• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sub-Faset Lahan Daerah Penelitian Faset Lahan

Faset lahan (land facet) adalah nama lain dari bentuklahan yang diklasifikasikan oleh Oxford-MEXE (dalam Van Zuidam, 1985) pada skala ≥ 1 : 50.000. Dari hasil analisis Lukman (2015) daerah penelitian dapat dipilahkan menjadi 25 jenis satuan faset lahan yang persebaran spasialnya disajikan pada Gambar 4 (luasan disajikan pada Lampiran 13). Faset lahan yang memiliki penyebaran paling luas adalah perbukitan denudasional claystone berumur Miosen tertoreh kuat yang meliput 22,9% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Sementara itu, faset lahan yang memiliki penyebaran paling kecil adalah perbukitan

karst limestone berumur Miosen tertoreh ringan yang meliput 0,1% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup.

Penutupan/Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan (land use) menurut Lillesand dan Kiefer (1979), berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, sedangkan penutup lahan (land cover) berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi. Informasi tentang penutupan lahan pada umumnya dapat dikenali dengan mudah pada citra penginderaan jauh. Untuk menafsir penggunaan lahan pada citra penginderaan jauh dapat didasarkan pada informasi penutup lahannya (Fakultas Geografi UGM-Bakosurtanal, 2000). Berdasarkan hasil analisis interpretasi dari citra Ikonos dan survey lapang, jenis penutupan/penggunaan lahan di daerah penelitian dapat klasifikasikan menjadi 11 jenis, yaitu Badan Air, Lahan Terbangun, Hutan, Kebun Campuran, Perkebunan, Pertambangan, Sawah, Sawah Tadah Hujan, Semak/Belukar, Tanah Terbuka, dan Tegalan. Berdasarkan luasnya, hutan tergolong yang paling luas atau dominan (30,0%) sedangkan yang terkecil adalah sawah tadah hujan (0,1%). Luas kebun campuran, sawah, dan tegalan tampak hampir sama sekitar 5% - 7% (Tabel 2). Berdasarkan persebarannya, hutan tampak menyatu di bagian Tenggara dan Selatan DAS Cileungsi-Citeureup, sedangkan lahan terbangun secara dominan tersebar di bagian Barat Laut dan Barat. Perkebunan dan kebun campuran tersebar di bagian tengah DAS Cileungsi-Citeureup (Gambar 5).

Tabel 2. Luasan Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cileungsi-Citeureup Penutupan/Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)

Badan Air 115,7 0,6 Lahan Terbangun 3.883,9 21,3 Hutan 5.468,7 30,0 Kebun Campuran 937,1 5,1 Perkebunan 4.942,1 27,1 Pertambangan 161,2 0,9 Sawah 1.231,7 6,7

Sawah Tadah Hujan 3,1 0,1

Semak/Belukar 207,3 1,1

Tanah Terbuka 49,8 0,3

Tegalan 1.233,9 6,8

Total 18.234,6 100,0

Kelas Kemiringan Lereng

Lereng dapat difahami sebagai suatu permukaan tanah yang miring dan yang membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horisontal (Das, 1985). Secara spasial, kemiringan lereng lebih mudah dibaca setelah dikelaskan. Dalam penelitian ini, klasifikasi kemiringan lereng mengacu pada hasil klasifikasi Wall (2002). Berdasarkan hasil analisis kemiringan lereng, DAS Cileungsi-Citeureup didominasi oleh kelas kemiringan lereng berombak (kemiringan lereng 8%-15%) dan landai (kemiringan lereng 3%-8%) dengan masing-masing persentase 31,8% dan 31,0% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Sementara itu, kelas kemiringan lereng sangat curam (kemiringan lereng >45%) memiliki luas yang paling kecil, yaitu 0,2 % dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Sebaran spasial dan luasan kelas kemiringan lereng DAS Cileungsi-Citeureup disajikan dalam Gambar 6 dan Tabel 3.

