• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Lokasi

Kecamatan Cipanas terletak di wilayah paling utara Kabupaten Cianjur. Kecamatan Cipanas terletak pada ketinggian 800 sampai 1400 m dpl. Kecamatan Cipanas berbatasan dengan Kabupaten Bogor di sebelah barat dan utara, berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi di sebelah timur, dan berbatasan dengan Kecamatan Pacet di sebelah selatan. Kecamatan Cipanas terdiri dari 7 desa yaitu Desa Cipanas, Desa Sindangjaya, Desa Sindaglaya, Desa Cimacan, Desa Palasari, Desa Ciloto, dan Desa Batulawang.

Topografi wilayah Kecamatan Cipanas terdiri dari 826.24 ha (14.53%) lahan datar dan 4 860.20 ha (85.47%) lahan perbukitan. Jenis tanah di Kecamatan Cipanas adalah tanah latosol, andosol, dan regosol dengan tingkat kesuburan tanah subur, sedang, dan kurang subur. Luas tanah dengan kategori subur 5 068.30 ha (89.13%), kategori sedang 439.4 ha (8.43%), dan tanah dengan kategori kurang subur 169.7 ha (2.98%) dengan pH tanah antara 5.5 dan 7.5. Rata-rata curah hujan Kecamatan Cipanas 2 967.84 mm per tahun dengan kisaran suhu antara 12 dan 30 °C dan kelembaban 70%. Komoditas hortikultura seperti sayuran dan tanaman hias merupakan komoditas andalan (BPP Cipanas 2012).

Karakteristik Petani

Karakteristik petani yang dianalisis adalah usia, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah anggota keluarga, dan penghasilan rata-rata per bulan (Tabel 1). Petani responden laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan baik pada petani sayuran maupun petani tanaman hias. Persentase responden laki-laki pada petani sayuran 97.33% dan perempuan 2.67%, sedangkan pada tanaman hias berturut-turut 93.33% dan perempuan 6.67%.

Usia petani sayuran tidak berbeda nyata dengan petani tanaman hias. Kategori usia dengan persentase paling tinggi pada petani sayuran maupun tanaman hias adalah kategori usia 35 sampai 44 tahun (Tabel 1).

Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat 24% petani sayuran dengan kategori usia muda, yaitu usia 20 sampai 34 tahun. Hal tersebut menunjukkan adanya regenerasi pada petani sayuran. Berbeda dengan petani sayuran, pada petani tanaman hias belum terdapat regenerasi, hal tersebut ditunjukkan oleh kecilnya persentase petani dengan kategori usia muda. Adanya regenerasi pada petani sayuran di Kecamatan Cipanas dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah di Kecamatan Cipanas budidaya sayuran sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh petani kepada anak-anaknya. Menurut petani di Kecamatan Cipanas, budidaya sayuran tidak hanya menjadi pekerjaan, tetapi sudah menjadi kebiasaan yang diajarkan oleh orang tua mereka.

Sebagian besar petani sayuran memiliki pengalaman bertani yang cukup lama. Hal tersebut terlihat dari tingginya persentase responden yang memiliki pengalaman bertani lebih dari 20 tahun (Tabel 1). Tingginya persentase petani sayuran dengan pengalaman lebih dari 20 tahun berbanding lurus dengan tingginya persentase petani dengan kategori usia tua.

Persentase petani sayuran dengan pengalaman bertani 1 sampai 5 tahun juga tinggi. Hal tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa terjadi regenerasi pada

6

petani sayuran di Kecamatan Cipanas. Tingginya persentase petani sayuran dengan pengalaman rendah diakibatkan banyaknya masyarakat dengan kategori usia muda yang memilih bekerja di bidang pertanian karena keterbatasan keahlian dan tingkat pendidikan mereka untuk bekerja di bidang lain seperti pariwisata dan perhotelan. Karena keterbatasan tersebut akhirnya tidak ada pilihan lain selain melanjutkan kegiatan usaha tani yang dilakukan kedua orang tua mereka.

