• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian dilakukan terhadap petani padi sawah yang terdapat di Desa Sei Mencirim, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang. Pada penelitian ini ditetapkan sampel sebanyak 30 petani padi sawah yang ada di Desa Sei Mencirim. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui input produksi sudah efisien penggunaannya yang diterapkan melalui penyuluh pertanian dan untuk mengetahui tingkat adopsi terhadap teknologi yang dianjurkan penyuluh serta untuk mengetahui sikap petani terhadap pelaksanaan program yang dilakukan oleh penyuluh pertanian di daerah penelitian.

Input Produksi Sudah Efisien Penggunaannya yang diterapkan melalui Penyuluh Petanian pada Produksi Padi Sawah

Untuk mengetahui input produksi sudah efisien penggunaannya sesuai dengan yang diterapkan oleh penyuluh pertanian pada produksi padi sawah dianalisis melalui model regresi non linear (Cobb-Douglass). Dalam hal ini yang menjadi variabel terikat adalah: Y = Produksi, dan yang menjadi varibel bebas adalah:

X1 = Bibit (kg)

X2 = Pupuk (kg)

X3 = Pestisida (liter)

X4 = Alat alat Pertanian (unit)

Berdasarkan data produksi pada lampiran 7, dari 30 petani sampel terdapat 12 petani yang memiliki input produksi yang memenuhi sasaran produksi penyuluh pertanian dan terdapat 18 petani yang tidak sesuai sasaran produksi PPL. Hal ini disebabkan karena kurangnya ketersediaan sarana produksi, masih rendahnya frekuensi petani untuk mengikuti anjuran dan teknologi yang diterapkan oleh penyuluh pertanian sehingga input produksi petani masih tergolong cukup. Oleh karena itu petani membutuhkan bantuan dan motivasi penyuluh pertanian. Upaya yang dilakukan penyuluh pertanian agar dapat meningkatkan input produksi padi sawah adalah dengan memberikan bantuan sarana produksi sesuai dengan kebutuhan petani, meningkatkan frekuensi kunjungan usahatani.

Dari hasil regresi non linear (Cobb-Douglass) per hektar diperoleh sebagai berikut:

Tabel 13. Hasil Regresi non linear berganda (Cobb-Douglass) per hektar

Variabelariabel Koefisien Regresi Std.Erros t-hitung Signifikan Bibit

Pupuk Pestisida

Alat alat Pertanian Tenaga Kerja 0,511 -0,182 0,087 0,094 0,614 1,132 0,959 0,083 0,164 0,907 0,451 -0,190 1,039 0,574 0,676 0,656 0,851 0,309 0,571 0,505 R2 = 0,895 t-tabel(α/2=0,05/2) = 2,045 F ratio = 40.757

Sumber: Diolah dari hasil analisis regresi linear berganda pada lampiran 7

Berdasarkan Tabel 13 hasil analisis regresi non linear berganda per hektar dapat ditulis persamaan berikut:

Y = 2,378X10,511X2-0,182X30,087X40,094X60,614

t-hit = 0,451 -0,190 1,039 0,574 0,676 t-tabel 0,025 = 2,045

Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

Koefisien Determinasi (R2)

Dari hasil analisis regresi non linear berganda (Cobb-Douglass) diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 0,898 yang berarti bahwa 89,8% perubahan produksi yang dipengaruhi oleh variabel bebas(X) yaitu bibit (X1), pupuk (X2),

pestisida (X3), alat alat pertanian (X4) dan tenaga kerja (X5).

Uji serempak (Uji F-statistik)

Dari hasil analisis regresi non linear berganda (Cobb-Duoglass) diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 sehingga secara serempak variabel terikat (Y) berpengaruh terhadap variabel bebas (X) yaitu produksi (Y) secara serempak berpengaruh terhadap bibit (X1), pupuk (X2), pestisida (X3), alat alat pertanian

(X4), dan tenaga kerja (X5).

