• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) diapit oleh lahan pertanian milik PT. Sang Hyang Sri dan Jalan Pantura di sebelah barat laut serta Kali Cijengkol di sebelah selatan. Lahan pertanian BB Padi terletak pada koordinat

6° 0’23”-6° ’23” LS dan 07° 7’ 2”- 07° 9’4 ” BT. Ilustrasi batas BB Padi

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Batas lahan pertanian BB Padi

Kondisi saluran drainase eksisting hasil pengamatan sebagian besar masih mampu menyalurkan air limpasan. Meski demikian, pada beberapa titik dijumpai fungsi drainase tidak berjalan optimal yang dapat disebabkan pola aliran yang tidak sesuai untuk air limpasan mengalir menuju saluran drainase eksisting. Akibatnya saat hujan turun, genangan air terbentuk pada petak sawah dengan kondisi tanaman padi yang tidak membutuhkan banyak air (menjelang musim panen). Hasil identifikasi saluran drainase tersier eksisting dan fungsi drainase yang tidak optimal dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Hasil identifikasi kondisi saluran dan suatu areal pada sawah yang tergenang karena drainase kurang optimal

Kondisi Topografi

Perbedaan elevasi pada lahan pertanian BB Padi dan pola aliran air sulit diketahui secara menyeluruh apabila hanya melakukan survei lokasi. Untuk keadaan ini, pemetaan topografi menjadi sangat penting dalam memberikan informasi geografis. Peta topografi merupakan peta yang memiliki informasi tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut, yang digambarkan dengan garis-garis kontur (Rostianingsih 2004). Peta topografi yang menggambarkan kontur daerah irigasi diperlukan untuk menganalisis pola aliran saat ini sehingga dapat digunakan untuk perencanaan konsolidasi lahan berikutnya. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan menggunakan theodolite, kontur lahan pertanian BB Padi hasil olahan menggunakan aplikasi ArcMap 10.1 disajikan pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Peta kontur lahan pertanian BB Padi

Hasil pemetaan kontur yang telah dihasilkan pada Gambar 4 menggunakan 356 titik detail dengan 44 titik setup theodolite. Lokasi penelitian memiliki elevasi

antara 26.2-29.2 m. Arah aliran air mengarah ke arah utara dan selatan, dengan drainase utama, Kali Cijengkol, dan Taman Burung Sukamandi sebagai hilir dari aliran air. Pola aliran pada rancangan perataan disajikan pada Gambar 5. Penyajian pola aliran tersebut dapat dijadikan acuan untuk perancangan saluran drainase pada proses konsolidasi dan perencanaan infrastruktur irigasi selanjutnya.

Gambar 5 Pola aliran air pada rancangan perataan Perletakan Saluran Drainase Baru Hasil Konsolidasi Lahan

Berdasarkan hasil pengamatan di areal lahan pertanian, faktor-faktor seperti terdapat area lahan yang fungsi drainasenya tidak optimal, beda elevasi yang cukup jauh pada lahan, serta besaran petak yang tidak seragam menjadi penyebab konsolidasi lahan perlu dilakukan. Selain itu, pemakaian sistem drainase permukaan dapat berfungsi dengan baik apabila terlebih dahulu diadakan pembentukan lahan dan perataan lahan (Wirosoedarmo 2010). Konsolidasi lahan merupakan suatu model pembangunan pertanahan yang mengatur semua bentuk tanah yang tidak teratur dalam hal bentuk, luas, atau letak melalui penggeseran letak, penggabungan, penataan letak, penghapusan, atau pengubahan sehingga menghasilkan rencana penggunaan tanah yang lebih baik (Premonowati 2006).