Pada petani tanaman hias, petani dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun memiliki persentase terbesar. Hal tersebut dimungkinkan karena pada budidaya tanaman hias dibutuhkan pengalaman yang cukup. Persentase petani paling sedikit adalah petani dengan pegalaman bertani 1 sampai 5 tahun. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi responden petani sayuran (Tabel 1).

Petani sayuran didominasi oleh petani dengan pendidikan terakhir SD berbeda dengan petani tanaman hias. Tingkat pendidikan petani tanaman hias dengan persentase paling tinggi adalah SMA dan SD. Terdapat petani tanaman hias dengan pendidikan D3/S1, sedangkan pada petani sayuran tidak ditemukan. Secara umum tingkat pendidikan petani tanaman hias relatif lebih tinggi dibandingkan dengan petani sayuran (Tabel 1). Hal tersebut karena budidaya tanaman hias memerlukan keahlian yang tinggi, sehingga petani yang ingin melakukan usaha tani tanaman hias harus memiliki latar belakang pendidikaan yang memadai. Berbeda dengan budidaya tanaman hias, pada budidaya sayuran tidak terlalu memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi, akan tetapi lebih cenderung memerlukan pengalaman dalam budidaya. Tingkat pendidikan seorang petani berpengaruh terhadap kerasionalan petani tersebut dalam menggunakan pestisida. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi akan lebih rasional dibandingkan dengan petani dengan pendidikan rendah dan akan lebih memperhatikan berbagai resiko dan dampak negatif pada saat melakukan aplikasi pestisida

Jumlah anggota keluarga petani sayuran tidak berbeda dengan petani tanaman hias. Jumlah anggota keluarga petani sayuran maupun petani tanaman hias sebagian besar 1 sampai 6 orang (Tabel 1). Bagi petani sayuran yang memiliki penghasilan relatif lebih rendah dibandingkan petani tanaman hias, jumlah anggota keluarga lebih dari 3 orang dirasakan masih cukup memberatkan, sedangkan bagi petani tanaman hias tidak terlalu memberatkan karena penghasilan mereka relatif tinggi.Penghasilan rata-rata per bulan petani sayuran tidak berbeda dengan petani tanaman hias, akan tetapi persentase petani tanaman hias dengan kategori penghasilan tinggi lebih banyak dibandingkan dengan petani sayuran. Hal tersebut dikarenakan nilai jual komoditas tanaman hias lebih tinggi dibandingkan komoditas sayuran.

Sebagian besar petani sayuran maupun tanaman hias menyatakan tidak pernah menghitung penghasilan rata-rata per bulan (Tabel 1). Sebagian besar petani juga tidak pernah menghitung biaya untuk pestisida per musim tanam. Hal tersebut karena acuan utama keberhasilan petani sayuran dan tanaman hias di Kecamatan Cipanas dalam budidaya bukan penghasilan rata-rata per bulan, akan tetapi tertutupinya modal untuk musim tanam berikutnya, sehingga petani tidak pernah menghitung penghasilan yang mereka dapatkan dari usaha tani yang dilakukan. Selain itu, sebagian besar petani menerapkan pola tanam tumpangsari, sehingga waktu panen untuk beberapa komoditas yang ditanam akan berbeda. Hal tersebut menyebabkan petani memperoleh penghasilan secara bertahap, sehingga

7 penghasilan rata-rata bulanan sulit untuk dihitung. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, sebagian besar petani selain melakukan budidaya sayuran atau tanaman hias mereka juga menjadi buruh tani lepas pada petani lain. Beberapa hal tersebut yang mengakibatkan petani kesulitan untuk menghitung penghasilan rata-rata bulanan dari usaha tani sayuran maupun tanaman hias.

