• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlakuan umur simpan umbi lapis berpengaruh terhadap peubah jumlah tunas, jumlah daun, jumlah daun hijau (1-6 MST), dan jumlah akar (2-6 MST). Seluruh eksplan setelah 4 hari diinisiasi dalam media prekondisi in vitro

menunjukkan pertumbuhan dengan memanjangnya bagian daun dan tunas berwarna hijau. Tunas yang steril dan ditanam di media perbanyakan setelah 7 hari memperlihatkan pemanjangan daun. Pertumbuhan daun tersebut terjadi pada semua tunas yang berasal dari umbi lapis yang disimpan satu sampai empat bulan. Jumlah daun meningkat setiap minggu pada semua perlakuan.

Beberapa eksplan umbi lapis yang diinisiasi pada media perbanyakan pada minggu pertama sudah melakukan multiplikasi tunas mikro. Multiplikasi tunas mikro lebih cepat terjadi pada perlakuan umur simpan umbi lapis 2, 3 dan 4 bulan dibanding umbi lapis yang disimpan satu bulan (Tabel 1). Tumbuhnya tunas yang lebih cepat pada perlakuan umur simpan tersebut diduga disebabkan selama periode simpan telah terjadi metabolisme yang mengaktifkan proses pembelahan sel. Pada minggu 3-5 perlakuan umur simpan umbi lapis 2 dan 4 bulan nyata menghasilkan jumlah tunas lebih banyak dibanding perlakuan umur simpan umbi lapis 1 dan 3 bulan.

Tabel 1. Rataan jumlah tunas bawang merah in vitro pada empat umur simpan umbi lapis

Umur Simpan (bulan)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5 6 …tunas… 1 1.0 c 1.0 c 1.4 b 1.4 b 1.6 b 1.8 b 2 1.8 a 1.9 a 3.0 a 3.7 a 3.5 a 3.6 a 3 1.4 b 1.5 b 1.8 b 2.0 b 2.1 b 2.3 b 4 1.3 bc 1.6 ab 2.5 a 3.9 a 3.8 a 3.8 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menun

Tingginya persentase kultur yang mengalami multiplikasi dan jumlah tunas yang banyak merupakan hasil yang diharapkan dalam perbanyakan tunas mikro. Pada bawang merah, tunas mikro merupakan propagul utama untuk selanjutnya diinduksi umbi lapisnya pada media pengumbian. Peningkatan jumlah tunas mikro bawang merah dapat ditingkatkan dengan cara melakukan subkultur pada minggu ke 3-4 dan dilakukan pemisahan tunas pada media perbanyakan. Tunas tidak perlu dibiarkan terlalu lama sampai enam MST karena data pada Tabel 1 menunjukkan setelah minggu keempat jumlah tunas tidak bertambah. Pada penelitian jumlah tunas yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan hasil penelitian Septiari dan Dinarti (2003). Periode kultur yang lebih pendek hanya 6 MST dibanding penelitian sebelumnya yang mencapai 10 MST dan perbedaan genotipe diduga menjadi penyebab berbedanya tunas yang dihasilkan.

Umur eksplan berpengaruh terhadap regenerasi tunas mikro selada (Hunter & Burritt 2002), tunas mikro kapas (Ozyigit et al. 2007), tunas mikro Solanum trilobatum L (Dhavala et al. 2009), tunas mikro pisang Cavendish (Youssef et al. 2010). Pengaruh umur eksplan terhadap regenerasi tunas mikro tersebut juga tergantung genotipe yang digunakan (Youssef et al. 2010; Mohebodini et al.

2011).

Hasil peneltian ini memberikan informasi lain, beberapa tunas yang terbentuk pada perlakuan 1, 3 dan 4 bulan simpan mengalami vitrous (tunas menjadi hijau bening) sejak 4 MST dan persentase tunas vitrous meningkat sampai minggu terakhir percobaan (Gambar 4). Tunas mikro yang vitrous menunjukkan kualitas tunas yang kurang baik untuk digunakan sebagai propagul

in vitro. Kondisi vitrous dapat disebabkan kandungan sitokinin endogen yang cukup tinggi seperti yang terjadi pada tunas mikro anyelir. Ini menyebabkan tunas sulit berkembang serta tidak mampu berakar (Leshem et al. 1988). Terjadinya tunas vitrous yang berasal dari umbi lapis yang disimpan 3 dan 4 bulan disebabkan tunas adventif sudah terbentuk dan diduga kandungan sitokinin endogen lebih tinggi.

