• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengamatan dilakukan terhadap beberapa peubah: 1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang (menempelnya kotiledon) di permukaan tanah hingga permukaan tanaman tertinggi. Pengamatan dilakukan mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.

2. Jumlah Daun Trifoliat

Jumalah daun dihitung dengan cara menghitung jumlah daun trifoliat mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.

3. Jumlah Cabang Primer

Jumlah cabang dihitung dengan cara menghitung jumlah cabang primer mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.

4. Diameter Tajuk

Diameter tajuk dihitung dengan cara mengukur diameter tajuk tanaman mulai 3 MST sampai 9 MST pada lima tanaman contoh per petak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan I

Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Kacang Bambara

Perlakuan invigorasi berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bambara dengan tolok ukur daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap tolok ukur indeks vigor (Tabel 1). Perbedaan warna testa (T1, T2, T3, dan T4) tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas dan vigor benih kacang bambara. Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam, tidak terdapat interaksi antara perlakuan invigorasi dan warna testa pada semua tolok ukur pengamatan.

11 Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan invigorasi (I) dan warna testa

(T) terhadap tolok ukur viabilitas dan vigor benih kacang bambara

Tolok ukur Perlakuan

I T IxT

Daya berkecambah (DB) * tn tn

Bobot kering kecambah normal (BKKN) * tn tn

Indeks vigor (IV) tn tn tn

Kecepatan tumbuh (KCT) * tn tn

Laju pertumbuhan kecambah (LPK) * tn tn

Keterangan: * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak berpengaruh nyata

IxT : interaksi antara perlakuan invigorasi dan warna testa.

Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp (I1), matriconditioning plus fungisida (I2) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) menunjukkan persentase daya berkecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (I0). Perlakuain I1 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan invigorasi lainnya. Perlakuan I2 menunjukkan persentase daya berkecambah tertinggi sebesar 91.7% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I3 (Tabel 2). Hal ini menunjukkan penambahan fungisida pada perlakuan invigorasi dapat meningkatkan daya berkecambah benih. Persentase benih mati akibat infeksi cendawan pada perlakuan I0 dan I1 adalah 15% dan 14%, sedangkan pada perlakuan I2 dan I3 hanya 9% dan 10%.

Tabel 2 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap daya berkecambah (%) Perlakuan invigorasix Warna testa Rata-rata Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 77.3 72 66.7 82.7 74.7 b

Matric + Rhizobium sp. (I1) 90.7 81.3 78.7 90.7 85.3 ab Matric + fungisida (I2) 98.7 88 88 92 91.7 a Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 94.7 90.7 78.7 94.7 89.7 a

Rata-rata 90.3 83 78 90

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Pada tolok ukur bobot kering kecambah normal, perlakuan matriconditioning plus fungisida (I2) menghasilkan nilai tertinggi sebesar 16 g dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I3. Nilai-nilai tersebut berbeda nyata dibandingkan I0. Perlakuan I1, I2 dan I3 meningkatkan bobot kering kecambah normal secara nyata dibandingkan I0 (Tabel 3). Kecambah normal kacang bambara pada hari ke-10 dapat dilihat pada Gambar 2. Tinggi kecambah normal perlakuan I1, I2, dan I3 adalah 10-12 cm, sedangkan I0 adalah 5-7 cm.

12

Tabel 3 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap bobot kering kecambah normal (g) Perlakuan invigorasix Warna testa Rata-rata Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 6.2 6.2 6.7 7.4 6.6 c

Matric + Rhizobium sp. (I1) 13.9 14.2 13.7 14.7 14.1 b Matric + fungisida (I2) 15.2 15.1 16.2 17.7 16 a Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 15.9 13.7 14.7 17.7 15.5 ab

Rata-rata 12.8 12.3 12.8 14.4

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Gambar 2 Kecambah normal kacang bambara pada hari ke-10

Semua perlakuan invigorasi (I1, I2, dan I3) pada tolok ukur kecepatan tumbuh menghasilkan nilai yang lebih tinggi secara nyata dibanding I0. Perlakuan I3 menghasilkan kecepatan tumbuh tertinggi sebesar 11.7 %/etmal dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I1 dan I2 (Tabel 4).

