• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kondisi Umum

Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah petani beririgasi teknis di Desa Karawang Wetan, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Pembenaman jerami telah dilakukan secara berkelanjutan selama 3 musim tanam dan penelitian ini adalah musim tanam ke 4. Bibit tanaman padi varietas Ciherang ditanam pada 13 hari setelah semai. Bibit ditanam dengan 1 bibit per lubang tanam. Penyulaman dilakukan pada 1 minggu setelah tanam (MST) hingga 3 MST dengan bibit padi yang berumur sama.

Hama yang menyerang di pembibitan dan bibit muda yang telah dipindah tanam ke lapang adalah hama keong mas (Pomacea canaliculata). Keong mas memakan bagian batang dan daun tanaman yang masih muda sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Pengendalian keong dilakukan secara manual dengan pengambilan keong dan telurnya dan mengatur pengairan. Lahan sawah dikeringkan sekitar 7 hari sehingga serangan hama keong berhenti.

Gambar 1. Hama Keong yang Menyerang Tanaman Padi

Pertanaman padi pada lahan penelitian juga terserang penyakit hawar daun bakteri yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae pada 11 MST (Gambar 2). Petakan yang terserang penyakit ini adalah sekitar 6 petak atau 15 % dari total keseluruhan petak. Petakan yang paling parah terserang oleh penyakit ini adalah petakan A8 (perlakuan jerami + 50 % dosis NPK + Pupuk

organik padat (POP) + Pupuk hayati 2. Gejala yang ditimbulkan tanaman diantaranya daun tanaman padi mengering seperti terbakar. Karena penyakit ini menyerang pertanaman setelah fase pengisian bulir, sehingga dampaknya tidak terlalu besar terhadap penurunan hasil panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tingkat keparahan 20 % sebulan sebelum panen, penyakit sudah mulai menurunkan hasil (BB Padi, 2011).

Gambar 2. Serangan Penyakit pada 11 MST

Kendala lain yang terjadi pada lahan penelitian adalah tanaman padi mengalami rebah (Gambar 3) batang pada 10 MST. Hal ini disebabkan oleh hujan deras dan angin kencang yang terjadi pada lahan penelitian. Menurut deskripsi varietas yang dikeluarkan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) varietas Ciherang memiliki tingkat kerebahan sedang. Meskipun terdapat 4 petakan (A8, A6, A5 dan A2) pada ulangan 1 yang terkena rebah, namun petakan-petakan ini masih memberikan hasil yang baik dengan rata-rata ubinan 8.1 - 8.8 kg/petak.

Gambar 3. Rebah Tanaman Padi pada 10 MST

Rekapitulasi Sidik Ragam

Hasil dari rekapitulasi sidik ragam menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati (PH), pupuk organik padat (POP) dan pupuk organik cair (POC) umumnya memberikan pengaruh nyata dan sangat nyata pada pertumbuhan tanaman mulai dari 4 MST hingga 8 MST kecuali pada peubah warna daun yang memberikan pengaruh nyata mulai dari 3 MST hingga 8 MST. Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC menghasilkan biomassa tanaman yang tidak berpengaruh pada peubah panjang akar, volume akar, bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk.

Hasil pengamatan terhadap komponen hasil dan hasil menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata pada peubah jumlah anakan produktif, hasil gabah basah per tanaman, hasil gabah kering ubinan, dan hasil gabah kering per ha. Perlakuan pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC berpengaruh nyata pada hasil gabah kering per tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata pada peubah jumlah gabah per malai, panjang malai, bobot 1000 butir, dan persentase gabah isi.

Nilai koefisien keragaman menunjukkan ketepatan dalam suatu percobaan dan menunjukkan pengaruh lingkungan dan faktor lain yang tidak dapat dikendalikan dalam suatu percobaan. Nilai koefisien keragaman masih tergolong normal bila berada dibawah 20 % (Gomez dan Gomez, 1995). Nilai koefisien keragaman pada penelitian ini berkisar antara 2.37 % - 17.70 % dan dapat dikatakan normal pada kondisi lapang.

Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam

Peubah Pengamatan Perlakuan Koefisien Keragaman (%)

Pertumbuhan Tanaman Tinggi Tanaman 3 MST tn 5.81 4 MST ** 3.98 5 MST * 4.64 6 MST * 4.80 7 MST ** 3.90 8 MST * 3.46 Jumlah Anakan 3 MST tn 16.70 4 MST ** 10.35 5 MST * 9.38 6 MST * 9.74 7 MST tn 10.84 8 MST * 9.84 Warna Daun 3 MST ** 3.38 4 MST ** 1.20 5 MST ** 4.13 6 MST * 6.73 7 MST ** 4.80 8 MST ** 6.31 Pengamatan Biomassa Panjang Akar tn 12.48 Volume Akar tn 17.37

Bobot Basah Tajuk tn 17.47 Bobot Basah Akar tn 17.70 Bobot Kering Tajuk tn 17.17 Bobot Kering Akar tn 17.11

Hasil dan Komponen Hasil

Jumlah Anakan Produktif ** 8.56 Jumlah Gabah Per Malai tn 6.16

Panjang Malai tn 8.56

Bobot 1000 Butir tn 3.38 Persentase Gabah Isi tn 2.37 Hasil Gabah Basah per Tanaman ** 7.89 Hasil Gabah Kering per Tanaman * 10.21 Hasill Gabah Basah Ubinan ** 8.49 Hasil Gabah Kering Ubinan ** 7.49 Hasil Gabah Kering per Ha ** 7.68

Pengaruh Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati, POP dan POC terhadap Kandungan Hara Tanah

Sebelum perlakuan, lahan sawah penelitian memiliki pH 6.9 – 7.4 yang berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah masuk dalam kategori netral. Setelah penelitian, pH tanah menjadi 6.1 – 7.0 atau terjadi penurunan 1.4 % - 16.2 %. Kandungan C-organik tanah pada awal penelitian menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan C-organik yang

sangat rendah ( < 1 %). Pembenaman jerami terlihat dapat meningkatkan C-organik tanah sebesar 0.29 % – 1.34 %. Secara rinci hasil analisis tanah

terhadap pH dan C-organik disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisis Tanah (pH dan C-Organik) Sebelum dan Setelah Penelitian

Perlakuan pH C-organik (%) S0 S1 S0 S1 Jerami + 50 % dosis NPK 7.00 6.70 0.55 0.91 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 7.20 6.40 0.39 1.73 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 7.10 6.20 0.56 1.17 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 7.11 6.20 0.60 0.89 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 7.20 6.80 0.47 1.21 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 7.10 6.60 0.43 0.88 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 7.40 6.40 0.51 0.99 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 7.20 6.10 0.47 0.93 Jerami + 100 % dosis NPK 6.90 6.10 0.49 1.18 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 7.00 6.90 0.49 0.62 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 7.40 6.20 0.38 1.03 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 7.20 7.00 0.34 0.70

Tanpa pupuk 7.00 6.30 0.47 1.09

Keterangan = k) Kontrol ; S0 = sebelum ; S1= setelah penelitian

Kandungan N total pada awal penelitian termasuk ke dalam kategori rendah. Hasil analisis tanah setelah penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan kandungan N total pada hampir seluruh perlakuan kecuali perlakuan tanpa pemupukan yang kandungan N total sebelum dan setelah perlakuannya tetap. Penurunan kandungan N total pada penelitian ini berkisar antara 0.02 % - 0.14 % (Tabel 4).

Tabel 4. Hasil Analisis Kandungan N-Total pada Tanah Sebelum dan Setelah Penelitian

Perlakuan N-Total (%) sebelum setelah Jerami + 50 % dosis NPK 0.18 0.09 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 0.16 0.14 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 0.17 0.11 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 0.18 0.09 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 0.17 0.11 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 0.16 0.08 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 0.14 0.09 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 0.20 0.09 Jerami + 100 % dosis NPK 0.20 0.11 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 0.19 0.05 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 0.15 0.09 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 0.14 0.07

Tanpa pupuk 0.09 0.09

Keterangan = k) Kontrol

Kandungan P pada awal penelitian menunjukkan bahwa kandungan P tersedia di dalam tanah masuk dalam kriteria sangat rendah (2.30 ppm) hingga tinggi (10.86 ppm). Analisis unsur P setelah penelitian menunjukkan bahwa umumnya pembenaman jerami dan aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan unsur P tersedia di dalam tanah. Peningkatan P tersedia di dalam tanah yaitu sebesar 0.05 ppm - 4.59 ppm (Tabel 5).