Uji Parsial (Uji t-statistik)

Dari hasil analisis regresi non linear berganda diperoleh koefisien bibit (X1) dengan nilai t-hitung sebesar 0,451 sedangkan nilai t tabel dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% diperoleh t29;0,025 sebesar 2,045 yang berarti

bahwa hipotesis (H1) ditolak dan Ho diterima. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh X1 terhadap produksi (Y) secara

signifikan. Hal ini disebabkan karena tidak sesuai penggunaan bibit yang dianjurkan oleh PPL dengan yang digunakan petani dikarenakan kurangnya sarana produksi petani yang tersedia.

Dari hasil analisis regresi non linear berganda diperoleh koefisien pupuk (X2) dengan nilai t-hitung sebesar -0,190 sedangkan nilai t tabel dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% diperoleh t29;0,025 sebesar 2,045 yang berarti

bahwa hipotesis (H1) ditolak dan Ho diterima. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh X2 terhadap produksi (Y) secara

signifikan. Hal ini disebabkan karena penggunaan pupuk yang tidak optimal dan tidak sesuai dengan yang dianjurkan dan diterapkan oleh PPL, sehingga saprodi pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan input produksi. Seperti kita ketahui bahwa pupuk mengandung unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman untuk dapat meningkatkan mutu dan produksinya. Oleh karena itu, apabila penggunaan pupuk tidak sesuai dengan kebutuhan, maka tidak akan mempengaruhi input produksi.

Dari hasil analisis regresi non linear berganda diperoleh koefisien pestisida (X3) dengan nilai t-hitung sebesar 1,039 sedangkan nilai t tabel dengan

menggunakan taraf signifikansi 5% diperoleh t29;0,025 sebesar 2,045 yang berarti

bahwa hipotesis (H1) ditolak dan Ho diterima. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh X3 terhadap produksi (Y) secara

signifikan. Hal ini disebabkan karena penggunaan saprodi pestisida pada umumnya selektif sesuai kebutuhan petani dan bahkan sebagian petani tidak menggunakan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman dikarenakan hama yang sering menyerang padi sawah adalah hama keong, sehingga petani langsung membersihkannya tanpa menggunakan pestisida serta disebabkan karena harga pestisida mahal.

Dari hasil analisis regresi non linear berganda diperoleh koefisien alat alat pertanian (X4) dengan nilai t-hitung sebesar 0,574 sedangkan nilai t tabel dengan

hipotesis (H1) ditolak dan Ho diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tidak terdapat pengaruh X4 terhadap produksi (Y) secara signifikan. Hal ini

disebabkan karena alat alat pertanian yang digunakan petani jumlahnya dominan 1 unit saja dikarenakan alat alat pertanian tersebut hanya digunakan untuk membersihkan benteng benteng sawah dan juga digunakan untuk memasukkan air ke sawah. Petani tidak banyak menggunakan alat alat pertanian karena yang digunakan adalah traktor.

Dari hasil analisis regresi non linear berganda diperoleh koefisien tenaga kerja (X5) dengan nilai t-hitung sebesar 0,676 sedangkan nilai koefisien t tabel

0,025 adalah sebesar 2,045 yang berarti bahwa hipotesis (H1) ditolak dan Ho

diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh X5

terhadap produksi (Y) secara signifikan. Hal ini disebabkan karena tenaga kerja yang lebih banyak digunakan petani untuk usahatani adalah bersifat sistem borong, sehingga jumlah tenaga keluarga dari petani tersebut hanya sedikit dan lebih dominan dilakukan oleh si pemborong serta yang menentukan jumlah tenaga kerjanya juga ditentukan oleh si pemborong.

