• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam dokumen Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi (Halaman 35-56)

Karakteristik Contoh

Usia. Tiga per lima (60%) dari 100 contoh berusia antara 21-30 tahun. Dua orang contoh berkategori usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun (Tabel 3). Perbedaan usia akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek (Sumarwan 2004). Usia maksimum contoh 48 tahun, saat menjelang

menopause. Hal ini dikarenakan proporsi pengambilan contoh mahasiswi program S1 lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswi S0, S2, dan S3. Selain itu, karena banyak wanita di atas usia 25 tahun yang kembali ke kampus untuk melanjutkan pendidikannya (Engel et al. 1994).

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia (n=100)

Usia (Tahun) Persentase (%)

≤ 20 38,0 21-30 60,0 ≥ 31 2,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 21,5 ± 3,7 Kisaran (min-max) 18 - 48

Pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Sebanyak 60 contoh sedang menjalani pendidikan program sarjana, sedangkan contoh yang menjalani program doktor hanya tiga orang (Tabel 4). Contoh penelitian diambil berdasarkan jumlah mahasiswi secara keseluruhan. Oleh karena itu, mahasiswi program sarjana paling banyak di antara program- program pendidikan yang ada di Institut Pertanian Bogor. Tingkat pendidikan konsumen yang tinggi akan membawa dampak pada pengetahuan informasi produk yang semakin luas pula (Engel et al. 1995).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan (n=100)

Tingkat pendidikan Persentase (%)

S0 27,0 S1 60,0 S2 10,0 S3 3,0

Uang Saku. Contoh mempunyai uang saku untuk keperluannya selama kuliah yang diperoleh dari kiriman orangtua, beasiswa, ataupun penghasilannya. Separuh (50%) contoh mempunyai uang saku sebulan kurang dari atau sama dengan Rp 600.000, dengan nilai terendah Rp 300.000. Hanya sebagian kecil lebih dari atau sama dengan Rp 1.300.001 yang berjumlah enam orang.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan uang saku perbulan (n=100)

Uang saku Persentase (%)

≤ Rp 600.000 50,0 Rp 600.001 - Rp 1.300.000 44,0 ≥ Rp 1.300.001 6,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 728.800 ± 321.619,3 Kisaran (min-max) 300.000 - 2.000.000

Urutan di antara anak perempuan. Keluarga merupakan lingkungan mikro yang paling dekat dengan konsumen. Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama (Engel et al. 1994). Sebanyak 65 persen contoh merupakan anak pertama di antara anak perempuan dalam keluarga (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan urutan di antara anak perempuan (n=100)

Urutan anak Persentase (%)

1 65,0 2 24,0 3 - 5 10,0 6 - 7 1,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 1,6 ± 0,9 Kisaran (min-max) 1 - 7 Sumber Informasi

Sumber informasi diperoleh melalui media televisi, radio, internet, leaflet,

salesman, label kemasan, teman atau keluarga, kelompok acuan, maupun toko. Menurut Kotler (2000), sumber informasi konsumen di antaranya adalah sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), sumber komersil (iklan, tenaga penjual, pedagang, kemasan, dan pedagang di toko), sumber publik (media massa

dan organisasi penilaian konsumen), dan sumber percobaan (penanganan, pengujian, dan penggunaan produk).

Media elektronik dan media cetak paling banyak memberikan contoh dalam memperoleh informasi mengenai pembalut. Sebanyak 23,6 persen contoh menggunakan media elektronik seperti televisi dan radio. Sedangkan contoh yang mengakses informasi melalui internet sangat sedikit hanya 3,4 persen. Hal ini dikarenakan separuh contoh memiliki uang saku rendah (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan sumber informasi (n=100)

Sumber informasi Persentase (%)

Sumber komersil Media elektronik 23,6 Media cetak 22,5 Internet 3,4 Sumber pribadi Keluarga 19,8