Kandungan K pada awal penelitian menunjukkan bahwa tanah yang digunakan pada penelitian ini memiliki kandungan K yang rendah. Menurut Hardjowigeno (2007) tanah masuk dalam kriteria kandungan K sedang jika berada pada nilai 10 mg/100g - 20 mg/100g. Hasil analisis kandungan K tanah setelah penelitian menunjukkan bahwa secara umum terdapat peningkatan unsur K. Peningkatan K tertinggi didapat pada perlakuan pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati 2, dan POP yaitu sebesar 20.55 ppm. Hasil analisis tanah (P tersedia dan K2O) sebelum dan setelah penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Tanah (P tersedia dan K2O) Sebelum dan Setelah Penelitian Perlakuan P tersedia (ppm) K2O Total (mg/100 g) S0 S1 S0 S1 Jerami + 50 % dosis NPK 7.28 8.40 7.57 10.49 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 5.76 8.60 10.32 11.80 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 8.32 8.20 12.39 10.44 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 10.86 9.40 10.15 9.09 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 8.12 9.30 8.81 8.79 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 6.21 10.80 10.26 14.05 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 4.67 7.70 7.77 8.85 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 9.25 9.30 8.35 28.90 Jerami + 100 % dosis NPK 5.40 6.20 12.21 27.13 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 5.70 5.10 10.93 7.54 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 10.16 10.60 11.29 8.83 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 7.58 10.40 6.92 12.78 Tanpa pupuk 2.30 4.90 0.68 2.31

Keterangan = k) Kontrol ; S0 = sebelum ; S1= setelah penelitian

Pengaruh Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati, POP dan POC terhadap Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tanaman

Pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati, POP, POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada peubah tinggi tanaman sejak 3 MST - 8 MST (Tabel 6). Perlakuan aplikasi jerami dengan penambahan 100 % dosis NPK menunjukkan tinggi tanaman tertinggi pada 4 MST - 8 MST walaupun tidak berbeda secara statistik. Perlakuan tanpa pemupukan menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan seluruh perlakuan pada 4 MST - 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk (baik organik maupun anorganik) dibutuhkan tanaman selama pertumbuhannya. Secara rinci pengaruh pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, POC terhadap tinggi tanaman padi sawah sejak berumur 3 MST hingga 8 MST disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Tinggi Tanaman Padi Sawah pada 3 MST-8 MST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Jerami + 50 % dosis NPK 50.67 64.51 74.10 81.37 94.62 100.86 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 50.27 61.07 72.65 79.94 95.51 99.93

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 51.50 63.94 73.97 79.71 94.37 100.06 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 53.83 67.76 77.19 84.40 99.06 103.57

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 48.87 62.78 76.33 83.99 97.84 100.52 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 49.60 62.95 74.03 84.40 98.12 101.96 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 51.00 64.76 76.32 82.33 96.70 100.41 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 50.17 65.40 78.33 85.63 98.03 102.88

Jerami + 100 % dosis NPK 52.17 68.34 79.19 86.13 99.81 105.57 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 51.43 67.95 77.91 85.37 98.91 103.63 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 46.90 64.03 74.76 82.36 96.43 100.81

Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 49.10 62.41 70.53 77.93 91.58 96.95 Tanpa pupuk 45.00 57.99* 68.06* 72.56* 85.66* 93.31*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Jumlah Anakan

Jumlah anakan padi dihitung sejak tanaman berumur 3 MST hingga 8 MST. Jumlah anakan padi sawah meningkat setiap minggunya mulai tanaman berumur 3 MST hingga 6 MST, tetapi pada 7 MST hingga 8 MST mengalami penurunan karena terdapat anakan padi yang mati. Selain itu, pada beberapa petak terjadi serangan tikus yang memakan batang padi sehingga menurunkan jumlah anakan.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada peubah jumlah anakan antara perlakuan 100 % dosis pupuk NPK dengan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP dan POC. Pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati, POP dan POC pada 8 MST menghasilkan jumlah anakan sekitar 16.67 – 21.90 sedangkan 100 % dosis NPK menghasilkan anakan sebanyak 19.90 (Tabel 7). Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan jumlah anakan terendah mulai dari 3 MST hingga 8 MST. Hal ini diduga karena pada perlakuan tanpa pemupukan terjadi defisiensi unsur hara sehingga tidak dapat menghasilkan anakan secara optimal.