Umur simpan umbi lapis 2 bulan menunjukkan jumlah daun nyata lebih banyak dibanding umur simpan 1, 3 dan 4 bulan pada 2 dan 3 MST. Jumlah daun

yang berasal dari umur simpan umbi lapis 4 bulan tidak berbeda nyata dengan umur simpan 2 bulan pada 4-6 MST (Tabel 2).

Gambar 4. Persentase tunas vitrous pada empat perlakuan umur simpan umbi lapis dari 4 sampai 6 MST

Tabel 2. Jumlah daun bawang merah in vitro pada empat umur simpan umbi lapis Umur

simpan (bulan)

Minggu Setelah Tanam (MST) 1 2 3 4 5 6 …helai daun… 1 2.1 c 2.9 b 3.8 c 5.3 b 5.8 b 7.3 b 2 4.1 a 6.1 a 9.4 a 12.5 a 13.4 a 14.3 a 3 3.3 ab 4.1 b 5.2 c 7.3 b 7.4 b 8.6 b 4 3.1 bc 3.8 b 7.3 b 13 a 12.6 a 12.6 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menun

jukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α= 5% Tunas dalam kondisi baik yang ditunjukkan dengan daun yang berwarna hijau akan mendukung pembentukan umbi lapis mikro bawang merah. Daun akan mengalami perubahan warna dari hijau menjadi menjadi kecoklatan karena kehilangan klorofil (senesen). Jumlah daun yang berwarna hijau mengalami penurunan mulai 5 MST pada seluruh perlakuan umur simpan umbi lapis. Hilangnya warna hijau pada daun merupakan transisi kloroplas menjadi

0 10 20 30 40 50 60 70 1 2 3 4 P e rs e n v it ro u s (% )

Umur simpan umbi lapis (bulan)

4 MST

5 MST

gerontoplas yang berasosiasi dengan hancurnya pigmen fotosintesis dan remobilisasi protein (Matile 2001). Laju penurunan jumlah daun berwarna hijau tertinggi terjadi pada perlakuan umur simpan umbi 4 bulan (Tabel 3).

Tunas in vitro bawang Bombay berhasil membentuk umbi lapis apabila menggunakan tunas dengan jumlah daun lebih dari 3 helai (Kahane et al.1992). Di lapangan pembentukan umbi lapis terjadi setelah terbentuknya 6 helai daun (Brewster et al. 1977). Proses pembentukan umbi lapis bawang merah terjadi setelah proses pembelahan sel berlangsung maksimal dengan terbentuknya sejumlah daun. Sel-sel pada bagian pangkal tunas selanjutnya akan mengalami proses pemanjangan dan pembesaran selama pengisian oleh karbohidrat (Brewster 2002). Tunas dengan daun yang cepat senesen menunjukkan selnya mengalami degenerasi dan kondisi ini diduga akan berpengaruh dalam proses pengisian sel oleh karbohidrat pada saat pengumbian mikro. Umur simpan umbi lapis 2 bulan memperlihatkan kecepatan pertumbuhan daun dan tunas yang sama dengan kultur yang berasal dari umur simpan 4 bulan tetapi kecepatan daun pada tunas yang berasal dari umur simpan umbi lapis 2 bulan menjadi senesen lebih lambat. Propagul tunas mikro bawang merah yang baik untuk pengumbian mikro mempunyai daun cukup banyak (lebih dari tiga), tidak vitrous dan tidak cepat senesen sebelum dipindah tanam ke media pengumbian (MS + vitamin B5 + 150 g L-1 sukrosa).

Tabel 3. Jumlah daun hijau bawang merah in vitro pada empat umur simpan umbi lapis

Umur Simpan (bulan)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5 6

……..helai daun hijau……….

