• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Ekstraksi dan Analisis Kualitatif EkstrakT. vogelii

Rendemen ekstrak dari 15 sampel daunT.

vogelii berkisar dari 7.10% (Cipanas-Cianjur

putih) sampai 13.75% (Lembang-Bandung putih) [Tabel 2]. Secara umum rendemen dari tanaman berbunga ungu lebih tinggi daripada tanaman berbunga putih. Perbedaan rendemen ekstrak dari 8 lokasi dapat disebabkan oleh perbedaan galur T. vogelii (perbedaan sifat genetika), umur tanaman, kondisi tanah, jenis vegetasi di sekitarnya, dan musim tahunan di lokasi tempat tumbuh tanaman (Kaufman et al.1999). Kondisi lokasi tempat pengambilan sampel daun sangat beragam (Tabel 1) sehingga tidak dapat dipastikan faktor yang paling menentukan perbedaan rendemen ekstrak.

Analisis kualitatif 15 ekstrak T. vogelii

dilakukan menggunakan TLC dengan fase diam gel silika 60 F254. Di antara 11 macam fase gerak (eluen) yang dicoba, yaitu n -heksana:CHCl3 (9:1) dan (19:1); EtOAc: CHCl3 (3:7), (1:9), dan (1:19); petroleum eter:aseton (7:3), (8:2), dan (9:1); n-heksana: CHCl3:MeOH (75:24.5:0.5); serta

n-heksana:CH2Cl2:MeOH (75:24.5:0.5) dan (55:44:1), diperoleh eluen terbaik berupa campuran n-heksana:CH2Cl2: MeOH dengan nisbah 55:44:1 (v/v). Hasil analisis TLC dengan menggunakan eluen tersebut menunjukkan bahwa kelima belas ekstrak T.

vogelii memiliki 3 bercak yang terpisah

dengan baik, dengan faktor retensi (Rf) berturut-turut 0.54, 0.71, dan 0.77. Bercak ekstrak dengan Rf 0.71 diduga mengandung rotenon karena senyawa murni rotenon (Sigma) yang disertakan dalam analisis ini memiliki Rf 0.71 (Gambar 2). Untuk memastikan keberadaan rotenon, dilakukan analisis dengan HPLC dan LC-MS.

Sampela Rendemen ekstrak (%)b Kandungan rotenon dalam ekstrak (%, b/b)c Area deguelin (unit)c Cgb-Bgr putih (Cgb-Bgr/p) 10.98 0.1553f 55089656a Ckw-Bdg putih (Ckw-Bdg/p) 9.47 0.1548f 44201731bc

Ckw-Bdg ungu (Ckw-Bdg/u) 10.14 0.3844a 41924449bc

Cpn-Cnj putih (Cpn-Cnj/p) 7.10 0.0487j 20875704f

Cpn-Cnj ungu (Cpn-Cnj/u) 8.20 0.1911d 22313932f

Csr-Bgr putih (Csr-Bgr/p) 10.73 0.1563f 51679163a

Csr-Bgr ungu (Csr-Bgr/u) 11.08 0.1933d 28200822e

Jtn-Smd putih (Jtn-Smd/p) 9.04 0.2825b 53391118a

Jtn-Smd ungu (Jtn-Smd/u) 9.91 0.0986g 23189679f

Lbg-Bdg putih (Lbg-Bdg/p) 13.75 0.0874h 45227044b

Lbg-Bdg ungu (Lbg-Bdg/u) 9.16 0.2392c 41136087c

Mgm-Bgr putih (Mgm-Bgr/p) 9.48 0.0475j 21178528f

Mgm-Bgr ungu (Mgm-Bgr/u) 9.88 0.1799e 27029095e

Pgl-Bdg putih (Pgl-Bdg/p) 9.59 0.0726i 34523616d

T. vogeliidenganMr394.99 dantr15.9 menit adalah rotenon. Berdasarkan pembandingan dengan data waktu retensi (relatif terhadap rotenon) dan bobot molekul senyawa rotenoid yang terdapat di literatur (Cabizza et al. 2004), komponen ekstrak T. vogelii dengan

Mr394.99 dantr17.5 menit diduga deguelin. Struktur molekul rotenon dan deguelin ditunjukkan pada Gambar 3.

OCH3 H3CO O O O H H C O CH2 H3C OCH3 H3CO O O H H O CH3 CH3 Gambar 3 Struktur kimia rotenon (atas) dan

deguelin (bawah) (Cabizza et al

2004).

Kandungan rotenon dalam ekstrak T.

vogelii ditentukan berdasarkan hasil analisis

HPLC (Lampiran 5). Persamaan regresi linear hubungan antara konsentrasi rotenon dan area ialahy= 68350x- 6119 denganR2= 0.999 (Lampiran 6). Kandungan rotenon dalam ekstrak berkisar dari 0.0475% (Megamendung-Bogor, T. vogelii bunga putih) sampai 0.3844% (Cikalong Wetan-Bandung, T. vogelii bunga ungu) (Tabel 2). Seperti rendemen ekstrak, kandungan rotenon dalam ekstrak T. vogelii bunga ungu secara umum lebih tinggi daripada dalam ekstrakT,

vogeliibunga putih, kecuali pada sampel daun

dari Jatinangor-Sumedang. Sementara itu, area deguelin tertinggi terdapat pada daun T.

vogelii bunga putih dari Cigombong-Bogor

dan yang terendah pada sampel Cipanas-Cianjur bunga putih. Hasil analisis HPLC secara umum dapat dilihat pada Lampiran 7.