Tabel 7. Jumlah Anakan Tanaman Padi Sawah pada 3 MST-8 MST

Perlakuan Jumlah Anakan

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Jerami + 50 % dosis NPK 15.93 21.97 23.47 24.07 20.50 16.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 15.43 23.70 24.17 25.27 20.27 18.07

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 17.53 22.07 23.23 23.70 20.30 17.57 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 18.43 26.40 28.00 29.83 23.30 20.63

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 18.23 25.17 25.73 26.97 22.23 19.23 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 17.50 24.47 25.00 26.50 23.50 19.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 14.80 24.47 25.20 24.80 22.27 18.90 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 18.30 28.83 29.67 28.93 25.47 21.90

Jerami + 100 % dosis NPK 17.87 24.93 26.03 26.50 22.40 19.60 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 17.13 25.60 27.03 26.97 22.50 19.90 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 15.63 23.53 24.40 24.30 20.90 18.20

Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 15.97 23.40 24.40 24.60 21.77 18.20 Tanpa pupuk 12.00 18.17* 21.03* 20.63* 18.10 15.67

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Bagan Warna Daun

Bagan Warna Daun (BWD) merupakan alat indikator yang dapat menunjukkan kecukupan unsur Nitrogen pada tanaman padi sawah. Nilai bagan warna daun 4 menunjukkan titik kritis yang berarti dibawah nilai tersebut tanaman mengalami kekurangan unsur N. Pembenaman jerami, aplikasi pupuk hayati, POP, POC dengan pengurangan 50 % dosis NPK terlihat menghasilkan bagan warna daun yang tidak berbeda bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Secara umum pembenaman jerami dengan penambahan pupuk hayati, POP dan POC dapat meningkatkan warna hijau daun pada 8 MST (Tabel 8). Perlakuan tanpa pemupukan menunjukkan skala bagan warna daun dibawah titik kritis yaitu dengan nilai skala 3.33. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman padi mengalami kekurangan unsur N jika tidak dilakukan pemupukan (baik organik maupun anorganik) sehingga pembentukan klorofil menjadi terganggu yang menyebabkan daun tanaman menjadi hijau kekuningan. Nitrogen termasuk dalam unsur hara yang bersifat mobil dan bila tanaman mengalami defisiensi terhadap unsur N maka akan terlihat gejala klorosis dan kerdil.

Tabel 8. Bagan Warna Daun Tanaman Padi Sawah pada 3 MST-8 MST

Perlakuan Bagan Warna Daun

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST Jerami + 50 % dosis NPK 3.95 3.95 3.87 3.60 3.95 4.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

POC 3.98 3.98 3.90 3.93 4.02 4.25

Jerami + 50 % dosis NPK + POP 4.00 4.00 3.93 3.70 3.88 4.17 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 1 4.00 4.00 4.00 4.10 4.00 4.33

Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 4.00 4.00 4.00 4.13 4.12 4.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 3.95 3.98 3.98 3.97 4.05 4.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.17 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 2 4.00 4.00 4.00 4.17 4.22 4.17

Jerami + 100 % dosis NPK 4.00 4.00 4.00 3.97 3.98 4.33 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 3.98 3.97 3.97 4.00 4.00 3.98 Jerami + 50 % dosis NPK + POP +

PH 3 3.97 3.98 3.98 4.00 4.00 4.00

Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 3.95 3.95 3.95 3.67 3.80 4.00 Tanpa pupuk 2.98* 3.00* 3.00* 3.27* 3.23* 3.33*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Pengamatan Biomassa Tanaman

Pengamatan biomassa tanaman dilakukan pada 8 MST dengan mengambil dua tanaman setiap petak selain tanaman contoh. Pengamatan biomassa tanaman dilakukan untuk mengetahui kemampuan fotosintesis tanaman selama pertumbuhan. Peubah yang diamati diantaranya volume akar, panjang akar, bobot basah dan bobot kering akar serta bobot basah dan kering tajuk. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan volume akar bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Hasil pengamatan panjang akar dan volume akar pada 8 MST secara rinci disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pengamatan Panjang Akar dan Volume Akar pada 8 MST Perlakuan Panjang Akar

(cm)

Volume Akar (ml) Jerami + 50 % dosis NPK 24.75 111.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 26.25 110.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 23.25 86.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 22.30 90.00 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 23.30 81.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 26.28 101.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 24.78 100.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 25.52 100.00 Jerami + 100 % dosis NPK 22.03 71.67 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 25.67 93.33 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 26.85 103.33 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 24.32 95.00

Tanpa pupuk 24.70 76.67

Keterangan : k) = kontrol

Hasil pengamatan terhadap bobot basah dan bobot kering akar dan tajuk menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan 100 % dosis NPK menghasilkan bobot kering akar tertinggi (37.54 g) dibandingkan dengan perlakuan lain walaupun secara statistik tidak berbeda (Tabel 10).