Gambar 5. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cileungsi-Citeureup

Tabel 3. Luasan Kelas Kemiringan Lereng DAS Cileungsi-Citeureup Kelas Kemiringan Lereng Keterangan Kode Kelas Lereng Luas (ha) Persentase (%) 0%-3% Datar A 2.743,5 15,0 3%-8% Landai B 5.649,8 31,0 8%-15% Berombak C 5.783,2 31,7 15%-30% Agak Curam D 3.492,8 19,1 30%-45% Curam E 530,0 2,9 >45% Sangat Curam F 35,1 0,2 Total 18.234,6 100,0 Sub-Faset Lahan

Sub-faset lahan adalah bagian dari bentuklahan yang mempunyai karakter lebih homogen, baik dari sisi morfologi maupun penutup lahannya, sehingga sub-faset lahan digunakan sebagai satuan pemetaan. Peta ini dihasilkan dari analisis overlay antara peta-peta faset lahan, penutupan/penggunaan lahan, dan kelas kemiringan lereng. Dari hasil analisis didapatkan 151 jenis satuan sub-faset lahan untuk daerah penelitian. Berdasarkan luasannya (Lampiran 12), sub-faset lahan yang memiliki luasan tertinggi adalah Pegunungan Denudasional Vulkanik dengan Penggunaan Lahan Hutan pada Kelas Lereng D (11,1%), Perbukitan Denudasional dengan Penggunaan Lahan Perkebunan pada Kelas Lereng C (10,8%), dan Dataran Fluvial Vulkanik dengan Penggunaan Lahan Lahan Terbangun pada Kelas Lereng A (8,0%). Sementara itu, sub-faset lahan yang memiliki luasan terkecil adalah Perbukitan Denudasional dengan Penggunaan Lahan Tanah Terbuka pada Kelas Lereng D (0,1%). Gambar berikut merupakan persebaran spasial sub-faset lahan DAS Cileungsi-Citeureup yang disajikan pada Gambar 7.

Estimasi Wilayah Rawan Erosi

Rawan bencana menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan rawan erosi adalah estimasi terjadinya erosi tanah dalam waktu dekat dengan asumsi bahwa kondisi penutup lahan dan pengelolaan lahan relatif tidak berubah. Estimasi ini dinilai dari faktor-faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan dan panjang lereng, serta pengelolaan tanaman dan tanah. Adapun hasil penilaian dari masing-masing faktor tersebut diuraikan seperti berikut.

Gambar 7. Peta Sub-Faset Lahan DAS Cileungsi-Citeureup Faktor Erosivitas Hujan (R)

Erosivitas hujan adalah daya erosi dari hujan pada suatu tempat (Arsyad 1989 dalam As-syakur 2008). Adapun nilai faktor erosivitas hujan adalah dihasilkan dari rata-rata curah hujan tahunan. Menurut Morgan (2005) faktor erosivitas hujan bisa didapat dari nilai rata-rata curah hujan tahunan dikali 0,5. Dari hasil analisis ini didapatkan bahwa nilai rata-rata curah hujan di daerah penelitian sebesar 2.875 mm/tahun yang meliput 84,9% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Angka tersebut setara dengan nilai faktor erosivitas hujan sebesar 1.437,5 MJ mm ha-1 h-1 (Tabel 4 dan Gambar 8).

Tabel 4. Curah Hujan dan Faktor Erosivitas Hujan (R) Curah Hujan (mm/tahun) Rata-rata Curah Hujan (mm/tahun) Erosivitas Hujan (MJ mm ha-1 h-1)

Luas (ha) Persentase (%)

2.500-2.750 2.625 1.312,5 1.948,3 10,7

2.750-3.000 2.875 1.437,5 15.476,8 84,9

3.000-3.250 3.125 1.562,5 809,5 4,4

Total 18.234,6 100,0

Gambar 8. Peta Faktor Erosivitas Hujan (R) DAS Cileungsi-Citeureup Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Menurut Arsyad (1989) dalam As-syakur (2008) erodibilitas tanah adalah sifat mudah tidaknya tanah mengalami erosi yang ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Faktor tanah yang paling dominan pengaruhnya terhadap erosi adalah struktur dan tekstur tanah serta bahan organik (Suripin, 2001). Wall (2002) mengestimasi faktor erodibilitas tanah hanya dengan kelas tekstur tanah apabila bahan organik tanah tidak diketahui. Dalam penelitian ini, faktor erodibilitas tanah (K) dihitung berdasarkan azas keterwakilan dari setiap sub-faset lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas tekstur tanah yang penyebarannya paling luas di daerah penelitian adalah liat berdebu yang meliput 36,1% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup (Tabel 5 dan Gambar 9).