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas yaitu bibit (X1), pupuk (X2), pestisida (X3), alat alat pertanian (X4), dan tenaga

kerja (X5) tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi (Y) padi

sawah. Oleh karena itu hipotesis input produksi yang menyatakan bahwa input produksi sudah efisien penggunaannya yang diterapkan melalui penyuluh pertanian pada produksi padi sawah tidak dapat diterima. Karena kurangnya sarana produksi yang digunakan petani untuk usahatani dan tidak semua petani yang menggunakan teknologi dan menerapkan anjuran yang diberikan oleh PPL.

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Paket D yang dianjurkan oleh Penyuluh Pertanian

Adopsi merupakan suatu proses mental yang terjadi pada diri seseorang pada saat menerima atau menggunakan suatu ide, inovasi atau suatu teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi. Ada lima tahapan adopsi yaitu; tahap sadar, tahap minat, tahap menilai, tahap mencoba, dan tahap mengadopsi atau menerapkan.

Dari hasil observasi di lapangan, tingkat adopsi petani terhadap teknologi yang dianjurkan oleh PPL adalah masih relatif sedang, dimana petani padi sawah belum sepenuhnya melaksanakan teknologi paket D sesuai dengan yang dianjurkan oleh PPL. Hal ini disebabkan sebagian dari yang dianjurkan oleh PPL seperti pengairan, petani tidak menerapkan sesuai anjuran PPL karena pengairan padi sawah di desa tersebut adalah sawah tadah hujan.

Persentase ketercapaian teknologi paket D yang di adopsi petani dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini:

Tabel 14. Tingkat Adopsi Teknologi Paket D di Desa Sei Mencirim No Teknologi Paket D Skor

Harapan

Skor Rata rata yang tercapai Persentase ketercapaian(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Persemaian Pengolahan Tanah Penanaman Pemupukan Pengendalian HPT Pengairan Panen 0 – 3 0 – 3 0 – 3 0 – 3 0 – 3 0 – 3 0 – 3 2,00 1,93 1,86 2,06 1,73 0 1,40 18,21 17,57 16,93 18,76 15,75 0 12,75 Jumlah 21 10,98 100

Sumber: Data primer diolah dari lampiran 9

Dari Tabel 14 di atas, dapat diketahui bahwa teknologi paket D yang dianjurkan oleh PPL belum semua yang diterapkan oleh petani. Kondisi ini disebabkan karena di daerah penelitian tidak semua petani yang mengikut i

kegiatan penyuluhan yang dilakukan di daerah tersebut dan sebagian petani masih mengelola usahataninya berdasarkan pengalaman atau kebiasaan yang biasa diterapkan oleh petani serta petani mengikuti teknik pola tanam yang diperoleh dari orang lain, majalah, dan internet. Hal ini disebabkan karena informasi atau teknologi yang diterapkan penyuluh tidak sesuai dengan yang dibutuhkan petani dan terkadang petani lebih dahulu mengetahui teknologi baru atau informasi tentang usahatani daripada penyuluh.

Secara keseluruhan diperoleh jumlah rataan tingkat adopsi petani terhadap teknologi paket D adalah 11,13 atau termasuk dalam kriteria sedang dengan skor 8 - 14 (Lampiran 11). Gambaran frekuensi petani menurut tingkat adopsi dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Paket D di Desa Sei Mencirim.

Tingkat Adopsi Skor Penilaian Jumlah Persentase (%)

Rendah Sedang Tinggi 0 – 7 8 – 14 15 – 21 6 18 6 20 60 20 Jumlah 30 100

Sumber: Data primer diolah dari lampiran 9

Dari Tabel 15 menunjukkan bahwa dari 30 sampel diperoleh 6 petani sampel yang tingkat adopsinya rendah (20%), 18 petani sampel yang tingkat adopsinya sedang (60%), dan 6 petani sampel yang tingkat adopsinya tinggi (20%).

Dengan demikian hipotesis tingkat adopsi yang menyatakan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi paket D yang dianjurkan oleh Penyuluh Pertanian di daerah penelitian tinggi tidak dapat diterima, karena petani padi sawah masih kurang memiliki keahlian dan mendapat informasi tentang teknologi paket D yang dianjurkan.