Tabel 10. Bobot Basah dan Kering Tanaman (Akar dan Tajuk) serta Tajuk pada8 MST

Perlakuan Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Akar Tajuk Akar Tajuk Jerami + 50 % dosis NPK 124.83 266.83 37.07 61.64 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 116.83 243.33 31.62 62.12 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 115.50 248.50 25.60 59.31 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 90.33 235.50 22.42 60.64 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 94.17 277.50 28.88 71.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 108.67 281.50 35.84 66.84 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 95.17 302.00 27.16 65.41 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 107.17 312.83 34.34 78.47 Jerami + 100 % dosis NPK 76.33 288.50 21.22 73.91 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 106.83 277.67 37.54 58.37 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 111.50 284.17 29.09 66.60 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 106.67 234.50 30.27 56.96 Tanpa pupuk 71.83 192.67 16.48 49.10

Pengaruh Pembenaman Jerami, Pupuk Hayati, POP dan POC terhadap Komponen Hasil dan Hasil

Peubah komponen hasil yang diamati pada penelitian ini diantaranya jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, panjang malai, dan bobot 1000 butir gabah bernas. Pengamatan terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan 100 % dosis NPK tetapi berpengaruh nyata pada perlakuan tanpa pemupukan. Perlakuan Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 dan Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 mampu meningkatkan jumlah anakan produktif masing- masing sebesar 5.6 % dan 13.0 % bila dibandingkan dengan 100 % dosis NPK. Secara rinci pengaruh pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC terhadap jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai dan panjang malai disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pengamatan Jumlah Anakan Produktif, Jumlah Gabah/ Malai dan Panjang Malai

Perlakuan Jumlah anakan produktif Jumlah Gabah/Malai (butir) Panjang Malai (cm) Jerami + 50 % dosis NPK 15.13 169.27 27.33 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 15.20 164.17 27.60 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 16.40 178.60 27.42 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 18.70 179.33 27.43 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 17.23 179.60 27.92 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 17.33 173.83 27.27 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 16.77 180.03 26.95 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 20.00 178.50 27.17 Jerami + 100 % dosis NPK 17.10 169.17 27.25 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 17.70 164.17 27.13 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 17.30 168.47 27.48 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 16.63 165.20 27.22 Tanpa pupuk 13.67* 153.27 26.81

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Hasil analisis statistik terhadap bobot 1000 butir gabah bernas menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan 100 %

dosis NPK. Bobot 1000 butir gabah pada penelitian ini berkisar antara 27.3- 28.3 g (Tabel 12).

Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada peubah persentase gabah isi. Secara umum seluruh kombinasi perlakuan dalam penelitian menunjukkan persentase gabah isi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol (92.0 %) kecuali pada perlakuan jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 (91.0 %). Persentase gabah isi pada penelitian ini rata-rata meningkat sebesar 0.76 - 4.34 %. Hasil pengamatan terhadap bobot 1000 butir gabah dan persentase gabah isi disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Pengamatan terhadap Bobot 1000 Butir dan Persentase Gabah Isi Perlakuan Bobot 1000 Butir (g) Gabah Isi (%) Jerami + 50 % dosis NPK 27.67 93.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 28.00 94.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 27.67 93.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 28.33 94.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 28.00 92.67 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 28.00 93.33 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 28.00 91.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 28.33 95.00 Jerami + 100 % dosis NPK 27.67 96.00 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 28.00 92.00 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 28.00 94.00 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 28.00 94.33

Tanpa pupuk 27.33 93.67

Keterangan : k) Kontrol.

Hasil analisis statistik terhadap hasil gabah basah dan kering per tanaman menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP dan POC menghasilkan gabah per tanaman sekitar 59.73 g – 73.83 g sedangkan perlakuan 100 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami menghasilkan gabah per tanaman sekitar 67.33 g (Tabel 13).