Tabel 1 Karakteristik umum petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas

Karakteristik petani Persentase petani P-Valuea

Sayuran Tanaman hias Umur (tahun) 20-34 24.00 8.89 0.038b 35-44 29.33 35.56 0.478 45-54 26.67 33.33 0.437 55-75 20.00 22.22 0.772 Pendidikan terakhir Tidak tamat SD 9.33 6.67 0.609 SD 80.00 35.56 0.000b SMP 5.33 15.56 0.060 SMA 5.33 37.78 0.000b D3/S1 0.00 4.44 0.066 Pengalaman bertani (tahun) 1-5 24.00 11.11 0.082 6-10 20.00 24.44 0.567 11-15 13.33 13.33 1.000 16-20 16.00 20.00 0.577 > 20 26.67 31.11 0.601 Jumlah anggota keluarga (orang) 1-3 33.33 53.33 0.479 4-6 33.33 40.00 0.476 7-9 2.86 6.67 0.516 > 9 1.90 0.00 0.269 Penghasilan rata-rata per bulan (Rp)

Tidak pernah dihitung 74.67 68.89 0.493

≤1 000 000 10.67 0.00 0.023b

1 000 000-3 000 000 4.00 0.00 0.174

3 000 000-5000 000 4.00 2.22 0.409

≥ 5 000 000 6.67 28.89 0.001b

aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi

8

Karakteristik Budi Daya dan Pemasaran Produk Pertanian

Terdapat perbedaan status kepemilikan lahan antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Status kepemilikan lahan petani sayuran sebagian besar merupakan lahan garapan, sedangkan pada petani tanaman hias sebagian besar lahan merupakan lahan milik sendiri (Tabel 2).

Tingginya persentase petani sayuran yang tidak memiliki lahan sendiri dikarenakan sebagian besar lahan yang mereka miliki telah dijual. Selain status kepemilikan lahan, terdapat perbedaan luas lahan antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Luas lahan petani sayuran cenderung lebih merata, sebagian besar petani sayuran memiliki luas lahan kurang dari 1 000 m2 sampai 5 000 m2, sedangkan lahan petani tanaman hias sebagian besar kurang dari 1 000 m2 (Tabel 2).

Terdapat permasalahan yang sama mengenai luas lahan di kalangan petani sayuran dan tanaman hias, yaitu sempitnya lahan pertanian. Menurut Gusfi (2002), sempitnya lahan pertanian di wilayah Cipanas sudah menjadi hal yang umum, hal tersebut diakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk. Pada beberapa kasus, lahan petani sebenarnya cukup luas, namun lahan tersebut diwariskan kepada putra-putrinya, sehingga lahan yang dimiliki menjadi sempit.

Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pola tanam antara petani sayuran dan petani tanaman hias. Sebagian besar petani sayuran maupun petani tanaman hias menerapkan pola tanam tumpangsari pada pertanaman mereka (Tabel 2). Menurut Warsana (2009), terdapat beberapa keuntungan dari pola tanam tumpangsari, diantaranya adalah peningkatan efisiensi, populasi tanaman dapat diatur sesuai keinginan, dalam satu areal diperoleh hasil lebih dari satu komoditas, tetap mendapat hasil walaupun salah satu komoditas gagal, dan kombinasi beberapa tanaman dapat menciptakan stabilitas tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.

Permasalahan umum budidaya yang paling dominan dihadapi oleh petani sayuran adalah harga produk pertanian yang fluktuatif. Petani sayuran tidak dapat mengetahui harga komoditas yang mereka usahakan hingga produk mereka sampai di pasar atau di tengkulak. Akibatnya petani sayuran sering mengalami kerugian karena biaya produksi yang mereka keluarkan tidak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan dari hasil panen. Permasalahan umum yang dominan dirasakan petani tanaman hias adalah pemasaran produk. Konsumen atau pembeli tanaman hias yang mereka budidayakan tidak menentu. Menurut petani, beberapa tahun terakhir ini kecenderungan penjualan tanaman hias sedang menurun.

Secara umum target pemasararan produk pertanian antara petani sayuran dan petani tanaman hias berbeda nyata. Target pemasaran komoditas tanaman hias lebih variatif dibandingkan dengan sayuran. Target pemasaran komoditas tanaman hias meliputi konsumen individu, pasar tradisional, supplyer, bahkan pasar ekspor, sedangkan pemasaran komoditas sayuran hanya sebatas pasar tradisional, tengkulak, atau supermarket (Tabel 2). Sebagian besar petani sayuran menjual hasil pertanian mereka ke tengkulak, hanya sebagian kecil petani yang menjual produknya ke pasar tradisional ataupun supermarket, sedangkan petani tanaman hias cenderung menjual produk mereka ke konsumen individu, yaitu pembeli yang datang langsung ke nursery mereka.