Tabel 5. Kelas Tekstur Tanah dan Faktor Erodibilitas Tanah (K) Kelas Tekstur Tanah

Erodibilitas Tanah (t h MJ-1 mm-1) Luas (ha) Persentase (%) Lempung Berdebu 0,050 72,7 0,4 Lempung Berpasir 0,017 198,0 1,1

Lempung Berpasir Halus 0,024 5.201,4 28,5

Lempung Berpasir Kasar 0,009 2.712,8 14,9

Lempung Liat Berpasir 0,026 1.189,5 6,5

Lempung, Liat Berlempung 0,040 187,8 1,0

Liat 0,029 1.970,7 10,8

Liat Berdebu 0,034 6.578,3 36,1

No Data 0,000 115,7 0,6

Pasir Berlempung 0,005 7,9 0,1

Total 18.234,6 100,0

Gambar 9. Peta Faktor Erodibilitas Tanah (K) DAS Cileungsi-Citeureup Faktor Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng (LS)

Menurut Arsyad (1989) dalam As-syakur (2008) faktor panjang lereng menggambarkan nisbah antara besarnya erosi tanah dengan panjang lereng tertentu dibandingkan dengan erosi tanah pada panjang lereng 72,6 kaki (22,1 m) di bawah keadaan yang identik. Sementara itu, faktor kemiringan lereng menggambarkan nisbah antara besarnya erosi tanah dengan kemiringan lereng tertentu dibandingkan dengan besarnya erosi tanah pada lereng 9% di bawah keadaan yang identik. Dalam

kaitannya dengan proses erosi, faktor lereng banyak berpengaruh terhadap kekuatan aliran air. Aliran permukaan yang terakumulasi cenderung semakin banyak apabila panjang lereng semakin bertambah (Suripin 2001). Hal tersebut menunjukkan bahwa peningkatan laju erosi tanah akan semakin besar apabila panjang lereng semakin bertambah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai LS di wilayah penelitian berkisar antara 0 – 11,548, sedangkan nilai LS yang memiliki luasan terbesar adalah 3,203 yang meliput 11,1% dari total luas daerah penelitian. Hasil pemetaan panjang lereng dan kemiringan lereng untuk DAS Cileungsi-Citeureup disajikan pada Gambar 10.

Faktor Pengelolaan Tanaman (C)

Faktor pengelolaan tanaman menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal yang bervegetasi (ditanami) dan dikelola terhadap besarnya erosi tanah yang identik dan tanpa tanaman (Arsyad 1989 dalam As-syakur 2008). Dalam kaitannya dengan erosi, vegetasi sangat efektif mengontrol laju erosi melalui modifikasi besaran faktor penyebab erosi (Chang, 2007). Efektivitas vegetasi dalam mengontrol laju erosi ditentukan oleh karakteristiknya, seperti jenis, kerapatan, tinggi rendah tajuk, dan kandungan serasah.

Nilai C berkisar antara 0 – 1, semakin besar nilai C maka aliran permukaan semakin besar. Dari hasil analisis didapatkan bahwa nilai C terkecil untuk DAS Cileungsi-Citeureup adalah 0,001 (hutan) dan nilai terbesar adalah 0,6 (tanah terbuka). Hutan memiliki nilai C yang kecil karena memiliki kondisi lahan yang baik dengan banyak kandungan unsur organik, struktur tanah yang baik, tajuk, batang, ranting, serta serasah yang mampu mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke tanah. Sementara itu, tanah terbuka memiliki nilai C yang paling besar karena tidak mampu mengurangi jumlah air hujan yang sampai ke tanah. Jenis penggunaan lahan beserta nilai C untuk DAS Cileungsi-Citeureup disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 11.

Tabel 6. Penggunaan Lahan dan Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Penggunaan Lahan Nilai C Luas (ha) Persentase (%)

Badan air 0,000 115,7 0,6 Bangunan 0,024 3.883,9 21,3 Hutan 0,001 5.468,7 30,0 Kebun Campuran 0,580 937,1 5,1 Perkebunan 0,580 4.942,1 27,1 Pertambangan 0,034 161,2 0,9 Sawah 0,010 1.231,7 6,7

Sawah Tadah Hujan 0,210 3,1 0,1

Semak/Belukar 0,550 207,3 1,1

Tanah Terbuka 0,600 49,8 0,3

Tegalan 0,580 1.233,9 6,8

Gambar 10. Peta Faktor Panjang Lereng dan Kemiringan Lereng (LS) DAS Cileungsi-Citeureup