Sikap Petani Padi Sawah Terhadap Pelaksanaan Program Yang dilakukan oleh Penyuluh Pertanian

Sikap merupakan suatu respon dalam wujud setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek. Bila suatu inovasi baru diperkenalkan kepada petani maka akan mempengaruhi sikapnya. Begitu juga dengan teknologi paket D yang dianjurkan oleh PPL kepada petani maka akan mempengaruhi sikap petani tersebut.

Sikap petani terhadap program yang disampaikan Penyuluh Pertanian diketahui dengan melihat jawaban jawaban petani responden terhadap kuesioner yang berisi pernyataan pernyataan yang diberikan. Pernyataan ini dibagi ke dalam 15 pernyataan positif dan 15 pernyataan negatif.

Sikap dalam hal ini merupakan suatu respon dalam wujud suka atau tidak suka terhadap objek. Sikap petani bisa positif dan negatif. Untuk pernyataan positif jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 1, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 2, Ragu ragu (R) diberi nilai 3, Setuju (S) diberi nilai 4, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 5, demikian juga sebaliknya untuk pernyataan negative, jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) diberi nilai 5, Tidak Setuju (TS) diberi nilai 4, Ragu ragu (R) diberi nilai 3, Setuju (S) diberi nilai 2, dan Sangat Setuju (SS) diberi nilai 1. Dari setiap jawaban pernyataan akan diperoleh distribusi frekuensi responden bagi setiap kategori kemudian secara kumulatif dilihat deviasinya menurut deviasi normal, sehingga diperoleh skor (nilai skala untuk masing masing kategori jawaban), kemudian skor terhadap masing masing pernyataan dijumlahkan.

Interpretasi terhadap skor masing masing responden dilakukan dengan mengubah skor tersebut kedalam skor standart, dimana dalam hal ini digunakan model Skala Likert (Skor T) dengan mengubah skor pada skala sikap menjadi

skor T menyebabkan skor ini mengikuti distribusi skor yang mempunyai mean sebesar T = 50 dan standart deviasi S = 10,83, sehingga apabila skor standart > 50 berarti mempunyai sikap yang positif dan jika skor standart ≤ 50 berarti mempunyai sikap negatif. Sikap petani terhadap program yang dilakukan oleh Penyuluh pertanian dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Sikap Petani Terhadap Program Yang dilakukan Oleh penyuluh Pertanian

No Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 2. Positif Negatif 17 13 56.66 43.33 Jumlah 30 100

Sumber: Data diolah dari lampiran 15

Berdasarkan Tabel 16 diatas dapat dilihat bahwa dari 30 petani sampel yang di wawancarai terdapat 17 orang (56.66%) petani yang menyatakan sikap positif dan 13 orang (43.33%) petani yang menyatakan sikap negatif. Hal ini menyatakan bahwa sikap petani terhadap program yang dilakukan oleh penyuluh pertanian sangat baik, karena berdampak positif bagi petani dan sesuai dengan kebutuhan petani dalam mengelola usahatani. Selain itu, petani juga menilai kegiatan atau program yang diterapkan oleh PPL dapat menambah pengetahuan dan keterampilan petani serta memberi kepercayaan diri dan kemudahan bagi petani untuk berusahatani.

Dari Tabel 16 diatas dapat disimpulkan bahwa sikap petani terhadap pelaksanaan program yang dilakukan oleh penyuluh pertanian adalah positif di daerah penelitian. Dengan demikian hipotesis 3 yang menyatakan sikap petani yang setuju terhadap pelaksanaan program PPL di daerah penelitian dapat diterima.

Dengan adanya pelaksanaan program yang dilakukan oleh PPL dapat membuat petani lebih mengetahui masalah masalah yang dihadapi petani dalam berusahatani serta hubungan antara petani dengan PPL semakin dekat.

Dokumen terkait