Tabel 4 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) Perlakuan invigorasix Warna testa Rata-rata Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 8.4 7.7 7.1 9.1 8.1 b

Matric + Rhizobium sp. (I1) 11.2 10.5 10.4 11.6 10.9 a Matric + fungisida (I2) 12.4 10.4 10.9 12.2 11.5 a Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 12.5 11.3 10.2 12.7 11.7 a

Rata-rata 11.1 10 9.7 11.4

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

I3T1 I2T1

13 Perlakuan I1, I2, dan I3 meningkatkan laju pertumbuhan kecambah secara nyata dibandingkan dengan I0. Perlakuan I3 menghasilkan nilai laju pertumbuhan kecambah tertinggi sebesar 70.7% dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan I1 dan I2 (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap laju pertumbuhan kecambah (%) Perlakuan invigorasix Warna testa Rata-rata Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 32.1 36 40.5 35.7 36.1 b

Matric + Rhizobium sp. (I1) 61.3 70.2 68.2 64.8 66.1 a Matric + fungisida (I2) 63.2 68.2 74.4 76.5 70.6 a Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 66.9 60.3 81 74.7 70.7 a

Rata-rata 55.9 58.7 66 62.9

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp (I1), matriconditioning plus fungisida (I2) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada percobaan ini menunjukkan nilai daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan laju pertumbuhan kecambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (I0). Hal ini menunjukkan perlakuan matriconditioning dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih kacang bambara. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ilyas dan Sopian (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning dan matriconditioning plus Rhizobium sp. pada benih dengan tingkat masak 122 dan 125 hari setelah tanam terbukti efektif meningkatkan viabilitas (daya berkecambah dan bobot kering normal) dan vigor (kecepatan tumbuh dan indeks vigor) benih kacang bambara dibandingkan kontrol dan perlakuan invigorasi lainnya.

Perlakuan benih sebelum tanam merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih dengan memperbaiki perkecambahan benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih yang telah terbukti efektif pada berbagai jenis benih adalah matriconditioning. Matriconditioning terbukti berhasil memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan sayur-sayuran (Khan et al. 1990).

14

Percobaan II

Pengaruh Warna Testa dan Perlakuan Invigorasi terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Kacang Bambara

Kondisi Umum

Lahan yang digunakan untuk pertanaman merupakan bekas lahan kacang tanah yang telah dibera selama 2 bulan. Secara umum kondisi pertanaman kacang bambara cukup baik. Benih mulai berkecambah di lapangan pada 2 MST. Pada fase awal pertumbuhan jumlah curah hujan daerah Darmaga cukup tinggi yaitu sebesar 501 mm/bulan pada Maret 2014 dengan jumlah hari hujan sebanyak 18 hari dan suhu rata-rata 25.6 oC (Tabel 6). Jumlah curah hujan tertinggi selama musim tanam terjadi pada bulan April 2014 yaitu sebesar 510.9 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 25 hari dan suhu rata-rata sebesar 26.2 oC. Jumlah curah hujan mulai menurun pada bulan Mei 2014 yaitu sebesar 296.4 mm/bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 25 hari dan suhu rata-rata 26.2 oC.

Tabel 6 Data iklim bulan Maret hingga April 2014 untuk daerah Darmaga, Bogor

Bulan Suhu rata-rata Curah hujan Kelembaban udara

(oC) (mm/bulan) (%)

Maret 25.6 501 87

April 26.2 510.9 85

Mei 26.2 296.4 85

Juni 26.5 84.7 83

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Gejala penyakit yang disebabkan cendawan mulai tampak pada saat tanaman berumur 5 MST yaitu pada bulan Mei 2014. Kondisi pertanaman cukup lembab karena tingginya curah hujan sejak bulan April 2014. Gejala tanaman yang terinfeksi daunnya menjadi layu kemudian mengering dan akhirnya tanaman mati. Tanda penyakit baru dapat diamati pada saat tanaman berumur 6 MST yaitu munculnya sclerotia yang berwarna putih dan coklat pada daerah di dekat perakaran tanaman. Selain itu terdapat pula miselium cendawan Fusarium spp. yang berwarna putih di daerah batang tanaman dan apabila dicabut tampak bagian batang dan akar di dalam tanah tertutupi oleh cendawan berwarna putih. Identifikasi penyakit yang dilakukan berdasarkan gejala dan tanda penyakit yang ditunjukkan diduga tanaman kacang bambara terserang oleh cendawan Sclerotium spp. dan Fusarium spp. (Gambar 3).