9 Tabel 2 Karakteristik budidaya dan pemasaran produk pertanian

Karakteristik petani

Persentase petani

P-Valuea Sayuran Tanaman

hias Status kepemilikan lahan

Petani penggarap 60.00 22.22 0.000b

Petani penyewa 24.00 22.22 0.824

Pemilik lahan 9.33 44.44 0.000b

Penggarap dan pemilik lahan 5.33 4.44 0.829

Penyewa dan pemilik lahan 1.33 6.67 0.115

Luas lahan (m2) ≤ 1000 37.33 75.56 0.000b 1001-2500 26.67 11.11 0.042b 2501-5000 22.67 11.11 0.113 5001-7500 0.00 0.00 1.000 7501-10 000 10.67 2.22 0.089 > 10 000 2.67 0.00 0.269 Pola pertanaman Monokultur 26.67 24.44 0.788 Tumpang sari 73.33 75.56 0.788

Masalah umum budidaya

Tidak ada masalah 0 8.89 0.036b

Air 0 2.22 0.312

Saprotan 0 4.44 0.139

Harga fluktuatif 57.33 6.67 0.000b

Pemasaran produk 0 57.78 0.000b

Hama dan penyakit 49.33 4.44 0.000b

Penurunan produksi 1.33 0.00 0.314

Kesulitan budidaya 0 15.56 0.004b

Keterbatasan lahan 0 13.33 0.009b

Biaya produksi tinggi 24.00 15.56 0.248

Pemasaran Pasar tradisional 20.00 7.14 0.048b Tengkulak/penyalur 74.67 40.48 0.000b Supermarket 5.33 13.33 0.125 Konsumen individu 0.00 35.56 0.000b Ekspor 0.00 6.67 0.024b

aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi

bTolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf nyata 5%

Komoditas yang paling banyak ditanam petani sayuran di Kecamatan Cipanas adalah bawang daun, brokoli, wortel, dan tomat (Gambar 1), sedangkan komoditas tanaman hias yang paling banyak ditanam adalah tanaman hias lansekap dan bonsai (Gambar 2). Untuk target pemasaran supermarket, komoditas sayuran yang banyak ditanam adalah daun mint dan bayam jepang („horinso‟), sedangkan tanaman hias dengan target pemasaran ekspor adalah bonsai.

10

Gambar 1 Komoditas utama sayuran

Gambar 2 Komoditas utama tanaman hias

Permasalahan Hama dan Penyakit

Berdasarkan hasil survei, permasalahan hama dan penyakit yang dirasakan petani sayuran dan petani tanaman hias sangat beragam. Banyaknya pemasalahan hama yang dihadapi akan berpengaruh terhadap pola penggunaan pestisida. Menurut Sulistiyono et al. (2012), semakin banyak jenis organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang, maka semakin banyak jenis pestisida yang digunakan karena berbeda jenis OPT berbeda juga jenis pestisidanya. Selain itu juga semakin berat tingkat serangan, semakin banyak pestisida yang digunakan.

0 10 20 30 40 50 60

Wortel Tomat B. daun Kubis Brokoli Sawi putih

Cabai Terong Mint Bayam jepang P erse ntase pe tani Komoditas 0 10 20 30 40 50 60 Per se nta se pe ta ni Komoditas

11 Permasalah utama hama pada petani sayuran adalah serangan kutu daun yang oleh petani lokal disebut „bereng‟ (Tabel 3). Permasalah hama kutu daun banyak dirasakan petani karena hama tersebut merupakan hama yang polifag dan persentase petani yang menanam bawang daun tinggi. Bawang daun sendiri merupakan salah satu inang utama kutu daun. Menurut Kalshoven (1986), Aphis spp. merupakan serangga kosmopolitan dan sangat polifag. Hama ini diketahui ditemukan pada berbagai spesies tanaman pertanian dan gulma. Gejala yang diakibatkan kutu daun adalah pertumbuhan tanaman terhambat dan daun keriting. Selain kutu daun, ulat gerayak, ulat krop kubis, dan ulat daun kubis juga menjadi permasalahan hama yang paling banyak dirasakan petani (Tabel 3).