Berbeda dengan rendemen ekstrak dan kandungan rotenon yang umumnya lebih

tinggi pada daun T. vogelii bunga ungu, kandungan deguelin pada daun T. vogelii

bunga putih dan ungu secara umum sebanding, kecuali pada sampel Cisarua-Bogor dan Jatinangor-Sumedang. Kandungan deguelin pada daun T. vogelii bunga putih kedua sampel tersebut masing-masing sekitar 1.8 dan 2.3 kali lebih tinggi daripada bunga ungu (Tabel 2).

Delfel et al. (1970) melaporkan bahwa kandungan total rotenon dan deguelin pada daun 7 sampel tanaman T. vogelii berkisar dari 2.3 sampai 3.8%. Kandungan deguelin pada penelitian ini lebih tinggi daripada rotenon (berdasarkan pembandingan area puncak rotenon dan deguelin pada kromatogram HPLC, Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan laporan Hagemannet al.(1972) yang menunjukkan bahwa kandungan deguelin pada daunT. vogeliisekitar 4–7 kali lebih tinggi daripada kandungan rotenon.

Aktivitas EkstrakT. vogelii

Perlakuan dengan ekstrakT. vogelii pada konsentrasi 0.02% hanya mengakibatkan tingkat mortalitas larva C. pavonana yang rendah hingga 72 jam setelah perlakuan (JSP) (Lampiran 8). Pada perlakuan dengan ekstrak

T. vogelii 0.15%, tingkat mortalitas larva

masih rendah (data tidak ditunjukkan), kemudian meningkat nyata pada 48 dan 72 JSP (Lampiran 8). Tingkat mortalitas larva pada 72 JSP akibat perlakuan dengan ekstrak

T. vogelii 0.15% berkisar dari 7.2%

(Jatinangor-Sumedang putih) sampai 62.8% (Cipanas-Cianjur ungu) (Tabel 3).

Perbedaan aktivitas ekstrak 15 sampel

daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat

disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid yang bersifat insektisida. Perbedaan kandungan senyawa aktif tersebut dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti telah dijelaskan pada subbab sebelumnya.

Berdasarkan ketinggian tempat tumbuh tanamanT. vogelii, terlihat bahwa pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1200 m dpl memiliki aktivitas insektisida yang lebih tinggi seperti pada sampel Cipanas-Cianjur, Lembang-Bandung, dan Pangalengan-Bandung (Tabel 1). Pada penelitian dengan menggunakan ekstrak A. odorata, Sawal (2005) melaporkan bahwa ekstrakA. odorata

dari daerah Bogor dengan kondisi tanah basah dan curah hujan tinggi serta kondisi vegetasi yang homogen di sekitarnya memiliki aktivitas insektisida terhadap larva yang lebih

Tabel 3 Mortalitas larva C. pavonanaakibat perlakuan dengan ekstrak T. vogelii

0.15 %

Sampela Mortalitas larva (%) pada 72 JSPb Cgb-Bgr putih 26.1cd Ckw-Bdg putih 10.0ef Ckw-Bdg ungu 18.3def Cpn-Cnj putih 32.4bcd Cpn-Cnj ungu 62.8a Csr-Bgr putih 35.8bcd Csr-Bgr ungu 21.2de Jtn-Smd putih 7.2f Jtn-Smd ungu 52.2ab Lbg-Bdg putih 48.9ab Lbg-Bdg ungu 51.4ab Mgm-Bgr putih 31.7bcd Mgm-Bgr ungu 32.9bcd Pgl-Bdg putih 44.4abc Pgl-Bdg ungu 47.8abc a

Kode sampel seperti pada Tabel 1.

b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

baik daripada daerah Bekasi dan Tegal dengan kondisi tanah relatif kering dan curah hujan rendah serta kondisi vegetasi yang beragam di sekitarnya.

Secara visual, larva yang makan daun perlakuan menunjukkan gejala keracunan berupa aktivitas bergeraknya berkurang (lemah), terlihat tidak sehat bila dibandingkan dengan larva kontrol, tubuhnya mengerut, dan akhirnya menjadi berwarna cokelat kehitaman. Rotenon bekerja relatif lambat dalam membunuh serangga. Pada tingkat sel, rotenon menghambat transfer elektron antara NADH dehidrogenase dan koenzim Q di kompleks 1 pada rantai transpor elektron di mitokondria (Hollingworth 2001). Hambatan terhadap proses respirasi sel ini menyebabkan produksi ATP menurun sehingga sel kekurangan energi yang selanjutnya dapat menyebabkan kelumpuhan berbagai sistem otot dan jaringan lainnya. Kelumpuhan sistem otot pada alat mulut dan saluran pencernaan makanan menyebabkan serangga berhenti makan (Tomlin 2005).

Korelasi Antara Kandungan Rotenoid dan Aktivitas InsektisidaT. vogelii

Korelasi antara kandungan rotenon (r = 0.078) dan deguelin (r = 0.077) secara terpisah dengan aktivitas insektisida ekstrak 15 sampel daun T. vogelii dari 8 lokasi di Jawa Barat tidak nyata (Gambar 4 dan 5). Keragaman aktivitas 15 ekstrak T. vogelii

tersebut tampaknya juga disebabkan oleh perbedaan kandungan senyawa rotenoid lain dalam daun T. vogelii, seperti tefrosin, rotenolon, dehidrodeguelin, dan elipton (Gaskins 1972 dan Zenget al.2002).

Gambar 4 Korelasi antara kandungan rotenon dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam 0 10 20 30 40 50 60 70 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Mo rt al ita s la rv a (% )

Rerata area rotenon ( 105)

Gambar 5 Korelasi antara kandungan deguelin dan mortalitas larva C. pavonana pada 72 jam setelah perlakuan dengan ekstrak daunT. vogelii0.15%

Dokumen terkait