1 2.1 b 2.8 b 3.1 c 3.3 b 3.2 b 2.8 a 2 3.8 a 5.4 a 7.2 a 7.7 a 6.1 ab 4.4 a 3 3.3 a 3.6 b 3.9 bc 4.6 b 3.9 b 3.9 a 4 3.1 a 3.8 b 5.8 ab 9.2 a 7.0 a 3.3 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menun

Pemberian NAA pada media perbanyakan mengakibatkan keseimbangan hormon endogen tunas mikro bawang merah berubah sehingga pada 1 MST akar mulai terbentuk di bagian pangkal tunas pada perlakuan 2 dan 3 bulan umur simpan umbi lapis. Jumlah akar terus mengalami peningkatan sampai 6 MST. Perlakuan umur simpan umbi lapis 2 bulan menghasilkan jumlah akar nyata lebih banyak dibanding dengan perlakuan umur simpan umbi lapis 1, 3 dan 4 bulan (Gambar 5).

Gambar 5. Jumlah akar tunas mikro bawang merah pada empat umur simpan umbi lapis

Berdasarkan analisis regresi peubah jumlah tunas, jumlah daun hijau, jumlah daun senesen, dan jumlah akar mempunyai nilai R2 yang sangat kecil sehingga tidak dapat diambil kesimpulan untuk menentukan nilai optimum untuk perlakuan terbaik. Pola pertumbuhan jumlah tunas, jumlah daun, dan jumlah daun senesen pada empat sampai enam MST secara kuadratik meningkat sampai umur simpan empat bulan (Gambar 6).

Walaupun berdasarkan perhitungan secara regresi menunjukkan jumlah tunas dan jumlah daun terbanyak dari 4-6 MST diperoleh pada perlakuan umur simpan umbi laps 4 bulan, tetapi jumlah daun senesen dan persentase tunas yang

vitrous juga meningkat pada perlakuan tersebut (Gambar 4). Berdasarkan kriteria, tunas mikro bawang merah yang sesuai untuk propagul pengumbian mikro adalah

0 2 4 6 8 10 12 14 1 2 3 4 5 6 ju m lah ak ar

Minggu setelah tanam

1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan

tunas dengan helai daun minimal 3, tidak banyak daun senesen dan tidak vitrous. Tunas dengan kriteria tersebut diperoleh dari eksplan dengan umur simpan 2 bulan.

Gambar 6 . Regresi jumlah tunas (atas), jumlah daun (tengah) dan jumlah daun senesen (bawah) dari tunas mikro bawang merah pada empat umur simpan umbi lapis pada 6 MST.

y = -0.0469x2 + 0.7031x + 1.4531 R² = 0.0997 0 2 4 6 8 0 1 2 3 4 5 ju m lah tu n as

Umur simpan umbi lapis (bulan)

y = -0.7344x2 + 4.7031x + 4.4531 R² = 0.0548 0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 5 ju m lah d au n (h e lai )

Umur simpan umbi lapis (bulan)

y = -0.0625x2 + 1.225x + 4.4687 R² = 0.0611 0 5 10 15 20 25 0 1 2 3 4 5 ju m lah d au n s e n e se sn (h e lai )

Hasil analisis korelasi antar peubah, terdapat hubungan antar peubah yang sangat nyata antara jumlah tunas, jumlah daun hijau, jumlah daun senesen dan jumlah akar dari 4-6 MST. Nilai koefisien korelasi jumlah tunas tertinggi pada 4 MST dan nilainya semakin menurun pada 5-6 MST terhadap jumlah daun hijau, semakin meningkat nilai koefisien korelasinya terhadap jumlah daun senesen dari 4-6 MST (Tabel 4, 5 dan 6). Nilai koefisien korelasi jumlah daun hijau dan jumlah daun senesen juga meningkat dari minggu 4-6 MST. Korelasi tersebut menunjukkan peningkatan daun hijau akan diikuti dengan peningkatan daun senesen.