Faktor Pengelolaan Tanah (P)

Faktor pengelolaan tanah merupakan nisbah dari tanah dengan tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang tidak diolah (Arsyad, 2007). Dari hasil kerja lapang didapatkan bahwa wilayah tanpa tindakan konservasi merupakan wilayah yang paling dominan (96,4%) di DAS Cileungsi-Citeureup. Angka tersebut menghasilkan nilai faktor pengelolaan tanah (nilai P) sebesar 1. Banyaknya lahan dengan tanpa tindakan konservasi di daerah penelitian

dikarenakan biaya konservasi yang relatif mahal di kawasan budidaya (seperti pembuatan teras), sehingga petani enggan untuk melakukan tindakan konservasi di DAS Cileungsi-Citeureup. Jenis tindakan konservasi dan nilai P untuk DAS Cileungsi-Citeureup disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 12.

Gambar 11. Peta Faktor Pengelolaan Tanaman (C) DAS Cileungsi-Citeureup Tabel 7. Tindakan Konservasi dan Faktor Pengelolaan Tanah

Tindakan Konservasi Nilai P Luas (ha) Persentase (%)

Penanaman dalam strip 0,25 99,9 0,5

Penanaman memotong lereng 0,75 183,7 1,0

Tanpa tindakan konservasi 1 17.574,2 96,4

Teras 0,5 376,8 2,1

Total 18.234,6 100,0

Kerawanan Erosi di DAS Cileungsi-Citeureup

Erosi aktual merupakan nilai erosi yang terjadi pada sebidang lahan dengan sistem pengelolaan tanaman dan tanah tertentu. Nilai erosi dihitung dengan rumusan A=RKLSCP dan berdasarkan hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai erosi aktual tertinggi di daerah penelitian adalah sebesar 127,8 ton/ha/tahun atau setara dengan ketebalan 12,8 mm/tahun (dengan asumsi berat jenis tanah = 1 gram/cm3). Persebaran nilai erosi tertinggi tersebut terjadi pada sub-faset lahan perbukitan denudasional yang memiliki penggunaan lahan tanah terbuka serta kemiringan lereng 15-30%. Sebaliknya, erosi terendah, yaitu sebesar 0 ton/ha/tahun atau setara dengan ketebalan 0 mm/tahun (dengan asumsi berat jenis tanah = 1

gram/cm3) tersebar pada sub-faset lahan dataran fluvial yang memiliki penggunaan lahan sawah serta kemiringan lereng 0-3%.

Gambar 12. Peta Faktor Pengelolaan Tanah (P) DAS Cileungsi-Citeureup Tingginya angka erosi pada lahan-lahan terbuka disebabkan pula oleh letaknya yang berada pada kelerengan yang curam atau dengan nilai LS yang tinggi.

Lahan dengan kemiringan lereng yang curam memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan dengan lahan dengan kemiringan lereng datar. Hal ini disebabkan gaya berat berbanding lurus dengan kemiringan permukaan tanah (Wiradisastra 2002 dalam Afwilla 2015). Adapun kerapatan vegetasi yang rendah pada lahan-lahan ini berpengaruh pada besarnya jumlah air hujan yang sampai ke permukaan tanah. Jika kerapatan vegetasi tinggi maka akan terjadi sebaliknya, air hujan jauh lebih sedikit sampai ke permukaan tanah. Hal ini senada dengan pendapat Chang (2007) bahwa efektivitas vegetasi dalam mengurangi jumlah air hujan untuk sampai ke permukaan tanah ditentukan oleh stratifikasi tajuk, kerapatan vegetasi, tumbuhan penutup tanah, serta kandungan unsur organik dari vegetasi tersebut. Adapun erosi yang rendah pada lahan-lahan sawah lebih disebabkan oleh letaknya yang berada pada lereng datar dan dengan tumbuhan penutup tanah (padi) yang baik.