Konsolidasi direncanakan dengan pekerjaan cut and fill yang membagi lahan eksisting menjadi 3 zona untuk penerapannya (Lampiran 3). Perletakan saluran baik irigasi maupun drainase untuk kondisi eksisting serta hasil perencanaan konsolidasi lahan untuk ketiga zona secara berturut-turut disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Perletakan saluran irigasi dan drainase (a) kondisi eksisting (b) hasil perencanaan konsolidasi lahan

Berdasarkan Gambar 6b, saluran drainase utama ditandai dengan warna merah (garis tebal) sedangkan saluran drainase tersier ditandai dengan warna

jingga. Saluran drainase eksisting tampak tidak teratur dan jelas dalam perletakannya (Gambar 6a). Saluran drainase utama sebelumnya merupakan saluran drainase eksisting. Kemudian, untuk saluran drainase tersier merupakan hasil perencanaan konsolidasi lahan pertanian BB Padi dengan jarak antar saluran drainase sebesar 200 m (belum termasuk lebar JUT Cabang sebesar 4 m) dari ukuran petak kuarter sebesar 100 m x 30 m. Penentuan jarak antar saluran drainase tersebut mengacu pada standar tata letak saluran pada sawah di Jepang (Yamaji et al. 1999). Saluran drainase tersier direncanakan untuk menyalurkan air limpasan per petakan sawah baru hasil konsolidasi.

Penentuan Debit Limpasan Rencana

Debit limpasan rencana dalam penelitian ini memperhitungkan nilai curah hujan, luas petakan kuarter sawah, jumlah evapotranspirasi, dan jumlah perkolasi. Jumlah air irigasi yang berlebih serta jumlah limpasan yang mengalir antar petakan tidak diperhitungkan karena irigasi yang direncanakan sebelumnya efisien dan efektif serta air limpasan langsung mengalir ke saluran drainase dari petak kuarter tersebut. Perencanaan drainase direncanakan secara each plot atau pengaliran langsung dari petak sawah ke saluran drainase.

Curah hujan dapat digunakan dalam menentukan debit rencana suatu perencanaan saluran untuk beberapa tahun periode ulang sehingga akan menghasilkan debit rencana sesuai dengan data curah hujan yang masuk pada data curah hujan harian maksimum 10 tahun (Wijaya 2014). Data curah hujan yang digunakan dikelompokkan ke dalam tanggal yang sama dan diambil nilai rata-rata dalam periode 2005-2014.

Perhitungan curah hujan dengan beberapa periode ulang dianalisis menggunakan beberapa metode seperti metode Normal, Log Normal, Log Person III dan Gumbel. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis distribusi Gumbel merupakan metode yang paling tepat digunakan karena dari hasil uji parameter menunjukan bahwa metode ini memenuhi syarat nilai koefisien

kemencengan Cs ≤ . 96 dan koefisien kurtosis Ck ≤ 5. 00 Suripin 00 .

Selain itu, dari hasil uji kecocokan maupun parameter statistik, jenis distribusi ini adalah jenis distribusi yang paling memenuhi kriteria. Adapun hasil rekapitulasi perhitungan curah hujan dengan periode ulang dan beberapa jenis distribusi ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Rekapitulasi perhitungan curah hujan puncak dengan periode ulang Periode Ulang

(T tahun) Normal Log Normal

Log Person III Gumbel 2 91.850 90.920 90.771 76.249 5 102.980 103.461 103.433 106.575 10 108.810 110.706 110.847 126.654 20 113.580 117.010 116.489 145.914 25 114.485 118.246 119.416 152.024 50 119.012 124.627 125.344 170.844

Periode ulang yang digunakan dalam rancangan terdiri atas opsi 2-5 tahun. Penentuan debit rancangan selanjutnya memperhitungkan waktu melimpasnya air limpasan dari petak kuarter menuju saluran drainase tersier. Genangan yang dilimpas sebesar 2.33 mm per hari karena telah memasuki musim tanam. Sebelumnya tinggi genangan air yang diizinkan untuk padi kualitas unggul (HYV) yaitu 70 mm dengan waktu melimpas selama 1 bulan (30 hari) (Kalsim 2007). Standar tinggi genangan air menggunakan padi kualitas unggul mengacu pada BB Padi sebagai tempat penelitian serta studi kasus.