Tabel 4. Nilai koefisien korelasi antar peubah pada 4 MST Jumlah tunas Jumlah daun

hijau Jumlah daun senesen Jumlah akar Jumlah tunas 1.00000 0.94255** 0.41578** 0.22098 Jumlah daun hijau 0.94255** 1.00000 0.51406** 0.29057** Jumlah daun

senesen

0.41578** 0.51406** 1.00000 0.34847** Jumlah akar 0.22098 0.29057** 0.34847** 1.00000

Table 5. Nilai koefisien korelasi antar peubah pada 5 MST Jumlah tunas Jumlah daun

hijau Jumlah daun senesen Jumlah akar Jumlah tunas 1.00000 0.91671** 0.57704** 0.31091** Jumlah daun hijau 0.91671** 1.00000 0.69276** 0.42091** Jumlah daun

senesen

0.57704** 0.69276** 1.00000 0.48856** Jumlah Akar 0.31091** 0.42091** 0.48856** 1.00000

Tabel 6. Nilai koefisien korelasi antar peubah pada 6 MST Jumlah tunas Jumlah daun

hijau Jumlah daun tua Jumlah akar Jumlah tunas 1.00000 0.91275 ** 0.73613** 0.26010** Jumlah daun hijau 0.91275 ** 1.00000 0.76018** 0.36517** Jumlah daun

senesen

0.73613** 0.76018** 1.00000 0.31564** Jumlah akar 0.26010** 0.36517** 0.31564** 1.00000

Nilai koefisien korelasi antar peubah tersebut sangat mendukung dalam pengambilan keputusan menentukan umur tunas berdasarkan kondisi tunas untuk propagul pengumbian mikro bawang merah.

Nilai koefisien korelasi jumlah tunas yang menurun pada 5-6 MST, tetapi nilai koefisien korelasi jumlah daun senesen meningkat, menunjukkan semakin lama tunas dalam kultur maka jumlah daun sensesen akan meningkat. Kondisi ini tidak diharapkan untuk kriteria tunas yang akan diumbikan. Sebaiknya tunas mikro yang akan digunakan sebagai propagul dalam pengumbian mikro bawang merah adalah tunas yang berumur 4 MST.

Kesimpulan

Umur eksplan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas mikro bawang merah. Umbi lapis yang disimpan selama 2 bulan merupakan sumber eksplan terbaik pada media perbanyakan (MS + vitamin B5 + 4 mg L-1 2-

ip + 0.5 mg L-1 NAA). Jumlah tunas in vitro yang dihasilkan umur simpan umbi lapis 2 dan 4 menghasilkan jumlah tunas mikro yang lebih banyak dibanding umur simpan 1 dan 3 bulan. Tunas mikro yang berasal dari umur simpan 2 bulan mempunyai jumlah daun hijau dan jumlah akar terbanyak. Terdapat korelasi sangat nyata antara jumlah tunas, jumlah daun hijau, jumlah daun senesen dan jumlah akar pada 4-6 MST.

Saran

Tunas sebaiknya disubkultur pada minggu ketiga dengan memisahkan setiap tunas dan ditanam pada media perbanyakan dengan tujuan memperbanyak tunas. Tunas yang berumur 4 MST, tidak vitrous dengan jumlah daun lebih dari tiga helai disarankan digunakan sebagai propagul untuk pengumbian.

(EFFECT OF ROOM TEMPERATURE ON SHALLOT

MICROBULB INDUCTION)

Abstrak

Bawang merah merupakan sayuran anggota famili Alliaceae yang sudah beradaptasi di daerah tropis, sehingga pembentukan umbi lapis terjadi pada kondisi suhu yang relatif tinggi (30-45 oC). Morfogenesis dalam kultur in vitro

dipengaruhi oleh suhu ruang kultur. Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dalam pembentukan umbi lapis mikro bawang merah. Percobaan disusun dalam rancangan lingkungan acak lengkap dengan faktor perlakuan tunggal suhu ruang yang terdiri atas dua taraf yaitu 20/17 dan 30/27 oC. Setiap taraf perlakuan diulang 39 kali dan setiap unit percobaan terdiri atas satu botol kultur. Eksplan awal berupa setengah bagian cakram umbi yang ditanam pada media multiplikasi tunas (MS+vit B5+4 mg L-1 2ip+0.5 mg L-1 NAA). Tunas mikro yang diperoleh pada media multiplikasi dan berumur 4 MST selanjutnya dipisahkan setiap tunas. Tunas mikro bawang merah yang ditanam ke media pengumbian harus mempunyai daun minimal berjumlah 4 helai dan tidak vitrous. Ke dalam satu botol kultur media pengumbian (MS+vit B5+sukrosa 150 g L-1) ditanam satu tunas mikro. Kultur diletakkan di kamar tumbuh (growth chamber) sesuai perlakuan suhu ruang. Hasil pengamatan menunjukkan suhu ruang berpengaruh terhadap jumlah umbi lapis mikro, diameter pangkal (Dp) umbi lapis mikro, rasio diameter terlebar dengan diameter pangkal (Dt/Dp) umbi lapis mikro, panjang akar, panjang tunas, jumlah daun, jumlah daun senesen. Suhu 30/27 oC nyata mempercepat proses pembentukan umbi lapis mikro dan meningkatkan ukuran umbi lapis mikro bawang merah.