Permasalahan penyakit yang paling dominan dihadapi oleh petani sayuran adalah penyakit hawar daun dan bercak kering. Penyakit ini dirasakan petani terutama pada musim hujan. Hal tersebut yang menyebabkan peningkatan intensitas aplikasi pestisida pada musim hujan. Penyakit hawar daun pada tanaman tomat disebabkan oleh Phytophthora infestans, sedangkan penyakit bercak kering disebabkan oleh Alternaria spp. (Agrios 2005).

Berbeda dengan petani sayuran, permasalahan hama dan penyakit yang dialami petani tanaman hias tidak terlalu banyak. Permasalahan hama pada komoditas tanaman hias dengan persentase paling tinggi adalah ulat daun. Menurut Brennan et al. (2002), terdapat banyak spesies anggota Lepidoptera yang dilaporkan menyerang tanaman hias. Fase yang menyerang adalah larva (ulat). Gejala yang ditimbulkan sangat beragam, seperti habisnya daun, daun berlubang, korokan, daun menggulung dan lain-lain.

Tabel 3 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran

Hama/penyakit Penyebab Persentase

petani Hama

Kutu daun ('bereng') Aphis spp., Myzus spp. 65.33 Ulat gerayak ('hileud bawang') Spodoptera exigua 46.67

Ulat krop kubis Croccidolomia spp. 26.67

Ulat daun kubis Plutella xylostella 18.67

Kutu kebul Aleurodicus spp. 12.00

Penyakit

Hawar daun ('ngeresek') Phytophthora infestans 38.67 Bercak kering ('panyakit hideung') Alternaria spp. 26.67

Akar gada ('akar beutian')

Plasmodiophora

brassicae 13.33

Antraknosa ('lodoh') Colletotrichum capsici 9.33 Selain ulat, permasalahan kutu kebul juga umum dirasakan petani tanaman hias (Tabel 4). Menurut penuturan petani, serangan kutu kebul di daerah Cipanas meningkat beberapa tahun terakhir. Kutu kebul merupakan hama yang umum terdapat pada berbagai jenis tanaman hias. Beberapa jenis tanaman hias yang sering menjadi inang kutu kebul adalah mawar, poinsettia, crepe myrtle, pakis,

12

yang lain. Fase nimfa biasanya ditemukan di permukaan bawah daun. Gejala yang ditimbulkan kutu kebul berupa bercak bekas tusukan stilet (Brennan et al. 2002).

Tidak banyak permasalahan penyakit tanaman pada tanaman hias terutama tanaman hias lansekap dirasakan petani. Tetapi, petani tanaman hias bunga potong terutama krisan menyatakan bahwa penyakit karat merupakan penyakit yang penting. Selain karat, permasalah penyakit busuk pada batang dan daun juga dirasakan oleh petani tanaman hias, terutama pada musim hujan.

Tabel 4 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman hias

Hama/penyakit Penyebab Persentase petani

Hama

Ulat daun Lepidoptera 80.00

Kutu kebul Aleurodicus spp. 37.78

Kutu daun Aphis spp., Myzus spp. 26.67

Thrips Thripidae 13.33

Penyakit

Karat putih Puccinia horiana 13.33

Busuk batang Bakteri, Cendawan 13.33

Busuk daun Bakteri, Cendawan 8.89

Tindakan Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman

Hampir semua petani sayuran maupun petani tanaman hias menggunakan pestisida sintetik dalam menanggulangi permasalahan hama dan penyakit yang mereka hadapi. Persentase penggunaan pesisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias tidak berbeda nyata (Tabel 5).

Alasan utama penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran adalah pencegahan kerusakan lebih lanjut pada komoditas yang mereka usahakan (Tabel 5). Petani sayuran tidak mau mengambil resiko sayuran yang mereka tanam rusak karena serangan hama dan penyakit. Menurut penuturan petani, jika tidak dilakukan aplikasi pestisida tanaman yang mereka tanam akan mengalami gagal panen. Kekhawatiran petani mendorong mereka untuk melakukan tindakan aplikasi pestisida. Menurut Kunda dan Oleson (1995) dalam Yuliani (2013), seseorang yang bertindak dalam berbagai situasi sosial, secara kuat dipengaruhi oleh pikiran mereka tentang situasi tersebut, seperti rasa kekhawatiran gagal panen. Menurut Sulistiyono et al. (2012), tingginya penggunaan pestisida pada budidaya sayuran disebabkan rasa kehawatiran para petani terjadi kerusakan yang parah oleh serangan OPT.