Nilai curah hujan setelah dilakukan konversi satuan sebesar 8.45 L/det/Ha untuk periode ulang 2 tahun dan 11.96 L/det/Ha untuk periode ulang 5 tahun. Selanjutnya perbandingan debit saluran untuk petak A1 hingga A27 menggunakan rancangan periode ulang 2 dan 5 tahun pada zona 1 secara singkat dapat disajikan pada Tabel 6. Kemudian, detail penomoran petak kuarter untuk zona 1, zona 2, dan zona 3 secara berturut-turut disajikan pada Lampiran 4, 5, dan 6. Petak-petak kuarter menggunakan huruf A sampai dengan P sebagai kode petak hasil rancangan konsolidasi lahan.

Tabel 6 Penentuan debit rancangan saluran drainase petak A1 hingga A27 zona 1 Petak Total Luas

Petak (Ha)

Periode ulang 2 tahun (CH = 8.45 L/det/Ha)

Periode ulang 5 tahun (CH = 11.96 L/det/Ha) Debit (L/det) Debit (L/det)

A1 0.14 1.164 1.674 A3 0.15 1.247 1.749 A5 0.16 1.330 1.913 A7 0.16 1.330 1.913 A9 0.17 1.413 2.033 A11 0.18 1.497 2.152 A13 0.18 1.497 2.152 A15 0.19 1.580 2.272 A17 0.19 1.580 2.272 A19 0.20 1.663 2.391 A21 0.21 1.746 2.511 A23 0.21 1.746 2.511 A25 0.22 1.829 2.630 A27 0.22 1.829 2.630

Total debit limpasan (L/det) 21.793 30.849

Berdasarkan Tabel 6, total luas petak mendefinisikan letak dari petak kuarter berada di sebelah kiri atau kanan saluran drainase tersier. Kemudian, debit rancangan limpasan total petak A1-A27 zona 1 untuk desain periode ulang 2 tahun sebesar 21.793 L/det sedangkan untuk 5 tahun sebesar 30.849 L/det. Berikutnya dibandingkan kedua nilai debit tersebut untuk penentuan dimensi saluran dan dipilih dimensi yang mampu menampung debit limpasan namun efektif (tidak terlalu lebar). Kemudian, contoh perhitungan debit limpasan disajikan pada Lampiran 13.

Debit limpasan rencana untuk petak A29 hingga A42 (setelah petak A27) mengalami perubahan karena saluran yang berpotongan dengan Jalan Usaha Tani (JUT) Cabang. Hal ini membutuhkan konstruksi tambahan untuk pengaliran limpasan yaitu pembuatan gorong-gorong. Gorong-gorong akan mengurangi debit limpasan rencana pada saluran drainase tersier setelah gorong-gorong karena faktor kehilangan tinggi energi. Tampilan perletakan saluran, petak sawah, dan Jalan Usaha Tani eksisting dan rancangan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.

Jarak antar saluran drainase dibuat seragam yaitu 200 m dan desain petak sawah rancangan yaitu each plot (tidak melewati sawah lain). Maka dari itu tidak ada pengaruh air dari petak sawah lainnya sehingga volume drainase yang dihitung tidak berbeda. Sebagai contoh yaitu petak kuarter F1-D26 dan H1-F26 yang terpisahkan oleh Jalan Usaha Tani Cabang sama-sama memiliki total luas petak kuarter sebesar 7.8 Ha. Kemudian, dengan memperhitungkan genangan air maksimum yang dilimpas yaitu 70 mm maka petak kuarter F1-D26 dan H1-F26 menghasilkan volume drainase target yang sama yaitu 5460 m3. Perhitungan volume drainase target disajikan pada Lampiran 24.

Penentuan Dimensi Saluran Drainase

Saluran drainase yang paling efisien dapat diperoleh dengan meminimalisasi penampang saluran sehingga sesuai dengan debit rencana (Guo 2004). Oleh karena terjadi perubahan pada luas petak dan perletakan saluran maka semua saluran drainase perlu dirancang ulang sebagai penyesuaian dengan konsolidasi.