Peer Group (Teman) 13,8

Kelompok acuan (Guru dan dokter) 9,9

Lainnya (seminar,brosur) 7,1

Total 100,0 Sebanyak 67 persen contoh memperoleh informasi antara tiga sampai lima sumber. Jumlah sumber informasi yang berkisar enam sampai dengan tujuh sebanyak 21 orang (Tabel 8). Konsumen yang kurang mempunyai informasi akan lebih mudah terbujuk oleh informasi yang kurang relevan (Engel et al. 1995). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan jumlah sumber informasi (n=100)

Jumlah sumber informasi Persentase (%)

1 - 2 12,0 3 - 5 67,0 6 - 7 21,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 4,4 ± 1,4 Kisaran (min-max) 1 - 7

Kedekatan dengan Ibu

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2008) selama ini hanya tokoh ibu yang dianggap dapat memberikan perhatian terhadap anak, sementara ayah hanya dianggap sebagai tokoh yang patut ditakuti, sering keluar rumah, dan tidak dekat

dengan anak. Sebanyak 38 persen contoh mempunyai tingkat kedekatan yang sedang dengan ibu dalam mencurahkan hati, berdiskusi mengenai pembalut dan menstruasi. Contoh yang mempunyai kedekatan yang tinggi dengan ibu sebanyak 33 persen (Gambar 3). 29 33 38 0 5 10 15 20 25 30 35 40

Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%)

P

ers

entase

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kedekatan dengan ibu

Kedekatan contoh dengan ibu mempunyai kategori tidak pernah yang mempunyai nilai satu, jarang yang bernilai dua, dan sering bernilai tiga. Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa nilai rataan skor dari keseluruhan pernyataan sebesar 2,1. Nilai tersebut merupakan nilai yang lebih mendekati katagori jarang, sehingga berarti kedekatan keseluruhan contoh dengan ibu termasuk katagori jarang.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan intensitas sering dalam kedekatan dengan ibu (n=100)

No Pernyataan Tidak pernah Jarang Sering Skor

1 Memberitahukan kepada ibu saat anda mendapatkan menstruasi

10,0 42,0 48,0 23,8

2 Bercerita kepada ibu jika mengalami sakit nyeri pada saat menstruasi/PMS

20,0 30,0 50,0 23,0

3 Membicarakan tentang

menstruasi kepada ibu 14,0 52,0 34,0 22,0

4 Berdiskusi mengenai pembalut yang baik dengan ibu

41,0 44,0 15,0 17,4

Tabel 9 Lanjutan

No Pernyataan Tidak pernah Jarang Sering Skor

6 Berdiskusi dengan ibu tentang

merek-merek pembalut 38,0 48,0 14,0 17,6

7 Berdikusi mengenai kesehatan organ intim perempuan

dengan ibu

31,0 48,0 21,0 19,0

8 Berdiskusi tentang masalah- masalah kewanitaan dengan ibu

18,0 50,0 32,0 21,4

Rataan Skor 2,1

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 21 persen sering berdiskusi mengenai kesehatan organ intim perempuan, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari menunjukkan 18 persen remaja putri menyatakan sering berdiskusi dengan ibu mengenai kesehatan reproduksi. Jadi, dapat disimpulkan hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Wulandari (2007). Secara keseluruhan dapat

Pengetahuan Pembalut

Berdasarkan Gambar 4, separuh (50%) contoh dapat menjawab pertanyaan dengan kategori sedang, yaitu 60 sampai 80 persen dari total pertanyaan. Contoh yang memiliki pengetahuan yang tinggi sebanyak 27 persen lebih banyak dibandingkan dengan kategori pengetahuan rendah. Hal ini disebabkan oleh pengalaman yang berbeda sehingga dapat menciptakan pengetahuan yang berbeda (Engel et al. 1994). Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen (Sumarwan 2004).

23 50 27 0 10 20 30 40 50 60

Re ndah (<60%) Se dang (60-80%) Tinggi(>80%)

Pe r se n ta se

Berdasarkan dari Tabel 10, pengetahuan mengenai merek yang beredar di Indonesia, hampir seluruh (96%) contoh memiliki pengetahuan macam-macam merek. Untuk pengetahuan mengenai pengertian menstruasi, hampir seluruh (90%) contoh mengetahui pengertian menstruasi.