Kata kunci: Bawang merah (Allium ascalonicum L.) ), umbi lapis mikro, Vit B5, 2ip, suhu ruang kultur.

Abstract

Shallot is a member of Alliaceae adapted in tropical region. Bulb induction occurs at high temperature (30-45 oC). In vitro morphogenesis is influenced by room culture temperature. The objective of this experiment was to determine the influence of room temperature on shallot micro bulb induction. Experiment was arranged in a Completely Randomized Design with one factor i.e room temperature. Room temperature was set at two levels : 20/17 and 30/27 oC. Each level of treatment was repeated 39 times and each experimental unit consisted of one tube. Explant was one half of bulb with basal plate and planted on propagation medium (MS + Gamborg vitamin + 4 mg L-1 2ip + 0.5 mg L-1 NAA). Shallot micro shoot induced in propagation medium was separated in single shoot. Micro shoot with minimum 4 leaves and was not vitrous was planted in bulb induction medium (MS + Gamborg B5 vitamin + 150 g L-1 sucrose). The culture was planted in growth chamber with different temperature (day/night) 20/17 and 30/27 oC according to treatment. Lower temperature gave good result for number of leaves, plant height, root number and root length. Shallot micro bulb induction was influenced by temperature. Micro bulb appeared after 3 weeks in micro bulb induction medium. Temperature 30/27 oC gave the best result on number of micro bulb, base and widest diameter of bulb and ratio of bulb widest and bulb base diameter.

Key words: Shallot (Allium ascalonicum L.), microbulb, B5 vitamin , 2ip, room temperature.

Pendahuluan

Bawang merah merupakan sayuran berumbi yang sudah beradaptasi pada kondisi tropis. Pertumbuhan dan perkembangan bagian tajuk dan umbi lapis terjadi pada suhu lingkungan yang relatif tinggi (30-45 oC). Untuk mendapatkan umbi lapis yang diinginkan tanaman bawang di lapangan memerlukan minimal enam helai daun untuk dapat menangkap energi dari sinar matahari (Brewster et al. 1977).

Proses pengumbian bawang merah untuk mendapatkan umbi lapis mikro dipengaruhi lingkungan kultur, salah satunya suhu. Pembentukan umbi mikro bawang putih (Kim et al. 2003) dan corm mikro Watsonia vanderspuyiae terjadi pada suhu 20 oC (Ascough et al. 2006); persentase pertunasan pada tebu lebih tinggi terjadi pada suhu 25 oC dibanding suhu yang lebih rendah (Jain et al. 2007). Pada Crinum macowanii, bulblet terbentuk pada suhu 25-30 oC (Slabbert et al.

1993). Sejauh ini suhu ruang kultur yang tepat untuk mendukung pembentukan umbi lapis mikro bawang merah belum diketahui.

Suhu yang cukup tinggi akan berpengaruh terhadap proses enzimatik (Fereira et al. 2006; Cheng et al. 2005; Jain et al. 2007). Suhu tinggi dapat meningkatkan biosintesis asam amino, thiamin, struktur sitoskeleton yang terdeteksi dengan menumpuknya protein tertentu yang berkaitan dengan fotosintesis dan metabolisme karbon (Fereira et al. 2006), meningkatkan akumulasi pati dan amilase pada padi (Cheng et al. 2005). Suhu merupakan faktor alami yang mengatur pertumbuhan dan morfogenesis. Faktor suhu merupakan faktor utama yang menginduksi organ penyimpanan dibanding faktor lainnya (Ascough et al. 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dan mendapatkan suhu ruang kultur yang mendukung pembentukan umbi lapis mikro bawang merah.