Kriteria awal dalam perencanaan saluran ini yaitu penentuan tekstur tanah. Penelitian ini mengambil 2 contoh tanah yang berasal dari 2 zona mewakili tanah dari zona 1 dan zona 2. Zona 3 tidak dikaji karena sedang dalam tahap penanaman sehingga tanah tidak diambil sampelnya. Hasil analisis tekstur tanah disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis tekstur tanah pada 2 zona

Zona % Kelas Tekstur Tekstur

Pasir Liat Debu

1 69.94 0.09 29.97 Sandy loam

2 60.39 0.02 39.59 Sandy loam

Berdasarkan Tabel 7, lempung berpasir (sandy loam) merupakan tekstur tanah pada 2 contoh tanah yang diuji. Hasil segitiga tekstur dari pengujian menggunakan software TAL-WIN disajikan pada Lampiran 2. Kemudian, salah satu sifat fisik tanah lainnya yang sangat berpengaruh dalam perencanaan drainase adalah konduktivitas hidrolik tanah. Konduktivitas hidrolik tanah merupakan suatu gambaran yang tergantung pada sifat-sifat dari air tanah sebagaimana profil tanah (Wirosoedarmo 2010). Tanah yang memiliki nilai konduktivitas hidrolik yang tinggi umumnya tanah tersebut cenderung memiliki sifat porous. Penentuan konduktivitas hidrolik tanah berdasarkan tekstur tanah disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Penentuan konduktivitas hidrolik tanah berdasarkan tekstur tanah Tekstur tanah Konduktivitas hidrolik (inch/jam)

Liat < 0.05

Lempung berliat 0.05-0.20

Rata-rata lempung 0.20-0.80

Lempung berpasir halus 0.80-2.50

Lempung berpasir 2.50-5.00

Peat dan muck 5.00-10.00

Sumber: Wirosoedarmo (2010)

Berdasarkan Tabel 8, konduktivitas hidrolik untuk tanah lempung berpasir sebesar 2.50 hingga 5.00 inch/jam. Nilai tersebut termasuk cukup besar dan menunjukkan bahwa tanah pada lahan BB Padi cenderung porous. Oleh karena itu, kemampuan tanah melalukan air ke bawah cukup besar dan perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem drainase (modulus drainase).

Modulus drainase digunakan dalam perancangan saluran drainase permukaan dengan memperhitungkan evapotranspirasi, perkolasi, irigasi, genangan air maksimum izin di petak sawah, dan hujan maksimum n hari berurutan. Modulus drainase juga dapat digunakan dalam penentuan debit limpasan rencana. Nilai perkolasi untuk tekstur tanah lempung berpasir sebesar 2-6 mm/hari (Ardani 1997). Untuk perencanaan drainase maka nilai perkolasi diambil nilai minimum yaitu 2 mm/hari. Data lain yang digunakan yaitu curah hujan sebesar 76.25 mm, jumlah hari berturut-turut selama 3 hari, irigasi (maksimum) yang diberikan sebesar 12.6 mm, evapotranspirasi (minimum) sebesar 3.6 mm, genangan air maksimum yang diizinkan di petak sawah 70 mm, dan drainase yang dikaji yaitu petak A1-A27 pada zona 1 (total luas areal sebesar 2.58 Ha). Penyajian perhitungan modulus drainase dan debit limpasan rancangan secara detail disajikan pada Lampiran 24.