Tabel 10 Persentase berdasarkan jawaban pengetahuan pembalut yang benar (n=100)

Pernyataan Persentase (%) yang

mengetahui Merek 96,0 Menstruasi

Pengertian menstruasi 90,0

Informasi periode menstruasi 70,0

Pembalut

Fungsi pembalut 76,0

Cara menggunakan pembalut 71,0

Arah penyerapan cairan 76,0

Ciri-ciri pembalut yang aman 44,0

Informasi lama memakai pembalut 78,0

Bahan dasar pembalut 71,0

Cara pengecekan pembalut yang berkualitas 43,0

Warna air jika pembalut dilarutkan dalam air 76,0

Yang akan terjadi jika pembalut dilarutkan dalam air 50,0

Ukuran pembalut 54,0

Konsumen memutuskan untuk mengkonsumsi atau membeli suatu produk didasarkan pada pengetahuannya mengenai produk yang akan dibelinya. Pengetahuan contoh mengenai suatu produk akan memberikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan kepuasan yang tinggi kepada konsumen, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebut dengan benar. Sebanyak 71 persen contoh mengetahui cara menggunakan pembalut. Sebaliknya, pengetahuan mengenai cara pengecekan pembalut yang berkualitas, kurang dari separuh (43%) contoh tidak mengetahuinya (Tabel 10). Hal ini dikarenakan kurangnya publikasi mengenai ciri-ciri pembalut yang berkualitas dan aman.

Perilaku Penggunaan Pembalut dan Merek

Menstruasi merupakan periode pengeluaran darah secara periodik (biasanya setiap bulan). Sebanyak 70 persen contoh mengalami menstruasi selama enam sampai tujuh hari per periode (Tabel 11). Kisaran lama satu siklus menstruasi contoh adalah empat sampai sembilan hari. Menurut William (2001), biasanya lama menstruasi adalah antara tiga sampai lima hari. Hasil penelitian ini yang termasuk dalam kategori tersebut sebanyak 14 orang. Pada wanita siklus menstruasi rata-rata terjadi sekitar 28 hari, walaupun hal ini berlaku umum tidak semua wanita memiliki siklus menstruasi yang sama, terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 30 hari (Hurlock 1980). Perbedaan lamanya menstruasi ini dapat disebabkan berbagai faktor, termasuk ketebalan endometrium, pengobatan, dan penyakit yang mempengaruhi mekanisme pembekuan (William 2001).

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan lamanya mendapatkan menstruasi (n=100)

Lama menstruasi (Hari) Persentase (%)

4 - 5 14,0 6 - 7 70,0 8 – 9 16,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 6,7 ± 1,1 Kisaran (min-max) 4 - 9

Pembalut merupakan produk sekali pakai. Selama satu siklus haid, separuh (50%) contoh mengganti pembalut setiap harinya sebanyak dua kali (Tabel 12). Pembalut harus diganti minimal dua kali sehari untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi pada vagina. Menurut Cyssco (2009) sebaiknya pembalut diganti empat sampai enam jam sekali sehari. Hanya 11 persen yang sesuai dengan pernyataan tersebut. Oleh karena itu, kebutuhan akan pembalut untuk setiap harinya adalah empat sampai enam pembalut.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dalam sehari (n=100)

Banyaknya jumlah pembalut sehari Persentase (%)

2 buah 50,0 3 buah 39,0 4 buah 11,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 2,6 ± 0,7 Kisaran (min-max) 2-4

Saat mendapatkan menstruasi, seorang perempuan membutuhkan pembalut agar tidak menodai pakaian yang dikenakannya. Jumlah pembalut dalam satu siklus, merek yang digunakannya, dan jenis pembalut yang dipakainya merupakan perilaku konsumen dalam penggunaan pembalut. Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung dalam mendapatkan, mengkonsumsi serta menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut (Engel et al. 1994). Pembalut merupakan produk sekali pakai. Sebanyak 3 persen contoh menggunakan pembalut kurang dari 10 buah selama satu siklus haid (Tabel 13). Jumlah pembalut yang dipakai seseorang berbeda-beda sesuai dengan lamanya menstruasi dan banyaknya darah yang keluar.

Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut yang dipakai dalam satu siklus menstruasi (n=100)

Jumlah pembalut Persentase (%)

<10 buah 3,0 10 - 15 buah 42,0 16 - 20 buah 31,0 >20 buah 24,0 Total 100,0 Rata-rata ± SD 16,6 ± 4,4 Kisaran (min-max) 7 - 28

Kebutuhan yang dirasakan konsumen bisa dimunculkan oleh diri konsumen sendiri seperti rasa lapar dan haus, kebutuhan akan makanan, air, udara, rumah, pakaian, atau seks. Kebutuhan ini disebut sebagai kebutuhan fisiologis atau biologis (innate needs) dan sering juga disebut sebagai kebutuhan primer (Sumarwan 2004). Pembalut merupakan salah satu produk tersebut yang dibutuhkan konsumen untuk mempertahankan hidupnya.

Setiap individu mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda termasuk dalam kebutuhan menggunakan pembalut. Pada usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun, contoh menghabiskan pembalut lebih dari 20 buah pembalut setiap siklusnya (Tabel 14). Hal ini diduga karena pada usia lebih dari 40 tahun telah mengalami tanda-tanda menopause, sehingga membutuhkan pembalut yang lebih banyak dari pada wanita usia produktif.

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan jumlah pembalut dan usia (n=100) Jumlah pembalut Usia Total

≤ 20 tahun 21-30 tahun ≥ 31 tahun

<10 buah 0,0 3,0 0,0 3,0

10 - 15 buah 21,0 21,0 0,0 42,0

16 - 20 buah 9,0 22,0 0,0 31,0

>20 buah 8,0 14,0 2,0 24,0

Total 38,0 60,0 2,0 100,0

Selain jumlah pembalut yang dikemukakan sebelumnya, dalam penggunaan merek dan jenis pembalut konsumen pun berbeda-beda. Jenis-jenis pembalut yang biasa digunakan dalam produk pembalut antara lain maxi, regular, slim, ultra slim dan night. Karena setiap bulannya berbeda-beda maka dilihat dari penggunaan jenis pembalut contoh pada satu bulan terakhir. Pada satu bulan terakhir pemakaian, jenis pembalut contoh ada yang memakai dengan satu sampai tiga jenis pembalut. Sebanyak 61 persen contoh menggunakan satu jenis pembalut setiap bulannya. Hanya lima persen dari contoh yang menggunakan tiga jenis pembalut setiap bulannya (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi jenis pembalut (n=100)

Kombinasi jenis pembalut Persentase (%)

Satu jenis 61,0

Dua jenis 34,0

Tiga Jenis 5,0

Total 100,0 Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat selama tiga bulan terakhir, contoh yang menggunakan ketebalan pembalut beranekaragam. Selama tiga bulan terakhir ada 15 kombinasi jenis pembalut. Setengah dari kombinasi penggunaan jenis pembalut menggunakan night dan sepertiga kombinasi menggunakan regular. Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pemakaian jenis pembalut selama tiga bulan

terakhir (n=100)

Jenis pembalut Persentase (%)

1 Bulan terakhir 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir

Maxi 28,0 33,0 32,0 Maxi, night 18,0 17,0 18,0 Regular 13,0 14,0 14,0 Slim 12,0 9,0 9,0 Night 6,0 5,0 6,0 Reguler, night 5,0 5,0 5,0

Tabel 16 Lanjutan

Jenis pembalut Persentase (%)

1 Bulan terakhir 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir

Slim, night 3,0 3,0 3,0

Reguler, maxi 3,0 4,0 3,0

Ultra slim 2,0 2,0 2,0

Slim, maxi 2,0 3,0 2,0

Slim, regular 2,0 1,0 1,0

Slim, reguler, night 1,0 1,0 1,0

Reguler, maxi, night 1,0 1,0 1,0

Ultra slim, night 1,0 1,0 1,0

Urutan kombinasi jenis pembalut kedua yang terbanyak adalah contoh

menggunakan kombinasi maxi dan night. Penggunaan pembalut menurut

ketebalan dan ukuran selama tiga bulan terakhir, contoh ada yang konsisten dan ada yang tidak sehingga jumlah tiap bulannya tidak sama. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Kristen Petra, bahwa kontribusi penjualan pembalut di Indonesia masih didominasi oleh jenis maxi

(Sari 2003).