Tabel 13. Hasil Pengamatan terhadap Hasil Gabah/Tanaman Perlakuan Hasil Gabah/Tanaman (g)

Basah Kering Jerami + 50 % dosis NPK 60.77 45.83 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 60.90 48.20 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 59.73 46.67 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 72.23 54.70 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 71.83 54.30 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 68.30 56.13 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 66.67 48.77 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 73.83 60.20 Jerami + 100 % dosis NPK 64.70 50.60 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 67.33 58.10 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 66.60 54.87 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 62.33 49.67 Tanpa pupuk 55.10* 44.03*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, pupuk hayati, POP, dan POC tidak berpengaruh nyata pada hasil ubinan basah dan kering per ha bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK, namun berpengaruh nyata dengan perlakuan tanpa pemupukan. Secara rinci hasil pengamatan terhadap hasil ubinan basah dan kering padi sawah disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Pengamatan terhadap Hasil Ubinan Basah dan Kering Perlakuan Hasil Ubinan (Kg)

Basah Kering Jerami + 50 % dosis NPK 6.72 5.70 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + POC 7.16 5.87 Jerami + 50 % dosis NPK + POP 6.09 5.04 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 1 7.23 6.28 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 2 7.24 6.04 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 3 7.08 5.73 Jerami + 50 % dosis NPK + PH 1 6.38 5.51 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 2 7.19 5.82 Jerami + 100 % dosis NPK 6.90 5.96 Tanpa Jerami + 100 % dosis NPK k) 7.32 6.11 Jerami + 50 % dosis NPK + POP + PH 3 6.86 5.67 Tanpa Jerami + 50 % dosis NPK 6.19 5.36

Tanpa pupuk 5.17* 4.19*

Keterangan : k) Kontrol. Nilai yang diikuti oleh tanda (*) adalah berbeda dengan perlakuan 100 % dosis NPK pada uji t-dunnet pada taraf 5 %.

Dugaan hasil per hektar diperoleh dengan melakukan konversi dari hasil kering ubinan untuk memperoleh hasil gabah kering per ha. Pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan jerami, POP dan POC tidak berpengaruh nyata pada peubah gabah kering per ha bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Perlakuan tanpa pemupukan menghasilkan hasil gabah per ha yang paling rendah (6.7 ton/ha) bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Penurunan produktivitas padi pada perlakuan ini disebabkan karena tanaman padi mengalami kekurangan unsur hara sehingga tidak dapat berproduksi secara optimal.

Pengurangan 50 % dosis NPK tanpa pembenaman jerami menghasilkan gabah kering sebanyak 8.6 ton/ha sedangkan pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami menghasilkan gabah kering sebesar 9.1 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK diiringi dengan penambahan jerami dapat meningkatkan hasil gabah sebanyak 0.5 ton/ha (Gambar 4). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pengurangan 50 % dosis NPK dengan pembenaman jerami menghasilkan gabah kering/ha yang tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK. Meskipun secara stastistik tidak berbeda, namun pengurangan 50 % dosis NPK menghasilkan gabah kering per ha yang lebih rendah (9.1 ton/ha) bila dibandingkan dengan perlakuan 100 % dosis NPK (9.8 ton/ha). Hal ini diduga karena pada perlakuan pembenaman jerami dengan pengurangan 50 % dosis NPK saja belum dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi, sehingga dibutuhkan penambahan pupuk organik dan pupuk hayati untuk menambah ketersediaan unsur hara bagi tanaman.

Pembenaman jerami dan pengurangan 50 % dosis NPK dengan penambahan pupuk hayati 2 maupun hayati 3 menghasilkan gabah kering masing-masing sebesar 9.7 ton/ha dan 9.2 ton/ha, sedangkan perlakuan pembenaman jerami dengan 50 % dosis NPK saja menghasilkan gabah kering sebanyak 9.1 ton/ha. Hal ini menunjukkan bahwa selain dengan pembenaman jerami, perlu ditambahkan pupuk hayati untuk meningkatkan hasil tanaman. Aplikasi pupuk hayati 1 dengan pembenaman jerami dan pengurangan 50 % dosis NPK menghasilkan gabah kering yang lebih rendah bila dibandingkan dengan aplikasi pupuk hayati 2 dan hayati 3, tetapi dengan penambahan POP, pupuk hayati 1

mampu menghasilkan gabah kering yang tertinggi diantara seluruh perlakuan yaitu sebesar 10.1 ton/ha. Hal ini diduga karena pupuk hayati 1 membutuhkan bahan organik sebagai media untuk pertumbuhan mikroba. Hasil gabah kering per

Dokumen terkait