Selain mencegah kerusakan lebih lanjut, alasan lain yang dominan disampaikan petani sayuran adalah karena cara lain selain pestisida tidak efektif menekan serangan hama dan penyakit (Tabel 5). Menurut Gusfi (2002), kecenderungan petani menggunakan pestisida sintetik karena hanya pengendalian dengan pestisida sintetik yang mereka ketahui dan hasilnya dapat langsung terlihat.

Berbeda dengan petani sayuran, alasan utama petani tanaman hias dalam melakukan aplikasi pestisida adalah cara lain selain penggunaan pestisida

13 dianggap tidak efektif. Petani memiliki persepsi bahwa pengendalian dikatakan berhasil jika hasilnya dapat segera terlihat, dan yang sesuai dengan kriteria seperti itu adalah penggunaan pestisida sintetik. Alasan lain penggunaan pestisida sintetik pada tanaman hias adalah penyelamatan kualitas produk (Tabel 5). Tanaman hias merupakan komoditas estetik, sehingga kerusakan sedikit saja akan mengakibatkan penurunan kualitas produk. Alasan lain yang disampaikan petani persentasenya rendah.

Tingginya penggunaan pestisida di Kecamatan Cipanas juga dapat dipengaruhi oleh banyaknya kios pestisida di wilayah ini. Menurut BPP Kecamatan Cipanas (2012), di Wilayah Kecamatan Cipanas terdapat sekitar 21 kios yang menjual pestisida dari berbagai merek dagang, jumlah kios paling banyak terdapat di Desa Cipanas. Sementara itu menurut Munarso et al. (2006), tingginya penggunaan pestisida oleh petani di dataran tinggi disebabkan oleh kondisi iklim yang sejuk dengan kelembaban udara dan curah hujan yang tinggi, sehingga menciptakan kondisi yang baik untuk perkembangan hama dan penyakit tanaman.

Tabel 5 Penggunaan pestisida sintetik pada petani sayuran dan petani tanaman hias

Indikator Persentase petani P-Value

Sayuran Tanaman hias

Penggunaan pestisida 98.67 97.78 0.729

Alasan penggunaan pestisida

Menyelamatkan kualitas produk 2.70 36.36 -

Mencegah kerusakan lebih lanjut 72.97 50.00 -

Faktor kebiasaan 10.81 4.55 -

Faktor kemudahan aplikasi 33.78 4.55 -

Cara kerja pestisida sintetik

cepat 8.11 11.36 -

Cara lain tidak efektif 58.11 54.55 -

Tidak ada resiko residu

termakan 0.00 6.82 -

aBerdasarkan hasil uji 2 proporsi

Pola Penggunaan Pestisida Pengetahuan Penggunaan Pestisida

Secara umum pengetahuan petani sayuran maupun petani tanaman hias tentang penggunaan pestisida tergolong masih rendah. Hanya pengetahuan mengenai jenis-jenis pestisida yang memiliki persentase tinggi (Gambar 3).

Sebanyak 94.59% petani sayuran dan 90.91% petani tanaman hias mengetahui jenis dan kegunaan masing-masing pestisida. Petani sayuran maupun petani tanaman hias mengetahui bahwa insektisida digunakan untuk mengendalikan serangga hama, fungisida untuk mengendalikan penyakit oleh cendawan, dan herbisida untuk mengendalikan gulma. Akan tetapi pengetahuan petani mengenai jenis-jenis pestisida tersebut tidak diimbangi oleh pengetahun penggunaan pestisida yang lain.