Konsumsi produk pembalut berbeda-beda setiap individu karena dalam proses keputusan penggunaan jenis pembalut salah satunya dipengaruhi oleh faktor perbedaan individu. Menurut Sumarwan (2004) faktor perbedaan individu terdiri dari kebutuhan dan motivasi, kepribadian, pengolahan informasi dan persepsi, proses belajar, pengetahuan dan sikap konsumen.

Merek-merek pembalut yang beredar dipasaran semakin beragam dan menawarkan berbagai kelebihan. Merek sangat penting bagi konsumen karena memudahkan dalam menentukan pilihan, memberikan jaminan kualitas, mencegah risiko, serta menjadi pernyataan diri dan pengerek gengsi. Pemasar sangat tertarik pada pengetahuan konsumen terhadap merek. Menurut hasil penelitian ini dengan populasinya yang merupakan mahasiswa dari jenjang diploma, sarjana, dan pascasarjana, sebanyak 67 persen contoh menggunakan pembalut dengan merek Charm (Gambar 5). Selain itu, merek yang digunakan contoh adalah Laurier, Kotex, Softex, Whisper, dan lain-lain. Merek Softex, Whisper, dan lain-lain mempunyai persentase yang sama yaitu dua persen. Merek lain-lain adalah merek Hers Protex dan Avail atau merek MLM. Hal ini sejalan

dengan penelitian mahasiswa universitas Kristen Petra, merek yang paling sering digunakan adalah Charm (Sari 2003).

1 2 11 16 67 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Charm Laurier Kotex Softex Whisper Lain-lain Merek Pe rs en ta se

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek contoh

Merek yang digunakan oleh contoh juga bervariasi dengan 12 kombinasi. Selama tiga bulan terakhir secara konsisten, lebih dari tiga per lima (61%) contoh menggunakan merek Charm. Setelah merek Charm, merek kedua yang dipakai oleh contoh adalah merek Laurier terbanyak 18 persen dan untuk dua bulan terakhir sebesar 16 persen. Kemudian merek ketiga adalah Kotex dengan persentase 10 persen dan dua bulan terakhir sebesar sembilan persen (Tabel 17). Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan penggunaan merek selama 3 bulan terakhir

(n=100)

Merek yang digunakan Persentase (%)

1 Bulan terakhir 2 Bulan terakhir 3 Bulan terakhir

Charm 61,0 61,0 61,0 Laurier 18,0 16,0 18,0 Kotex 10,0 9,0 10,0 Hers Protex 2,0 1,0 0,0 Laurier, Charm 2,0 3,0 3,0 Avail 1,0 1,0 1,0 Charm, Kotex 1,0 1,0 1,0

Hers Protex, Charm 1,0 1,0 1,0

Laurier, Whisper 1,0 1,0 1,0

Protex 1,0 0,0 0,0

Softex 1,0 5,0 3,0

Whisper 1,0 1,0 1,0

Berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh (95%) contoh menggunakan merek tunggal. Sedangkan yang menggunakan merek lebih dari satu hanya lima persen di lihat pada penggunaan merek satu bulan terakhir.

Brand Awareness Top of Mind

Kesadaran merek adalah kemampuan konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori suatu produk (Aaker 1991). Tingkat kesadaran merek yang mencakup puncak pikiran disebut dengan Top of Mind. Top of Mind memiliki citra merek atau asosiasi merek yang lebih kuat. Merek-merek yang disebutkan oleh contoh yang merupakan Top of Mind contoh adalah Charm, Laurier, Kotex, Softex, Whisper, dan lain-lain. Lain-lain dalam hal ini adalah merek Hers Protex dan Avail. Dari tujuh merek yang disebutkan tersebut, lebih dari tiga per lima (63%) contoh menyebutkan merek Charm yang berada dalam puncak pikiran dan menempati urutan pertama (Gambar 6).

