 g/ml dapat menurunkan konsumsi burung lebih dari 50%, namun belum dapat dipastikan jika pada aplikasi lapang lada 0,25 g/ml dapat menurunkan konsumsi bulir gabah dengan tingkat repelensi yang sama. Hal ini disebabkan oleh banyaknya faktor luar yang berpengaruh di lapang, seperti cahaya, temperatur udara, kelembaban relatif, dan kecepatan aliran udara yang dapat mempengaruhi tingkat repelensi lada 0,25 g/ml terhadap hama burung.

a a 0 5 10 15 20 25 30

Hari ke-3 Hari ke-6

Gambar 6 Konsumsi rata-rata burung terhadap pengaruh lama hari pada pengujian lada 0,25 g/ml dan kontrol

14

Dokumen terkait