15

Gambar 3 Gejala penyakit di pertanaman: a. sclerotia di tanah (kiri), b. cendawan Fusarium spp. di batang (tengah), c. cendawan Fusarium spp. di akar (kanan)

Menurut Swanevelder (1998) jumlah curah hujan yang ideal untuk tanaman kacang bambara adalah 600-700 mm/musim tanam dengan distribusi hujan yang merata dan suhu rata-rata harian 20-28 oC. Jumlah curah hujan yang terlalu banyak dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman seperti bunga gagal membentuk polong dan meningkatnya intensitas penyakit di lapangan. NAS (1997) melaporkan beberapa penyakit yang dapat menyerang tanaman kacang bambara adalah layu fusarium, bercak daun, nematoda akar, dan virus. Infeksi OPT semakin parah pada daerah yang curah hujannya tinggi.

Secara umum, kondisi lingkungan yang lembab dan suhu tinggi dapat meningkatkan kejadian penyakit di lapangan (Agarwal dan Sinclair 1997). Kelembaban dalam bentuk percikan air hujan dan air yang mengalir memainkan peranan penting dalam distribusi dan penyebaran berbagai jenis patogen pada tanaman yang sama atau dari tanaman yang satu ke tanaman yang lain. Kelembaban ini berperan dalam penyebaran dan tingkat intensitas serangan penyakit yang meningkatkan sukulensi tanaman inang dan selanjutnya meningkatkan kerentanan tanaman terhadap patogen tertentu (Agrios 1996).

Gejala serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang disebabkan ulat penggulung daun (Lamprosema indicata) dan kutu daun atau aphid (Aphididae) tampak pada saat tanaman berumur 4 MST (Gambar 4). Ulat penggulung daun yang menyerang tanaman kacang-kacangan memiliki tubuh berwarna hijau dengan garis-garis kuning sampai putih buram. Serangan ulat penggulung daun menyebabkan daun menggulung, ulat berada di dalam daun dan memakan daun dari dalam kemudian meninggalkan lubang-lubang bekas gigitan. Lubang bekas gigitan tersebut meluas dan akhirnya hanya tersisa urat daunnya saja (Deptan 2013). Aphid merupakan salah satu vektor yang berperan dalam penularan penyakit yang disebabkan virus. Pada tanaman kacang-kacangan, jenis virus yang ditularkan adalah cowpea aphid-borne mosaic dan soybean mosaic virus. Infeksi disebabkan virus yang ditularkan melalui aphid dapat menyebabkan kehilangan hasil pertanian hingga 35% (Sastry 2013). Tanaman yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik pada daun dan pertumbuhan tanaman kerdil dibandingkan tanaman sehat (Gambar 5). Diduga aphid yang ditemukan bukan merupakan jenis hama penting pada tanaman kacang bambara karena populasi aphid hanya terdapat pada petakan yang bersebelahan dengan pertanaman cabai.

b c

16

Gambar 4 Organisme pengganggu tanaman: a. ulat penggulung daun (kiri), b. aphid (kanan)

Gambar 5 Gejala tanaman yang terinfeksi virus: a. mosaik pada daun, b. tanaman kerdil

Pengendalian OPT mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST atau awal terlihat gejala dengan penyemprotan insektisida dan fungisida secara bergilir setiap minggu hingga gejala serangan tidak terlihat lagi. Insektisida yang digunakan adalah Confidor 5 WP, bahan aktif imidakloprid 5% dengan dosis 400 g/ha. Fungisida yang digunakan adalah Dithane M-45, bahan aktif mankozeb 80% dengan dosis 2 kg/ha. Pada saat 7 MST populasi ulat penggulung daun dan aphid tidak ditemukan lagi.

Pertumbuhan Vegetatif Tanaman

Peubah pertumbuhan vegetatif tanaman meliputi tinggi tanaman, jumlah daun trifoliat, jumlah cabang primer, dan diameter tajuk yang diamati pada 5 tanaman contoh. Pengamatan dimulai saat tanaman berumur 3 MST sampai 9 MST. Pengamatan berakhir saat tanaman telah memasuki fase generatif.