Informasi sebaran erosi dalam penelitian ini dikelaskan berdasarkan metode klasifikasi RUSLE dan Departemen Kehutanan. Hal ini disebabkan metode dari Departemen Kehutanan cukup banyak digunakan di Indonesia. Dalam hal ini, kelas rawan erosi menurut klasifikasi RUSLE mengkelaskan tingkat kerawanan berdasarkan hasil penilaian erosi aktual, sedangkan kelas rawan erosi menurut Departemen Kehutanan selain mempertimbangkan hasil penilaian erosi aktual juga

mempertimbangkan ketebalan solum tanah (Lampiran 11). Dengan demikian, semakin tinggi nilai erosi dan semakin tipis solum tanah, maka semakin tinggi tingkat kerawanannya, dan demikian pada sebaliknya. Informasi sebaran ketebalan solum dalam penelitian ini mengacu pada hasil penelitian Anhar (2016) dan dilampirkan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10.

Berdasarkan metode RUSLE, kelas rawan erosi sangat rendah (<6 ton/ha/tahun) merupakan kelas yang paling dominan di DAS Cileungsi-Citeureup dengan luasan 67,5% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Adapun kelas rawan erosi sedang (11-22 ton/ha/tahun) memiliki luasan terendah yaitu 5,3% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Sementara itu, berdasarkan metode Departemen Kehutanan kelas rawan erosi ringan merupakan kelas yang paling dominan pada DAS Citeureup dengan luasan 49,4% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup, sedangkan kelas rawan erosi sangat berat memiliki luasan terendah yaitu 0,1% dari total luas DAS Cileungsi-Citeureup. Gambaran spasial daerah rawan erosi yang dihasilkan dalam penelitian ini, baik dari klasifikasi RUSLE maupun Departemen Kehutanan disajikan dalam Tabel 8, Tabel 9, Gambar 13, Gambar 14, Lampiran 15, dan Lampiran 16. Sebagai perbandingan, dalam penelitian ini juga dicoba membuat kelas rawan erosi berdasarkan klasifikasi Morgan (2005) yang disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7, serta sebaran erosi secara keseluruhan pada Lampiran 14.

Gambar 13. Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi RUSLE di DAS Cileungsi-Citeureup

Tabel 8. Kelas Rawan Erosi (RUSLE)

Kelas Erosi (RUSLE) Luas (ha) Persentase (%) Very Low (<6 ton/ha/tahun) 12.314,5 67,5

Low (6-11 ton/ha/tahun) 1.915,0 10,5

Moderate (11-22 ton/ha/tahun) 972,5 5,3

High (22-33 ton/ha/tahun) 1.386,0 7,6

Severe (>33 ton/ha/tahun) 1.646,6 9,0

Total 18.234,6 100,0

Gambar 14. Peta Kelas Rawan Erosi Menurut Klasifikasi Departemen Kehutanan di DAS Cileungsi-Citeureup

Berdasarkan hasil penilaian kelas erosi tanah seperti tersebut di atas, terlihat bahwa kondisi DAS Cileungsi-Citeureup masih relatif baik secara ekologi karena hasil analisis dari kedua metode tersebut memperlihatkan kondisi DAS secara dominan mempunyai tingkat erosi yang rendah hingga sangat rendah.

Tabel 9. Kelas Rawan Erosi (Departemen Kehutanan) Kelas Rawan Erosi

(Departemen Kehutanan) Luas (ha) Persentase (%)

Berat 483,1 2,6 No Data 920,2 5,0 Ringan 9.013,2 49,4 Sangat Berat 2,4 0,1 Sangat Ringan 1.277,7 7,0 Sedang 6.537,9 35,9 Total 18.234,6 100,0

Arahan Pengelolaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan dapat berdampak pada penurunan atau peningkatan laju erosi. Arahan untuk pengelolaan lahan untuk daerah penelitian dalam penelitian ini dibuat berbasiskan pada peta pola ruang dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor 2009-2025 (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Jika bentuk penggunaan lahan ke depan mengacu pada peta pola ruang yang ada, maka hasil analisis bahaya erosi dengan RUSLE menunjukkan hasil yang positif, artinya akan banyak terjadi penurunan laju erosi tanah hingga di bawah batas toleransi. Namun demikian, masih terdapat pula sebagian kecil pola ruang yang menghasilkan erosi di atas batas toleransi, atau bahkan ada pula yang meningkatkan erosi. Hubungan antara pola ruang (RTRW Kabupaten Bogor 2009-2025) dengan besarnya bahaya erosi disajikan dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hubungan Penggunaan Lahan Berdasarkan Kelas Rawan Erosi dan Pola Ruang

Pola Ruang (RTRW Kabupaten Bogor 2009-2025)