Debit yang dihasilkan menggunakan perhitungan modulus drainase untuk petak kuarter A1-A27 seperti yang disajikan pada Lampiran 24 sebesar 17.879 L/det. Nilai tersebut lebih kecil dibanding perhitungan debit limpasan dengan periode ulang 2 tahun sebesar 21.793 L/det. Oleh karena itu, debit limpasan rencana yang digunakan sebaiknya yang bernilai lebih besar yaitu 21.793 L/det agar mampu menampung debit limpasan yang diperoleh dari perhitungan modulus drainase pula. Pemilihan ini menunjukkan bahwa modulus drainase tetap diperhitungkan namun dipilih debit yang lebih besar. Berikutnya ringkasan parameter dimensi saluran baru yang dirancang pada saluran drainase petak kuarter A1 hingga A27 untuk zona 1 disajikan pada Tabel 9. Nilai kecepatan maksimum izin saluran (Vmax) yang digunakan yaitu 0.55 m/det untuk air bersih dan tekstur tanah lempung berpasir. Kemudian, saluran yang digunakan merupakan saluran tanah yang lurus, bersih, seragam tanpa rerumputan (n sebesar 0.016) dan saluran yang kecil (z sebesar 1.5). Gradien hidrolik saluran yang direncanakan dapat berubah sesuai dengan luas areal yang didrainasekan. Sama seperti debit, dimensi saluran yang direncanakan sangat ditentukan oleh luas areal yang didrainase.

Tabel 9 Penentuan dimensi saluran drainase pada petak A1 hingga A27 zona 1 Parameter Periode ulang 2 tahun Periode ulang 5 tahun Satuan

Nilai Nilai Vmaks 0.55 0.55 m/det z 1.50 1.50 - n 0.016 0.016 - s 0.0029 0.0029 - R 0.07 0.07 m As 0.04 0.06 m2 P 0.60 0.85 m y 0.10 0.08 m B 0.23 0.55 m FB 0.40 0.40 m

Perbandingan dimensi saluran difokuskan pada lebar dasar saluran karena sangat mementukan dalam perhitungan volume galian maupun pembebasan lahan. Berdasarkan Tabel 9, lebar dasar saluran untuk desain periode ulang 2 tahun sebesar 0.23 m sedangkan untuk periode ulang 5 tahun sebesar 0.55 m untuk kedalaman aliran yang tidak berbeda jauh (baris berwarna abu-abu). Hal tersebut menunjukkan saluran dengan desain periode ulang 2 tahun cukup dalam menampung debit limpasan dengan lebar dasar saluran yang tidak terlalu lebar untuk ketinggian aliran yang tidak jauh berbeda. Perbandingan tersebut diperkuat dengan nilai gradien hidrolik yang sama (tetap 0.0029). Perbandingan ini membuktikan bahwa penggunaan periode ulang 2 tahun untuk struktur saluran kecil dan drainase tersier (Coles 1982).

Tinggi jagaan yang direncanakan yaitu sebesar 0.40 m karena saluran terbuat dari tanah dan debit limpasan di bawah 0.5 m3/det (0.022 m3/det). Kemudian, contoh perhitungan dimensi saluran disajikan pada Lampiran 14 (desain saluran disajikan pada Lampiran 7). Rekapitulasi perhitungan debit limpasan dan dimensi saluran untuk ketiga zona secara berturut-turut disajikan pada Lampiran 16, 17, dan 18 serta desain 3 dimensi disajikan pada Lampiran 22.

Karena saluran tidak dilapisi, selain kecepatan maksimum aliran maka kecepatan minimum aliran izin perlu ditentukan. Kecepatan minimum izin atau kecepatan tanpa pengendapan (non settling velocity) yaitu kecepatan aliran yang tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air (Effendy 2012). Hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran. Kecepatan minimum pada beberapa bahan saluran disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Kecepatan minimum aliran yang diizinkan sesuai dengan bahan saluran

Jenis Saluran Minimum (m/det)

Saluran tanah 0.25

Saluran pasang batu 0.25

Saluran beton 0.25

Berdasarkan Tabel 10, kecepatan minimum izin yang digunakan untuk saluran yaitu 0.25 m/det. Hal tersebut didasarkan jenis saluran yang digunakan merupakan saluran tanah. Fungsi lain dari penentuan kecepatan minimum aliran yaitu mencegah perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor penyakit.