Interaksi perlakuan invigorasi dan warna testa berpengaruh pada peubah tinggi tanaman pada 9 MST dan jumlah daun trifoliat (3, 7, dan 9 MST) (Tabel 7, 8, 9, dan 10). Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) pada benih dengan warna testa hitam (T1) menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dan berbeda nyata dibanding kontrol (I0), sedangkan perlakuan invigorasi pada T2, T3, dan T4 tidak berbeda nyata dibanding kontrol. Perlakuan I3 pada T1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi pada 9 MST sebesar 25.5 cm (Tabel 7). Pertanaman kacang bambara pada benih dengan warna testa hitam dapat dilihat pada Gambar 6.

a b

17 Tabel 7 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap tinggi tanaman

(cm) pada 9 MST Perlakuan invigorasix Warna testa Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 22.1 Ba 23.9 Aa 22.6 ABa 22.1 ABa Matric + Rhizobium sp. (I1) 24 Aa 23.1 Aa 22.8 ABa 23.7 Aa Matric + fungisida (I2) 24 Aa 23.3 Aab 21.5 Bb 23.4 ABab Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 25.5 Aa 23.8 Aab 23.4 Abc 21.7 Bc Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf

kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Gambar 6 Pertanaman kacang bambara pada 9 MST

Perlakuan I1 pada T1, T3, dan T4 juga perlakuan I2 dan I3 pada T3 dan T4 meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 3 MST secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan invigorasi pada T2 tidak berbeda nyata dibanding kontrol (Tabel 8).

I0T1 I1T1

18

Tabel 8 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun trifoliat pada 3 MST Perlakuan invigorasix Warna testa Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4)

Kontrol (I0) 7.1 Bab 7.3 Aa 6.3 Bb 6.4 Bb

Matric + Rhizobium sp. (I1) 7.9 Aa 7.3 Aa 7.2 Aa 7.9 Aa Matric + fungisida (I2) 7.5 ABa 7.3 Aa 7.9 Aa 7.3 Aa Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 7.9 ABa 7 Ab 7.5 Aab 7.4 Aab Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf

kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan I1 pada T1 dan T4 juga perlakuan I3 pada T1 meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 7 MST secara nyata dibanding kontrol. Perlakuan invigorasi pada benih T2 dan T3 tidak berbeda nyata dibanding kontrol (Tabel 9). Tabel 9 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun

trifoliat pada 7 MST Perlakuan invigorasix Warna testa Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 36.7 Ba 38.7 Aa 38.8 Aa 35.2 Ba

Matric + Rhizobium sp. (I1) 44.8 Aa 36.3 Ab 42.4 Aab 47.66 Aa Matric + fungisida (I2) 38 ABa 40.8 Aa 39 Aa 35.13 Ba Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 45.7 Aa 40.8 Aa 41.6 Aa 40.8 ABa Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf

kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan I1 pada T1 dan T4 juga perlakuan I3 pada T1 meningkatkan jumlah daun trifoliat pada 9 MST secara nyata dibanding kontrol. Pada benih T2 dan T3 perlakuan invigorasi tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan kontrol (Tabel 10).

19 Tabel 10 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah daun

trifoliat pada 9 MST Perlakuan invigorasix Warna testa Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4)

Kontrol (I0) 39.4 Cab 47.7 ABa 46.9 Aa 38.6 Bb

Matric + Rhizobium sp. (I1) 52.3 Aa 44.9 Ba 49.9 Aa 52.6 Aa

Matric + fungisida (I2) 40.7 BCa 41.9 Ba 42.7 Aa 39.1 Ba

Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 48.1 ABab 54 Aa 47.5 Aab 43.7 Bb Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama dan huruf

kapital yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1) dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan jumlah daun trifoliat). Hal ini menunjukkan pengaruh inokulan Rhizobium sp. pada perlakuan invigorasi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hasil ini sejalan dengan penelitian Ilyas dan Sopian (2013) yang menyatakan bahwa perlakuan invigorasi menggunakan matriconditioning yang diintegrasikan dengan Rhizobium sp. meningkatkan tinggi tanaman dan hasil (jumlah polong per tanaman dan bobot basah polong per petak) dibanding perlakuan invigorasi lain dan kontrol.