HK HL HP H P T IN LK PB P D1 P D2 PP1 PP2 PP3 S TT ZI K ela s Ra wa n E ro si (RUSL E ) VL L M H S Keterangan :

VL : Very Low LK :Kawasan Pertanian Lahan Kering L: Low PB : Kawasan Perkebunan

M : Moderate PD1 : Kawasan Permukiman Perdesaan (hunian rendah) H : High PD2 : Kawasan Permukiman Perdesaan (hunian jarang) S : Severe PP1 : Kawasan Permukiman Perkotaan (hunian padat) HK : Kawasan Hutan Konservasi PP2 : Kawasan Permukiman Perkotaan (hunian sedang) HL : Kawasan Hutan Lindung PP3 : Kawasan Permukiman Perkotaan (hunian rendah) HP : Kawasan Hutan Produksi S : Sungai

HPT : Kawasan Hutan Produksi Terbatas TT : Kawasan Tanaman Tahunan IN : Kawasan Industri ZI : Zona Industri

= Terjadi penurunan/erosi tetap di bawah batas toleransi (<6 ton/ha/tahun)

= Tidak terjadi peningkatan erosi, namun erosi masih di atas batas toleransi (>6 ton/ha/tahun) = Terjadi peningkatan erosi bila perubahan penggunaan lahan mengacu pada pola ruang

RTRW

Berdasarkan Tabel 10 di atas, maka arahan pengelolaan lahan akan didasarkan pada jenis penggunaan lahan dan bentuk pengelolaan tanah yang dapat menekan besarnya erosi. Berdasarkan standar nilai RUSLE, jumlah laju erosi yang masih dapat ditoleransi atau dibiarkan adalah sebesar <6 ton/ha/tahun, sedangkan untuk kelas bahaya erosi sedang sebesar 11-22 ton/ha/tahun, bahaya tinggi sebesar 22-33 ton/ha/tahun, dan bahaya sangat tinggi sebesar >33 ton/ha/tahun. Dari hasil simulasi arahan pengelolaan lahan (Tabel 11) didapatkan bahwa besarnya erosi dapat ditekan antara 50-75% dari besarnya erosi semula pada semua sub-faset lahan. Secara keseluruhan arahan konservasi lahan untuk DAS Cileungsi-Citeureup ditunjukkan oleh Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Arahan Pengelolaan Lahan di DAS Cileungsi-Citeureup

Kelas Erosi (RUSLE) Pola Ruang (RTRW Kabupaten Bogor 2009-2025) Penggunaan

Lahan Saat Ini Arahan Pengelolaan Lahan

Luas (Ha) Moderate (11-22 ton/ha/tahun) Kawasan Perkebunan Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 4,3 Tegalan Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 0,4

Kawasan Pertanian Lahan Kering

Kebun campuran Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 25,2 Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 94,4 Pertambangan

Perubahan penggunaan lahan menjadi sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

10,6 Semak/belukar

Perubahan penggunaan lahan menjadi sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

4,0 Tanah terbuka

Perubahan penggunaan lahan menjadi sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

7,1 Tegalan Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 91,5

Kawasan Tanaman Tahunan

Kebun campuran Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 5,9 Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 39,4

High (22-33 ton/ha/tahun)

Kawasan Perkebunan

Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 273,7

Kawasan Pertanian Lahan Kering

Kebun campuran Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 23,1 Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 466,4 Semak/belukar

Perubahan penggunaan lahan menjadi sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

5,7

Kawasan Tanaman Tahunan

Kebun campuran Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 3,6 Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 193,5 Semak/belukar

Perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan/kebun campuran/hutan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

8,2 Severe (>33 ton/ha/tahun) Kawasan Perkebunan Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 225,6 Tegalan Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 5,5 Kebun campuran Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 14,2

Kawasan Pertanian Lahan Kering

Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 548,5 Pertambangan

Perubahan penggunaan lahan menjadi sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

4,6 Semak/belukar

Perubahan penggunaan lahan menjadi sawah/tegalan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

25,2 Tegalan Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 160,2

Kawasan Tanaman Tahunan

Kebun campuran Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 4,5 Perkebunan

(pisang) Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 107,9 Semak/belukar

Perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan/kebun campuran/hutan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

13,4 Tanah terbuka

Perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan/kebun campuran/hutan dengan pengelolaan tanah strip cropping/teras

2,5 Tegalan Pengelolaan tanah strip cropping/teras/serasah 5,1

Total 2.384,4

Dokumen terkait