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Percobaan pembentukan umbi lapis mikro bawang merah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, School of Land, Agriculture, and Food Science, University of Queensland pada bulan November 2008 - Februari 2009.

Bahan Tanaman

Umbi lapis bawang merah diperoleh dari pedagang asal Vietnam yang mengimpor umbi lapis tersebut dari negaranya dan merupakan umbi konsumsi bukan untuk keperluan bibit. Metode sterilisasi dan cara inisiasi dan media multiplikasi dilakukan seperti langkah pada percobaan pertama.

Metode Penelitian

Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan faktor tunggal suhu ruang kultur yang terdiri atas dua taraf yaitu suhu (siang/malam) 20/17 oC dan 30/27 oC. Setiap perlakuan diulang 39 kali sehingga terdapat 78 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas satu botol kultur. Setiap botol kultur ditanam satu tunas mikro bawang merah.

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama lima minggu. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan Minitab 14 dan dilakukan uji t student pada tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan dari dua kondisi suhu ruang kultur terhadap peubah yang diamati.

Tunas mikro dari hasil perbanyakan yang sudah berumur 3-4 minggu dengan jumlah daun minimal 4 helai, tidak vitrous, dan tanpa akar ditanam pada media pengumbian (MS + vitamin B5 + gula 150 g L-l). Setiap botol media ditanam satu tunas mikro. Kultur selanjutnya diletakkan di dua kamar tumbuh (growth chamber) yang masing-masing dengan pengaturan suhu (siang/malam) 20/17 oC dan 30/27 o C, intensitas cahaya 2000 lux dengan lama penyinaran 12 jam.

Pengamatan dilakukan setiap minggu selama lima minggu. Peubah yang diamati yaitu jumlah tunas, jumlah daun total, jumlah daun senesen (diamati setiap minggu): jumlah umbi, panjang akar, panjang daun, bobot planlet, diameter (pangkal (Dp), tengah terlebar (Dt), diukur dengan jangka sorong) umbi lapis mikro (diamati pada minggu ke 6 dengan mengeluarkan planlet dari botol kultur).

Analisis GA dilakukan pada seluruh umbi lapis mikro bawang merah setelah dipanen pada 6 MST. Umbi lapis mikro dikeringkan dengan freeze dryer

pada suhu rendah (-4 oC) selama 24 jam dan selanjutnya dikemas dalam botol plastik dan dikirim untuk dianalisis GAnya ke JJ Ross PhD di University of Tasmania. Analisis giberelin menggunakan metoda Ross (1998).

Hasil dan Pembahasan

Sebanyak 91% tunas yang berasal dari media perbanyakan dan dipindahtanam ke media pengumbian mampu menggandakan diri pada perlakuan suhu 20/17 oC dan 83% pada suhu 30/27 oC. Secara statistik jumlah tunas yang

terbentuk pada perlakuan suhu 20/17 adalah 1.8 dan 30/27 oC adalah 1.7 tidak berbeda nyata. Sedikitnya jumlah tunas yang terbentuk karena tidak ditambahkannya sitokinin ke dalam media pengumbian (MS + vitamin B5 + 150 g L-1 sukrosa) mikro bawang merah.

Jumlah daun total setiap minggu pada kedua perlakuan suhu ruang kultur nyata semakin meningkat dan jumlah daun terbanyak diperoleh pada perlakuan suhu ruang kultur 20/17 oC (Tabel 7). Peningkatan jumlah daun pada suhu yang lebih rendah diduga karena terjadi peningkatan aktivitas hormonal salah satunya IAA, seperti yang dilaporkan pada tebu (Jain et al. 2007).

Tabel 7. Jumlah daun bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur

Suhu

(oC)

Minggu Setelah Tanam (MST) 1 2 3 4 5

helai

20/17 3.0 a 3.3 a 3.8 a 4.4 a 4.8 a 30/27 3.4 a 2.6 a 3.7 a 3.7 b 3.9 b Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji t pada α = 5%. Daun yang terbentuk di bagian terluar pada minggu kedua dalam media pengumbian mengalami senesen dengan memudarnya warna hijau pada daun. Jumlah daun senesen pada kedua perlakuan suhu tersebut terus meningkat sampai minggu ke lima.