Perlakuan invigorasi pada benih dengan warna testa hitam (T1) meningkatkan pertumbuhan tanaman secara nyata dibanding kontrol, sedangkan perlakuan invigorasi pada benih dengan warna testa ungu (T2) tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan kontrol.

Perlakuan I2 dan I3 meningkatkan jumlah cabang primer pada 6 MST secara nyata dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan I1 tidak berbeda nyata dibanding kontrol maupun perlakuan invigorasi lainnya. Perbedaan warna testa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang primer pada 6 MST (Tabel 11). Tabel 11 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap jumlah cabang

primer pada 6 MST Perlakuan invigorasix Warna testa Rata-rata Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 7.5 7.6 7.9 7.6 7.6 b

Matric + Rhizobium sp. (I1) 7.7 7.5 7.7 7.9 7.7 ab Matric + fungisida (I2) 8.1 7.9 7.8 7.9 7.9 a Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 7.9 7.9 8.1 8 8 a

Rata-rata 7.8 7.8 7.9 7.9

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

20

Perlakuan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) menghasilkan diameter tajuk terbesar pada 7 MST dan berbeda nyata dengan kontrol (I0) walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1) dan matriconditioning plus fungisida (I2). Benih dengan warna testa ungu (T2) menunjukkan nilai tertinggi dan berbeda nyata dibanding coklat muda (T4) walaupun tidak berbeda nyata dengan hitam (T1) dan coklat tua (T3). Benih T4 menghasilkan diameter tajuk terkecil pada 7 MST (Tabel 12). Tabel 12 Pengaruh perlakuan invigorasi dan warna testa terhadap diameter tajuk

(cm) pada 7 MST Perlakuan invigorasix Warna testa Rata-rata Hitam (T1) Ungu (T2) Coklat tua (T3) Coklat muda (T4) Kontrol (I0) 49.5 51.9 48.8 45.9 49 b

Matric + Rhizobium sp. (I1) 50.1 52.5 51.3 52.3 51.5 a

Matric + fungisida (I2) 51.6 52 49.4 48.5 50.4 ab

Matric + fungisida dan

Rhizobium sp. (I3) 55.2 52.3 50.9 50 52.1 a

Rata-rata 51.6 a 52.2 a 50.1 ab 49.2 b

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. xMatric = matriconditioning.

Semua perlakuan invigorasi (I1, I2, dan I3) memberikan nilai rata-rata lebih tinggi terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dibandingkan tanpa perlakuan (I0). Perlakuan matriconditioning plus Rhizobium sp. (I1), matriconditioning plus fungisida (I2), dan matriconditioning plus fungisida dan Rhizobium sp. (I3) yang diberikan mampu mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ilyas et al. (2003) yang menyatakan bahwa perlakuan matriconditioning menggunakan bubuk arang sekam plus inokulan B. japonicum dan A. lipoferum dan benomil 0.05% selama 13 jam lebih dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan penambatan N pada kedelai dibandingkan dengan perlakuan matriconditioning plus benomil tanpa inokulan atau kontrol tanpa N, meskipun tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan matriconditioning plus inokulan dan benomil 0.05% selama 2 jam. Ningsih (2003) juga melaporkan bahwa perlakuan matriconditioning menggunakan arang sekam plus inokulan B. japonicum dan A. lipoferum selama 12 jam pada suhu kamar terbukti dapat meningkatkan mutu benih dan pertumbuhan tanaman kedelai.

Benih dengan warna testa hitam (T1) dan ungu (T2) meningkatkan diameter tajuk tanaman pada 7 MST secara nyata dibanding coklat muda (T4) (Tabel 12). Hal ini mendukung hasil penelitian Damayanti (1991) tentang pemilahan warna kulit benih kacang bambara yang menyatakan bahwa kacang bambara yang telah dipilah warna benihnya dan dimurnikan memberikan hasil yang lebih seragam. Benih dengan warna kulit benih hitam yang telah dimurnikan memberikan hasil terbaik yaitu sebesar 62.54 g polong basah/tanaman dan pertumbuhan tanaman tertinggi. Hasil ini berbeda nyata dengan benih yang berwarna coklat yang telah

21 dimurnikan yang memberikan hasil terendah yaitu sebesar 32.61 g polong basah/tanaman dan pertumbuhan tanaman terendah.

Dokumen terkait