63 19 11 3 1 2 0 10 20 30 40 50 60 70

Charm Laurier Kotex Softex Whisper Lain-lain Merek P ers en ta se

Gambar 6 Sebaran contoh berdasarkan Top of Mind

Menurut riset yang dilakukan oleh majalah SWA, merek pembalut yang menempati peringkat pertama adalah merek Laurier, sedangkan pada penelitian ini merek Laurier berada pada urutan kedua. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian ini, dikarenakan contoh yang digunakan berbeda. Merek avail adalah merek yang dipasarkan dengan cara Multi Level Marketing (MLM), produk pembalut yang tidak beredar di supermarket atau sejenisnya tetapi di tempat-

tempat yang menjadi anggota distributornya sehingga konsumen yang mengetahui merek tersebut jarang.

Brand Recall

Brand awareness juga dapat diartikan sebagai kekuatan sebuah merek untuk dapat diingat kembali oleh konsumen dan dapat dilihat dari kemampuan konsumen itu sendiri untuk mengidentifikasi merek dalam berbagai kondisi.

Brand recall mencerminkan merek-merek apa yang diingat responden setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut. Pada tingkatan ini disebut juga

dengan pengingatan kembali tanpa bantuan (unaided recall) (Aaker 1991).

Merek-merek yang disebutkan contoh setelah Top of Mind adalah Charm, Laurier, Kotex, Softex, dan lain-lain (Hers Protex dan Avail). Merek Top of Mind yang tidak ada pada brand recall adalah Whisper.

Pengetahuan merek pembalut yang disebutkan secara spontan tanpa dibantu (brand recall) pada urutan pertama ditempati oleh Laurier (47%), kedua Charm (24%), ketiga Kotex (18%), keempat Softex (7%) dan terakhir lain-lain sebesar empat persen. Merek lain-lain adalah Hers Protex dan Avail dengan masing-masing tiga persen dan satu persen (Tabel 18). Pada Brand Recall merek Laurier lebih unggul dibanding dengan merek yang lain.

Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan brand recall setelah top of mind (n=100)

Merek Persentase (%) Laurier 47,0 Charm 24,0 Kotex 18,0 Softex 7,0 Lain-lain 4,0 Total 100,0 Brand Image

Brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Berdasarkan Gambar 7, seperempat (25%) contoh memberikan kesan dari merek pembalut yang digunakan termasuk pada kategori sedang atau tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Terdapat 46 orang contoh yang mempersepsikan merek yang dipakainya berkategori rendah. Pengalaman dengan merek akan menjadi sumber bagi

konsumen dalam terciptanya rasa percaya pada merek dan pengalaman akan mempengaruhi evaluasi konsumen dalam konsumsi, penggunaan atau kepuasan secara langsung dan tidak langsung dengan merek (Coastabile 2002 dalam Ferrinadewi 2008). 25 29 46 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Rendah (66,7-77,8% ) Sedang (77,8-88,9% ) Tinggi (88,9-100,0%

Gambar 7 Sebaran contoh berdasarkan kategori score brand image terhadap merek yang digunakan

Berdasarkan penggunaan merek pembalut, maka diambil tiga peringkat pertama yang tertinggi yaitu merek Charm. Laurier, dan Kotex. Hasil pengukuran asosiasi merek dengan menggunakan uji Cochran menunjukkan bahwa semua asosiasi yang berjumlah 12 butir melekat pada merek Charm, Laurier, dan Kotex.

Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image- nya)

menjadi pijakan konsumen dalam proses keputusan pembelian dan loyalitas pada merek tersebut (Durianto et al. 2001).

Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat di rangkai sehingga membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Kesan yang kuat untuk contoh yang menggunakan merek Charm adalah kelembutan bahan, daya serap yang tinggi, nyaman, dan higienis. Merek Laurier mempunyai kesan yang kuat dengan atribut kemudahan memperolehnya, tidak mudah bocor, ukuran yang sesuai, dan nyaman. Sedangkan merek Kotex adalah merek terkenal, kemasan yang menarik, kelembutan bahan, tidak mudah bocor, anti kerut, ukuran yang sesuai, tetap ada sirkulasi udara, nyaman, dan higienis (Tabel 19). Menurut hasil penelitian Susanti (2008) yang meneliti mengenai analisis asosiasi merek pada produk pembalut Charm adalah produknya efektif, aman digunakan, harganya terjangkau dan produknya mudah didapatkan. Konsumen yang menggunakan merek tertentu maka akan terhubung dengan merek tersebut.

Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan asosiasi-asosiasi pembentuk brand image

pembalut (n=100)

No Atribut Charm Laurier Kotex

1 Nyaman √ √ √

2 Kelembutan bahan √ - √

3 Higienis √ - √

4 Tidak mudah bocor - √ √

5 Ukuran yang sesuai - √ √

6 Daya serap yang

tinggi √ - - 7 Kemudahan memperolehnya - √ - 8 Merek terkenal - - √ 9 Kemasan yang menarik - - √ 10 Anti kerut - - √

11 Tetap ada sirkulasi

udara - - √

Hubungan Karakteristik Contoh dengan Tingkat Pengetahuan Pembalut Hubungan usia dengan tingkat pengetahuan pembalut

Usia merupakan karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi selera konsumen terhadap suatu produk atau jasa. Setengah dari contoh yang memiliki usia kurang dari atau sama dengan 20 tahun, memiliki tingkat pengetahuan pembalut dengan kategori sedang. Sebanyak delapan persen pada kategori usia 21 sampai 30 tahun, mempunyai pengetahuan yang kurang mengenai pembalut. Tiga per empat contoh yang berada pada kategori usia lebih dari atau sama dengan 31 tahun mempunyai tingkat pengetahuan pembalut terkategori sedang (Tabel 20). Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan usia dan tingkat pengetahuan pembalut

Usia (Tahun) Tingkat pengetahuan pembalut(%)* Total(%)

Rendah Sedang Tinggi

≤ 20 15,0 19,0 4,0 38,0

21-30 8,0 28,0 22,0 58,0

≥ 31 0,0 3,0 1,0 4,0

Total 23,0 50,0 27,0 100,0

Ket: * signifikan pada p<0,05

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan signifikan dan positif antara usia dengan tingkat pengetahuan pembalut (p=0,000; r= 0,342). Hal

ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan pembalut maka semakin tua usia. Pengalaman yang lebih banyak terwujud dalam pengetahuan yang lebih luas (Engel et al. 1994).

Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan pembalut

Pengetahuan yang merupakan hasil belajar, dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan (Engel et al. 1994).

Dua perlima dari contoh mahasiswi S2 memiliki pengetahuan pembalut dengan

kategori tinggi dan sedang. Seluruh contoh mahasiswi S3 memiliki pengetahuan terkategori sedang mengenai pembalut. Contoh mahasiswi S0 sebesar 14 persen dan S1 sebesar 29 persen memiliki pengetahuan pembalut dengan kategori sedang (Tabel 21).

Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan pembalut

Tingkat pendidikan

Tingkat pengetahuan pembalut (%)* Total

(%)

Rendah Sedang Tinggi

S0 11,0 14,0 2,0 27,0

S1 10,0 29,0 21,0 60,0

S2 2,0 4,0 4,0 10,0

S3 0,0 3,0 0,0 3,0

Total 23,0 50,0 27,0 100,0

Ket: * signifikan pada p<0,05

Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pengetahuan pembalut adalah berhubungan nyata dan signifikan (p=0,001; r=0,322). Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi juga pengetahuan pembalut. Tingkat pendidikan konsumen yang tinggi akan membawa dampak pada pengetahuan informasi produk yang semakin luas pula (Engel et al. 1995). Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek (Sumarwan 2004).

Hubungan uang saku dengan tingkat pengetahuan pembalut

Uang saku merupakan sejumlah uang yang diperoleh dari orangtua, beasiswa, ataupun bekerja. Sebanyak 24 persen contoh yang memiliki uang saku kurang dari atau sama dengan Rp 600.000, memiliki tingkat pengetahuan

pembalut dengan kategori sedang. Contoh yang memiliki uang saku lebih dari

Dalam dokumen Perilaku Penggunaan Pembalut pada Mahasiswi (Halaman 35-56)

Dokumen terkait