Tabel 8. Jumlah daun senesen bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur

Suhu

(oC)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5 helai 20/17 0.57 b 1.4 b 1.8 b 2.2 b 2.6 b 30/27 1.9 a 3.0 a 3.2 a 3.3 a 3.6 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

Suhu ruang 30/27 oC nyata mempercepat proses senesen (Tabel 8). Tidak ditambahkannya auksin ke dalam media pengumbian dan proses respirasi yang cukup tinggi pada suhu 30/27 oC diduga mengakibatkan senesen cepat terjadi. Peningkatan suhu menjadi 25 oC menurunkan konsentrasi auksin pada tebu (Jain et al. 2007). Hasil penelitian pada multiplikasi tunas in vitro jarak pagar menunjukkan tingkat kelayuan daun sangat tinggi diduga salah satunya karena kandungan auksin yang rendah (Lizawati et al. 2009). Daun terluar yang terbentuk pada tunas in vitro bawang merah setelah mengalami senesen akan mengering dan berwarna merah coklat.

Jumlah tunas yang diperoleh pada perlakuan suhu 20/17 dan 30/27 oC tidak berbeda nyata (Gambar 7). Rata-rata hanya terbentuk satu tunas atau hampir tidak terjadi multiplikasi tunas pada media pengumbian mikro. Tunas yang ditanam di media pengumbian akan mengalami perkembangan dengan berubahnya ukuran dan warna hijau berubah menjadi kemerahan di bagian pangkal. Perubahan warna tersebut dapat diamati mulai minggu pertama tunas mikro ditanam di media pengumbian dan warna merah akan semakin pekat. Perubahan warna pada lapisan terluar umbi lapis ini karena tingginya kandungan anthosianin (1.935 µ mol/100g) dan karoten (7.846 µmol/100g) dibanding klorofil total (0.342 µ mol/100g). Suhu ruang kultur 30/27 oC mempercepat warna merah muncul di bagian pangkal tunas.

Gambar 7. Jumlah tunas bawang merah in vitro pada dua taraf suhu ruang kultur

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST ju m la h t u n a s

Minggu setelah tanam

0 ⁰C 0 ⁰C

Pangkal tunas mikro bawang pada minggu ketiga di media pengumbian semakin membesar dan membentuk umb lapis. Tunas yang membentuk umbi lapis mikro dipengaruhi suhu ruang kultur. Perlakuan suhu ruang 30/27 oC pada 1- 4 MSP nyata menghasilkan umbi lapis per kultur lebih banyak dan lebih cepat dibanding perlakuan suhu 20/17 oC (Tabel 9). Hasil ini menunjukkan umbi lapis mikro bawang dapat dipanen sebelum 6 MST.

Tunas dapat dibedakan dari umbi lapis dan ditunjukkan dengan daun menjadi senesen sampai leher umbi lapis, lapisan daun terluar menjadi coklat dan sebagian ada yang mengering. Proses pembentukan umbi lapis mikro bawang merah terjadi seperti di lapangan yang dijelaskan Brewster (2002). Umbi lapis mikro yang dipanen setelah 6 minggu di media pengumbian memperlihatkan seluruh bagian daun senesen dan terkulai di leher umbi. Kondisi seperti ini menunjukkan umbi lapis mikro siap untuk dipanen.

Tabel 9. Jumlah umbi lapis mikro bawang merah pada dua kondisi suhu ruang kultur

Suhu (oC)

Minggu Setelah Tanam (MST)

1 2 3 4 5

20/17 0.5 b 0.6 b 0.6 b 0.7 b 0.9 b 30/27 1.1 a 1.2 a 1.2 a 1.2 a 1.3 a Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji t pada α = 5%. Suhu ruang kultur 30/27 oC menurunkan diameter pangkal tetapi rasio diameter terlebar (Dt) dengan pangkal (Dp) umbi lapis (Dt/Dp) nyata lebih besar, walaupun tidak meningkatkan bobot planlet (Tabel 10). Bobot planlet tidak berbeda nyata antara suhu 20/17 dan30/27 oC meskipun perbedaan nilai cukup tinggi yang disebabkan nilai koefisien keragaman cukup tinggi. Kriteria umbi

Dokumen terkait