Sedimentasi pada saluran dapat dicegah dengan desain saluran dibuat melebar dari hulu ke hilir saluran drainase. Namun perancangan saluran dibuat seragam agar mempermudah perancangan petak sawah yang lebih seragam dalam konsolidasi lahan sawah. Sedimentasi (pengendapan) pada saluran akan terjadi jika kapasitas angkut sedimen berkurang. Untuk itu kapasitas debit saluran harus dipertahankan. Sedimen yang masuk ke saluran irigasi atau drainase umumnya berupa sedimen layang (suspended load) berupa partikel lempung dan lanau dengan ukuran diameter kurang dari 0.06 mm hingga 0.07 mm (Suroso 2008). Partikel tersebut akan mampu terbawa aliran tanpa mengendap di dasar saluran. Namun untuk partikel dengan diameter lebih dari 0.07 mm cenderung mengalami sedimentasi saat ikut terbawa aliran. Rata-rata diameter sampel tanah yang telah diuji yaitu 0.337 mm. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah sedimen di saluran maka partikel perlu dihambat masuk ke dalam saluran. Salah satu upaya yang dapat diterapkan yaitu filter vegetasi (Vadari et al. 2004). Filter vegetasi berupa tanaman-tanaman yang ditanam dengan jarak cukup rapat dan terdiri dari beberapa spesies seperti sawi dan cabai. Filter vegetasi diposisikan di bagian ujung petak kuarter yang berbatasan dengan talud dari saluran drainase.

Perencanaan Gorong-Gorong

Gorong-gorong perlu direncanakan karena dalam rancangan konsolidasi lahan, saluran drainase tersier berpotongan dengan Jalan Usaha Tani Cabang. Penentuan ruas saluran yang berpotongan dengan Jalan Usaha Tani Cabang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Perletakan saluran drainase dan Jalan Usaha Tani pada rancangan konsolidasi lahan

Gorong-gorong yang direncanakan mengaliri air limpasan saluran drainase tersier tidak memenuhi penampang dari gorong-gorong tersebut dan penampang berbentuk segiempat. Jalan Usaha Tani yang melintas saluran drainase tersier dibuat seperti sebuah jembatan kecil.

Hampir semua saluran drainase tersier pada Gambar 7 berpotongan dengan Jalan Usaha Tani (JUT) Cabang maupun Utama. Hal tersebut ditunjukkan dengan garis warna merah (saluran drainase tersier) yang berpotongan dengan garis warna krem (JUT Cabang). Untuk JUT Utama (garis warna jingga), saluran dibuat di sisi kiri dan kanan JUT Utama tersebut. Panjang gorong-gorong ditentukan oleh lebar JUT Cabang sebesar 4 m.

Debit gorong-gorong yang dihasilkan selanjutnya akan mempengaruhi gradien hidrolik saluran dan dimensi saluran drainase tersier setelah gorong-gorong. Ketinggian aliran pada gorong-gorong serta penambahan elevasi dasar pada gorong telah direncanakan sebelumnya dalam rancangan gorong-gorong. Koefisien Strickler yang digunakan dalam gorong-gorong rancangan yaitu 70 karena konstruksi gorong-gorong yang terbuat dari beton serta kecepatan maksimum yang diizinkan untuk saluran beton yaitu 3 m/det. Tabel 11 menunjukkan koefisien kekasaran Strickler (K) dan kecepatan maksimum untuk perencanaan saluran yang terbuat dari beton dan pasangan batu.

Tabel 11 Harga-harga kecepatan maksimum dan koefisien kekasaran Strickler pada bahan saluran dari pasangan batu dan beton

Bahan konstruksi Vmax (m/det) K

Pasangan batu 2 60

Beton 3 70

Sumber: DPU (2010)

Ketinggian aliran pada gorong-gorong menyesuaikan dengan ketinggian air pada saluran drainase sebelumnya (saluran drainase petak A1-A27). Tabel 12 menunjukkan ringkasan perencanaan gorong-gorong yang telah memasukan faktor kehilangan tinggi energi pada aliran.