14

Persentase petani sayuran maupun petani tanaman hias yang mengerti konsep ambang ekonomi atau ambang tindakan relatif masih rendah. Persentase petani sayuran dan petani tanaman hias yang mengetahui konsep ambang ekonomi hanya 1.33% dan 6.67% (Gambar 3). Hal tersebut akan mempengaruhi tindakan-tindakan aplikasi pestisida lain, seperti intensitas dan penentuan dasar pertimbangan aplikasi. Ambang ekonomi adalah kondisi kerapatan populasi serangga yang mengharuskan tindakan pengendalian segera dilakukan sebelum populasi serangga mencapai tingkat kerusakan ekonomi (Riley 2012). Ketidaktahuan petani tentang konsep ambang ekonomi akan menyebabkan petani cenderung melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal dengan intensitas aplikasi yang tinggi.

Pengetahuan petani sayuran dan petani tanaman hias mengenai prinsip 5 tepat juga masih rendah. Dibandingkan dengan petani tanaman hias, pengetahuan petani sayuran mengenai prinsip 5 tepat lebih tinggi, tetapi tidak berbeda nyata. Persentase petani sayuran yang mengerti prinsip 5 tepat sebesar 9.3%, sedangkan petani tanaman hias sebesar 2.22% (Gambar 3). Prinsip 5 tepat adalah tepat jenis, tepat dosis, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat cara (Sulistiyono et al. 2012). Rendahnya pengetahuan petani mengenai prinsip 5 tepat akan berpengaruh terhadap tindakan-tindakan penggunaan pestisida yang dilakukan, seperti penentuan dosis, waktu aplikasi, dan intensitas aplikasi.

Sebagian besar petani sayuran dan petani tanaman hias di Kecamatan Cipanas tidak mengetahui konsep aplikasi terakhir sebelum panen atau pre

harvest interval. Berdasarkan survei, hanya terdapat 21.33% petani sayuran dan

15.56% petani tanaman hias yang mengerti konsep aplikasi terakhir sebelum panen. Hanya sebagian kecil petani sayuran (36%) dan petani tanaman hias (28.89%) yang tahu tentang pestisida nabati. Berdasarkan uji 2 proporsi, pengetahuan petani sayuran dan petani tanaman hias secara umum tidak berbeda nyata.

Gambar 3 Pengetahuan penggunaan pestisida pada petani sayuran dan petani tanaman hias

Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida

Aplikasi pestisida ditingkat petani sering dilakukan secara berjadwal, yang dikenal dengan sistem kalender dan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Jenis pestisida Ambang ekonomi

Prinsip 5 Tepat Pre Harvest Interval Pestisida nabati P erse ntase pe tani Pengetahuan Sayuran Tanaman hias

15 Dalam sistem kalender, waktu aplikasi pestisida sudah terjadwal, tanpa melihat apakah populasi hama berada pada tingkat merugikan atau tidak. Dengan kata lain ada atau tidak ada hama, aplikasi tetap dilakukan, sedangkan aplikasi dengan berlandaskan sistem PHT, aplikasi pestisida dilakukan hanya bila memang terpaksa dilakukan (Dadang 2006).

Persentase petani sayuran berbeda nyata dengan petani tanaman hias dalam melakukan aplikasi pestisida secara terjadwal. Sebagian besar petani sayuran (89.19%) melakukan aplikasi pestisida dengan sistem kalender (terjadwal), sedangkan petani tanaman hias hanya sebagian kecil (40.91%) yang melakukan aplikasi pestisida dengan sistem kalender (terjadwal) (Tabel 6). Petani sayuran maupun tanaman hias menerapkan sistem kalender (terjadwal) sebagai bentuk strategi pencegahan, karena menurut petani jika aplikasi tidak dilakukan secara rutin dan tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, kerusakan akibat serangan hama penyakit akan berat.

Berbeda dengan petani sayuran, sebagian besar (59.09%) petani tanaman hias melakukan aplikasi pestisida berdasarkan kondisi populasi OPT pada pertanaman mereka (Tabel 6). Petani tanaman hias hanya melakukan aplikasi pestisida jika populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit sudah mencapai tingkat yang merugikan. Alasan utama petani tanaman hias melakukan aplikasi berdasarkan populasi OPT adalah sedikitnya hama dan penyakit pada tanaman yang mereka budidayakan. Selain pada bunga potong, hama dan penyakit

Dokumen terkait