Tabel 12 Rancangan gorong-gorong antara petak A1-A27 dan A29-A42 zona 1

Parameter Nilai Satuan Parameter Nilai Satuan

Bg 0.22 m ξ ms 0.02 - yg 0.09 m ξ kel 0.04 - Ag 0.02 m2 Hf 0.054 m Pg 0.40 m Hms 0.003 m Rg 0.05 m Hkel 0.006 m Lg 4.00 m H 0.064 m tg 3.63 det 0.015 m3/det

Vg 1.10 m/det Qn awal 0.022 m3/det

I 0.0035 - Qn akhir 0.006 m3/det

Berdasarkan Tabel 12, debit limpasan rencana hasil keluaran gorong-gorong sebesar 0.006 m3/det. Nilai debit tersebut akan mempengaruhi perancangan saluran drainase pada petak sawah setelah gorong-gorong sebagai debit tambahan. Model dari denah gorong-gorong dan potongan melintang pada gorong-gorong untuk petak N2 hingga N31 zona 1 secara berturut-turut disajikan pada Lampiran 10 dan 11. Kemudian, contoh perhitungan rancangan gorong-gorong untuk petak C1-A33 pada zona 2 disajikan pada Lampiran 15. Rekapitulasi perhitungan gorong-gorong untuk ketiga zona secara berturut-turut ditunjukkan pada Lampiran 19, 20, dan 21 sedangkan desain 3 dimensi disajikan pada Lampiran 23.

Visualisasi Kinerja Saluran Drainase

Saluran drainase yang telah direncanakan baik dimensi maupun perletakannya ditinjau kinerjanya menggunakan aplikasi HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center-River Analysis System) 4.1. Pemodelan ini menggunakan menu River Reach dan Cross Section. Data yang dibutuhkan yaitu debit limpasan di bagian hulu serta data tinggi muka air pada saluran drainase di bagian hilir. Analisis aliran yang digunakan yaitu steady flow analysis serta jenis aliran subkritis. Selanjutnya menu Cross Section digunakan untuk menyajikan tampilan potongan melintang saluran dan menu Water Surface Profiles untuk penyajian tampilan profil muka air di sepanjang alur saluran drainase.

Penyajian contoh pembuatan model dimensi saluran dapat dilihat pada Gambar 8. Saluran drainase yang dimodelkan yaitu saluran drainase tersier untuk petak kuarter B10 sampai dengan B1 pada zona 1. Model saluran dibuat sama untuk bagian hulu hingga hilir disesuaikan dengan perencanaan yang dilakukan. Nilai koefisien kontraksi sebesar 0.1 dan koefisien ekspansi sebesar 0.3 pada Gambar 8 merupakan nilai default program HEC-RAS untuk jenis aliran steady.

Gambar 8 Pembuatan model saluran drainase ruas B10-B1

Gambar 8 menunjukkan dimensi saluran drainase untuk bagian hilir saluran. Nilai koefisien Manning dibuat seragam untuk sisi kiri, tengah, maupun kanan saluran. Debit limpasan rencana untuk petak B10 hingga B1 di hulu saluran

sebesar 0.015 m3/det serta ketinggian muka air rencana di bagian hilir sebesar 0.094 m. Kedua nilai tersebut dimasukkan ke dalam program untuk di-run. Penyajian hasil model tinggi muka air di dalam saluran drainase untuk bagian hulu dan hilir secara berturut-turut dapat diamati pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9 Model saluran drainase di bagian hulu

Gambar 9 dan 10 menyajikan tinggi muka air yang sama di bagian hulu dan hilir. Perbedaan utama antara 2 gambar tersebut yaitu Gambar 9 untuk bagian hulu saluran telah ditambahkan faktor gradien hidrolik saluran sebesar 0.0036. Penyajian profil muka air sepanjang alur saluran dapat dilihat pada Lampiran 12.

Dokumen terkait